Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh
setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah
sama, ada beberapa orang yang mengalami proses penuaan lebih cepat
dibandingkan dengan orang lain. Kecepatan proses penuaan tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor, baik faktor ekstrinsik maupun intrinsik (Pangkahila, 2007).
Faktor ekstrinsik di antaranya adalah gaya hidup yang salah misalnya makanan
atau minuman yang dikonsumsi tidak sehat, penyalah gunaan obat-obatan baik
yang dikonsumsi, disuntikkan maupun yang digunakan secara topikal serta
penggunaan kosmetika dengan kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik
diantaranya adalah penurunan hormon baik estrogen, progesteron, stress, genetik
maupun ras.
Proses Penuaan adalah proses alamiah yang akan dialami oleh semua
manusia. Penuaan bukan hanya proses menjadi tua, ketika laju kegagalan
meningkat bersamaan dengan peningkatan usia, orang menjadi sakit, lemah, dan
kadang sekarat (Gavrilov, 2004). Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi seperti saat ini tentunya banyak memberikan dampak positif bagi
masyarakat. Ilmu yang sedang berkembang pesat saat ini adalah Ilmu Anti
Penuaan. Penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi
biologik dari usia kronologik. Penuaan tidak dapat dihindarkan dan berjalan
dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan
dan gaya hidup, sehingga penuaan dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung
kesehatan masing-masing individu (Fowler, 2003).
Konsep Anti Aging Medicine (AAM) ini dicetuskan pada tahun 1993,
konsep ini menganggap dan memperlakukan penuaan sebagai suatu penyakit yang
dapat dicegah, dihindari, dan diobati sehingga dapat kembali ke keadaan semula.
Oleh karena itu, dengan adanya ilmu ini diharapkan akan meningkatkan usia
harapan hidup yang tentunya dengan kualitas hidup yang tinggi. Saat ini banyak
hal yang dapat mempengaruhi penurunan kualitas hidup, salah satunya yang

sangat berperan adalah gaya hidup yang buruk pada masyarakat yang bisa
menimbulkan berbagai macam penyakit bahkan sampai menimbulkan kematian
pada usia muda.
Dengan semakin bertambahnya usia, maka akan terjadi penurunan berbagai
fungsi organ tubuh dan terjadinya perubahan fisik, baik tingkat seluler, organ,
maupun sistem karena proses penuaan (Baskoro dan Konthen, 2008). Seperti
organ tubuh yang lainnya, kulit manusia juga mengalami penuaan kronologis.
Proses penuaan itu berhubungan dengan perubahan yang terjadi secara terusmenerus pada semua jaringan termasuk pada kulit. Perubahan ini termasuk
kehilangan interstitial matrix proteins dalam sel (Jenkins, 2002). Gambaran klinis
dari perubahan karakteristik tersebut, seperti terjadinya kerutan halus, permukaan
jaringan yang lebih kasar dan timbulnya hiperpigmentasi (Yaar dkk., 2002).
Salah satu faktor yang menyebabkan penuaan kulit adalah radiasi sinar
ultraviolet (UV). Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus pada kulit manusia
akan merusak struktur dan fungsi kulit tersebut. Kerusakan kulit tergantung pada
jumlah dan jenis sinar ultraviolet serta tipe kulit seseorang. Radiasi sinar
ultraviolet yang berasal dari sinar matahari dapat menimbulkan berbagai macam
efek pada kulit manusia, di antaranya adalah sunburn, penekanan imunitas, dan
penuaan dini (photoaging). Sunburn dan penekanan sistem imun terjadi secara
akut sebagai respon akibat paparan yang berlebihan dari sinar matahari,
sedangkan kanker kulit dan photoaging akibat dari akumulasi kerusakan yang
disebabkan oleh paparan berulang sinar ultraviolet. Kulit yang mengalami
photoaging ditandai dengan kerutan, kekenduran, perubahan pigmentasi, flek
kecoklatan, dan tampak kasar. Sangat berbeda dengan kulit dengan penuaan
kronologis atau penuaan intrinsik pada kulit yang diproteksi dari sinar matahari
yang menjadi tipis, mengalami penurunan elastisitas tetapi kadang tampak halus
(Fisher dkk.,2000).
Penuaan dini pada kulit atau photoaging merupakan penuaan yang terjadi
akibat efek buruk kronis dari sinar matahari yang bertumpuk dengan gejala
penuaan kronologis. Radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 100-400 nm
merupakan 5% dari seluruh radiasi sinar yang ada. Radiasi ultra violet terbagi atas
tiga golongan yaitu UVA (320-400nm), UVB (280-320 nm) dan UVC (100-

