Anda di halaman 1dari 12

BAB I

OLEOKIMIA
Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak/lemak alami,
baik tumbuhan maupun hewani. Bidang keahlian teknologi oleokimia merupakan
salah satu bidang keahlian yang mempunyai prospek yang baik dan penting dalam
teknik kimia. Pada saat ini dan pada waktu yang akan datang, produk oleokimia
diperkirakan akan semakin banyak berperan menggantikan produk-produk turunan
minyak bumi (petrokimia).
Pada saat ini, permintaan akan produk oleokimia semakin meningkat. Hal ini
dapat dimaklumi karena produk oleokimia mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkan produk petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan
produk yang ramah lingkungan (Tambun, 2006).
Bahan

dasar

oleokimia

diproduksi

dari

reaksi

pemecahan

atau

pemisahan dan reaksi lebih lanjut dari minyak atau lemak yaitu: asam lemak,
gliserol, metil ester asam lemak, alkohol asam lemak, dan amina. Dua bahan dasar
terakhir merupakan bahan dasar yang utama karena memegang peranan penting
dalam pembuatan turunannya lebih lanjut (Sibuea, 2011).
1.1

Pasar Dunia
Industri oleokimia merupakan industri yang strategis karena selain

keunggulan komparatif yakni ketersediaan bahan baku yang melimpah juga


memberikan nilai tambah produksi yang cukup tinggi yakni di atas 40 persen dari
nilai bahan bakunya yakni CPO dan PKO. Industri oleokimia berkembang di
beberapa Malaysia, Philipina, China, dan India dengan sangat pesat (BPMMD,
2010).

Permintaan di dunia dan Asia Tenggara atas produk oleokimia sebagai berikut :
Tabel 1.1 Kapasistas dan Kebutuhan Oleokimia Dasar Dunia (ribu ton)
Kawasan

Tahun 2000
Kap

Fatty
Acids
Methyl
Esters
Fatty
Alcohol
Glycerol
Total

Asia Tenggara
Dunia
Asia Tenggara
Dunia
Asia Tenggara
Dunia
Asia Tenggara
Dunia
Asia Tenggara
Dunia

Demand

1500
530
600
1300

Tahun 2005
Utilisasi
(%)

580
3000
360

Kap

Demand

Utilisasi
(%)

36,67
56,60

2200
6200
640

680
3600
370

30,91
58,06
57,81

1300

1100

84,62

100

60
76,92

400
2000

74
1600

18,50
80

490
2400

90
1800

18,37
75

230
1100
2730
9700

17
600
1031

7,39
54.55

290
1200
3620

26
700

8,97
58,33

1166
7200

31,21
64,86

37,77
63,93

6200

11100

(BPMMD, 2010).
Bahan oleokimia yang dihasilkan dari produk petrokimia yang diolah
dari hasil minyak bumi dan gas alam merupakan bahan yang tidak dapat
terbaharui, sehingga diperkirakan tidak dapat bersaing dengan bahan yang
berasal dari hasil pertanian yang dapat terbaharui. Hingga saat ini pada
umumnya sebagian produk oleokimia digunakan sebagai surfaktan pada produk
produk kosmetik, obat obatan, makanan serta produk pencuci dan pembersih.
Secara

skematis

perubahan

minyak

atau

lemak

menjadi

oleokimia dapat dilihat pada tabel 1.2


Tabel 1.2 Skema perubahan minyak dan lemak menjadi produk oleokimia

produk

(Ginting, 2011).
1.2

Pasar Domestik
Oleokimia adalah penggunaan CPO untuk produk kimia. Kapasitas produksi

industri oleokimia dasar di Indonesia masih relatif kecil, padahal mempunyai nilai
tambah yang cukup besar. Oleokimia semula merupakan produk alternatif terhadap
petrokimia, namun dalam perjalanannya oleokimia semakin mendominasi pasokan
industri kimia lanjut tertentu khususnya industri toiletries dan personal care (hair
care seperti shampoo, bahan pembersih seperti sabun dan deterjen).
Industri oleokimia dasar yaitu fatty acid, glycerine dan fatty alcohol
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pada tahun 1988 produksi oleokimia
dasar Indonesia baru mencapai 79,50 ribu ton, naik menjadi 217,70 ribu ton pada

