Anda di halaman 1dari 8

29

2.5.2. Kekuatan Geser dari Diskotinuitas


Wyllie dan Mah (2004) pemetaan geologi atau pengeboran inti digunakan untuk
mengidentifikasi keruntuhan geser yang dapat terjadi pada diskontinuitas, maka
diperlukan pengujian untuk mengetahui sudut geser dan kohesi dari sliding
surface dalam rangka untuk melakukan analisis stabilitas. Pelaksanaan kigiatan
investigasi juga harus memperoleh informasi mengenai karakteristik sliding
surface yang dapat memodifikasi parameter kekuatan geser. Perlu ditekankan
karakteristik diskontinuitas meliputi janjang lereng secara kontinu, kekerasan
permukaan, ketebalan dan kareakteristik dari infilling, serta efek air pada sifatsifat infilling.
Dalam desain lereng batuan, bahan batuan diasumsikan berdasarkan teori
Coulomb dimana kekuatan geser permukaan sliding dinyatakan dalam hal kohesi
(c) dan sudut geser () (Coulomb, 1773 dalam Wyllie dan Mah, 2004). Untuk
planar, diskontinuitas bersih atau tidak ada infilling, kohesi akan menjadi nol dan
kekuatan geser akan ditentukan semata-mata oleh sudut gesekan. Sudut gesekan
dari material batuan berkaitan dengan ukuran dan bentuk butir terpapar pada
permukaan fraktur. Batu halus dan batuan dengan kandungan mika tinggi akan
cenderung memiliki sudut gesekan rendah, sementara batu kasar seperti granit,
akan memiliki sudut gesekan tinggi (Barton, 1973). Namun, jika diskontinuitas
berisi infilling, sifat kekuatan geser fraktur sering diubah, dengan kohesi dan sudut
geser dari permukaan dipengaruhi oleh ketebalan dan sifat infilling.
Kehadiran infillings sepanjang permukaan diskontinuitas dapat memiliki dampak
yang signifikan terhadap stabilitas. Sangat penting bahwa infilling diidentifikasi di
dalam kegiatan investigasi, dan parameter kekuatan yang tepat untuk digunakan
dalam desain. Pengaruh infilling terhadap kekuatan geser akan tergantung pada
ketebalan dan sifat kekuatan material infilling. Sehubungan dengan ketebalan
infilling, jika lebih dari sekitar 25-50% akan ada sedikit atau tidak ada kontak
antar

30

batuan, dan sifat kekuatan geser fraktur akan menjadi sifat infilling (Goodman,
1970).
Prilaku Shear Strength dan displacemen merupakan faktor tambahan untuk
dipertimbangkan

mengenai

kekuatan

geser

isian

diskontinuitas.

Dalam

menganalisis stabilitas lereng, perilaku ini akan menunjukkan apakah ada


kemungkinan menjadi pengurangan kekuatan geser dengan perpindahan. Dalam
kondisi di mana ada penurunan yang signifikan dalam kekuatan geser dengan
perpindahan, kegagalan lereng dapat terjadi tiba-tiba setelah gerakan dalam jumlah
kecil.
Isian diskontinuitas dapat dibagi menjadi dua kategori umum, tergantung pada
apakah telah terjadi perpindahan sebelumnya diskontinuitas (Barton, 1974).
Pertama recently displaced discontinuities, diskontinuitas ini meliputi faults, shear
zones,

clay

mylonites

dan

bedding-surface

slips.

Kedua

undisplaced

discontinuities, diskontinuitas pengisi yang tidak mengalami perpindahan


sebelumnya termasuk batuan beku dan metamorf yang telah lapuk di sepanjang
diskontinuitas untuk membentuk lapisan lempung. Selain isian diskontinuitas
pengaruh yang paling penting adalah keberedaan air dalam diskontinuitas, dimana
menyebabkan kekuatan geser berkurang akibat pengurangan efektif tegangan
geser yang normal yang bekerja pada permukaan (Wyllie dan Mah, 2004).
2.5.3. Kelas Kekuatan Batuan
Berdasarkan efek skala dan kondisi geologi dapat dilihat bahwa sliding surfaes
dapat terbentuk sepanjang permukaan diskontinuitas, atau melalui massa batuan,
seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.12. Pentingnya klasifikasi yang
ditunjukkan Wyllie dan Mah (2004) bahwa dalam dasarnya semua analisis
stabilitas lereng perlu menggunakan sifat kekuatan geser baik diskontinuitas atau
massa batuan, dan ada prosedur yang berbeda untuk menentukan sifat kekuatan
sebagai berikut :
a.

Discontinuity shear strength (kekuatan geser dari diskontinuitas) dapat


diukur di lapangan dan laboratorium.

31

b.

Rock mass shear strength (kekuatan geser massa batuan) ditentukan oleh
metode empiris dengan cara analisis balik dari lereng yang dipotong dalam
kondisi geologi sama, atau melalui perhitungan yang melibatkan indeks
kekuatan batuan.

Berbagai kondisi kekuatan geser yang mungkin ditemui di lereng batu seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 2.12 jelas menunjukkan pentingnya memeriksa baik
karakteristik diskontinuitas dan kekuatan batuan selama site investigation.

