Oleh :
Diano Ramadhan Fauzan, S.Ked
(1118011034)
Pembimbing :
dr. Reni Zuraida, M.Si
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
Oleh :
Diano Ramadhan Fauzan, S.Ked
(1118011034)
Makalah ini disusun sebagai tugas dalam mengikuti kepanitraan di bagian Kedokteran
Komunitas Pendidikan Dokter Universitas Lampung
Bandar lampung, April 2016
JUDUL
:CAKUPAN RUMAH TANGGA SEHAT DENGAN PHBS
DI PUSKESMAS RAWAT INAP KEMILING TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Cakupan
Rumah Tangga Sehat Dengan PHBS Di Puskesmas Kemiling Tahun 2015 dalam rangka
menyelesaikan tugas akhir kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas di Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Selain itu laporan ini juga untuk memberikan saran
dan masukan agar dapat lebih meningkatkan dan menyempurnakan kinerja Puskesmas
Rawat Inap Kemiling dalam Program Cakupan Rumah Tangga Sehat Dengan PHBS.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Reni Zuraida,
M.Si sebagai pembimbing makalah Evaluasi Program ini, dr. Endang Rosanti, M.Kes
sebagai kepala Puskesmas Rawat Inap Kemiling dan dr. Lusi Emiarsi selaku pembimbing
di Puskesmas Rawat Inap Kemiling, selaku koordinator program P2TB yang telah
memberikan bantuan, saran, serta kerjasama sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat terutama bagi mahasiswa, tenaga kesehatan di
Puskesmas Rawat Inap Kemiling, dan juga bagi yang berkepentingan mengenai Program
Cakupan Rumah Tangga Sehat Dengan PHBS. Penulis menyadari bahwa Laporan
Evaluasi Program ini masih jauh dari sempurna sehingga setiap kritik dan saran untuk
pengembangan makalah ini sangat diharapkan demi penyempurnaan Laporan Evaluasi
Program dimasa yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
Latar Belakang.........................................................................................1
Perumusan Masalah.................................................................................2
Tujuan Penulisan......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................4
Tuberkulosis Paru....................................................................................4
Puskesmas................................................................................................23
BAB III METODE EVALUASI..........................................................................26
Pengumpulan Data...................................................................................26
Cara Analisis............................................................................................26
BAB IV GAMBARAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS...............................29
Gambaran Wilayah Kerja Puskesmas......................................................29
Wilayah Kerja Puskesmas........................................................................29
BAB V HASIL EVALUASI................................................................................30
Penetapan Beberapa Tolak Ukur..............................................................30
Penetapan Satu Tolak Ukur yang Digunakan..........................................30
Perbandingan Pencapaian Tolak Ukur dengan Tolak Ukur Keluaran......30
Penetapan Prioritas Masalah....................................................................31
Kerangka Konsep.....................................................................................32
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Diagram Fishbone.................................................................................... 35
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang
dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) (Aditama &
Chairil, 2002). Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB
baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia (Depkes RI, 2006).
Angka kejadian TB di Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak di dunia setelah
India dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan
kematian sekitar 91.000 orang. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah
100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif (15-50
tahun) (WHO, 2010).
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Lampung (2013), berdasarkan Profil Kesehatan
Provinsi Lampung tahun 2012, angka penemuan kasus TB Paru per Kabupaten Kota
se-Provinsi Lampung tertinggi berada di Bandar Lampung 81,97% dan terendah ada
di Mesuji 28,0%. Di Bandar Lampung khususnya wilayah kerja Puskesmas Rawat
Inap Kemiling pada tahun 2015 angka kejadian suspek TB Paru sebanyak 582 kasus.
Akan tetapi angka realisasi suspek yang diperiksa dahak hanya 393 kasus atau 67,6%.
Padahal, target realisasi suspek diperiksa dahak adalah sebanyak 90%. Dari 582 kasus
suspek TB paru, hanya 89 kasus yang semua tipe TB yang ternotifikasi.Kurang
tercapainya angka realisasi suspek yang diperiksa dahak menyebabkan tidak tepatnya
jumlah kasus TB yang ternotifikasi (Profil Puskesmas, 2015).
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dalam penulisan ini rumusan masalah yang akan
dibahas adalah bagaimana gambaran Penemuan Kasus TB Paru diperiksa dahak yang
dilaksanakan Puskesmas Rawat Inap Kemilingpada tahun 2015?