tahun 1993 dan menjadi 652 ribu ton pada tahun 1998 atau tumbuh dengan laju
sekitar 23,50 persen per tahun.
Industri oleokimia di Indonesia merupakan industri yang memiliki backup
bahan baku yang sangat melimpah karena Indonesia merupakan produsen bahan
baku bagi industri ini yakni CPO terbesar di dunia. Meskipun memiliki industri
bahan baku yang melimpah, namun perkembangan industri ini masih kalah
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang kapasitas produksinya
mencapai dua kali lipat dari Indonesia. Sebagai gambaran, Indonesia menguasai
sekitar 12 persen permintaan oleochemical dunia yang mencapai enam juta metrik
ton per tahun, sementara Malaysia mencapai 18,6 persen (BPPMD,2010). Industri
oleokimia merupakan industri yang strategis karena selain keunggulan komparatif
yakni ketersediaan bahan baku yang melimpah juga memberikan nilai tambah
produksi yang cukup tinggi yakni di atas 40 % dari nilai bahan bakunya yakni CPO
dan PKO (Suherman, dkk. 2011).
1.3

Gambaran produk
Oleokimia dibagi menjadi dua yaitu oleokimia dasar dan turunannya atau

produk hilirnya. Oleokimia dasar terdiri atas fatty acid, fatty methylester, fatty
alcohol, fatty amine dan gliserol. Selanjutnya produk-produk turunannya antara lain
adalah sabun batangan, detergen, sampo, pelembab, kosmetik, bahan tambahan untuk
industri plastik, karet dan pelumas.
Dalam perdagangan dikenal dua jenis oleokimia, yaitu oleokimia alami dan
oleokimia buatan. Oleokimia alami diperoleh dari minyak nabati atau lemak hewan
dan bersifat mudah terurai. Industri oleokimia dapat mengkonversi minyak sawit
menjadi oleokimia. Oleokimia buatan diperleh dari minyak bumi (petrokimia) seperti
propilen dan etilen yang bersifat tidak mudah terurai. Tidak semua produk oleokimia
dapat disubsitusikan oleh prosuk petrokimia. Hanya gliserol dan fatty alcohol yang
dapat disubsitusi menggunakan propilen dan etilen sebagai bahan baku.
Industri oleokimia yang dimaksud dalam tulisan ini adalah industri antara
yang berbasis minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Dari kedua
jenis produk ini dapat dihasilkan berbagai jenis produk antara sawit yang digunakan
sebagai bahan baku bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan ataupun non

pangan. Diantara kelompok industri antara sawit tersebut salah satunya adalah
oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol).
Produk- produk tersebut menjadi bahan baku bagi beberapa industri seperti farmasi,
toiletries, dan kosmetik.
Fatty alcohol sebagian besar digunakan untuk produksi deterjen sebesar 48
persen dan pembersih kemudian disusul oleh penggunaan sebagai bahan antioksidan
sebesar 11 persen. Sedangkan glycerin banyak digunakan antara lain untuk sabun,
kosmetik dan obat-obatan yang mencakup 37 persen dari total konsumsi material ini.
Industri ini tidak lepas dari permasalahan di dalam negeri yang salah satunya
adalah jaminan pasokan bahan baku berupa CPO yang belum sepenuhnya teratasi
karena produksi CPO lebih banyak diekspor daripada dipasok ke industri dalam
negeri (BPPMD, 2010).

BAB II
MINYAK DAN LEMAK
Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota dari golongan lipida yaitu
merupakan lipida netral. Lipida itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4
kelas yaitu : lipid netral, fosfatida, spingolipid dan glikolipid. Semua jenis lipid
ini banyak terdapat di alam. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari
jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida
yaitu : lipid kompleks ( lesitin, cephalin, fosfatida, lainnya serta glikolipid),
sterol

berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, asam

lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak dan hidrokarbon. Minyak
merupakan trigliserida yang berwujud cairan pada suhu kamar dan umumnya
diperoleh dari sumber nabati. Sedangkan lemak merupakan trigliserida yang pada
suhu kamar berwujud padatan dan umumnya bersumber dari hewani (Tarigan, 2010).
Lemak dan minyak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan
trigliserida.Lemak dan minyak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak
hewan. Minyak umumnya berasal dari tumbuhan, contohnya minyak jagung,
minyak zaitun, minyak kacang dan lain-lain. Minyak dan lemak mempunyai struktur
dasar yang sama. Lemak dan minyak dapat juga dibedakan berdasarkan perbedaan
titik lelehnya, pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak
berwujud