280nm). UVC biasanya tidak sampai ke permukaan bumi kecuali pada dataran
tinggi sekali dimana UVC ini diserap oleh lapisan ozon pada atmosfir. Yang
paling banyak berpengaruh kepada kesehatan kulit adalah UVB, karena panjang
gelombangnya yang lebih pendek dan paling banyak menembus bumi, sinar ultra
violet juga terbukti meningkatkan degradasi kolagen melalui aktivasi matriks
metalloproteinase (MMP). Sinar ultra violet juga dapat memacu sintesis MMP-1
dan MMP-3 melalui pelepasan Tumor Necrosing Factor-alfa (TNF-) oleh
keratinosit dan fibroblas serta menyebabkan penurunan Transforming Growth
Factor- beta (TGF-) (Gilchrest dan Krutmann, 2006).
Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam metode guna menekan
terjadinya kerusakan pada kulit terutama yang disebabkan oleh paparan langsung
sinar ultraviolet secara terus-menerus. Salah satu metode yang sedang
berkembang saat ini adalah dengan menggunakan Platetet Rich Plasma ( Plasma
Kaya Trombosit).
1.2

Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang terdapat dalam makalah ini adalah Apakah

peran PRP dalam melindungi penuaan dini pada kulit?


1.3 Tujuan
Untuk mengetahui peran PRP dalam melindungi penuaan dini pada kulit.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi penuaan
Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti-Aging Medicine)
adalah perubahan fisik yang berhubungan dengan aging disebabkan oleh disfungsi
fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang
tepat (Klatz, 2003). Penuaan adalah suatu kumpulan gejala dari perubahan yang
terus menerus, menyeluruh dan menetap. Proses penuaan terjadi pada molekul
(DNA, protein, lemak), pada sel dan organ. Frekuensi penyakit yang meningkat
pada usia tua seperti arthritis, osteoporosis, penyakit jantung, kanker, Alzheimer's
Disease sering dikaitkan dengan terjadinya proses penuaan. Padahal pada
kenyataannya tidak semua benar bahwa penyakit yang terjadi pada usia tua adalah
merupakan proses penuaan (Klatz dan Goldman, 2004).
Webster's New World Dictionary mendefinisikan penuaan sebagai proses
menjadi tua atau menunjukkan tanda-tanda menjadi tua. Oleh karena itu kemudian
dikenal dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia fisiologis atau biologis.
Usia kronologis ialah usia sebenarnya sesuai dengan tahun kelahiran, sedang usia
fisiologis atau biologis ialah usia sesuai dengan fungsi organ tubuh. Maka usia
kronologis tidak selalu sama dengan usia fisiologis (Pangkahila, 2007).
2.1.1 Penyebab proses penuaan
Banyak faktor yang dapat menyebabkan orang menjadi tua melalui proses
penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit, dan akhirnya membawa kepada
kematian. Pada dasarnya berbagai faktor itu dapat dikelompokkan menjadi faktor
internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon
yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang
menurun, dan gen.
Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat,
kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan. Karena berbagai faktor
itulah terjadi proses penuaan, sehingga orang menjadi tua, sakit, dan akhirnya
meninggal. Namun, kalau faktor penyebab itu dapat dihindari, proses penuaan

tentu dapat dicegah, diperlambat, bahkan mungkin dihambat, dan kualitas hidup
dapat dipertahankan. Dengan kata lain usia harapan hidup dapat menjadi lebih
panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik. Dengan melihat berbagai faktor di
atas, kita dapat menentukan faktor mana yang dapat dihindari atau diatasi agar
proses penuaan dapat dicegah atau diperlambat (Pangkahila, 2007).
2.1.2 Teori proses penuaan
Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses
penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu teori wear and tear meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan
radikal bebas serta teori program meliputi terbatasnya replikasi sel, proses imun,
dan teori neuroendokrin (Pangkahila, 2007).
Ada empat teori pokok dari penuaan (Goldman dan Klatz, 2007), yaitu:
1. Teori Wear and Tear
Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan
(overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit, dan yang
lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi
berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan
karena stres fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ
melainkan juga terjadi di tingkat sel.
2. Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh.
Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus,
sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan
hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan
bertambahnya usia tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang
akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh.
3. Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, di mana
kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik
dan mental terentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat
kita menjadi tua dan berapa lama kita dapat hidup.