Tujuan Penulisan
Tujuan umum
Memahami program realisasi suspek TB yang diperiksa dahak pada Puskesmas
Rawat Inap Kemiling mulai perencanaan sampai evaluasi program, secara
menyeluruh, sehingga dapat meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan serta
tercapainya derajat kesehatan yang optimal.
Tujuan khusus
Mengetahui masalah dari program realisasi suspek TB yang diperiksa dahakdi
Puskesmas Rawat Inap Kemiling bulan Januari Desember 2015.
Mengetahui kemungkinan penyebab masalah dari program realisasi suspek TB
yang diperiksa dahak TB Paru Puskesmas Rawat Inap Kemiling bulan Januari
Desember 2015.
Merumuskan altematif pemecahan masalah bagi pelaksanaan program realisasi
suspek TB yang diperiksa dahak di Puskesmas Rawat Inap Kemiling bulan
Januari Desember 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis Paru
Definisi Tuberkulosis
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini
merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai sel
(cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi
kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang
efektif (Daniel, 1999).
Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang diserang kuman
Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra
paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
Epidemiologi
Berdasarkan Global Tuberculosis Control Tahun 2009 (data tahun 2007) angka
prevalensi semua tipe kasus TB, insidensi semua tipe kasus TB dan Kasus baru
TB Paru BTA Positif dan kematian kasus TB menunjukkan bahwa pada tahun
2007 prevalensi semua tipe TB sebesar 244 per 100.000 penduduk atau sekitar
565.614 kasus semua tipe TB, insidensi semua tipe TB sebesar 228 per 100.000
penduduk atau sekitar 528.063 kasus semua tipe TB, Insidensi kasus baru TB
BTA Positif sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 236.029 kasus baru
TB Paru BTA Positif sedangkan kematian TB 39 per 100.000 penduduk atau 250
orang per hari.
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, diketahui bahwa angka BTA positif
pada tahun 2003-2012 cenderung meningkat, sedangkan angka konversi dan
kesembuhan nampak berfluktuatif naik turun. Pada tahun 2012 angka Penemuan
Kasus (CDR) TB belum mencapai target >70%, sedangkan untuk angka
kesembuhan telah mencapai target > 85. Bila dilihat distribusi pencapaian
indikator penemuan kasus (CDR) dan angka kesembuhan terlihat bahwa angka
penemuan kasus (CDR) tertinggi ada di Kabupaten Way kanan dan terendah ada
di Kota Metro. Sedangkan untuk angka kesembuhan capaian tertinggi ada di
Kabupaten lampung Utara dan terendah ada di Kabupaten Mesuji. (Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung, 2013).
Etiologi
Penyebab TB Paru adalah Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis
lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 m (Brooks,et al 2004).Mycobacterium
tuberculosis yang dilihat dengan pewarnaan tahan asam dan berwarna merah.
Sebagian besar bakteri ini terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan
arabinoman. Lipid inilah yang menyebabkan kuman mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Bakteri
Tahan Asam (BTA) (Daniel, 1999).
Di dalam jaringan Mycobacterium tuberculosis hidup sebagai parasit intraseluler
yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain bakteri ini adalah aerob, sehingga
bagian apikal merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis (Bahar, 2007).
Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+). Pada waktu
batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain bila
terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran pernafasan, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2006).
Risiko penularan tiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di
Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada daerah dengan
ARTI sebesar 1% mempunyai arti bahwa pada tiap tahunnya diantara 1000
penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi tidak
akan menderita tuberkulosis, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan
menjadi penderita tuberkulosis (Depkes RI, 2006).
Diagnosis
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.
Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada atau
tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama adalah
batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala
tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa
nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan
demam/meriang lebih dari sebulan (Depkes RI, 2006).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam
(subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik
pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus
dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru lanjut
dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot
interkostal. Bila TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga
paru yang sakit akan terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi
memberikan suara pekak, auskultasi memberikan suara yang lemah sampai
tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis TB sering asimtomatik
dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada
pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif (Bahar, 2007).
Pemeriksaan Laboratorium
Sputum
Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga
pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif
(Depkes RI, 2006).
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih
lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.
Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai
penderita TB BTA positif.
Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih memberikan
keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier yang pada
pemeriksaan sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB umumnya di
daerah apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus
menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai
sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologinya berupa bercak-bercak
seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas
dan disebut tuberkuloma (Depkes RI,2006).
