Anda di halaman 1dari 27

1.

tumor tulang primer, sekunder, jinak, ganas


2. macam-macam gambaran radiologis osteosarkoma
3. osteomielitis akut dan kronis
4. tipe-tipe kelainan hernia dan gambaran radiologis
5. pembagian gyrus, lobus, fungsi, dan gambaran radiologis otak
6. perbedaan divertikel, sistokel, dan fistula vesika urinaria
7. Beda stenosis, striktur, fistula, atresia, beserta contoh masing-masing dan
gambaran radiologis

Tabel.1. Klasifikasi Tumor Tulang Secara Histologi


Jenis Tumor
Hematopoetic

Lesi Jinak

Lesi Ganas

Chondrogenic

Osteogenic
Osteoid osteoma
Osteosarcoma

Fibrous,
osteofibrous,
and
fibrohistiocytiv
(fibrogenic)

Enchondroma (chondroma)
Periosteal chondroma
Enchondromatosis
Osteochondroma
Chondroblastoma
Chondromyxoid fibroma
Fibrocartilaginous
mesenchymoma

Osteoma
Osteoid osteoma
Osteoblastoma

Fibrous cortical defect


Nonossifying fibroma
Benign fibrous histicytoma
Fibrous dysplasia
Desmplastic fibroma
Osteofibrous dysplasia
Ossifying fibroma

Hemangioma

Multiple myeloma
Lymphoma

Chondrosarcoma
Conventional
Mesenchymal
Clear cell
Dedifferentiated
Periosteal Chondrosarcoma

Osteosarcoma (and varians)


Juxtacortical
osteosarcoma
(and varians)

Fibrosarcoma
MFH

Vascular

Glomus tumor
Cystic angiomatosis

Angiosarcoma
Heamangioendothelioma
Hemangiopericytoma

Lipogenic
Lipoma
Liposarcoma
Neurogenic
Notocordal
Chordoma
Unknown Origin
Giant Cell Tumor
Ewing sarcoma
Adamantinoma

Pemeriksaan plain radiografi


akan membantu ahli radiologi/ahli bedah yang
berkecimpung dalam tumor muskuloskeletal dalam mendiagnosis tumor tulang dan
tumor like lesion. Foto plain radiografi biasanya dipilih sebagai modalitas pemeriksaan
radiologi pertama pada pasien dengan kecurigaan lesi tulang karena murah dan mudah.
Di samping itu pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan terbaik untuk menilai gambaran
radiologi tumor secara umum,6, 8, 11 dan dapat menentukan diagnosis diferensial (Aunt
Minnie Approach).12, 13 Pemeriksaan X ray thoraks juga diperlukan untuk menilai ada
tidanya metastasis ke paru.9
Pemeriksaan radiografi ini harus menjawab beberapa pertanyaan berikut 12, 14 :
Lokasi pasti lesi (jenis tulang, bila mengenai tulang panjang di mana lokasi
pastinya lesi, apakah di sentral korteks atau medula; epifisis, metafisis atau
diafisis
Apakah terdapat kelainan yang mendasarinya seperti bone infarc, Paget's Disease
Bagaimana margin-nya, apakah well-defined margin, ill-defined margin, atau
apakah tepinya sklerotik (benign non-growing lesion)
Bagaimana pola destruksinya , apakah merupakan cortical expansion or litik
destruksi permeative atau moth-eaten.

Apakah tumor memproduksi matriks (osteoid or cartilage)? Apaka terdapat


ekstensi ke jaringan lunak
Apakah terdapat reaksi periosteal
Apakah lesinya mutifokal

Perbedaan Gambaran Radiologi Tumor Tulang Jinak dan Ganas


Walaupun terkadang sulit membedakan gambaran tumor jinak dan ganas secara radiologi,
tetapi beberapa kriteria berikut dapat mengarahkan apakah tumor tergolong jinak atau
ganas (tabel 2).5, 6
Tabel 2. Perbedaan Gambaran Radiologi Tumor Tulang Jinak dan Ganas

Tumor Jinak

Well-defined
Sclerotic : narrow transitional zone
Pattern : geographic
Periosteal reaction : un-interrapted
& solid
No soft tissue mass

Tumor Ganas

Poorly defined borders


Wide transitional zone
Pattern : moth-eaten or permeative
Interrupted periosteal raction
Soft tissue mass

Perbedaan Gambaran Radiologi Tumor Primer Tulang dan Jaringan Lunak


Bila terdapat massa jaringan lunak disertai destruksi tulang terkadang sulit bagi ahli
bedah/residen atau ahli radiologi untuk menentukan apakah merupakan tumor primer
jaringan lunak yang menginvasi tulang atau tumor primer tulang dengan ekstensi jaringan
lunak. Beberapa hal di bawah ini dapat menjadi panduan untuk membedakan tumor
primer jaringan lunak yang menginvasi tulang dari tumor primer tulang dengan
ekstensinya ke jaringan lunak (tabel 3).5
Tabel 3.Perbedaan Gambaran Radiologi Tumor Primer Tulang dan Jaringan Lunak

Tumor Primer Tulang

Epicenter of the lesion : di dalam


tulang

Tumor Primer Jaringan Lunak

Epicenter of the lesion : di luar


tulang

Bevel cortical destruction : ke arah


jaringan lunak
Reaksi Periosteal : Positif
Ukuran massa : lesi jaringan lunak
tidak dominan kecuali Ewing
sarcoma

