Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurology bersifat
obyektif, bila dibandingkan dengan pemeriksaan audiologi konvensional. Mudah
digunakan, tidak invasive, bahkan dapat dilakukan pada pasien koma, sehingga
menyebabkan pemeriksaan BERA ini dapat digunakan secara luas.
Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa
digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi
baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory
Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response Audiometry
(BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ pendengaran mulai
dari perifer sampai batang otak.
Berbeda dengan pemeriksaan audiometry, alat ini bisa digunakan pada pasien
yang kooperatif maupun non-kooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil,
pasien yang sedang mengalami koma maupun stroke, tidak membutuhkan jawaban
atau respons dari pasien, seperti pada audiometry karena pasien harus memencet
tombol jika mendengar stimulus suara. Selain itu, alat ini juga tidak membutuhkan
ruangan kedap suara khusus.

BERA
(BRAINSTEM EVOKE RESPONSE AUDIOMETRI)
Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) merupakan tes neurologik
untuk mengetahui fungsi organ pendengaran hingga batang otak terhadap rangsangan
suara (click). Pertama kali diuraikan oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971,
BERA merupakan aplikasi yang paling umum digunakan untuk menilai respon yang
dibangkitkan oleh rangsangan suara. Administrasi dan pelaksanaan tes ini biasanya
oleh para ahli audiologi.
Berbagai keadaan yang dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan BERA antara
lain, pada bayi baru lahir. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya gangguan
perkembangan bicara/bahasa. Pada anak yang mengalami gangguan atau lambat
dalam berbicara, mungkin salah satunya disebabkan karena anak tersebut tidak
mampu menerima rangsangan suara karena adanya gangguan di telinga
BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan
pendengaran apakah di kokhlea atau retro koklearis, mengevaluasi brainstem (batang
otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis
atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping,
sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.
BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan
suara singkat atau nada khusus yang ditransmisikan dari transduser akustik dengan
menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang
ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan
yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga.
Pencatatan rata-rata grafiknya diambil berdasarkan panjang gelombang/amplitudo
(microvoltage) dalam waktu (millisecond), mirip dengan EEG. Puncak dari
gelombang yang timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya
akan muncul dalam periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click)

pada intensitas tinggi (70-90 dB tingkat pendengaran normal/normal hearing level


[nHL]).
Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) biasanya menggunakan
rangsangan suara klik, yang menghasilkan respon dari regio basilar kokhlea.
Gelombang suara akan berjalan melalui jalur pendengaran mulai dari kompleks inti
kokhlea, proksimal hingga ke kollikulus inferior.
Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial aksi. Gelombang
selanjutnya menggambarkan aktivitas postsinaptik pada pusat auditori batang otak
utama yang secara bersamaan menimbulkan bentuk gelombang puncak dan palung.
Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran, akan dapat
terdeteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat
pemberian impuls suara hingga timbul reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang
yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I,
III, dan V.

Gambaran penempatan gelombang BERA

Gelombang BERA
Gelombang I
Respon gelombang I merupakan gambaran dari potensial aksi saraf auditori pada
bagian distal dari nervus kranialis VIII. Respon tersebut dipercaya berasal dari
aktivitas aferen dari serabut saraf nervus kranialis VIII (neuron urutan pertama) saat
meninggalkan kokhlea dan masuk ke kanalis auditori internal.

Gelombang II
Respon gelombang II ditimbulkan oleh nervus kranialis VIII bagian proksimal, saat
memasuki batang otak.
Gelombang III
Respon gelombang III muncul dari aktivitas saraf urutan kedua, yang muncul dari
(diluar nervus kranialis VIII) di dalam atau di dekat nukleus kokhlearis. Beberpa ahli
menyatakan bahwa gelombang III ditimbulkan pada bagian kaudal dari pons auditori.
Nukleus kokhlearis mengandung berjumlah sekitar 100,000 neuron.
Gelombang IV
Respon gelombang BERA IV, sering memiliki puncak yang sama dengan gelombang
V. Gelombang ini diperkirakan muncul dari neuron urutan ketiga pontine yang
kebanyakan terletak pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan
untuk terbentuknya gelombang IV dapat datang dari nukleus kokhlearis dan nukleus
dari lemniskus lateral.
Gelombang V
Gelombang V berasal dari aktivitas struktur auditori anatomik multipel. Gelombang
BERA V merupakan komponen yang paling sering di analisa pada aplikasi klinis
BERA. Gelombang V dipercaya berasal dari sekitar kollikulus inferior. Aktivitas
neuron urutan kedua mungkin secara sekunder mempengaruhi beberapa hal dalam
pembentukan gelombang V. Kollikulus inferior merupakan sebuah struktur yang
kompleks, yang terdiri dari 99% akson dari regio auditori batang otak bawah yang
melewati lemniskus lateral ke kollikulus inferior.

Gelombang VI dan VII


Sedangkan gelombang VI dan VII diperkirakan berasal dari thalamus (medial
geniculate body), namun demikian tempat pembentukannya hingga kini masih
diperdebatkan.

APLIKASI GELOMBANG BERA


1.