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu
bagian paru. Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus
yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang
sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun
atelektasis dan emfisema (Bahar, 2007).
Gagal
Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau pada akhir pengobatan. Atau penderita dengan hasil BTA
negatif rontgen positif pada akhir bulan kedua pengobatan.
Kasus kronis
Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan yang baik.
Tuberkulosis resistensi ganda
Tuberkulosis resistensi ganda adalah tuberkulosis yang menunjukkan
resistensi terhadap Rifampisin dan INH dengan/tanpa OAT lainnya (Depkes
RI, 2006).
Pengobatan Tuberkulosis
Prinsip Pengobatan
Terdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas bakterisid di
mana obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh
(metabolismenya masih aktif) dan aktivitas sterilisasi, obat bersifat
membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya
kurang aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat
tersebut membunuh/melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan
didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Aktivitas
sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Hampir semua OAT mempunyai sifat bakterisid kecuali Etambutol dan
Tiasetazon yang hanya bersifat bakteriostatik dan masih berperan untuk
mencegah resistensi kuman terhadap obat. Rifampisin dan Pirazinamid
mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik, sedangkan INH dan Streptomisin
menempati urutan lebih bawah (Bahar & Amin, 2007).
Kemoterapi TB
Program nasional pemberantasan TB di Indonesia sudah dilaksanakan sejak
tahun 1950-an. Ada 6 macam obat esensial yang telah dipakai yaitu Isoniazid
(H), Para Amino Salisilik Asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E),
Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z). Sejak tahun 1994 program pengobatan
TB di Indonesia telah mengacu pada program Directly observed Treatment
Jenis OAT
Isoniazid (H)
Sifat
Bakterisid
Terkuat
Rifampisin (R)
Bakterisid
Pirazinamid (Z)
Bakterisid
Streptomisin (S)
Bakterisid
Etambutol (E)
Bakteriostatik
Keterangan
Obat ini sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman
yang sedang berkembang. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat cell-wall
biosynthesis pathway.
Rifampisin dapat membunuh kuman semidormant (persistent) yang tidak dapat
dibunuh oleh Isoniazid. Mekanisme kerjanya
adalah menghambat polimerase DNAdependent ribonucleic acid (RNA) M.
Tuberculosis
Pirazinamid dapat membunuh kuman yang
berada dalam sel dengan suasana asam. Obat
ini hanya diberikan dalam 2 bulan pertama
pengobatan.
obat ini adalah suatu antibiotik golongan
aminoglikosida dan bekerja mencegah
pertumbuhan organisme ekstraselular.
-
Pasien TB
Paduan pengobatan TB
alternatif
Fase awal (setiap
Fase
hari/3x seminggu)
lanjutan
2 EHRZ (SHRZ)
6 HE
2 EHRZ (SHRZ)
4 HR
II
III
IV
2 EHRZ (SHRZ)
4 H3 R3
2 SHRZE / 1
5 H3R3E3
HRZE
2 SHRZE / 1
5 HRE
HRZE
2 HRZ atau
6 HE
2H3R3Z3
2 HRZ atau
2 HR/4H
2H3R3Z3
2 HRZ atau
2 H3R3/4H
2H3R3Z3
TIDAK DIPERGUNAKAN
(merujuk ke penuntun WHO guna
pemakaian obat lini kedua yang
diawasi
pada
pusat-pusat
spesialis)
Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program
penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah (Bahar & Amin, 2007):
Kategori I: 2HRZE (S) / 6HE.
Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari
selama 2 bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif
setelah 2 bulan diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke
fase lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih
positif setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi
tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.
Kategori II: 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H, Z,
E, setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama.
Apabila sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai.
Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan
4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih
positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur
sputum untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu
5H3R3E3 atau 5 HRE.
Kategori III: 2HRZ/2H3R3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan
dengan fase lanjutan 2HR atau 2 H3R3.