Bevel cortical destruction : ke arah


tulang
Reaksi periosteal : negatif
Ukuran massa: jaringan lunak
dominan

2. Osteosarkoma
Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang merupakan
salah satu keganasan tersering pada anak-anak dan usia dewasa
muda. Insidensi osteosarcoma memiliki sifat bimodal yaitu dengan
usia tersering pada anak-anak dan dewasa muda serta usia tua di
atas 65 tahun serta lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita
dengan perbandingan 1.2:1.
Predileksi tersering pada: lengan atas, tungkai, perbatasan dengan
lutut karena osteosarcoma muncul terutama pada daerah tulang
besar dengan rasio pertumbuhan yang cepat meskipun tidak
menutup kemungkinan dapat terjadi pada semua tulang.
Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan patogenesis
terjadinya osteosarkoma adalah: faktor genetik (sindrom LiFraumeni,
Retinoblastoma familial, sindrom Werner, RothmundThomson,
Bloom), lesi tulang jinak (Paget, osteomielitis kronis,
displasia fibrosis, osteokondroma dll), riwayat radiasi dan atau
kemoterapi, lokasi implan logam.
Manifestasi klinis
Nyeri (+ )
Massa ( ada + pada periostel; kadang tidak ada pada
intramedulari )
Edema jaringan lunak ( )

Fraktur tulang ( pada stadium lanjut )


Keterbatasan gerak (+ )
Penurunan berat badan
KRITERIA DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan anamnesis (usia umumnya muda,
adanya keluham nyeri), pemeriksaan fisik (lokalisasi, besar
tumor ), dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan Penunjang
Foto X-ray
Gambaran klasik menunjukkan reaksi periosteal, gambaran litik
dan sklerotik pada tulang, formasi matrix osteoid di bawah
periosteum dengan gambaran khas Codmans triangle ,
sunburst , dan moth eaten
MRI
Berguna untuk mengetahui ekstensi tumor, keterlibatan
jaringan lunak sekitar (pembuluh darah, saraf, sendi), serta
mencari adanya skip lessions. Skip lession terjadi < 5% pada
osteosarcoma.
Foto x-ray thorax/ CT scan
Menyingkirkan adanya metastasis di paru

Bone scan(+) atau PET CT ( optional )


Menyingkirkan adanya metastasis di tulang
Biopsi (biopsi Aspirasi Jarum halus (BAJH/FNAB), core biopsy)
Berguna untuk konfirmasi histopatologi penegakan diagnosis
Pemeriksaan laboratorium darah (LDH / ALP )
Untuk mengevaluasi status keadaan umum dan persiapan terapi

Penilaian skor huvos untuk evaluasi histologik respons kemoterapi


neoadjuvant pre operasi. Penilaian ini dilakukan secara
semikuantitatif dengan membandingkan luasnya area nekrosis
terhadap sisa tumor yang riabel :
Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)
Grade 2 : nekrosis >50 - <90 %
Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %
Grade 4 : nekrosis 100 %
KLASIFIKASI HISTOLOGI
Terdapat tiga jenis sub tipe secara histologi :
1. Intramedullary
a. High- grade intramedullary osteosarcoma
b. Low-grade intramedullary osteosarcoma
2. Surface
a. Parosteal osteosarcomas
b. Periosteal osteosarcomas
c. High grade surface osteosarcoma
3. Extraskletal
KLASIFIKASI STADIUM
Terdapat 2 jenis klasifikasi stadium, yaitu berdasarkan
Musculoskeletal Tumor Society (MSTS) untuk stratifikasi tumor
berdasarkan derajat dan ekstensi lokal serta stadium berdasar
American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke 7.
Sistem Klasifikasi Stadium MSTS (Enneking)
IA derajat keganasan rendah, lokasi intrakompartemen, tanpa
metastasis
IB derajat keganasan rendah, lokasi ekstrakompartemen, tanpa

metastasis
IIA derajat keganasan tinggi, lokasi intrakompartemen, tanpa
metastasis
IIB derajat keganasan tinggi, lokasi ekstrakompartemen, tanpa
metastasis
III ditemukan adanya metastasis
Sistem Klasifikasi AJCC edisi ke 7
IA derajat keganasan rendah, ukuran 8
IB derajat keganasan rendah, ukuran > 8 atau adanya
diskontinuitas
IIA derajat keganasan tinggi, ukuran 8
IIB derajat keganasan tinggi, ukuran > 8
III derajat keganasan tinggi, adanya diskontinuitas
IVA metastasis paru
IVB metastasis lain

Prognosis
Beberapa faktor yang menentukan prognosis pada pasien
osteosarkoma :
Tumor related:
a. Lokasi tumor
b. Ukuran tumor
c. Umur pasien
d. Metastasis ( ada/tidak, lokasi metastasis )
e. Respons histologi terhadap kemoterapi
f. Tipe dan margin operasi
g. BMI (Body Mass Index): tidak begitu related dengan

osteosarcoma tetapi berhubungan dengan prognosis


h. ALP dan LDH level: menggambarkan luasnya lesi
PENATALAKSANAAN
Terapi pada osteosarkoma meliputi terapi pembedahan ( limb sparing surgery atau amputasi ), kemoterapi dan radioterapi yang
diberikan konkuren ataupun sekuensial sesuai indikasi.
3
Pembedahan
Terapi pembedahan merupakan terapi utama pada osteosarkoma
yang masih dapat dioperasi, dengan prinsip pembedahan reseksi en
bloc komplit dengan preservasi organ semaksimal mungkin.
Kontraindikasi untuk preservasi organ adalah bila ada keterlibatan
pembuluh darah ataupun struktur saraf, fraktur patologis, adanya
hematoma besar terkait tindakan biopsi.
Limb sparing surgery dilakukan pada high grade osteosarcoma dan
respon baik terhadap kemoterapi ( sel viable < 10 % dan margin
jaringan - ), serta tepi bebas tumor.
Setelah limb sparing surgery maka kemoterapi dilanjutkan sebanyak
2 siklus. Jika setelah 3 bulan dievaluasi terjadi relaps maka dilakukan
amputasi.
Amputasi juga dilakukan pada osteosarcom yang letaknya secara
anatomik tidak menguntungkan dan tidak dapat dilakukan limb
sparing dengan margin yang bersih.
Prognosis
Beberapa faktor yang menentukan prognosis pada pasien
osteosarkoma :
Tumor related:

