Peraturan
Terkait Profesi
Arsitek
Lanskap di
Indonesia
Syarifah Nisa Mahmuda
28914006
|1
3. Hubungan Kerja
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian
kerja, yang mempunyai unsur pekerja, upah, dan pemerintah. Perjanjian kerja dapat dilakukan
secara tertulis maupun lisan.
Ketika melakukan perjanjian kerja tertulis antara perusahaan dan arsitek lanskap, sekurangkurangnya harus memuat :
Nama, alamat perusahaan, dan jenis perusahaan ;
Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh ;
Jabatan atau jenis pekerjaan ;
Tempat pekerjaan ;
Besarnya upah dan cara pembayarannya ;
Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh ;
Memulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja ;
Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Perjanjian kerja yang sudah ditetapkan, tidak dapat ditarik atau diubah kecuali atas persetujuan
para pihak (pasal 55).
4. Waktu Kerja
Undang-undang No.13 Tahun 2003 ini juga menetapkan aturan waktu kerja. Arsitek lanskap dalam
menjalankan profesinya, dapat merujuk pada 77 mengenai waktu kerja yang harus dipenuhi.
Waktu kerja meliputi :
1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
|2
|3
|4
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian kegiatan studi kelayakan
rencana usaha dan/atau kegiatan.
Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup digunakan sebagai bahan perencanaan
pembangunan wilayah.
Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup meliputi :
1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
2. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui;
3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya;
4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhipelestarian kawasan
konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya;
6. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik;
7. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;
8. Penerpan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi
lingkungan hidup;
9. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi, dan atau mempengaruhi pertahan negara.
Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud diatas wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup yang dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang.
Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan
hidup antara lain :
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak;
2. Luas wilayah persebaran dampak;
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
5. Sifatnya kumulatif dampak;
6. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
|6
|7
|8
P
N
9. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang
dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang
dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang
ditandatangani Penyedia Jasa;
10. Sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah
memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki laporan
bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN
(bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan.
11. Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak;
12. Tidak masuk dalam Daftar Hitam;
13. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan
14. menandatangani Pakta Integritas.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan
Pertimbangan bahwa perkembangan dan pertumbuhan kota/perkotaan disertai dengan alih fungsi
lahan yang pesat, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung
lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan, sehingga perlu dilakukan
upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka
hijau yang memadai, sehingga perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.
Dalam merancang ruang terbuka hijau, arsitek lanskap harus memenuhi tujuan penataan RTHKP,
yaitu:
1. Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan,
2. Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di
perkotaan; dan
3. Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.
|9
| 10
| 11
| 12
Manfaat langsung yang bersifat nyata (tangible) dan cepat, dalam bentuk keindahan
(estetika) dan kenyamanan, sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, sarana rekreasi
aktif dan pasif, sarana aktivitas sosial bagi warga kota, serta sarana ruang evakuasi untuk
keadaan darurat; dan
Manfaat tidak langsung yang berjangka panjang dan bersifat tidak nyata (intangible), yaitu
persediaan cadangan air tanah, pengendali polusi udara, tanah dan air, serta penyeimbang
ekosistem kota.
Secara fisik, RTH dibedakan menjadi RTH alami dan RTH non alami (binaan). Perencanaan
pengelolaan RTH alami diarahkan pada pelestarian habitat liar alami dan kawasan lindung.
SEdangkan Perencanaan pengelolaan RTH non alami diarahkan pada upaya peningkatan kualitas
lingkungan perkotaan dan pemahaman masyarakat melalui pembinaan terhadap ketersediaan RTH
berupa taman, hutan kota, jalur hijau jalan, jalur hijau sempadan sungai, jalur hijau jaringan listrik
tegangan tinggi, taman pemakaman umum (TPU), kebun pembibitan dan sabuk hijau (green belt).
RTH Publik sebagaimana dimaksud dalam Perda ini terdiri dari :
1. Taman dan hutan kota;
2. Jalur hijau jalan;
3. Jalur hijau sempadan sungai;
4. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi;
5. Taman pemakaman umum (TPU); dan
6. Kebun pembibitan.
RTH Privat sebagaimana dimaksud dalam Perdana terdiri dari :
1. Taman rekreasi;
2. Taman perumahan;
3. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial;
4. Kebun binatang;
5. Pemakaman umum yang berasal dari wakaf;
6. Lapangan olah raga;
7. Lahan pertanian perkotaan;
8. Jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET);
9. Jalur rel kereta api;
10. Taman atap (roof garden); dan
11. Taman dinding (wall garden).
Pembangunan RTH merupakan upaya peningkatan kuantitas dan/atau kualitas RTH dalam rangka
mewujudkan pemenuhan luasan RTH dan dikembangkan dengan mengisi berbagai macam vegetasi
yang sesuai ekosistem dan tanaman khas daerah serta sarana fasilitas, utilitas dan elemen estetika.
Vegetasi disesuaikan dengan bentuk dan sifat serta peruntukannya, yaitu :
Botanis, merupakan campuran jenis pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran besar,
perdu setengah pohon, perdu, semak dan tanaman penutup tanah/permukaan;
| 13
Arsitektural, merupakan heterogenitas tanaman dilihat dari bentuk, warna, tekstur dan
ukuran; dan
Tanaman yang dikembangkan tidak membahayakan manusia dan memperhatikan nilai
estetika dan fungsi ekologi.
| 14