cair. Berdasarkan sumbernya, lemak digolongkan menjadi dua, yaitu

lemak hewani yang berasal dari hewan dan lemak nabati yang berasal dari tumbuhan.
Perbedaan dari lemak hewani dan lemak nabati yaitu: lemak hewani umumnya
bercampur

dengan steroid

hewani

yang

disebut

kolesterol,

lemak

nabati

umumnya bercampur dengan steroid nabati yang disebut fitosterol. Kadar asam
lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih sedikit dibandingkan lemak nabati
(Ginting, M.E., 2011).
Pembentukan trigliserida dihasilkan dari proses esterifikasi satu molekul
gliserol dengan tiga molekul asam lemak dapat sama atau bebeda (Gambar 2.1)
membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air (Tarigan, 2010).

Gambar 2.1. Reaksi Pembentukan Trigliserida dari Gliserol dan Asam Lemak.
(Tarigan, 2010)
2.1

Minyak
Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak,

berwujud cair pada suhu kamar (25C) dan lebih banyak mengandung asam
lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk
padat biasa 1010
disebut dengan lemak. Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil
pada cahaya matahari, tidak merusak rasa hasil penggorengan, menghasilkan
produk dan rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah digunakan berulang-ulang,
serta menghasilkan warna keemasan pada produk.
2.1.1

Kerusakan Minyak
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu. Minyak yang rusak akibat

proses oksidasi dan polimerisasi . Oksidasi minyak dapat berlangsung bila


terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Oksidasi biasanya
dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya
adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida
menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Ketengikan
(Rancidity) terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan
Peroxide Value (PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak akan
berbau tengik. Oksida minyak juga akan menghasilkan senyawa hidrokarbon,
alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa

getir. Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena


reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh.
Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang
mengendap di dasar tempat. Oksidasi adalah alasan utama dari perubahan
kimiawi dari minyak tetapi ada beberapa penyebab degradasi lainnya yang
berpotensial menyebabkan atau menghasilkan racun. Perubahan secara kimiawi
pada minyak, tidak semuanya berpotensi berbahaya. Beberapa produk tidak
membahayakan dan masih layak untuk dikonsumsi. Laju perubahan kimia dan
tingkat perubahan tergantung pada jenis minyak. Kerusakan minyak atau lemak
akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-250C) akan mengakibatkan keracunan
dalam tubuh ( Sipayung, A.N. 2013).
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempercepat dan Menghambat Oksidasi
Faktor-faktor yang mempercepat dan menghambat oksidasi dibagi
menjadi 3 kelas yaitu:
1. Pengaruh suhu
Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara akan bertambah
dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Kecepatan
akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak pada suhu 100-115C adalah
dua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10C. Untuk mengurangi
kerusakan bahan pangan berlemak dan agar tahan dalam waktu lebih lama,
dapat dilakukan dengan cara menyimpan lemak dalam ruang dingin.
2. Pengaruh cahaya
Cahaya merupakan akselarator terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi
dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh,
lemak yang disimpan tanpa udara (O2), tetapi dikenai cahaya sehingga menjadi
tengik. Hal ini karena dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah
terdapat dalam lemak. Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi tidak
jenuh dalam lemak, untuk menghindarinya gunakan bahan pembungkus yang

dapat mengabsorpsi sinar aktif yang terbuat dari cellophane berwarna tua yaitu
warna biru tua, hijau tua, cokelat tua, atau merah tua.
3. Katalis logam
Bahan pangan berlemak pada umumnya mengandung logam dalam
jumlah yang sangat kecil. Logam ini biasanya telah terdapat secara alamiah dalam
bahan atau sengaja ditambahkan untuk tujuan tertentu, yang berada dalam
bentuk garam kompleks, garam organik maupun garam inorganik. Garam-garam
ini biasanya sukar melepaskan secara sempurna dari lemak. Beberapa logam seperti
Fe, Cu, Mn, Ni, Co, umumnya mempercepat kerusakan lemak dalam bahan
pangan. Hal ini mengakibatkan off flavor yang khas yaitu berbau apek pada
konsentrasi di bawah 100 ppm. Fungsi logam sebagai katalisator oksidasi dapat
dihambat dengan melepaskan katalis logam dari lemak selama tahap permulaan
proses oksidasi dan menambahkan zat penghambat yang kuat ke dalam system
autooksidasi akan mencegah oksidasi lebih lanjut (Sipayung A.N. 2013).
2.2