4. Teori Radikal Bebas


Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi
akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas
sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan.
Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik
elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena
hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan
merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga
menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul
utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan
protein (Suryohudoyo, 2000).
Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal
bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga
merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian.
Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang
menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan
menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di mana
mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama
oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007).
2.1.3 Faktor yang mempercepat penuaan
Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh
tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena proses
penuaan. Pada umumnya manusia tidak pernah mempertanyakan mengapa kita
menjadi tua, sakit, dan akhirnya meninggal. Orang hanya menganggap menjadi
tua memang harus terjadi, sudah ditakdirkan, dan semua masalah ya ng muncul
harus dialami. Bahkan, ada yang berpendapat usia setiap orang sudah ditentukan
oleh Tuhan, sampai usia tertentu, yang tidak sama pada setiap orang. Namun
ternyata ada beberapa faktor yang dapat mempercepat proses penuaan
(Wibowo, 2003), yaitu :
4. 1. Faktor lingkungan

a. Pencemaran lingkungan berupa bahan polutan dan bahan kimia yang


merupakan hasil pembakaran pabrik, otomotif, dan rumah tangga akan mempercepat proses penuaan.
b. Pencemaran lingkungan berupa suara bising. Dari beberapa penelitian yang ada,
ternyata suara bising mampu meningkatkan kadar hormon prolaktin dan dapat
menyebabkan apoptosis pada berbagai jaringan tubuh.
c. Pemakaian obat-obatan dan jamu yang tidak terkontrol pemakaiannya dapat
menurunkan hormon tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
mekanisme umpan balik (hormonal feedback mechanism).
d. Sinar matahari secara langsung dapat mempercepat penuaan kulit dengan
hilangnya elastisitas dan kerusakan pada kolagen kulit.
4. 2. Faktor diet atau makanan
Dipengaruhi oleh jenis nutrisi, jumlahnya serta kualitas dari makanan
tersebut hendaknya yang tidak menggunakan bahan pengawet, pewarna, dan
perasa dari bahan kimia yang terlarang. Zat beracun yang terkandung dalam
makanan tersebut, tentunya dapat menimbulkan kerusakan pada berbagai organ
tubuh, yang paling utama adalah kerusakan pada organ hati.
4. 3. Faktor genetik
Genetik seseorang ditentukan oleh genetik dari orang tuanya. Ternyata,
faktor genetik dapat berubah jika terpapar oleh infeksi virus, radiasi serta racun
yang terdapat pada makanan, minuman dan kulit yang dapat diserap oleh tubuh.
4.4. Faktor psikik
Stres juga merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
proses apoptosis pada berbagai organ atau jaringan tubuh.
4. 5. Faktor organik
Yang merupakan faktor organik adalah rendahnya kebugaran/fitness, pola
makan yang tidak sehat, penurunan Growth Hormone (GH) dan IGF-1, penurunan
hormon testosteron, penurunan melatonin secara konstan setelah memasuki usia
30 tahun yang dapat menyebabkan gangguan pada ritme harian (circadian clock)
yang kemudian akan berpengaruh juga pada kulit dan rambut yang ditandai
dengan berkurangnya pigmentasi serta terjadinya gangguan pola tidur,
peningkatan prolaktin yang sejalan dengan perubahan pada emosi dan stres. Serta