a. Lokasi tumor
b. Ukuran tumor
c. Umur pasien
d. Metastasis ( ada/tidak, lokasi metastasis )
e. Respons histologi terhadap kemoterapi
f. Tipe dan margin operasi
g. BMI (Body Mass Index): tidak begitu related dengan
osteosarcoma tetapi berhubungan dengan prognosis
h. ALP dan LDH level: menggambarkan luasnya lesi
PENATALAKSANAAN
Terapi pada osteosarkoma meliputi terapi pembedahan ( limb sparing surgery atau amputasi ), kemoterapi dan radioterapi yang
diberikan konkuren ataupun sekuensial sesuai indikasi.
3
Pembedahan
Terapi pembedahan merupakan terapi utama pada osteosarkoma
yang masih dapat dioperasi, dengan prinsip pembedahan reseksi en
bloc komplit dengan preservasi organ semaksimal mungkin.
Kontraindikasi untuk preservasi organ adalah bila ada keterlibatan
pembuluh darah ataupun struktur saraf, fraktur patologis, adanya
hematoma besar terkait tindakan biopsi.
Limb sparing surgery dilakukan pada high grade osteosarcoma dan
respon baik terhadap kemoterapi ( sel viable < 10 % dan margin
jaringan - ), serta tepi bebas tumor.
Setelah limb sparing surgery maka kemoterapi dilanjutkan sebanyak
2 siklus. Jika setelah 3 bulan dievaluasi terjadi relaps maka dilakukan
amputasi.

Amputasi juga dilakukan pada osteosarcom yang letaknya secara


anatomik tidak menguntungkan dan tidak dapat dilakukan limb
sparing dengan margin yang bersih.
Sementara untuk osteosarkoma dengan derajat keganasan tinggi,
secara protokol diberikan kemoterapi neoajuvan terlebih dahulu, lalu di
evaluasi/ restaging. Jika setelah neo ajuvan ukuran mengecil dan
menjadi resectable maka dilanjutkan dengan terapi pembedahan (wide
excision ). Terapi setelah pembedahan terbagi menjadi dua tergantung
ada tidaknya margin jaringan setelah operasi.
Sedangkan pembedahan dengan margin (+) yang memberikan respon
buruk maka pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga terapi
tambahan secara lokal ( surgical resection ).
Pada pasien dengan margin jaringan () dilanjutkan dengan kemoterapi,
2 siklus.
Pada osteosarcoma derajat keganansan tinggi yang setelah restaging
tetap unresectable maka langsung lakukan radioterapi dan kemoterapi
tanpa pembedahan terlebih dahulu.
Pada pasien osteosarcoma yang sudah bermetastasis maka
penatalaksanaan nya terbagi juga menjadi dua yaitu resectable dan
unresectable. Pada yang resectable ( pulmonary, visceral, atau skeletal
metastasis) maka terapi untuk tumor primer nya sama dengan
penatalaksanaan osteosarcoma derajat keganasan tinggi dan didukung
dengan kemoterapi dan juga metastasectomy .
Sedangkan pada yang unresectable penatalaksanaan yang dilakukan
adalah kemoterapi, radioterapi, dan megevaluasi ulang tumor primer
untuk mengontrol tumor secara lokal, paliatif treatment. Kemoterapi
Kemoterapi pada osteosarkoma :

First line therapy (primary/neoadjuvan/adjuvanttherapy or metastatic


disease ) :
Cisplatin and doxorubicin
MAP ( High-dosemethotrexate, cisplatin, and doxorubicin )
Doxorubicin, cisplatin, ifosfamide , and high dose methotrexate
Ifosfamide, cisplatin, and epirubicin
Second line therapy ( relapsed/ refractory or metastatic disease )
Docetaxel and gemcitabine
Cyclophosphamide and etoposide
Gemcitabine
Ifosfamide and etoposide
Ifosfamide, carboplatin, and etoposide
High dose methotrexate, etoposide, and ifosfamide
Jadwal kontrol pasien dilakukan tiap 3 bulan pada tahun pertama
dan kedua terapi, tiap 4 bulan pada tahun ke 3 , tiap 6 bulan pada
tahun ke 4 dan 5, dan follow up pada tahun berikutnya dilakukan
setahun sekali. Jika terjadi relaps maka dilakukan kemoterapi dan /
atau reseksi jika memungkinkan, targeted terapi ( mTOR inhibitor,
sorafenib ), stem cell transplatasi ( HDT/SCT), atau terapi suportif .

