Anda di halaman 1dari 22

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Faktor Produksi Alat Muat dan Alat Angkut

Berdasarkan pertimbangan faktor-faktor teknis seperti kondisi endapan batubara


dan kondisi lapisan penutup serta pertimbangan ekonomis, yaitu: besaran nisbah
pengupasan lapisan tanah penutup, maka penambangan batubara di Pit A
Bengalon

menggunakan

metode

tambang

terbuka

(open

pit)

dengan

pengoperasian peralatan mekanis seperti excavator untuk pemuatan dan dump


truck untuk pengangkutan.

Untuk memperkirakan dengan lebih teliti produksi alat muat dan alat angkut yang
digunakan untuk pemuatan dan pengangkutan material, maka perlu diperhatikan
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produksi alat-alat tersebut, antara lain:

1. Sifat fisik material


2. Kondisi pemukaan kerja
3. Koefisien traksi (coefficient of traction)
4. Rimpull
5. Tahanan gulir (rolling resistance)
6. Tahanan kemiringan (grade resistance)
7. Percepatan
8. Jalan angkut
9. Ketersediaan alat
10. Efisiensi kerja
11. Iklim dan ketinggian lokasi kerja

17

3.1.1 Sifat Fisik Material

Setiap macam material pada dasarnya memiliki sifat fisik yang berbeda-beda.
Oleh karena itu jenis material yang terdapat di suatu daerah tertentu dengan sifat
fisik tertentu harus diperhatikan agar tidak terjadi ketidaksesuaian dalam
penggunaan alat mekanis.

3.1.1.1 Pengembangan dan Penyusutan Material

Pengembangan dan penyusutan material adalah perubahan berupa penambahan


dan pengurangan volume material yang diganggu dari bentuk aslinya, sedangkan
berat material tetap. Berdasarkan perubahan tersebut, pengukuran volume atau
bobot isi material dibedakan atas:

a. Keadaan asli (bank condition)


Keadaan material yang masih alami

dan belum mengalami ganguan

teknologi, butiran-butiran material yang dikandungnya masih terkonsolidasi


dengan baik. Satuan volume material dalam keadaan asli disebut meter kubik
dalam keadaan asli (Bank Cubic Meter/BCM).
b. Keadaan terberai (loose condition)
Material yang telah tergali dari tempat aslinya akan mengalami perubahan
volume yaitu mengembang. Hal ini disebabkan adanya penambahan rongga
udara di antara butiran-butiran material, dengan demikian volumenya menjadi
lebih besar. Satuan volume material dalam keadaan terberai disebut meter
kubik dalam keadaan terberai (Loose Cubic Meter/LCM).
c. Keadaan padat (compact condition)
Keadaan padat akan dialami oleh material yang mengalami proses pemadatan.
Perubahan volume terjadi karena adanya penyusutan rongga udara di antara
butiran-butiran material tersebut, dengan demikian volumenya akan berkurang
tetapi beratnya akan tetap sama. Satuan volume material dalam keadaan padat
disebut meter kubik dalam keadaan padat (Compact Cubic Meter/CCM).

18

3.1.1.2 Berat Jenis Material

Berat jenis (density) material adalah suatu sifat yang dimiliki oleh setiap material.
Dimana kemampuan suatu alat untuk mendorong, mengangkat, dan melakukan
pekerjaan lainnya, akan sangat dipengaruhi oleh berat jenis material tersebut.

3.1.1.3 Kohesivitas Material

Merupakan daya lekat atau kemampuan saling mengikat diantara butir-butir


material itu sendiri. Material dengan nilai kohesivitas tinggi akan mudah
menggunung atau munjung (heaped). Contoh material dengan nilai kohesivitas
tinggi adalah tanah liat. Sedangkan material dengan nilai kohesivitas rendah
apabila menempati suatu ruangan akan sukar untuk munjung, melainkan akan
cenderung rata (struck). Contoh material dengan nilai kohesivitas rendah adalah
pasir.

3.1.1.4 Bentuk Material

Bentuk material akan mempengaruhi produksi alat mekanis. Bentuk material yang
cenderung bulat akan memiliki gaya gesek lebih kecil dibandingkan material
dengan bentuk segi banyak (poligon). Hal ini akan berpengaruh pada kecepatan
material dalam menempati ruangan pada alat muat maupun alat angkut.