terjadi perubahan pada FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing


Hormone).
2.1.4 Upaya menghambat penuaan
Proses penuaan bukan datang dengan sendirinya tanpa sebab. Proses
penuaan dapat dicegah dan dihambat jika kita dapat mengatasi faktor
penyebabnya. Pada dasarnya upaya menghambat proses penuaan dapat dilakukan
sebagai berikut (Pangkahila, 2007) :
1. Menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan gaya hidup sehat, yaitu
meliputi:
a. Berolahraga teratur
Minimal 30 menit tiga kali seminggu atau dilakukan setiap hari.
b. Makanan yang sehat dan cukup
Rendah kalori, banyak sayur dan buah-buahan, cukup protein.
c. Hindari dan atasi stres
d. Hindari bahan yang bersifat racun
Seperti merokok dan alkohol yang berlebihan, pestisida, bahan
pengawet yang tidak sehat.
e. Adanya keseimbangan antara kesibukan dan relaksasi.
2. Kehidupan berkeluarga harus bahagia, termasuk dalam kehidupan seksual,
hindari perilaku seksual yang tidak sehat.
3. Lakukanlah pekerjaan sebagai suatu kesenangan.
4. Hiduplah dalam lingkungan sosial yang sesuai dengan hati nurani.
5. Upayakan selalu berpikir positif dan optimis.
6. Jangan merasa sehat normal hanya karena tidak merasakan keluhan yang
serius.
7. Jangan merasa sudah tua dan tidak berdaya
8. Jangan gunakan obat atau ramuan yang tidak punya dasar ilmiah yang
jelas dan tanpa petunjuk tenaga ahli.
9. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala yang diperlukan dan sesuai
dengan kondisi masng-masing.

10. Gunakan obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli, untuk
mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang menurun dengan
bertambahnya usia.
Upaya pertama sampai kedelapan sebenarnya upaya yang dapat dilakukan
oleh setiap orang tanpa adanya intervensi pengobatan dari luar. Tetapi pada
kenyataannya untuk melaksanakan upaya tersebut tidaklah mudah, bahkan
sebagian justru sulit dan nyaris hampit tidak dapat dilakukan. Upaya kesembilan
dan kesepuluh merupakan upaya intervensi yang memerlukan perlakuan atau
pengobatan yang disarankan atau diberikan oleh tenaga ahli. Yang kerap kali
menjadi hambatan atau kesulitan dalam melakukan upaya dalam menghambat
proses penuaan tanpa intervensi diantaranya adalah disebabkan oleh lingkungan
yang tidak sehat, pengetahuan yang rendah, serta budaya yang tidak benar.
Lingkungan yang tidak sehat antara lain seperti adanya sejumlah makanan
yang ternyata telah diracuni oleh bahan berbahaya seperti formalin, pestisida, dan
bahkan bahan pewarna. Beberapa produk kosmetik juga banyak yang dicampur
dengan bahan kimia yang berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan. Belum
lagi pencemaran udara yang disebabkan dari asap kendaraan bermotor, industri,
rokok, dan yang lainnya yang mana semuanya itu tentunya akan sangat
mengganggu. Pengetahuan yang rendah dalam berbagai aspek juga banyak
menimbulkan masalah yang dapat menghambat proses penuaan seperti
mengkonsumsi sesuatu yang sebenarnya tidak bermanfaat, bahkan sangat
merugikan.
Demikian juga dengan budaya yang tidak benar, misalnya meyakini bahwa
pada usia tua orang memang harus tidak berdaya. Akibatnya banyak orang yang
pasrah menerima berbagai keluhan yang muncul seiring dengan bertambahnya
usia (Pangkahila, 2007).
2.1.5 Tanda penuaan
Proses penuaan ditandai penurunan energi seluler yang menurunkan
kemampuan sel untuk memperbaiki diri. Terjadi dua fenomena, yaitu penurunan
fisiologik (kehilangan fungsi tubuh dan sistem organnya) dan peningkatan
penyakit (Fowler, 2003). Menurut Fowler (2003), aging adalah suatu penyakit
dengan karakteristik yang terbagi menjadi tiga fase yaitu :

