Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus
yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan
berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis
digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai
peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara
dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan
batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3
Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai:
1.

Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau

2.

Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru


Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkaitan
dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma. 1
Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang
ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan
dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang
melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. Sel-sel ini
terdiri dari:
-

Sel penghasil lendir

Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel-partikel

dan

lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan.

Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh

melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.

Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago
(tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai
kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan
dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus. 4
Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang
bersifat kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan
radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang terlihat pada CT
Scan. 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas dan lama,
termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William Campbell
Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia),
akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan
penyakit inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan
penyebab tersering dari inflamasi, kerusakan dan remodelling jalan nafas. 2
2.

Insidensi
2

Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di


negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi.
Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan
antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan
merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.5,6
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai
penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan
diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan
dapat berupa kelainan kongenital. 5,6,7

3.

Epidemiologi
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada negaranegara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami
penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada
penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah. Di indonesia belum ada laporan
tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataan nya penyakit ini cukup
sering di temukan di kinik-klinik dan di derita oleh laki-laki maupun perempuan. Penyakit
ini dapat di derita mulai sejak anak, bahkan kongenital, data terakhir yang diperoleh dari
RSUD Dr. Soetomo tahun 2000 menempatkan bronkiektasis paa urutan ke-7 terbanyak.
Dengan kata lain di dapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien rawat inap. 1,5

4.

Etiologi
Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga
bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. 6
a.

Kelainan kongenital
Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor

genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting.


Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus
3

pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai
penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William
Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.1,2,3,5,6,7
b.

Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan

proses berikut:
Infeksi
o Campak
o Pertusis
o Infeksi adenovirus
o Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas.
o Influenza
o Tuberkulosa
o Infeksi mikoplasma1,2,3,4,5,6,8,9
Penyumbatan bronkus
o Benda asing yang terisap
o Pembesaran kelenjar getah bening
o Tumor paru
o Sumbatan oleh lendir1,2,3,4,5,6,8,9
Cedera penghirupan
o

Cedera karena asap, gas atau partikel beracun

Menghirup getah lambung dan partikel makanan 1,2,3,4

Kelainan imunologik
o Sindroma kekurangan immunoglobulin
o Disfungsi sel darah putih
o Defisiensi komplemen
o Infeksi HIV
4

o Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid, kolitis


ulcerativa1,2,3,4,5
Keadaan lain
o Penyalahgunaan obat (misalnya heroin) 4

5.

Anatomi
Gambar dibawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.

Gambar1. Anatomi Bronkus. (dikutip dari kepustakaan18)


5

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan
bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan
terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi
bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus
terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh
kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh
saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara karena fungsinya
menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi. 9
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-paru.
Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus alveolaris
terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm.
Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis.
Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini
dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus
hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu
dibentangkan akan seluas satu lapangan tennis.9
Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapilerkapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan permukaan
yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat
ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan
permukaan dan mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat
ekspirasi.9
Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan
sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi,
ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim
biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang
6

mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema, dan penyakit


lainnya.9
Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan
bronchus sinistra.
1.

Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan letaknya

lebih

vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus

aortae pada

ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing

mudah masuk ke dalam

bronkus dextra.

Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra
thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya.
Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di
sebelah

ventralnya.
Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus

superior,

lobus medius, dan lobus inferior.

Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial


a.pulmonalis dan disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke
lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut
bronkus hyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan
bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.10
2. Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih
panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang
di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis.
Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah
dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang
menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis.
Pada

tepi

lateral

batas

trachea

dan

bronkus

terdapat

lymphonodus

tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat
lymphonodus tracheobronchialis inferior.10
7

Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya


berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus.10
6.

Patofisiologi
Berdasarkan definisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana
terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat
dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua
komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh
cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system
imun tubuh sebagai respon terhadap antigen. 5
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus
atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan
jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak
berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan nafas.
Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan
dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan. 3
Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak
langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang
kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga
bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang
menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel
yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan
memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya
bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan
antara infeksi dan kerusakan jalan nafas. 3

Gambar2: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami


kerusakandan daerah
bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan.(dikutip dari
kepustakaan 3)

7.

Diagnosis

1. Gambaran Klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang
mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah
atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. 1
Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan
sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele
(gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas. 1
Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik,
wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif mengalami
episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan eksaserbasi dari
bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering
diperberat dengan onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan,
peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau. 1
Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90%
pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran pernafasan
atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum
yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada
tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen.
9

Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap.
Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat
ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai
bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai
bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis
berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan
radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak
dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. 1,2,5,8
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin
terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis
biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis
tipe ini jarang ditemukan. 1,2
Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan
temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang
terlihat pada gambaran radiologisnya. 1,2
Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti
oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi
yang mengiringi, seperti asma. 1,2
Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali
observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi juga terjadi
pada eksaserbasi akut. 1,2
Nyeri dada pleuritik sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang berat. Hal
ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan
kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua
penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan. 1Demam biasanya terjadi akibat
infeksi yang berulang.1

2.

Patologi Anatomi
10

Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus
yang terkena maupun beratnya penyakit. 6
Perubahan morfologis bronkus yang terkena
a. Dinding bronkus
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi
yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering
ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis.
Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga
elemen-elemen elastis. 6
b. Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang,
terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi.
Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan,
ulserasi, dan pernanahan. 6
c. Jaringan paru peribronkial
Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain berupa
pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan
yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan
kista-kista berisi nanah. 6

Variasi kelainan anatomi bronkiektasis


Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut :
a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)
Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan
pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik. 1,5,6

b. Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)


11

Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan
penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista.
1,5,6

c.