3.1.1.5 Kekerasan Material

Merupakan suatu sifat material yang menentukan sukar atau mudahnya material
tersebut untuk dikoyak (ripped), digali (dig) atau dikupas (stripped). Nilai
kekerasan material biasanya diukur dengan mempergunakan ripper meter atau
seismic test meter dengan satuan m/detik, yaitu sesuai dengan satuan untuk
kecepatan gelombang seismik pada batuan.

19

3.1.1.6 Daya Dukung Material

Daya dukung material (bearing capacity) merupakan kemampuan material untuk


mendukung alat yang terletak diatasnya. Apabila suatu alat berada di atas tanah
atau batuan, maka alat tersebut akan menyebabkan terjadinya daya tekan (ground
pressure), sedangkan tanah atau batuan itu akan memberikan reaksi atau
perlawanan yang disebut daya dukung (load capacity). Bila daya tekan lebih besar
dari daya dukung materialnya, maka alat tersebut akan terbenam. Nilai daya
dukung material dapat diketahui dengan cara pengukuran langsung di lapangan.
Alat yang biasa digunakan untuk menentukan dan mengukur daya dukung
material disebut cone penetrometer.

3.1.2 Kondisi Permukaan Kerja

Kondisi permukaan kerja akan sangat berpengaruh pada unjuk kerja alat. Kondisi
permukaan kerja yang baik akan menyebabkan alat muat dan alat angkut bekerja
secara maksimal, sehingga akan diperoleh cycle time yang cukup efektif. Kondisi
permukaan kerja yang baik adalah :

a. Kondisi dimana akan selalu tersedia material untuk diambil oleh alat muat.
Untuk mencapai kondisi demikian diperlukan alat pendukung seperti dozer
agar dapat selalu menyuplai material ke alat muat.
b. Kondisi dimana lokasi pemuatan diatur sedemikian rupa sehingga alat angkut
dapat secara efektif keluar masuk dan mengambil posisi yang tepat untuk
dimuat di lokasi pemuatan. Untuk mencapai maksud tersebut lokasi pemuatan
harus terus-menerus dipantau, bahkan bila perlu dilakukan perbaikan.
c. Kondisi dimana tinggi bench pada area pemuatan sejajar dengan tinggi bak
truk alat angkut, sehingga material yang diambil oleh alat muat (backhoe)
dapat optimal.

20

3.1.3 Koefisien Traksi (coefficient of traction)

Suatu faktor yang menunjukkan seberapa bagian dari seluruh berat kendaraan
pada ban atau track yang dapat dipakai untuk mendorong atau menarik. Koefisien
traksi didefinisikan juga sebagai suatu faktor dimana jumlah berat kendaraan pada
ban atau track penggerak harus dikalikan untuk menunjukkan rimpull maksimum
antara ban atau track dengan permukaan jalur jalan tepat sebelum mengalami
selip.

Koefisien traksi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

a. Keadaan ban, yaitu keadaan dan macam bentuk kembangan ban tersebut.
Sedangkan untuk crawler track tergantung dari keadaan dan bentuk tracknya
b. Keadaan permukaan jalur jalan, yaitu basah atau kering, keras atau lunak,
bergelombang atau rata.
c. Berat kendaraan yang diterima roda penggeraknya.
Tabel 3.1 Koefisien traksi untuk berbagai macam keadaan jalur jalan
(Caterpillar, 2004a)

Material
Beton
Lempung kering
Lempung basah
Pasir kering
Pasir basah
Pit quarry
Kerikil
Salju
Es
Tanah kokoh
Tanah lepas
Batu bara

Ban karet
0,90
0,55
0,45
0,20
0,40
0,65
0,36
0,20
0,12
0,55
0,45
0,45

Track
0,45
0,90
0,70
0,30
0,50
0,55
0,50
0,27
0,12
0,90
0,60
0,60

21

3.1.4 Rimpull

Rimpull yaitu besarnya kekuatan tarik (pulling force) yang dapat diberikan oleh
mesin suatu alat mekanis kepada permukaan roda atau ban penggeraknya yang
menyentuh permukaan jalur jalan. Jika koefisien traksi cukup tinggi untuk
menghindari terjadinya selip, maka rimpull maksimum adalah fungsi dari tenaga
mesin (horse power) dan gear ratio (versnelling) antara mesin dengan roda
penggerak alat mekanis. Tetapi jika terjadi selip maka rimpull maksimum akan
sama dengan besarnya tenaga pada roda penggerak dikalikan koefisien traksi.