1. Fase subklinik (usia 25-35 tahun)


Kebanyakan hormon mulai menurun : testosteron, GH, dan estrogen.
Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA mulai
mempengaruhi tubuh, seperti diet yang buruk, stress, polusi, paparan berlebihan
radiasi ultraviolet dari matahari. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar.
Individu akan tampak dan merasa normal tanpa tanda dan gejala dari aging atau
penyakit. Bahkan, pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan
normal.
2. Fase transisi (usia 35-45 tahun)
Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Kehilangan
masa otot yang mengakibatkan kehilangan kekuatan dan energi serta komposisi
lemak tubuh yang meninggi. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin,
meningkatnya resiko penyakit jantung, pembuluh darah, dan obesitas. Pada tahap
ini mulai muncul gejala klinis, seperti penurunan ketajaman penglihatan,
pendengaran, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit
menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual menurun. Tergantung dari gaya
hidup, radikal bebas merusak sel dengan cepat sehingga individu mulai merasa
dan tampak tua. Radikal bebas mulai mempengaruhi ekspresi gen, yang menjadi
penyebab dari banyak penyakit aging, termasuk kanker, arthritis, kehilangan daya
ingat, penyakit arteri koronaria dan diabetes.
3. Fase Klinik (usia 45 tahun keatas)
Orang mengalami penurunan hormon yang berlanjut, termasuk DHEA
(dehydroepiandrosterone), melatonin, GH, testosteron, estrogen, dan hormon
tiroid. Terdapat juga kehilangan kemampuan penyerapan nutrisi, vitamin, dan
mineral sehingga terjadi penurunan densitas tulang, kehilangan massa otot sekitar
1 kg setiap tiga tahun, peningkatan lemak tubuh dan berat badan. Di antara usia 40
tahun dan 70 tahun, seorang pria kemungkinan dapat kehilangan 20 pon ototnya,
yang mengakibatkan ketidak mampuan untuk membakar 800-1.000 kalori perhari.
Penyakit kronis menjadi sangat jelas terlihat, akibat sistem organ yang mengalami
kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama untuk menikmati tahun
emas dan seringkali adanya ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. Prevalensi penyakit kronis akan


meningkat secara dramatik sebagai akibat peningkatan usia (Fowler, 2003).
2.2 Proses Penuaan Pada kulit
Radiasi sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari dapat
menimbulkan berbagai macam efek pada kulit manusia, diantaranya adalah
sunburn, penekanan imunitas, dan penuaan dini (photoaging). Sunburn dan
penekanan sistem imun terjadi secara akut sebagai respon akibat paparan yang
berlebihan dari sinar matahari, sedangkan kanker kulit dan photoaging akibat dari
akumulasi kerusakan yang disebabkan oleh paparan berulang sinar ultraviolet.
Kulit yang mengalami photoaging ditandai dengan kerutan, kekenduran,
perubahan pigmentasi, flek kecoklatan, dan tampak kasar. Sangat berbeda dengan
kulit dengan penuaan kronologis atau penuaan intrinsik pada kulit yang diproteksi
dari sinar matahari yang menjadi tipis, mengalami penurunan elastisitas tetapi
kadang tampak halus (Fisher dkk.,2000).
2.3 Trombosit
Trombosit merupakan salah satu komponen darah tepi yang berbentuk
diskoid tanpa inti dan berperan dalam berbagai proses hemostasis dan pertahanan
alami manusia. Trombosit mempunyai karakter berbentuk bulat, berdiameter 2-3
M (Campbell dan Neil, 2008), yang merupakan fragmentasi dari megakariosit.
Trombosit tidak mempunyai nukleus tetapi memiliki banyak vesikel dan granula
dan kadar normal 150.000 - 400.000 sel setiap L darah, nilai di bawah rentang
tersebut dapat mengakibatkan perdarahan sedang di atas nilai rentang tersebut
dapat meningkatkan resiko trombosis dimana terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan stroke, myocardial infarction, emboli paru serta
penyumbatan pembuluh darah tubuh pada ekstremitas baik lengan maupun kaki.
Umur trombosit dalam darah adalah 5-9 hari. Dalam trombosit dijumpai
berbagai granula seperti: granula-, granula padat, dan granula lisosomal.
Granula- merupakan granula yang terbanyak, berkisar 50-80 granula per butir
trombosit dan menyusun 10 % dari volume platelet. Riset proteomik menunjukan
bahwa granula- melepaskan ratusan protein yang di duga berperan penting pada