Kategori IV: Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidup
Dosis Obat
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia secara
harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien (Bahar &
Amin, 2007):
Tabel 3. Dosis obat yang dipakai di Indonesia
Jenis
Isoniazid (H)
Dosis
Rifampisin (R)
Pirazinamid (Z)
Streptomisin (S)
harian : 15mg/kg BB
intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu
Etambutol (E)
harian : 5mg/kg BB
intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu
Kombinasi Obat
Pada tahun 1998 WHO dan IUATLD merekomendasikan pemakaian obat
kombinasi dosis tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB untuk
menggantikan paduan obat tunggal sebagai bagian dari strategi DOTS. Paduan
OAT ini disediakan dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan pemberian
obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai. Tersedia obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) untuk paduan OAT kategori I dan II. Tablet
OAT-KDT ini adalah kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya
(jumlah tablet yang diminum) disesuaikan dengan berat badan pasien, paduan ini
dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1 masa pengobatan. Dosis paduan
OAT-KDT untuk kategori I, II dan sisipan dapat dilihat pada tabel di bawah ini
(Depkes RI, 2006):
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
> 71 kg
Berat Badan
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
Dalam pemakaian OAT sering ditemukan efek samping yang mempersulit sasaran
pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin OAT masih dapat
diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek samping ini sangat
mengganggu OAT yang bersangkutan harus dihentikan dan pengobatan dapat
diteruskan dengan OAT yang lain (Bahar & Amin 2007).
Efek samping yang dapat ditimbulkan OAT berbeda-beda pada tiap pasien, lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 7. Efek Samping Pengobatan dengan OAT
Jenis Obat
Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Pirazinamid
(Z)
Reaksi hipersensitifitas:
mual dan kemerahan
Streptomisin
(S)
Etambutol (E)
Ringan
Tanda-tanda keracunan pada syaraf
tepi, kesemutan, nyeri otot dan
gangguan kesadaran. Kelainan yang
lain menyerupai defisiensi piridoksin
(pellagra) dan kelainan kulit yang
bervariasi antara lain gatal-gatal.
Gatal-gatal kemerahan kulit, sindrom
flu, sindrom perut.
demam,
Berat
Hepatitis, ikhterus
Sembuh: bila pasien tuberkulosis kategori I dan II yang BTA nya negatif 2 kali
atau lebih secara berurutan pada sebulan sebelum akhir pengobatannya.
Pengobatan lengkap: pasien yang telah melakukan pengobatan sesuai jadwal yaitu
selama 6 bulan tanpa ada follow up laboratorium atau hanya 1 kali follow up
dengan hasil BTA negatif pada 2 bulan terakhir pengobatan.
Gagal:
Pasien tuberkulosis yang BTA-nya masih positif pada 2 bulan dan seterusnya
sebelum akhir pengobatan atau BTAnya masih positif pada akhir pengobatan.
Pasien putus berobat lebih dari 2 bulan sebelum bulan ke-5 dan BTA terkhir masih
positif.
Pasien tuberkulosis kategori II yang BTA menjadi positif pada bulan ke-2 dari
pengobatan.
Putus berobat/defaulter: pasien TB yang tidak kembali berobat lebih dari 2 bulan
sebelum bulan ke-5 dimana BTA terakhir telah negatif.
Meninggal: penderita TB yang meninggal selama pengobatan tanpa melihat sebab
kematiannya.
Evaluasi Pengobatan
Bayupurnama (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode yang bisa
digunakan untuk evaluasi pengobatan TB paru :
Klinis: biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2 minggu
selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan.
Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan-keluhan pasien seperti batuk
berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah, berat badan meningkat
dll.
Bakteriologis: biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai
menjadi negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan.
WHO (1991) menganjurkan kontrol sputum BTA langsung dilakukan pada akhir
bulan ke-2, 4 dan 6. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang
BTA-nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi bagi pasien
yang mendapatkan pengobatan ulang (retreatment). Bila sudah negatif, sputum
BTA tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturut-turut. Bila BTA positif
pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), maka pasien yang sebelumnya telah
sembuh mulai kambuh lagi.
Radiologis: bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada akhir
pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus
Surveilans Kasus TB
Survailans kasus TB memiliki tujuan jangka panjang yaitu untuk menurunkan
angka kesakitan dan angka kematian penyakit TB dengan cara memutuskan
rantai penularan, sehingga penyakit TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat Indonesia. Surveilans TB juga dapat dilakukan dengan cara:
Sentinel surveillance merupakan sistem surveilans dimana laporan didapat dari
populasi atau fasilitas tertentu karena jumlah kasusnya sangata kecil dan jarang
terjadi.
Laboratory-based reporting merupakan sistem surveilans dimana laporan didapat
dari laboratorium
Passive surveillance merupakan sistem surveilans dimana laporan didapat tanpa
permohonan,intervensi, atau kontak oleh dinas kesehatan yang melakukan
surveilans. Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan
menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang
tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah
dan mudah untuk dilakukan.