Gambar 2.12. Hubungan Antara Geologi dan Kelas Kekuatan Batuan (Wyllie dan
Mah, 2004)

32

2.6

Kriteria Keruntuhan Batuan

Kriteria runtuhan batuan ditentukan berdasarkan hasil percobaan atau eksperiment.


Rai, dkk. (2010) ekspresi dari kriteria ini mengandung satu atau lebih parameter
sifat mekanik dari batuan dan menjadi sederhana jika dihitung dalam 2 dimensi,
dengan asumsi regangan bidang (plane strain) atau tegangan bidang (plane stress).
Pada tegangan bidang, dua tegangan prinsipal (principal stresses) saja yang
berpengaruh karena satu tegangan utama sama dengan nol. Pada kondisi regangan
bidang > > , maka tegangan prinsipal menengah (intermediate
principal
stress) merupakan fungsi dari dua tegangan utama lainnya atau kriteria runtuh
hanya berfungsi pada dua tegangan utama tersebut ( dan ).
Hoek dan Brown (1980) mengusulkan sebuah metoda untuk menduga kekuatan
massa batuan terkekarkan. Metodanya kemudian dimodifikasi kembali (Hoek,
1983; Hoek dan Brown, 1988). Aplikasi kriteria runtuh ini untuk kualitas massa
batuan sangat perlu dilakukan perubahan (Hoek, dkk, 1992). Dan pengembangan
klasifikasi baru tersebut disebut geological strength index GSI (Hoek, 1994;
Hoek, dkk., 1995; Hoek dan Brown, 1997) kemudian dimodifikasi (Hoek, dkk,
2002) dengan pengembagan rumus (2.4).
= 1 + 3 (

+ )

(2.4)

Dimana 1 dan 3 merupakan tegangan efektif maksimum dan minimum saat


batuan runtuh. c adalah kuat tekan (UCS) batuan utuh. mb merupakan penurunan
konstanta material mi yang berasal dari pengujian triaksial batuan utuh di
laboratorium dengan besarnya :
GSI 100
m b mi exp

28 14D

(2.5)

Untuk menentukan kuat tekan (c), dan konstanta mi dapat dilakukan melalui uji
triaksial dengan menggunakan analisis regresi non linier.

33

= +

(2.6)

33

= 3
(2.7)
= (1 3 )
(2.8)

)
2 ] (( )2
)

1 (

(2.9)

)
[

] 2 (( )2
)

(2.10)

Pada penentuan kekuatan massa batuan dengan metode GSI adanya masukkan
parameter konstanta massa batuan berupa m dan s. Hoek dan Brown telah
membuat konstanta m dan s seperti pada Tabel 2.4. Pada tabel tersebut
memberikan informasi semakin keras maka konstanta m dan s semakin besar.
Estimasi kekuatan massa batuan dari nilai uniaxial compressive strength
berdasarkan persamaan-persamaan
berikut ini dari Hoek, dkk., 2002.

c ci .S a
Tensile strength : t

S.ci
mb

(2.11)
(2.12)

s dan a adalah konstanta untuk massa batuan, dan dicari dengan persamaan sebagai
berikut :
GSI 100
s exp

9 3D
a

1
6

(e

GSI

15

(2.13)
20

(2.14)

34

Tabel 2.4 Nilai konstanta mi batuan untuh dikelompokkan menjadi empat


(Hoek, 2006).
Tipe
Batua
n

Kelas

Group

Bukan Klastik

Klasti
k

Kasar
Konglomer
at
(22

Organi
k

Karbon
at

Breks
i
(20

Tak berfoliasi
Sedikit
berfoliasi
Berfoliasi
BATUAN BEKU

METAMORF

Kimia

Teran
g

Gela
p
Ekstrusiv
tipe
bahwapiroklasti
nilai utama

Marme
r
(9)
Migmatit
e
(30
Gnei
s
(33
Granit
(33)
Granodio
rit (30)
Diori
t
(28)
Gabr
o
(27)
Norit
(22)
Aglomer
at
(20
merupakan

Tekstur
Sedang e
Halus
Batupas
Siltston
ir
e
(19
(9)
----- Graywak

Sangat
Batulempu
ng
(4)

----- (18)
----- Chalk
----- (7)
----- Batubara
----- (8-21)
Sparitik
Mikriti
Gampi
Gampi
ng (10)
ng (8)
Batugip
s
(16
Hornfel
s
(19
Ampibolit
(25 - 31)
Sekis
(4 - 8)

Doleri
t
(19
)

Breksi
a
(18
estimasi.

Anhidri
t
(13
Quarzi
t
(24
Milonit
s
(6)
Philit
s
(10
Rhiolit
(16)
Desit
(17)
Andesi
t (19)
Basalt
(17)

Tuf
(15
Besarnya) nilai

Slete
(9)

Obsidia
n
(19)

Catatan
untuk setiap
material bergantung pada granularitas dan interlocking dari struktur krisalnya,
dimana nilai yang besar berasosiasi dengan interloking dan juga karakter
friksinya.

35

Anda mungkin juga menyukai