proses pembekuan darah, penyembuhan luka dan peradangan. Protein-protein


tersebut dapat diperoleh apabila platelet telah di aktivasi, yaitu melaui proses
pembekuan darah, penyembuhan luka, peradangan, atherosklerosis, antimikrobial,
angiogenesis, dan malignansi (Blair dan Flaumenhaft, 2009).
Trombosit mengeluarkan growth factor termasuk PDGF yang merupakan
agen kemotaksis yang poten serta TGF- yang dapat menstimulasi
extracellular matrix. Baik PDGF maupun TGF- mempunyai peranan
penting dalam memperbaiki dan regenerasi connective tissues (Celotti dkk.,
2006). Penyembuhan luka berhubungan dengan growth factor yang dihasilkan oleh
fibroblast growth factor, IGF-1, PDEGF, serta VEGF. Aplikasi lokal yang dapat
digunakan untuk penyembuhan luka pada dekade terakhir ini adalah dengan
menggunakan PRP (O'Connel dkk., 2008; Sanchez dkk., 2007).

Trombosit mengandung granula alfa (), yang


didalamnya terdapat banyak faktor pertumbuhan dan
protein lain yang dapat memanggil dan merangsang
sel punca ke tempat terjadinya aktivasi trombosit
berada dan melakukan regenerasi di sana. Aplikasi
PRP untuk memanggil dan merangsang sel punca ini
telah digunakan untuk pengobatan bidang kecantikan,
traumatologi dan bedah maksilofasial. PRP dapat
mempercepat penyembuhan luka, menurunkan infeksi,
nyeri dan perdarahan pascabedah, juga memberi hasil
bermakna pada pengobatan pengencangan wajah
(face lift) dan cangkok kulit (skin graft).16 Bakuan pembuatan PRP sendiri dari
berbagai kepustakaan
berbeda-beda baik kecepatan pemusingan maupun
metode pemisahannya.
Trombosit merupakan fragmen sitoplasma
megakariosit, berdiameter antara 14 m yang
dibentuk di sumsum tulang. Trombosit tidak
memiliki nukleus, tetapi memiliki organel seperti:
mitokondria, mikrotubuli dan granula (, , ).
Granula memiliki lebih dari 30 protein bioaktif
yang berperan dalam penghentian perdarahan
dan perbaikan jaringan. Jumlah normal trombosit
adalah antara 150.000300.000/L. PRP merupakan
trombosit terpekatkan, kaya akan tujuh (7) protein
faktor pertumbuhan yaitu: 3 isomer Platelet Derived
Growth Factor (PDGF, PDGF, PDGF), 2 isomer
Transforming Growth Factors- (TGF1 dan TGF2),
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) serta
Epithelial Growth Factor (EGF). Perbedaan aturan
kerja pembuatan PRP menyebabkan ketidaksamaan