Active surveillance merupakan organisasi menginisiasi prosedur surveilans untuk
mendapatkan laporan.Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans
untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter
dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan
mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus
(case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif,
lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang
memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu,
surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans
aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans pasif.
Puskesmas
Definisi Puskesmas
Tujuan Puskesmas
Mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran,kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tingal di wilayah kerja puskesmas
Mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya yakni optimal mandiri dan
berkeadilan.
Fungsi Puskesmas
Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di
wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan
kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkandampak
kesehatan dari penyelenggaraan setiap program di wilayah kerjanya.
Kesehatan jiwa
Kesehatan mata
Kesehatan usia lanjut
Pembinaan pengobatan tradisional
BAB III
METODE EVALUASI
Pengumpulan Data
Cara Analisis
Dari beberapa tolak ukur yang ada, dipilih satu tolak ukur yang akan digunakan.
BAB IV
GAMBARAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS
Kelurahan
Kelurahan Sumberrejo
Kelurahan Sumberrejo Sejahtera
Kelurahan Kemiling Permai
Kelurahan Kemiling Raya
Jumlah
Prosentase (%)
35,8
34,4
15,2
14,6
100
Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling memiliki batasan wilayah kerja
sebagai berikut.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Rajabasa dan Kelurahan Gunung
Terang Kecamatan Langkapura.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Beringin Raya dan Kelurahan
Langkapura Kecamatan Langkapura.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Negeri Sakti Kecamatan Gedung Tataan.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Langkapura Kecamatan Langkapura.
BAB V
HASIL EVALUASI
Surat edaran penemuan kasus TB di Kota Bandar Lampung Tahun 2015 dari
Dinas Kesehatan Bandar Lampung.
Dari kedua tolak ukur diatas, maka tolak ukur yang dipilih adalah berdasarkansurat
edaran penemuan kasus TB di Kota Bandar Lampung Tahun 2015 dari Dinas
Kesehatan Bandar Lampung. Tolak ukur dipilih berdasarkan laporan mengenai
penemuan kasus TB Paru di wilayah Puskesmas Rawat Inap Kemiling.
harus dicari kemungkinan penyebab masalah pada unsur masukan (input, proses, atau
lingkungan).
Tabel 9. Perbandingan Pencapaian Keluaran Progam dengan Tolak Ukur Keluaran
Variabel Keluaran
Angka
Realisasi
Suspek Dahak yang
Diperiksa
Angka
Realisasi
Penemuan
BTA
Posistif Baru
Angka
Realisasi
Penemuan
Semua
Tipe Kasus
Tolak Ukur
Angka
realisasi
suspek dahak yang
diperiksa di Bandar
Lampung
adalah
minimal 90%
Angka
realisasi
penemuan
BTA
positif
baru
di
Bandar
Lampung
adalah minimal 90%
Angkarealisasi
penemuan
semua
tipe kasus di Bandar
Lampung
adalah
minimal 95%
Pencapaian
Angka
realisasi
suspek
dahak yang diperiksa di
Puskesmas
Rawat
Inap
Kemiling tahun 2015 adalah
67,6%.
Angka realisasi penemuan
BTA positif
baru
di
Puskesmas
Rawat
Inap
Kemiling tahun 2015 adalah
91,1%.
Angka realisasi penemuan
semua
tipe
kasus
di
Puskesmas
Rawat
Inap
Kemiling tahun 2015 adalah
81,6%.
Masalah
(+)
(-)
(+)
Realisasi
yang
diperiksa
Realisasi penemuan semua tipe kasus
Urgency
2
Seriousness
4
Growth
5
Total
11
Berdasarkan tabel 10, realisasi suspek dahak yang diperiksa memiliki jumlah skor 11
sedangkan realisasi penemuan semua tipe kasus memiliki jumlah skor 9. Sehingga
masalah yang menjadi prioritas untuk diselesaikan dalam laporan ini adalah masalah
Kerangka Konsep
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan dengan curah
pendapat. Untuk membantu menentukan kemungkinan penyebab masalah dapat
dipergunakan diagram fishbone dan didapatkan daftar penyebab masalah mengenai
kurangnya pencapaian dari Penemuan Kasus TB Paru pada Puskesmas Rawat Inap
Kemiling.