Istilah rimpull hanya dipakai untuk kendaraan-kendaraan yang beroda karet.


Untuk yang memakai roda rantai (crawler track), maka istilah yang dipergunakan
adalah draw bar pull. Rimpull dapat dihitung dengan persamaan :

................................... (3.1)

Dimana:
RP = rimpull atau kekuatan tarik, lbs
HP = tenaga mesin, HP (horse power)
375 = angka konversi
= efisiensi mesin
V = kecepatan maksimum pada gigi tertentu, mph

3.1.5 Tahanan Gulir (rolling resistance)

Tahanan gulir (rolling resistance) merupakan seluruh gaya-gaya luar (external


force) seperti gaya gesek (frictional force) antara bagian luar ban kendaraan
dengan permukaan tanah yang bersifat menahan dan berlawanan arahnya dengan
pergerakan alat berat di atas jalur jalan atau permukaan tanah (Gambar 3.1).

22

Pada dasarnya, tahanan gulir dapat dipengaruhi oleh :

a. Kondisi jalan, yaitu kekasaran dan kemulusan permukaannya. Semakin keras


dan mulus, maka akan semakin kecil tahanan gulirnya.
b. Keadaan bagian kendaraan yang berhubungan langsung dengan permukaan
jalur jalan. Jika memakai ban karet, yang akan berpengaruh adalah ukuran
ban, tekanan, dan keadaan permukaan ban. Jika memakai crawler track maka
keadaan dan macam track kurang berpengaruh, melainkan keadaan jalan yang
lebih berpengaruh.

P
RR
W

Gambar 3.1 Arah gaya-gaya yang bekerja pada kendaraan

.................................... (3.2)

Dimana :
RR = tahanan gulir, lb/gross ton (%)
P

= gaya tarik pada kabel penarik kendaraan, lb

= berat kendaraan, gross ton

Besarnya RR dinyatakan dalam pounds (lbs) dari tractive pull yang diperlukan
untuk menggerakkan tiap gross ton berat kendaraan beserta muatannya pada jalur
mendatar dengan kondisi jalur jalan tertentu.

23

Tabel 3.2 Nilai tahanan gulir untuk berbagai macam kondisi jalan
(Caterpillar, 2004a)

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rolling resistance, bahwa
nilai rolling resistance dapat bervariasi walaupun pada kondisi jalan yang sama
dan tingkat kekerasan yang sama. Hal ini disebabkan karena nilai rolling
resistance juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca, hujan akan menyebabkan jalanan
menjadi becek, terutama jika jalan memiliki kekerasan yang kurang baik.
Sebaliknya jalan yang kering akan menyebabkan jalanan relative jadi lebih keras.

Hal lain yang dapat menyebabkan variasi nilai rolling resistance adalah kondisi
ban, pada kondisi perkerasan jalan yang baik maka tekanan ban yang tinggi akan
menghasilkan nilai rolling resistance yang lebih rendah dari pada tekanan ban
yang rendah. Namun pada kondisi perkerasan jalan yang kurang baik, tekanan ban
yang rendah menghasilkan rolling resistance lebih rendah daripada tekanan ban
yang tinggi.

24

3.1.6 Tahanan Kemiringan (grade resistance)

Tahanan kemiringan adalah besarnya gaya berat yang melawan atau membantu
gerak kendaraan yang disebabkan oleh kemiringan jalur jalan yang dilaluinya.
Jika jalur jalan tersebut naik disebut kemiringan positif (plus slope) maka tahanan
kemiringan akan melawan gerak kendaraan (grade resistance), sehingga
memperbesar rimpull yang diperlukan. Sebaliknya, jika jalur jalan tersebut turun
disebut kemiringan negatif (minus slope) maka tahanan kemiringan akan
membantu gerak kendaraan (grade assistance), sehingga mengurangi rimpull
yang dibutuhkan.

Kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut


baik dalam mengatasi tanjakan maupun dalam pengereman pada saat alat angkut
berisi muatan maupun dalam keadaan kosong. Kemiringan (grade) dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

................................. (3.3)

(Prodjosumarto, 1996)

25

3.1.7 Percepatan

Percepatan adalah waktu yang diperlukan untuk mempercepat kendaraan dengan


memakai kelebihan rimpull yang tidak dipergunakan untuk menggerakkan
kendaraan pada jalur jalan tertentu. Waktu yang dibutuhkan untuk mempercepat
kendaraan tergantung dari beberapa faktor, yaitu:

a. Berat kendaraan, semakin berat suatu kendaraan maka akan semakin lama
waktu yang diperlukan untuk mempercepat kendaraan.
b. Semakin besar rimpull yang berlebih maka akan semakin cepat kendaraan
tersebut untuk mengalami percepatan. Sedangkan bila kelebihan rimpull tidak
ada, maka percepatan tidak akan terjadi, artinya kendaraan tersebut tidak dapat
dipercepat.

Untuk menghitung percepatan secara tepat memang sulit, tetapi dapat


diperkirakan dengan rumus newton sebagai berikut:

...................................... (3.4)

Dimana:
a = percepatan, ft/sec2
F = kelebihan rimpull, lbs
W = berat alat yang harus dipercepat, lbs
g = percepatan karena gaya gravitasi, 32.2 ft/sec2

3.1.8 Jalan Angkut

Jalan angkut (ramp) pada lokasi tambang sangat mempengaruhi kelancaran


operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Terdapat beberapa

26

pertimbangan yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan gangguan atau


hambatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengangkutan, antara lain:

1. Letak ramp
a. Akses yang baik ke lokasi pembuangan tanah penutup (timbunan).
Arah ramp searah dengan pergerakan tambang.
b. Topografi merupakan faktor penting. Pada umumnya letak ramp
berada pada topografi yang landai, karena akan sulit membuat
ramp pada daerah dengan topografi curam.
2. Lebar ramp
a. Tergantung pada lebar alat angkut, biasanya 3,5 4 kali lebar
dump truck terbesar.
b. Lebar jalan seperti diatas memungkinkan lalu lintas dua arah,
ruangan untuk dump truck yang akan menyusul, serta untuk
tanggul pengaman dengan lebar tertentu.
3. Kemiringan ramp
a. Kemiringan ramp didasarkan pada kemampuan alat untuk
mengatasi kemiringan tertentu secara optimal.
4. Panjang ramp
a. Jika ramp yang dihasilkan dengan penimbunan lembah lebih
panjang dibandingkan dengan memotong bukit, dan volume
material yang dipotong sedikit, sehingga dalam pengerjaannya
tidak

memakan

waktu

yang

lama

dibandingkan

dengan

penimbunan lembah (valley), maka untuk kasus seperti ini, pilihan


pemotongan secara umum akan lebih baik digunakan.
b. Pembuatan ramp tetap memperhatikan faktor jarak tempuh dari
loading point ke dumping point, selain faktor waktu pembuatan
dan banyaknya material yang dpotong.

27

3.1.9 Ketersediaan Alat

Ketersediaan alat merupakan salah satu hal yang mempengaruhi produkivitas alat
muat maupun alat angkut. Ketersediaan alat merupakan faktor yang menunjukkan
kondisi

alat-alat

mekanis

yang

digunakan

dalam

melakukan

kegiatan

penambangan. Terdapat beberapa parameter yang dapat digunakan untuk


mengetahui ketersediaan alat dan penggunaannya di lapangan, yang secara umum
dapat dibedakan menjadi :

a.

Mechanical Availability (MA)


Parameter ini digunakan untuk mengetahui kondisi mekanis yang
sesungguhnya dari alat yang sedang dipergunakan dengan memperhitungkan
kehilangan waktu yang digunakan untuk memperbaiki mesin, perawatan, dan
alasan mekanis lainnya.

.......................... (3.5)

Dimana :

W = Waktu yang dibebankan kepada operator suatu alat yang dalam kondisi
dapat dioperasikan, artinya tidak rusak. Waktu ini meliputi pula tiap
hambatan yang ada, seperti waktu istirahat yang terlalu lama, pindah
loading point, pelumasan, pengisian bahan bakar, keadaan cuaca,dll.

R = Waktu untuk melakukan

perbaikan dan waktu yang hilang karena

menunggu saat perbaikan, termasuk juga waktu untuk penyediaan suku


cadang dan perawatan preventif (pelumasan servis berkala).