Varicose bronkiektasis
Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini
digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises pembuluh vena.
1,5,6

8.

Diagnosa Banding4,6
Fibrosis Kistik
Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke pasien yang
lain,

namun

banyak

individu

yang

memiliki

gambaran

radiografi

yang

memperlihatkan bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang meliputi:


hiperinflasi, penebalan dan dilatasi bronkus, peribronkial cuffing, mucoid impaction,
kistik radiolusen, peningkatan tanda interstisial dan penyebaran nodul-nodul.

9.

Pengobatan
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :

Pengobatan konservatif 6
o Pengelolaan umum, meliputi
a.
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
b.
Memperbaiki drainase sekret bronkus
c.
Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian antibiotik.
o Pengelolaan khusus
a.
Kemoterapi pada bronkiektasis
b.
Drainase sekret dengan bronkoskopi
12

Pengobatan simtomatik

a. Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator.


b. Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.
c.
Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.
d. Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus yang
terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak
berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat, selain itu juga pada
pasien bronkiektasis terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis
yang berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak
perlu tindakan operasi.6

10.
a.

Prognosis
Kelangsungan Hidup
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya
serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan
pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki
prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek,
survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut
biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan
lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan
difus biasanya disabilitasnya ringan. 4,6

b.

Kelangsungan Organ

13

Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan


ukuran sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan
muscular dan elastic dari bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan
daerah peri bronchial. Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan
timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah peribronkial. 6

BAB III
RADIOLOGI BRONKIEKTASIS

1. Radiologi Diagnostik
Radiologi diagnostik adalah ilmu kedokteran yang memiliki spesialisasi dalam
pencitraan tubuh manusia untuk mendiagnosa berbagai kelainan dengan
menggunakan alat yang berhubungan dengan radiasi, magnetik, gelombang suara
ultrasonik, nuklir dan teknologi lainnya. Radiologi memegang peranan penting
sebagai sarana penunjang diagnosis klinis. Sayangnya, pemanfaatan radiologi
secara tepat belum dikethui secara luas oleh masyarakat. Pada dasar nya terdapat 4
modalitas radiologis utama yang sering di gunakan sebagai pemeriksaan penunjang
diagnosis, yaitu : 9
-

Radiologi Konvensional

Ultrasonografi (USG)

Computerized Tomography (CT)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


14

Pada kasus penyakit Bronkiektasis, terdapat beberapa pemeriksaan radiologi yang


memperlihatkan gambaran dari Bronkiektasis itu sendiri.
- Foto thorax
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan
gambaran seperti dibawah ini:

Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1
cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran
honeycomb appearance atau bounches of grapes. Bayangan cincin tersebut
menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus. 11,12,13,14

15

Gambar3. Tampak Ring Shadow yang


pada bagian bawah paru yang
menandakanadanyadilatasi bonkus
(dikutip dari kepustakaan 13)

16

Gambar4. Tampak dilatasi bronkus


yang ditunjukkan oleh anak
panah(dikutipdari kepustakaan 1)

Gambar5. Tampak Ring Shadow yang


menandakan adanya dilatasi bonkus
(dikutip dari kepustakaan 13)

Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat
terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna
hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus.
Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus.
11,12,13,14

17

Gambar6.Tramline shadow terlihat diantara bayangan jantung (dikutip


darikepustakaan 13)
Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm.
gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran ini
jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis. 11,13
Glove finger shadow
Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-jari
pada sarung tangan. 11,13
- Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam
sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain
dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk

18

bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik)
dan varikosis. 12,13

Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan di


lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang mengalami
bronkiektasis yang akan diangkat. 12
Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena prosedurnya yang
kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi
tubuh terhadap kontras media. 5

19

CT-Scan thorax

Gambar8. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkuspada lobus inferior kiri.
(dikutip dari kepustakaan 15)

20

Cystic bronchiectasis in a 12-year-old girl. HRCT shows bilateral diffuse cystic


bronchiectasis (black arrows).
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk
mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak
kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi
tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.2,8,14
CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding
bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama
penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.14

21

BAB IV
KESIMPULAN

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus
yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan
berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis
digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai
peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara
dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan
batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya
penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat
(konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan
lebih dari 5-15 tahun

22

DAFTAR PUSTAKA
1. . ORegan AW, Berman JS. Baums Textbook of Pulmonary Disease 7th Edition. Editor
James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004. hal 255.
2.. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com last update
Agustus 2015.
3.

Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.

Editor
4.

Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.

Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga

University
5.

Press. Surabaya. 2013. hal 256-261

Barker AF. The New English Journal of Medicine : Bronkiektasis. 2012; 346:1383-

1393.
6.

Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto

Huriawati,

dkk. EGC. Jakarta 2010. hal 737-740

7. Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius. Bagian
Anatomi FKUH. Makassar. 2013. hal 13-14.
8. Meschan I. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen Signs in
General Radiology. Philadelphia. 2011. hal 55-56
9. Sjahrial Rasad. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2013. hal 108-115.
10. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill livingstone.
Tottenham.

2012. hal 45, 163, 164 & 168.

11. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2013. hal 40-41
12. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New York.
2005. hal 67-68.
13. Greif J. Medical Imaging in Patients with Cystic Fibrosis. www.eradimaging.com.
Last

update Agustus 2015.

14. Ketai LH. Infectious Lung Disease. Fundamental of Chest Radiology, 2nd Edition,
Loren H.

Ketai Richard Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver.

23

24

Anda mungkin juga menyukai