jika setelah itu pasien memberikan respons yang baik maka lakukan
kontrol sesuai jadwal. Jika setelah kemoterapi dan reseksi ulang
terjadi relaps atau penyakit menjadi progresif maka terdapat
beberapa pilihan penanganan yaitu: reseksi paliatif (jika
memungkinkan), kemoterapi second line, radioterapi paliatif ( radium
223, Samarium-1 , 153Sm-EDTMP).
Dengan pendekatan tersebut, 60-70% pasien dapat memiliki

kesintasan hidup jangka panjang. Apabila sudah bermetastasis ke


paru, tetapi terisolasi di paru saja, maka didapatkan nilai 35-40%
untuk angka kesintasan hidup.
Localized disease
Menurut rekomendasi guidelines wide excision merupakan terapi
primer pada pasien dengan low grade ( intramedullary dan
surface )oteosarcoma dan lesi periosteal. Setelah wide excision
maka delanjutkan dengan kemoterapi kategori 2b setelah operasi
yang direkomendasikan untuk pasien dengan low grade atau
sarcoma periosteal dengan pathologic findings of high grade
disease. kemoterapi yang sama sebanyak beberapa siklus. Jika
respos nya buruk maka pertimbangkan untuk mengganti regimen.
Operasire-reseksidenganatautanparadioterapi
perludipertimbangkan untuk pasien dengan margin jaringan positif.
Kombinasi proton/photon atau proton beam radioterapi terbukti efektif
untuk kontrol lokal pada pasien dengan osteosarcoma yang
unresectable atau osteosarcoma resectable yang tidak komplit.
Kemoterapi harus mencakup growth factor suportif yang sesuai.
Osteosarkoma yang disertai Metastatic disease
10% sampai dengan 20 % pasien osteosarkoma terdiagnosis saat
sudah terjadi metastasis. Walau kemoterapi menunjukan hasil yang
membaik pada pasien non metastatic, high grade, localized
osteosarcoma kemoterapi justru menunjukan hasil kurang memuaskan
pada osteosarkoma yang disertai metastasis.
Pada yang resectable (pulmonary, visceral, atau skeletal metastasis )
maka terapi untuk tumor primer nya sama dengan penatalaksanaan
osteosarcoma derajat keganasan tinggi dan didukung dengan

kemoterapi dan juga metastasectomy. Sedangkan pada yang


unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah kemoterapi ,
radioterapi , dan megevaluasi ulang tumor primer untuk mengontrol
tumor secara lokal.

3. Osteomielitis

Osteomyelitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan
struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011). Dalam
kepustakaan lain dinyatakan bahwa Osteomyelitis adalah radang tulang yang disebabkan
oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat
menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang,
melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan periosteum. (Dorland, 2002).
2.3 Etiologi
Mikroorganisme dapat menginfeksi tulang melalui tiga cara yaitu melalui
pembuluh darah, langsung melalui area lokal infeksi (seperti selulitis) atau melalui
trauma, termasuk iatrogenik seperti dislokasi sendi atau fiksasi internal.
Pada balita, infeksi dapat menyebar ke sendi dan menyebabkan arthritis. Pada
anak-anak yang biasanya terinfeksi adalah tulang panjang. Abses subperiosteal dapat
terbentuk karena periosteum melekat longgar di permukaan tulang, sedangkan pada orang
dewasa tulang yang paling sering terinfeksi adalah tulang belakang dan tulang panggul.
Tibia bagian distal, femur bagian distal, humerus, radius dan ulna bagian
proksimal dan distal, vertebra, maksila, dan mandibula merupakan tulang yang paling
beresiko untuk terkena Osteomyelitis karena merupakan tulang yang banyak
vaskularisasinya.
Tabel 1. Organisme penyebab Osteomyelitis

Umur

Organisme

Neonatus (<4 bulan)

S. aureus, Enterobacter species, and group A and B


Streptococcus species

Anak-anak (4 bulan - 4 tahun)

S. aureus, group A Streptococcus species,


Haemophilus influenzae, and Enterobacter species

Anak-anak, remaja ( >4 Tahun)

S. aureus (80%), group A Streptococcus species, H.


influenzae, and Enterobacter species

Orang dewasa

S. aureus and occasionally Enterobacter or


Streptococcus species

Selain bakteri, jamur dan virus juga dapat menginfeksi langsung melalui fraktur
terbuka, operasi tulang atau terkena benda yang terkontaminasi. Osteomyelitis kadang
dapat merupakan komplikasi sekunder dari tuberkulosis paru. Pada keadaan ini, bakteri
biasa menyebar ke tulang melalui sistem sirkulasi, pertama yang terinfeksi adalah
sinovium (karena kadar oksigen yang tinggi) sebelum menginfeksi tulang. Pada
Osteomyelitis tuberkulosis, tulang panjang dan tulang belakang merupakan satu-satunya
tulang yang terinfeksi.
Osteomyelitis dapat juga disebabkan potongan besi yang mengenai tulang pada
saat pembedahan untuk memperbaiki fraktur. Spora bakteri dan jamur dapat juga
mengenai sendi tulang yang terlibat. Osteomyelitis juga dapat terjadi akibat penyebaran
infeksi jaringan lunak. Infeksi tersebut meyebar ke tulang dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu. Tipe penyebaran ini biasa terjadi pada orang yang lebih tua. Infeksi
dapat dimulai dari kerusakan akibat trauma, terapi radiasi, kanker, atau pada kulit yang
luka yang disebabkan sedikitnya sedikit sirkulasi darah pada tulang atau pada penyakit
diabetes. Infeksi sinus, gusi atau gigi dapat meyebar ke tulang-tulang kepala. Penyebab
Osteomyelitis biasanya adalah Staphylococcus aureus, bakteri gram positif seperti
Streptococcus pyogenes atau S. Pneumoniae. Pada anak dibawah 4 tahun bakteri gram
negatif Haemophilus influenzae (insiden bervariasi dari 5-50%). Bakteri gram negatif
lainnya : Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis dan Bacteroides
fragilis anaerobik biasanya menyebabkan infeksi tulang akut.
Penyebab Osteomyelitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus
(89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan
Eschericia coli (1-2%). Pada anak infeksi melalui aliran darah berasal dari abrasi kecil
pada kulit, bisul, infeksi pada gigi atau pada saat lahir dari infeksi tali pusat. Pada dewasa
sumber infeksi berasal dari kateter ureter, jarum dan semprit arteri yang tidak pada
tempatnya atau kotor.
Organisme lain ditemukan pada pecandu heroin dan kelainan oportunistik pada
pasien dengan mekanisme immune defence compromised . Pasien dengan sickle-cell
disease mudah terinfeksi Salmonella.