28

b.

Physical Availability (PA)


Merupakan catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang dipergunakan.

........................ (3.6)

Dimana :

Standby hours atau jumlah jam kerja suatu alat yang tidak dapat
dipergunakan ketika alat tersebut tidak rusak (siap beroperasi),
meliputi hujan deras, tempat kerja belum siap, kerusakan pada
crusher, dll.

W+R+S = Jumlah jam kerja alat yang telah dijadwalkan.

c.

Use of Availability (UA)


Menyatakan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh suatu alat untuk
beroperasi pada saat alat tersebut dapat dipergunakan. Nilai parameter ini
biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu alat yang sedang tidak
rusak dapat dimanfaatkan. Hal ini dapat menjadi ukuran seberapa baik
pengelolaan (manajemen) peralatan yang dipergunakan.

............................ (3.7)

d.

Effective Utilization (EU)


Menunjukkan seberapa besar dari seluruh waktu kerja yang tersedia dapat
dimanfaatkan untuk bekerja secara produktif (effisiensi kerja).

.......................... (3.8)

29

3.1.10 Efisiensi Kerja

Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan atau


merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu
yang tersedia. Waktu kerja efektif adalah waktu yang benar-benar digunakan oleh
operator bersama alat mekanis yang digunakan untuk kegiatan produksi. Besarnya
waktu yang telah terjadwalkan ini dalam kenyataannya belum dapat digunakan
seluruhnya untuk produksi (kurang dari 100%). Hal ini disebabkan karena adanya
hambatan-hambatan yang terjadi selama alat mekanis tersebut berproduksi,
sehingga menyebabkan operator tidak bekerja 60 menit dalam satu jam.
Berdasarkan pengalaman jika waktu kerja efektif yang digunakan sebesar 83%
maka sudah dapat dianggap sama dengan efesiensi kerja yang baik sekali.

Tabel 3.4 Effisiensi kerja


(Prodjosumarto, 1996)
Kondisi

Kondisi Manajemen

Kerja

Baik sekali

Baik

Sedang

Buruk

Baik sekali

0.84

0.81

0.76

0.70

Baik

0.78

0.75

0.71

0.65

Sedang

0.72

0.69

0.65

0.60

Buruk

0.63

0.61

0.57

0.52

Beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian terhadap effisiensi kerja antara


lain:
a.

Waktu kerja sesungguhnya


Waktu kerja penambangan adalah waktu yang digunakan untuk melakukan
kegiatan

penambangan

yang

meliputi

penggalian,

pemuatan,

dan

pengangkutan. Efisiensi kerja akan semakin besar apabila banyaknya waktu


kerja nyata untuk penambangan semakin mendekati jumlah waktu yang
tersedia.

30

b. Hambatan-hambatan yang terjadi


Dalam kenyataan di lapangan akan terjadi hambatan-hambatan baik yang
dapat dihindari maupun yang tidak dapat dihindari, sehingga akan
berpengaruh terhadap besar kecilnya efisiensi kerja. Jika jumlah jam kerja
dapat dimanfaatkan secara efektif, maka diharapkan produksi dari alat muat
dan alat angkut dapat optimal.

c. Jam perawatan (Repair Hours)


Waktu kerja yang hilang karena menunggu saat perbaikan termasuk juga
waktu untuk penyediaan suku cadang (spare parts) serta untuk perawatan
rutin seperti service berkala, pelumasan dan sebagainya.

3.1.11 Iklim dan ketinggian lokasi kerja

Di Indonesia hanya dikenal dua musim, yaitu musim hujan dan musim kering.
Yang sering menghambat pekerjaan adalah pada saat musim hujan, sehingga hari
kerja menjadi lebih pendek. Jika hujan sangat lebat, tanah kebanyakan menjadi
becek dan lengket, sehingga alat-alat tidak dapat bekerja dengan baik. Oleh karena
itu diperlukan sistem penyaliran (drainage) yang baik. Sebaliknya pada musim
kering (kemarau) akan timbul banyak debu yang dapat menghalangi pandangan
operator alat mekanis, sehingga pekerjaan dapat mengalami hambatan.