Lemak
Banyaknya ikatan ganda dua karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang kaya

akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud
minyak sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan
palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam- asam lemak
yang terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang
terikat dengan senyawa gliserol. Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh
jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang juga
terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zigzag. Asam lemak
dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik
intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya juga
akan naik (Tambun, 2006).
Asam-asam lemak yang menyusun lemak juga dapat dibedakan berdasarkan
jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon. Berdasarkan jumlah atom
hidrogen yang terikat kepada atom karbon, maka asam lemak dapat dibedakan atas :

1. Asam lemak jenuh


Asam lemak jenuh merupakan asam lemak dimana dua atom hidrogen terikat
pada satu atom karbon. Dikatakan jenuh karena atom
karbon telah mengikat hidrogen secara maksimal.
2. Asam lemak tak jenuh
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap.
Dalam hal ini, atom karbon belum mengikat atom hidrogen
secara maksimal karena adanya ikatan rangkap. Lemak yang mengandung satu saja
asam lemak tak jenuh disebut lemah jenuh (Tambun. 2006).
2.1.1 Asam Lemak Jenuh
Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) adalah asam lemak yang
tidak memiliki ikatan rangkap pada atom karbon. Ini berarti asam lemak jenuh tidak
peka terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas seperti halnya asam lemak
tidak jenuh. Efek dominan dari asam lemak jenuh adalah peningkatan kadar kolesterol total dan K-LDL (kolesterol LDL). (Lihat Gambar 1).

Gambar 1. Saturated Fatty Acid


(Sartika, 2008)

Gambar 2. Mono Unsaturated Fatty Acid


(Sartika, 2008)

Gambar 3. Poly Unsaturated Fatty Acid


(Sartika, 2008)
2.1.2 Asam Lemak Tak Jenuh
Asam Lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acid/ MUFA)
merupakan jenis asam lemak yang mempunyai 1 (satu) ikatan rangkap pada
rantai atom karbon. Asam lemak ini tergolong dalam asam lemak rantai
panjang (LCFA), yang kebanyakan ditemukan dalam minyak zaitun, minyak
kedelai, minyak kacang ta- nah, minyak biji kapas, dan kanola. Minyak zaitun
adalah salah satu contoh yang mengandung MUFA 77%.1 Secara umum, lemak
tak jenuh tunggal berpeng- aruh menguntungkan kadar kolesterol dalam darah, terutama bila digunakan sebagai pengganti asam lemak je- nuh. Asam lemak tak jenuh
tunggal (MUFA) lebih efek- tif menurunkan kadar kolesterol darah, daripada asam
le- mak tak jenuh jamak (PUFA), sehingga asam oleat lebih populer dimanfaatkan
untuk formulasi makanan olahan menjadi populer.11,13 (Lihat Gambar 2).

2.1.3 Asam Lemak Tak Jenuh Jamak (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA)
Asam Lemak tak jenuh jamak (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA)
adalah asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap, bersifat cair
pada suhu ka- mar bahkan tetap cair pada suhu dingin, karena titik lelehnya
lebih rendah dibandingkan dengan MUFA atau SFA. Asam lemak ini banyak
ditemukan pada minyak ikan dan nabati seperti saflower, jagung dan biji matahari. Sumber alami PUFA yang penting bagi kesehatan adalah kacang-kacangan dan
biji-bijian.13 Contoh PUFA adalah asam linoleat (omega-6), dan omega-3, tergolong
dalam asam lemak rantai panjang (LCFA) yang banyak ditemukan pada minyak
nabati/sayur dan minyak ikan (Lihat Gambar 3).

Anda mungkin juga menyukai