2.4 Patofisiologi
Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa cara.
Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung, melalui penyebaran

hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain yang jauh, atau selama
pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan lingkungan sekitarnya.
Osteomyelitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang biasanya
timbul antara usia 5 dan 15 tahun. Ujung metafisis tulang panjang merupakan tempat
predileksi untuk Osteomyelitis hematogen. End-artery dari pembuluh darah yang
menutrisinya bermuara pada vena-vena sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar,
sehingga menyebabkan terjadinya aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada
tempat ini. Kondisi ini mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu celah pada
endotel dan melekat pada matriks tulang. Selain itu, rendahnya tekanan oksigen pada
daerah ini juga akan menurunkan aktivitas fagositik dari sel darah putih. Dengan
maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran darah yang lamban tidak ada
lagi. Sehingga Osteomyelitis hematogen pada orang dewasa merupakn suatu kejadian
yang jarang terjadi.
Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh darah
lokal yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang kemudian
berkembang menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan tekanan lokal akan
menyebarkan pus hingga ke korteks melalui sistem Havers dan kanal Volkmann hingga
terkumpul dibawah periosteum menimbulkan rasa nyeri lokalisata di atas daerah infeksi.
Abses subperiosteal kemudian akan menstimulasi pembentukan involukrum periosteal
(fase kronis). Apabila pus keluar dari korteks, pus tersebut akan dapat menembus soft
tissues disekitarnya hingga ke permukaan kulit, membentuk suatu sinus drainase. Kuman
bisa masuk tulang dengan berbagai cara, termasuk beberapa cara dibawah ini :
Melalui aliran darah.
Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi
saluran kemih dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah di
tulang. Pada anak-anak, Osteomyelitis paling umum terjadi di daerah yang lebih
lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang panjang pada
lengan dan kaki.
Dari infeksi di dekatnya.
Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh.
Jika luka terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.
Kontaminasi langsung
Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung
tulang yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi
langsung. Selain itu juga dapat terjadi selama operasi untuk mengganti sendi atau
memperbaiki fraktur. (anonym, 2011).

Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada tulang dengan
mengekspresikan reseptor (adhesins) untuk komponen tulang matriks (fibronektin,
laminin, kolagen, dan sialoglycoprotein tulang); Ekspresi kolagen- binding adhesin
memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan. Fibronektin-binding adhesin dari
S. Aureus berperan dalam penempelan bakteri untuk perangkat operasi yang akan
dimasukan dalam tulang, baru-baru ini telah dijelaskan
S. Aureus yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan hidup
secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara intraseluler (kadang-kadang
merubah diri dalam hal metabolisme, di mana mereka muncul sebagai apa yang disebut
varian koloni kecil) dapat menunjukan adanya infeksi tulang persisten. Ketika
mikroorganisme melekat pada tulang pertama kali, mereka akan mengekspresikan fenotip
yang resiten terhadap pengobatan antimikroba, dimana hal ini mungkin dapat
menjelaskan tingginya angka kegagalan dari terapi jangka pendek.
Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang baik
antara osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL 11dan TNF) yang
dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel tulang merupakan factor osteolitik yang
kuat. Peran dari faktor pertumbuhan tulang pada remodeling tulang normal dan fungsinya
sebagai terapi masih belum jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit mencoba menyerang sel
yang mengandung mikroorganisme dan, dalam proses pembentukan radikal oksigen
toksik dan melepaskan enzim proteolitik yang melisiskan jaringan sekitarnya. Beberapa
komponen bakteri secara langsung atau tidak langsung digunakan sebagai factor-faktor
yang memodulasi tulang (bone modulating factors).
Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang merupakan
agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap patah tulang, menurunkan
jumlah dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk menghasilkan infeksi.
(Daniel,1997).
Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseus
dan mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang pada hasil pemisahan fragmen
yang mengalami devaskularisasi, disebut sequestra. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil,
dan congesti atau thrombosis pembuluh darah merupakan temuan histologis utama dalam
Osteomyelitis akut. Salah satu penampakan yang membedakan dari Osteomyelitis kronis
adalah tulang yang mengalami nekrotik, yang dapat diketahui dengan tidak adanya
osteosit yang hidup.
2.5 Klasifikasi Osteomyelitis
Osteomyelitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan klinis,

yaitu Osteomyelitis akut, sub akut, dan kronis. Hal tersebut tergantung dari intensitas
proses infeksi dan gejala yang terkait.