Ketinggian letak suatu daerah ternyata juga berpengaruh terhadap hasil kerja
mesin-mesin, karena mesin-mesin tersebut saat bekerja dipengaruhi oleh tekanan
dan temperatur udara luar. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa semakin rendah
tekanan udara maka akan semakin sedikit jumlah oksigen, hal ini dapat
mengakibatkan mesin-mesin tersebut tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan
pengalaman, mesin akan mengalami kemerosotan tenaga akibat berkurangnya
tekanan, rata-rata adalah 3% dari HP di atas permukaan laut untuk setiap
kenaikan tinggi 1000 ft, kecuali 1000 ft yang pertama.

31

3.2 Produksi Alat Muat

Waktu daur merupakan salah satu parameter produksi. Dengan asumsi kapasitas
bucket tetap, semakin kecil waktu daur maka produksi alat tersebut semakin tinggi
sedangkan semakin besar waktu daur maka produksi alat semakin rendah. Waktu
daur alat muat terdiri dari empat bagian, yaitu: waktu mengisi bucket (digging
time), waktu ayunan bermuatan (swing loaded), waktu membuang isi bucket
(dumping time), waktu ayunan kosong (empty swing), dan waktu tunda (delay
time).

CT(m) = Digging + Swing Loaded + Dumping + Empty Swing + Delay ....... (3.9)

Waktu daur ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:


a. Tahanan gali material yang dimuat
b. Berat isi material yang dimuat
c. Fragmentasi material
d. Kedalaman galian
e. Ketinggian bench penggalian
f. Sudut ayunan

Untuk memenuhi target produksi yang telah ditentukan, perlu diketahui kapasitas
bucket rata-rata untuk setiap alat besar sehingga dapat ditentukan alat muat mana
yang akan digunakan. Terdapat tiga jenis ukuran bucket yang harus
diperhitungkan dalam pemilihan alat muat, yaitu:

a. Kapasitas Batas Muatan Statis, yaitu kapasitas yang dapat membuat alat muat
terjungkit (static tipping load).
b. Kapasitas Peres (struck capacity), yaitu kapasitas atau volume material yang
dapat mengisi bucket rata hingga batas bibir bucket.

32

c. Kapasitas Munjung (heaped capacity), yaitu kapasitas atau volume alat


sesungguhnya (struck capacity) ditambah dengan volume material yang
menggunung diatas bucket alat tersebut.

Karakteristik ukuran material memiliki peranan penting dalam menentukan proses


pemuatan. Produksi dari alat muat sangat dipengaruhi oleh material yang
dimuatnya. Disini dikenal istilah faktor pengisian bucket (bucket fill factor) yaitu
perbandingan antara volume material nyata yang dimuat bucket dengan kapasitas
munjung bucket yang dinyatakan dalam persen (%).

Faktor-faktor yang mempengaruhi faktor pengisian mangkuk adalah:

a. Kandungan

air,

dimana

semakin besar kandungan air maka faktor

pengisian semakin kecil, karena terjadi pengurangan volume material.


b. Fragmentasi material, dimana material dengan ukuran yang bagus
(fragmentasi baik) akan memiliki bucket fill factor yang tinggi sedangkan
material dengan ukuran buruk (fragmentasi besar) akan memiliki bucket
fill factor yang rendah sehingga produksi alat muat akan rendah.
c. Keterampilan

dan

kemampuan

operator,

dimana operator yang

berpengalaman dan terampil dapat memperbesar faktor pengisian


mangkuk.

Faktor pengisian mangkuk alat muat (F) dapat dinyatakan sebagai perbandingan
volume nyata (Vn) dengan volume munjung teoritis (Vt), seperti yang dinyatakan
dalam persamaan:

.............................. (3.10)
Dimana :
F

= Faktor pengisian mangkuk (%)

Vn = Volume nyata atau kapasitas nyata mangkuk (m 3)


Vt = Volume munjung teoritis mangkuk (m3)

33

Tabel 3.5 Bucket fill factor


(Caterpillar, 2004a)

Gambar 3.2 Bucket fill factor


(Caterpillar, 2004a)

.................... (3.11)