jumlah dan pengaruh biologis trombosit. Menurut


Marx7 trombosit yang rusak atau dianggap nonviable,
tidak akan mengeluarkan faktor pertumbuhan bioaktif,
sehingga PRP yang dihasilkan mengecewakan.
PRP untuk penerapan pengobatan diperlukan
2.4 Plasma Kaya Trombosit (Platelet Rich Plasma)
PRP adalah bagian dari fraksi plasma yang diperoleh secara autologus
(diambil dari tubuh sendiri) (Mehta dan Watson, 2008; Marx, 2001). Sejak tahun
1985 PRP sudah digunakan untuk menyembuhkan luka (Driver dkk., 2006),
karena selain berisi platelet dan faktor pembekuan darah dalam jumlah besar, PRP
juga mempunyai growth factor agonist (Petrova dan Edmonds, 2006). Hasil
publikasi terakhir PRP juga digunakan dalam bedah periodontal dan mulut
(Pietrzak dan Eppley, 2005; Shashikiran dkk., 2006), bedah plastik dan kosmetik
(Frechette dkk., 2005; Bhanot dan Alex, 2002), bedah spinal (Eppley dkk.,2006),
bedah bypass jantung dan luka bakar (Henderson dkk., 2003).
PRP (Platelet-Rich Plasma) adalah plasma darah yang mengandung
konsentrat tinggi platelet dan growth factor.PRP diperoleh dengan cara mengambil
sejumlah darah dari pembuluh darah besar yang terdapat pada lengan pasien.
Darah ini lalu diproses dan dipisahkan menjadi 3 komponen, yaitu Platelet Poor
Plasma, Platelet Rich Plasma, dan sel darah merah.Terapi ini mampu membuat
kulit wajah menjadi muda, mencegah keriput, membuat kenyal, memperbaiki
struktur kulit yang rusak, menguatkan akar rambut dan mencegah kerontokan.
PRP merupakan komponen dari darah pasien sendiri, sehingga pengobatan ini
sangat aman, tidak menimbulkan reaksi alergi pada pasien. Tidak ada alat khusus
yang digunakan selain alat suntik untuk mengambil darah pasien.
PRP adalah bahan yang berasal dari darah yang diambil dari tubuh penderita
sendiri (autologus). Saat ini sedang berkembang dan banyak digunakan untuk
menyembuhkan luka, terutama di bidang bedah. Dua bahan yang sangat
berkembang dan banyak dipakai sebagai pengobatan dengan bahan dasar darah
adalah fibrin tissue adhesive (FTA) atau yang dikenal dengan fibrin glue dan
platelet rich plasma(PRP) atau plasma kaya trombosit. Untuk mempelajari lebih
lanjut tentang manfaat PRP, maka harus dipahami tentang respon tubuh terhadap
luka yang terdiri dari tiga fase yaitu inflamasi, proliferasi dan remodelling. Fase

inflamasi yang didahului dengan agregasi trombosit sehingga terjadi penghentian


perdarahan. Selain itu trombosit juga mengeluarkan thromboxane dan serotonin
yang merangsang hemostasis dengan vasokonstriksi.
Selain itu trombosit juga mengeluarkan histamin yang merangsang
polymorphonuclear (PMN) dan monosit ke tempat luka. Selanjutnya kemotaktik
dari growth factor akan merekrut sel endotel untuk membuat pembuluh darah baru
(angiogenesis), juga fibroblas terangsang untuk membentuk matriks ekstraseluler
sehingga luka akan cepat menutup. Bermacam sitokin dan growth factor
berpengaruh terhadap penyembuhan dan maturasi dari luka.Sitokin berperan
dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi (Weibrich dkk., 2003).
Begitu juga dengan growth factor, Growth factor yang berasal dari trombosit atau
platelet derived growth factor(PDGF) keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam
rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas. Contoh produk yang telah
dipakai dan disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) yaitu bentuk
isomer rantai dari PDGF (PDGF-BB) yang secara klinis terbukti mempercepat
penyembuhan, termasuk pada luka kronis diabetic neuropathy (Driver dkk.,
2006).
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang manfaat PRP maka harus dipahami
tentang respon tubuh terhadap luka yang terdiri dari tiga fase yaitu inflamasi,
proliferasi dan remodeling. Fase inflamasi yang didahului dengan agregasi
trombosit sehingga terjadi hemostasis. Selain itu trombosit juga mengeluarkan
thromboxane dan serotonin yang merangsang hemostasis dengan vasokonstriksi
serta mengeluarkan histamin yang merangsang polymorphonuclear (PMN) dan
monosit ke tempat luka. Selanjutnya kemotaktik dari growth factor akan merekrut
sel endotel untuk membuat pembuluh darah baru (angiogenesis), juga fibroblas
terangsang untuk membentuk matriks ekstraseluler sehingga luka akan cepat
menutup. Fungsi PRP sebagai jaringan dan sistem penghantar dengan kandungan
yang kaya akan platelet dan berfungsi untuk menyembuhkan luka,karena PRP
dapat memproduksi locally acting growth factors (Everts dkk.,2006)
Melalui - granules degranulation.Bermacam sitokin dan growth factor
berpengaruh terhadap penyembuhan dan maturasi dari luka. Sitokin berperan
dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi. Begitu juga dengan