Osteomyelitis Hematogen Akut


Osteomyelitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang
akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikro organisme berasal dari
fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering
ditemukan pada anak anak dan sangat jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang
dini sangat penting oleh karena prognosis tergantung dari pengobatan yang tepat dan
segera
Osteomyelitis Hematogen Subakut
Osteomyelitis hematogen subakut biasanya disebabkan oleh Stafilokokus
aureus dan umumnya berlokasi dibagian distal femur dan proksimal tibia. Gejala
Osteomyelitis hematogen subakut lebih ringan oleh karena organisme penyebabnya
kurang purulen dan penderita lebih resisten.
Osteomyelitis Kronis
Osteomyelitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari Osteomyelitis akut yang
tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. Osteomyelitis kronis juga dapat
terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah tindakan operasi pada tulang. Bakteri
penyebab Osteomyelitis kronis terutama oleh stafilokokus aureus ( 75 %), atau
E.colli, Proteus atau Pseudomonas.
2.6 Penegakan Diagnosa
Gejala hematogenous osteomyelitis biasanya berajalan lambat namun progresif.
Direct Osteomyelitis umumnya lebih terlokalisasi dan jelas. Gejala umum pada
osteomyelitis adalah:
Demam tinggi
Kelelahan dan Malaise
Terbatasnya gerakan dan edema lokal yang disertai dengan erytem.
2.6.1 Anamnesa
Osteomyelitis Hematogen Akut
Osteomyelitis hematogen akut berkembang secara progresif atau cepat. Pada
keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakterial pada kulit dan saluran
napas atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri
tekan dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan. Gejala gejala

umum timbul akibat bakterimia dan septikemia berupa panas tinggi, malaise serta
nafsu makan yang berkurang.

Osteomyelitis Hematogen Subakut


Osteomyelitis hematogen subakut biasanya ditemukan pada anak anak dan
remaja. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal, sedikit
pembengkakan dan dapat pula penderita menjadi pincang. Terdapat rasa nyeri pada
daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau mungkin berbulan bulan. Suhu
tubuh biasanya normal.

Osteomyelitis Kronis
Penderita sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari luka/sinus
setelah operasi yang bersifat menahun. Kelainan kadang kadang disertai demam dan
nyeri lokal yang hilang timbul didaerah anggota gerak tertentu.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Demam (terdapat pada 50% dari neonatus)
Nyeri tekan
Gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan akan
bertambah berat bila terjadi spasme lokal.
Ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan.
(Osteomyelitis kronis)
Edema
Teraba hangat
Fluktuasi
Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan dalam
berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat pseudoparalisis anggota
badan pada neonatus).
Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke

kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear. Tingkat


C-reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih
berguna daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya peningkatan
LED pada permulaan. LED biasanya meningkat (90%), namun, temuan ini secara
klinis tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam menentukan
Osteomyelitis kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.

Kultur
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi dengan
bakteri yang menyebabkan Osteomyelitis dan memiliki penggunaan yang terbatas.
Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien dengan Osteomyelitis hematogen.
Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin menghalangi kebutuhan untuk prosedur
invasif lebih lanjut untuk mengisolasi organisme. Kultur tulang dari biopsi atau
aspirasi memiliki hasil diagnostik sekitar 77% pada semua studi.

Radiologi
Foto polos
Pada Osteomyelitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemerikSosaan
radiograf. Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang
mengawali destruksi cancellous bone.
Ultrasound
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk
mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul. Teknik
sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak dengan
Osteomyelitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan sejak 1-2 hari
setelah timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan
cairan dan elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan untuk petunjuk
ultrasound aspirasi. Tidak memungkinkan untuk evaluasi korteks tulang.
Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi Osteomyelitis akut. Pencitraan ini sangat
sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi
tidak bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi
jaringan lunak, dan artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk
mendeteksi adanya proses infeksi sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.

CT Scan
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk
menidentifikasi sequestra pada Osteomyelitis kronik. Sequestra akan tampak lebih
radiodense dibanding involukrum disekelilingnya.
MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis.
Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi
polos, CT, dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan.
Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning
memiliki akurasi yang mirip dengan MRI.
Radionuklida scanning tulang
Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah putih menjadi
pertimbangan pada pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan MRI.
Osteomyelitis Hematogen Akut
Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak ditemukan
kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan
jaringan lunak.
Gambar 2. Proyeksi lateral pada tibia terlihat gambaran sklerotik di diametafisis tibia

Gambar 3. Proyeksi AP tibia terlihat gambaran sklerotik di lateral diametafisis tibia.

Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari berupa


refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang
baru dibawah periosteum yang terangkat.
Gambar 4. Tampak destruksi tulang tibia dengan pembentukan tulang subperiosteal.

Gambar 5. Ultrasound image of the left hip shows a large joint effusion

Osteomyelitis Hematogen Subakut


Dengan foto rontgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm

terutama pada daerah metafisis dari tibia dan femur atau kadang kadang pada
daerah diafisis tulang panjang.
Gambar 6. radiologik dari abses Brodie yang dapat ditemukan pada Osteomyelitis sub
akut/kronik. Pada gambar terlihat kavitas yang dikelilingi oleh daerah sclerosis.

Osteomyelitis Kronis
Pada foto rontgen dapat ditemukan adanya tanda tanda porosis dan
sklerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin adanya
sekuestrum.
Gambar 7. Proyeksi AP wrist terlihat gambaran lesi osteolitik dan sclerosis extensive dibagian
distal metafisis pada radius

Gambar 8. Osteomyelitis lanjut pada seluruh tibia dan fibula kanan. Ditandai dengan adanya
gambaran sekuestrum (panah).

Pada pemeriksaan CT dan MRI bermanfaat untuk membuat rencana


pengobatan serta melihat sejauh mana kerusakan tulang terjadi.
Gambar 9. CT image pada Osteomyelitis kronik. (A) In this tibia, chronic osteomyelitis
is associated with a radiodense sharply marginatedfocus within a lucent cavity (arrow). (B)
Coronal reformatted image.(C & D) Transaxialimages. CT scanning can be used to identify
sequestered bone as in these tibiae

Osteomyelitis pada Tulang Lain


Tengkorak
Biasanya Osteomyelitis pada tulang tengkorak terjadi sebagai
akibat perluasan infeksi di kulit kepala atau sinusitis frontalis. Proses
destruksi bisa setempat atau difus. Reaksi periosteal biasanya tidak ada
atau sedikit sekali. Dibawah ini adalah gambaran CT-SCAN kepala pada
pasien dengan Osteomyelitis Tuberkulosis.