34

3.3 Produksi Alat Angkut

Waktu daur merupakan salah satu parameter produksi alat angkut, dimana waktu
daur alat angkut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :

a. Kondisi loading point, yaitu kondisi dimana lokasi pemuatan diatur


sedemikian rupa sehingga alat angkut dapat secara efektif keluar masuk
dan mengambil posisi yang tepat untuk dimuat di lokasi pemuatan. Untuk
mencapai maksud tersebut lokasi pemuatan harus terus-menerus dipantau,
bahkan bila perlu dilakukan perbaikan.
b. Kondisi jalur pengangkutan, yaitu kondisi jalan yang dilalui oleh alat
angkut mulai dari loading point hingga tempat pembuangan material
(waste dump area). Hal ini dipengaruhi oleh kemiringan jalan, kondisi
jalan, dan persimpangan yang harus dilalui oleh alat angkut tersebut.
c. Pola pemuatan, untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran
produksi maka pola pemuatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi
waktu edar alat muat dan alat angkut.

Waktu daur alat angkut dapat dirumuskan sebagai berikut :

CT(a) = STL + LT + LTT + STD + DT + ETT + Qe

............................. (3.12)

Dimana :
CT(a) = cycle time of haul unit (waktu edar alat angkut)
STL = spot time at loader (waktu mengambil posisi pemuatan)
LT

= loading time (waktu pemuatan)

LTT = load travel time (waktu pengangkutan bermuatan)


STD = spot time at dump (waktu spot di tempat penimbunan)
DT

= dumping time (waktu penumpahan muatan)

ETT = empty travel-time (waktu angkut kosong)


Qe

= queuing time (waktu menunggu pemuatan)

35

Waktu pemuatan (loading time) adalah waktu yang diperlukan oleh alat muat
untuk mengisi truk sampai berkapasitas munjung (heaped capacity). Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:

......... (3.13)

Waktu angkut isi dan kosong (load and empty travel time) dapat dirumuskan
sebagai berikut :

...... (3.14)

....... (3.15)

Dimana :

HD = Jarak dari area pemuatan hingga area penumpahan (km)


Vl

= Kecepatan rata-rata alat angkut pada saat bermuatan (km/jam)

Ve = Kecepatan rata-rata alat angkut pada saat kosong (km/jam)

Produksi alat angkut dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

............ (3.16)

Dimana :

Pa = Produksi alat angkut (bcm/jam)


Cta = Waktu edar alat angkut (sekon)
n

= Jumlah pengisian bucket ke alat angkut

Kb = Kapasitas munjung bucket alat muat (m3)


Ff = Bucket fill factor (%)
Sf = Sweel factor
EU = Effective Utilization

36

Jumlah pengisian bucket ke dalam alat angkut (n) dapat dirumuskan sebagai
berikut:

.............................. (3.17)

Sedangkan jumlah trip (Jt) yang dapat dilakukan alat angkut dalam waktu satu
jam adalah :

.............................. (3.18)

Dimana :

Ka = Kapasitas munjung bak truk (m3)


Jt

= Jumlah trip/jam

3.4 Faktor Kesesuaian Alat (match factor)

Pada dasarnya kombinasi effisiensi kerja alat angkut dan alat muat yang tertinggi
dipilih untuk dipakai. Untuk menyatakan keserasian (synchronization) kerja antara
alat muat dengan alat angkut dapat ditentukan dengan menghitung faktor
keserasian (match factor) melalui persamaan sebagai berikut :

............................ (3.19)
Dimana :
Na = Jumlah alat angkut
Nm = Jumlah alat muat
Ctm = Waktu memuat untuk alat muat (sekon)
Cta = Waktu edar alat angkut (sekon)
n

= Jumlah pengisian bucket

37

Tiga kriteria harga faktor keserasian, yaitu:

1. Faktor keserasian < 1 , berarti alat muat lebih sering menunggu


dibandingkan dengan truk. Besarnya waktu tunggu alat muat (Dm) dapat
dinyatakan dengan persamaan :

....................... (3.20)

2. Faktor keserasian > 1 , berarti alat angkut lebih sering menunggu


dibandingkan dengan alat muat. Besarnya waktu tunggu alat angkut (Da)
dapat dinyatakan dengan persamaan :

................. (3.21)

3. Faktor keserasian = 1 , berarti alat muat dan alat angkut sama-sama sibuk
dalam waktu tertentu.

Nilai match factor terbaik adalah bernilai 1 tetapi sangat sulit tercapai, oleh sebab
itu nilai match factor diusahakan agar dapat mendekati 1.

38

Anda mungkin juga menyukai