mencakup, tetapi tidak demia, dan aterosklerosis. Kesimpulan ini semakin diperkuat
oleh Barends dkk,. (2008), yaitu yang membuktikan adanya risiko konstitusional
bersama untuk risiko jangka panjang terkait sistem vaskuar pada perempuan
preeklamtik dan juga orang tua mereka. Observasi awal yang serupa telah
dilaporkan oleh Smith dkk,. (2009) dalam sebuah investigasi berkelanjutan.
Sekuele Ginjal
Pada penelitian 40 tahun dari catatan kelahiran Norwegia dan catatan terkait
penyakit ginjal stadium akhir, Vikse dkk,. (2008) menemukan bahwa meskipun
risiko absolut gagal ginjal kecil, preeklamsia berkaitn dengan peningkatan risiko
sebanyak empat kali lipat. Perempuan dengan preeklamsia berulang bahkan
memiiki risiki yang lebih besar lagi. Data-data ini perlu dipertimbangkan dengan
mengingat bahwa 15-20 persen perempuan dengan preeklamsia yang menjalani
biopsy ginjal telah memiliki tanda penyakit ginjal kronis (Chesley, 1978), Pada
penelitian follow-up jangka panjang lain, Spaan dkk,. (2009) membandingkan
perempuan yang sebelumnya pernah mengalami preeklamsia dengan sekelompok
perempuan yang memiliki tekanan darah normal saat pelahiran. Dua puluh tahun
setelah melahirkan, perempuan preeklamsia secara signifikan lebih berisiko
mengalami hipertensi kronis-55 versus 7 persen-dibandingkan dengan perempuan
kontrol. Mereka juga memiliki tahanan vascular ginjal dan perifer yang lebih tinggi
dan penurunan aliran darah ginjal. Data ini tidak memungkinkan penarikan
simpulan sebab versus efek.
Sekuele Neurologis
Hingga baru-baru ini, umumnya dianggap bahwa kejang eklamtik tidak memiliki
sekuele jangka panjang yang signifikan. Namun, saat ini telah terkumpul bukti
bahwa hal ini tidaklah selalu benar. Ingat bahwa hampir semua perempuan eklamtik
memiliki area edema perivaskular multifocal, seperti yang diuraikan ada halaman
757. Sekitar seperempatnya juga memiliki area infark serebri. Data pendahuluan
juga sesuai dengan menetapkan lesi-lesi pada substantia alba serebri yang
diperoleh saat kejang eklamtik dalam jangka panjang (Aukes dkk,. 2009). Saat
diperikasa dengan MRI pada (rata-rata) 7,1 tahun kemudian, 40 persen perempuan
yang pernah mengalami eklamsia ternyata memiliki lesisubstantia alba yang lebih
banyak dan lebih besar dibandingkan dengan hanya 17 persen pada kelompok
kontrol perempuan dengan tekanan darah normal. Relevansi klinis temuan ini belum
diketahui. Pada penilitian ya dirancang untuk menilai hal tersebut, Aukes dkk,.
(2007) melaporkan bahwa perempuan dengan riwayat eklamsia memiliki fungsi
kognitif yang terganggu secara subyektif. Mereka kemudian melaporkan data
pendahuluan bahwa perempuan dengan kejang multipel memiliki gangguan
mempertahankan perhatian dibandingkan dengan kontrol normotensif yang setara
(Postma dkk,. 2009). Karena tidak adanya data hasil penelitian sebelum
perempuan-perempuan ini mengalami eklamsia, peneliti tersebut dengan tepat
menyimpulkan bahwa hanya dapat ditarik simpulan yang terbatas.