Gambar 10. CT-SCAN kepala pada pasien dengan Osteomyelitis Tuberkulosis.

Mandibula
Biasanya terjadi akibat komplikasi fraktur, abses gigi, atau
ekstraksi gigi. Namun, infeksi Osteomyelitis juga dapat menyebabkan
fraktur pada mulut. Infeksi terjadi melalui kanal pulpa merupakan yang
paling sering dan diikuti hygiene oral yang buruk dan kerusakan gigi.
Gambar 11. Osteomyelitis pada mandibula.

Pelvis
Osteomyelitis pada tulang pelvis paling sering terjadi pada bagian
sayap tulang ilium dan dapat meluas ke sendi sakroiliaka. Sendi
sakroiliaka jarang terjadi. Pada foto terlihat gambaran destruksi tulang
yang luas, bentuk tak teratur, biasanya dengan sekuester yang multipel.
Sering terlihat sklerosis pada tepi lesi. Secara klinis sering disertai abses
dan fistula. Bedanya dengan tuberkulosis, ialah destruksi berlangsung
lebih cepat, dan pada tuberkulosis abses sering mengalami kalsifikasi.
Dalam diagnosis diferensial perlu dipikirkan kemungkinan keganasan.

Gambar 12. Osteomyelitis pada pelvis


.

Osteomyelitis Pada Tulang Belakang


Vertebra adalah tempat yang paling umum pada orang dewasa terjadi
Osteomyelitis secara hematogen. Organisme mencapai badan vertebra yang
memiliki perfusi yang baik melalui arteri tulang belakang dan menyebar dengan
cepat dari ujung pelat ke ruang diskus dan kemudian ke badan vertebra. Sumber
bakteremia termasuk dari saluran kemih (terutama di kalangan pria di atas usia
50), abses gigi, infeksi jaringan lunak, dan suntikan IV yang terkontaminasi, tapi
sumber bakteremia tersebut tidak tampak pada lebih dari setengah pasien.
Banyak pasien memiliki riwayat penyakit sendi degeneratif yang
melibatkan tulang belakang, dan beberapa melaporkan terjadinya trauma yang

mendahului onset dari infeksi. Luka tembus dan prosedur bedah yang melibatkan
tulang belakang dapat menyebabkan Osteomyelitis vertebral nonhematogeno atau
infeksi lokal pada diskus vertebra.

Gambar 13. Osteomyelitis pada Vertebra.

Osteomyelitis pada vertebrae jarang terjadi, hanya 10% dari seluruh


infeksi tulang (Epstein, 1976), dan dapat muncul pada seluruh usia. Kuman
penyebab terbanyak ialah Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. Pasien yang
menderita penyakit ini sering memiliki riwayat infeksi kulit atau pelvis.
Diagnosa Banding
Biasanya, gambaran radiografi osteomyelitis sangat karakteristik dan diagnosis
mudah dibuat sesuai dengan riwayat klinis, dan pemeriksaan radiologis tambahan.
Namun demikian, osteomyelitis dapat juga meniru kondisi lainnya seperti tumor tulang.

Osteo Sarkoma

Merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering dengan prognosis
yang buruk. Kebanyakan penderita berumur antara 10-25 tahun. Paling sering
ditemukan sekitar lutut, yaitu lebih dari 50 %. Tulang tulang yang sering terkena
adalah femur distal, tibia proksimal, humerus proksimal, dan pelvis. Pada tulang
panjang, tumor biasanya mengenai bagian metafisis. Garis epifisier merupakan
barrier dan tumor jarang menembusnya.

Gambaran radiologik : tampak destruksi tulang yang berawal pada medula dan
terlihat sebagai daerah yang radiolusen dengan batas yang tidak tegas. Pada stadium
dini terlihat reaksi periosteal seperti garis garis tegak (Sunray appearance). Dengan
membesarnya tumor, selain korteks juga tulang subperiosteal akan dirusak oleh tumor
yang meluas ke luar tulang, berbentuk segitiga (segitiga codman). Pada stadium dini
Gambaran tumor ini sukar dibedakan dengan Osteomyelitis.
Gambar 15. Gambaran Radiologik osteosarkoma

Gambar 14. Gambaran Radiologik osteosarkoma

Sarkoma Ewing
Tumor ganas primer ini paling sering mengenai tulang panjang. Kebanyakan
diafisis. Tulang yang juga sering terkena adalah pelvis dan tulang iga. 75% dari
penderita dibawah umur 20 tahun, paling sering antara 5-15 tahun.
Gambaran radiologik : tampak lesi destruksi yang bersifat infiltrat yang
berawal dimedula, pada foto terlihat sebagai daerah daerah radiolusen. Tumor
cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal, sebagai garis garis yang
berlapis lapis menyerupai kulit bawang (onion peel appearance). Tumor membesar
dengan cepat, biasanya dalam beberapa minggu tampak destruksi tulang yang luas
dan pembengkakan jaringan lunak yang besar karena infiltrasi tumor ke jaringan
sekitar tulang.