growth factor. Growth factor yang berasal dari trombosit atau platelet derived
growth factor(PDGF) keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan
aktivasi sel immun dan fibroblas. Contoh produk yang telah dipakai dan disetujui
oleh FDA yaitu bentuk isomer rantai dari PDGF (PDGF-BB) yang secara klinis
terbukti mempercepat penyembuhan, termasuk pada luka kronis diabetic
neuropathy (Nikolidakis dan Jansen, 2008; Weibrich dkk., 2001).
Selain itu trombosit juga mengeluarkan TGF-, yang merangsang maturasi
fibroblas, migrasi, dan sintesis matriks ekstraseluler (Ten Dijke dan Hill, 2004)
serta dapat menurunkan sintesis melanin yang dapat menyebabkan hipopigmentasi
(Martinez-Esparza dkk., 2001). Sedangkan growth factor lainnya yaitu epidermal
growth factor (EGF), dan vascular endothelial growth factor (VEGF) dikeluarkan
oleh fibroblas, sel endotel, dan sel immun untuk menambah percepatan
penyembuhan luka (El-Sharkawy dkk., 2007; Pietramaggiori dkk., 2006).
PRP juga dapat menekan pengeluaran sitokin dan membatasi inflamasi,
berinteraksi dengan makrofag untuk regenerasi (Mishra dkk., 2009) meningkatkan
pertumbuhan kapiler baru (Millington dan Norris, 2004; Mc Aleer dkk., 2006) dan
epitelisasi pada luka yang kronis. PRP bisa didefinisikan sebagai plasma darah
yang mengandung 1,000,000 trombosit/microliter dalam 5 ml plasma. Secara luas
plasma kaya trombosit diketahui mengandung 7 macam growth factor yaitu:
PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-1, TGF-2, VEGF, EGF. Dan kadar
growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan PRP. Konsentrasi
trombosit dalam PRP dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam
darah sehingga kadar growth factor di dalam plasma kaya trombosit juga
meningkat delapan kali kecuali IGF-1. Dan selama proses pengambilan atau
pembuatannya tidak terjadi aktivasi dari trombosit. Beberapa cara pembuatan dan
proses pengambilan plasma kaya platelet ini sudah banyak beredar seperti Smart
Prep Autologous Platelet Concentrate system (Harvest Technologies Corp)
(Weibrich dkk., 2003) dan Magellan Autologous Separator (Medtronic, Inc,
Minneapolis).
2.4.1 Cara Mendapatkan Plasma Kaya Trombosit (Platelet Rich Plasma)
Platelet Rich Plasma diperoleh melalui dua tahap:

1. Mengambil darah pasien kemudian di tambahkan antikoagulan (Natrium Sitrat)


untuk menghindari aktivasi dan degranulasi dari platelet, lakukan sentrifugasi
yang pertama dengan kecepatan lambat (soft spin) sebesar 1100g selama 10 menit
untuk memisahkan plasma dari packed red blood cell sehingga menghaasilkan
tiga lapisan, yaitu paling dasar 55% dari total volume adalah red blood corpuscles,
paling atas 40% dari total volume adalah acellular plasma layer (platelet poor
plasma), di antara kedua lapisan tersebut terdapat 5% dari total volume disebut
buffy coat yang merupakan platelet rich plasma. Pada tahap inipengambilan
PRP masih sulit.
2. Serum yang telah terbentuk tersebut di aspirasi dengan menggunakan syringe
steril, kemudian dipindahkan ke tabung lain tanpa menggunakan antikoagulan,
lakukan sentrifugasi yang ke dua dengan kecepatan yang lebih cepat dibanding
yang pertama (hard spin) sebesar 2000 rpm selama 2 menit untuk memisahkan
PRP dengan PPP sehingga menghasilkan tiga lapisan, yaitu residual red blood
corpuscle terjebak paling bawah, 80% dari total volume terdapat paling atas
adalah acellular plasma (PPP), lapisan tengahnya adalah PRP. Pada saat ini sudah
lebih mudah untuk mengambil PRP dengan menggunakan syringe steril. Serum
PRP yang telah terbentuk ini kemudian ditambahkan dengan bovine thrombin atau
calcium chloride untuk menghasilkan gelatinous platelet gel, yang berfungsi
untuk perbaikan luka karena di dalam gelatinous platelet gel tersebut mengandung
growth factor.

Anda mungkin juga menyukai