Money
Kelebihan
Tersedianya tenaga kesehatan
(dokter, bidan, perawat dan
petugas laboratorium) dan
koordinator program yang
kompeten untuk mendeteksi
penderita TB paru
Terdapat
dokter
yang
memberikan
pelayanan
kesehatan di balai pengobatan
umum puskesmas
Terdapat
analis
di
laboratorium
Tersedianya dana dari Dinas
Kesehatan
Kota
Bandar
Lampung untuk kasus TB
Kekurangan
Tenaga
kesehatan
yang
kompeten dalam melakukan
pendeteksian TB paru sudah
ada tetapi masih khawatir akan
tertular TB.
Seluruh kegiatan Program
P2TB hanya dilakukan oleh
koordinator Program karena
kurangnya kesadaran tenaga
kesehatan lain untuk bekerja
sama dalam program P2TB
Kurangnya
dana
khusus
untuk
transportasi petugas kesehatan dalam
rangka kunjungan rumah
Method
Material
Machine
Tidak ada
Kelebihan
Terdapatnya
target
Kekurangan
Laboratorium
puskesmas
Procedures
Plant/
Technologie
s
Lingkungan
Tidak ada
Kurangnya
pemahaman
teknologi
baru
seperti
pelaporan secara online
Pelaporan program P2TB
hanya
dilakukan
oleh
koordinator programnya saja
Kurangnya
pengetahuan
masyarakat
mengenai
penyakit TB paru
Masyarakat banyak tidak
mengetahui obat TB gratis
Permasalahan Internal
Tabel 13. Teknik Kriteria Matriks Pemilihan Prioritas Penyebab Masalah
Skor 1-5
T
Daftar Masalah
No
1.
RI
DU
SB
JUM
IxTx
SDM
Petugas
pelayan
12
puskesmas
yang
melakukan
kegiatan
Permasalahan eksternal
Tabel 14. Teknik Kriteria Matriks Pemilihan Prioritas Penyebab Masalah
No
JUM
DaftarMasalah
IxTxR
P
RI
SB
PB
U
1
P
C
Lingkungan
PSP
30
masyarakatmenge
nai TB
Setelah dilakukan pemilihan prioritas penyebab masalah, didapatkan penyebab masalah yang ada
yaitu kurang petugas pelayanan kesehatan dalam meloaksanakan kegiatan pemeriksaan dahak,
sikap dan perilaku masyarakat tentang pentingnya mengetahun gejala awal TB segingga
terlaksanannya pemeriksaan suspek dahak.
BAB VI
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
No
.
1
Penyebab Masalah
2
3
2
3
(M)
(I)
(V)
(C)
Jumlah
Prioritas
40
12
III
30
II
BAB VII
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi program Puskesmas Rawat Inap Kemiling pada tahun
2015, dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pencapaian program penemuan kasus suspek TB Paru yang diperiksa dahak
belum mencapai target, dimana diharapkan target sebesar 90% dan hanya
didapatkan pencapaian sebanyak 67,6%.
Ditemukan 3 penyebab masalah paling mungkin, yaitu seluruh kegiatan Program
P2TB hanya dilakukan oleh koordinator program karena tenaga kesehatan yang
masih khawatir akan tertular TB, kurangnya pemahaman teknologi baru seperti
pelaporan secara online, dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit TB paru.
Alternatif pemecahan masalah yang paling bermanfaat adalah memberikan
pemahaman kepada tenaga kesehatan bahwa TB tidak mudah menular dan
penggunaan alat pelindung diri yang baik dan benar agar tidak mudah tertular,
memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai TB paru untuk
meningkatkan pengetahuan tentang penyakit TB paru, dan memberikan pelatihan
Saran
Untuk masyarakat:
Masyarakat diharapkan untuk lebih memahami dan mawas diri terhadap gejalagejala TB paru dan faktor risikonya.
Pasien suspek TB paru diharapkan menyadari pentingnya melakukan pemeriksaan
dahak di Puskesmas setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, A., Zulkifli Amin. 2007. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta: BPFKUI.
Bayupurnama, Putut. 2007. Hepatoksisitas karena Obat dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I, Edisi IV. Jakarta: BPFKUI.
Brooks, G.F., Butel, J. S. and Morse, S. A., 2004. Jawetz, Melnick Adelberghs:
Mikrobiologi Kedokteran. Buku I, Edisi I, Alih bahasa: Bagian Mikrobiologi
FKU Unair, Jakarta: Salemba Medika.