Gambar 14. Gambaran Radiologik sarkoma ewing

Osteomyelitis Tuberkulosa
Osteomyelitis tuberkulosa selalu merupakan penyebaran sekunder dari
kelainan tuberkulosa di tempat lain, terutama paru paru. Seperti pada
osteomielitis hematogen akut, penyebaran infeksi juga terjadi secara hematogen
dan biasanya mengenai anak anak. Perbedaannya, osteomyelitis hematogen akut
umumnya terdapat pada daerah metafisis sementara osteomyelitis tuberkulosa
mengenai tulang belakang. Gambaran radiologis didapatkan pelebaran sendi dan
penebalan jaringan lunak yang menunjukkan proses infeksi kronis, mengarah
kepada osteomyelitis TB.
Gambar 15. Gambaran radiologis sendi kaki kanan : terdapat plebaran sendi dan penebalan

jaringan lunak

2.8 Penatalaksanaan
Setelah mendiagnosa Osteomyelitis, mengklasifikasikan dan mengetahui
penyebabnya, pengobatan yang dilakukan terdiri dari antibakteri, debridement dan jika
perlu dilakukan penstabilan tulang. Kebanyakan pasien dengan Osteomyelitis berhasil
diobati dengan terapi antibiotik. Antibakteri harus diberikan selama minimum 4 minggu
(sebenarnya, 6 minggu) untuk mencapai penyembuhan. Untuk mengurangi biaya
pengobatan, antibiotik parenteral untuk pasien rawat jalan dapat diganti dengan antibiotik
oral.
Beberapa penelitian telah membuktikan pengobatan untuk Osteomyelitis. Ada
yang menemukan bahwa hanya 5 penelitian yang mencakup 154 pasien dengan infeksi
tulang. Perencanaan pengobatan sulit dilakukan karena beberapa alasan: debridement
tidak secara jelas mempengaruhi kerja antibiotik, keadaan klinis dan mikroorganisme
patogen yang heterogen dan evaluasi bertahun-tahun diperlukan untuk menentukan ada
atau tidak adanya remisi. Banyak penelitian yang tidak secara acak, tidak mempunyai
grup sebagai kontrol dan hanya mencatat sejumlah kecil pasien.

Terapi Antibiotik
Osteomyelitis hematogen akut paling bagus diobati dengan evaluasi tepat
terhadap mikroorganisme penyebab dan kelemahan mikroorganisme tersebut dan
4-6 minggu terapi antbiotik yang tepat.
Debridement tidak perlu dilakukan jika diagnosis Osteomyelitis hematogen
telah cepat diketahui. Anjuran pengobatan sekarang jarang memerlukan
debridement. Bagaimanapun, jika terapi antibiotik gagal, debridement dan
pengobatan 4-6 minggu dengan antibiotik parenteral sangat diperlukan. Setelah
kutur mikroorganisme dilakukan, regimen antibiotik parenteral (nafcillin [Unipen]
+ cefotaxime lain [Claforan] atau ceftriaxone [Rocephin]) diawali untuk menutupi
gejala klinis organisme tersangka. Jika hasil kultur telah diketahui, regimen
antibiotik ditinjau kembali. Anak-anak dengan Osteomyelitis akut harus menjalani
2 minggu pengobatan dengan antibiotik parenteral sebelum anak-anak diberikan
antibiotik oral.
Osteomyelitis kronis pada orang dewasa lebih sulit disembuhkan dan umumya
diobati dengan antibiotik dan tindakan debridement. Terapi antibiotik oral tidak
dianjurkan untuk digunakan. Tergantung dari jenis Osteomyelitis kronis, pasien

mungkin diobati dengan antibiotik parenteral selam 2-6 minggu. Bagaimanapun,


tanpa debridement yang bagus, osteomyielitis kronis tidak akan merespon
terhadap kebanyakan regimen antibiotik, berapa lama pun terapi dilakukan. Terapi
intravena untuk pasien rawat jalan menggunakan kateter intravena yang dapat
dipakai dalam jangka waktu lama (contohnya : kateter Hickman) akan
menurunkan masa rawat pasien di rumah sakit.
Terapi secara oral menggunakan antibiotik fluoroquinolone untuk organisme
gram negatif sekarang ini digunakan pada orang dewasa dengan Osteomyelitis.
Tidak ada fluoroquinolone yang tersedia digunakan sebagai antistaphylococcus
yang optimal, keuntungan yang penting dari insidensi kebalnya infeksi
nosokomial yang didapat dengan bakteri staphylococcus. Untuk lebih lanjutnya,
sekarang ini quinolone tidak menyediakan pengobatan terhadap patogen yang
anaerob.
Debridement
Debridement pada pasien dengan osteomielitis kronis dapat dilakukan.
Kualitas debridement merupakan faktor penting dalam suksesnya pengobatan.
Setelah debridement dengan eksisi tulang, adalah hal yang perlu untuk
menghapuskan/ menghilangkan dead space yang dilakukan dengan memindahkan
jaringan di atasnya. Pengobatan dead space termasuk myoplasty lokal,
pemindahan jaringan dan penggunaan antibiotik. Pelaksanaan pada jaringan lunak
telah dikembangkan untuk meningkatkan aliran darah lokal dan pendistribusian
antibiotik.

2.9 Prognosis
Setelah mendapatkan terapi, umumnya Osteomyelitis akut menunjukkan hasil
yang memuaskan. Prognosis Osteomyelitis kronik umumnya buruk walaupun dengan
pembedahan, abses dapat terjadi sampai beberapa minggu, bulan atau tahun setelahnya.
Amputasi mungkin dibutuhkan, khususnya pada pasien dengan diabetes atau
berkurangnya sirkulasi darah. Pada penderita yang mendapatkan infeksi dengan
penggunaan alat bantu prostetik perlu dilakukan monitoring lebih lanjut. Mereka perlu
mendapatkan terapi antibiotik profilaksis sebelum dilakukan operasi karena memiliki
resiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan Osteomyelitis.
5. Otak

Anda mungkin juga menyukai