Identifikasi Patologi Retrokokhlear


Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) dapat dipertimbangkan

sebagai alat screening yang efektif dalam mengevaluasi fungsi audiometry pada
kecurigaan patologi retrokokhlear, seperti akustik neuroma atau vestibular
schwannoma. Meskipun demikian, pada gambaran BERA patologi retrokokhlear,
memiliki indikasi untuk perlu dilakukannya pemeriksaan MRI pada cerebellopontine.
2.

Symptom Pada Patologi Nervus Delapan


Meliputi gejala seperti dibawah ini, tetapi kadang memiliki gejala-gejala lain,

diantaranya :
Kehilangan pendengaran sensorineural asimetris atau unileteral
Kehilangan pendengaran frekuensi tinggi asimetris
Tinnitus unilateral
Tingkat mengenali kata-kata yang buruk secara unilateral atau bilateral
yang dibandingkan dengan derajat kehilangan pendengaran sensorineural
Merasakan adanya distorsi suara saat pendengaran perifer normal.
3.

Evaluasi Respon Pendengaran/Auditori Batang Otak


Pada keadaan patologi retrokokhlea, dapat terdeteksi dengan pemeriksaan

BERA, termasuk derajat kehilangan pendengaran sensorineural, kehilangan


pendengaran asymmetris dan lainnya.
Penemuan yang menandakan adanya patologi retrokokhlear patologi dapat
meliputi satu atau lebih dari tanda berikut ini :
Perbedaan latensi gelombang V interaural absolut (IT5) memanjang
Interval antar puncak gelombang I-V interaural memanjang

Latensi absolut dari gelombang V memanjang dibandingkan dengan


data normatif.
Latensi absolut dan latensi interval antara puncak gelombang I-III, I-V, IIIV memanjang dibandingkan dengan data normatif
Tidak adanya respon auditori batang otak, pada telinga yang dilakukan
pemeriksaan.
Secara umum, pemeriksaan BERA menujukkan sensitivitas lebih dari 90%
dan spesifisitas mendekati 70-90%. Sensitivitas untuk tumor kecil tidak sebesar nilai
tersebut diatas. Karena alasan tersebut, pasien-pasien yang asimptomatik dengan hasil
pemeriksaan BERA normal sebaiknya menjalani audiogram dalam 6 bulan untuk
memonitor perubahan yang terjadi terhadap sensitivitas pendengaran atau tinnitus.
Pemeriksaan BERA dapat diulangi jika terdapat indikasi. Sebagai alternatif lain, MRI
yang diperkuat dengan gadolinium, dimana telah menjadi patokan standard, dapat
digunakan untuk mengidentifikasi vestibular schwannoma yang sangat kecil (3-mm).

SCREENING PENDENGARAN BAYI YANG BARU LAHIR


Teknologi Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) telah digunakan
untuk menguji bayi yang baru lahir sejak 15 tahun yang lalu. Sedikitnya diperkirakan
1 dari setiap 1.000 anak lahir tuli. Sedangkan lainnya diperkirakan bayi lahir dengan
derajat penurunan pendengaran yang tidak terlalu parah, dan lainnya dapat
mengalami kehilangan pendengaran selama masa kanak-kanak.
Gangguan pendengaran dapat terjadi karena faktor bawaan (sejak lahir) atau
didapat (gangguan pendengaran yang terjadi setelah lahir). Gangguan pendengaran
bawaan merupakan salah satu kelainan bawaan yang angka kejadiannya cukup tinggi
di antara kelainan bawaan lainnya, yaitu sekitar 1 - 3 per 1.000 kelahiran. Angka ini
meningkat pada kelompok bayi yang mempunyai risiko, diperkirakan 80 - 90% bayi
dengan gangguan pendengaran menetap mempunyai kelainan dari sejak usia neonatal
(0-28 hari). Oleh karena itu, sebuah komite yang menangani masalah pendengaran
pada bayi, The Joint Committee on Infant Hearing (JCIH) di Amerika dan American
Academy of Pediatric merekomendasikan agar fungsi pendengaran dan ketulian pada
setiap bayi sudah dapat dipastikan saat usia 3 bulan, dan bayi yang tuli mendapat
penanganan yang sesuai mulai usia 6 bulan, sehingga diharapkan pada usia 3 tahun
mereka mempunyai pola bicara yang tidak jauh berbeda dengan anak- anak yang
pendengarannya normal.
Sebelumnya, hanya bayi yang memiliki 1 atau lebih kriteria resiko tinggi yang
di uji BERA. Namun skrening pendengaran universal telah direkomendasikan karena
sekitar 50% dari bayi yang kemudian teridentifikasi mengalami kehilangan
pendengaran karena tidak dilakukan test pemeriksaan. Keadaan ini disebabkan karena
pemeriksaan test pendengaran hanya dilakukan pada kelompok yang beresiko tinggi
saja.

Sebelumnya, rumah sakit di Amerika Serikat telah mengimplikasikan program


skrening pendengaran pada bayi yang baru lahir. Program teresbut dapat dijalankan
karena adanya kombinasi dari kemajuan teknologi dalam metode pengujian BERA
dan oto acoustic emissions (OAE) dan ketersediaan peralatannya, dimana dapat
memberikan evaluasi yang akurat dan dengan biaya yang efektif, pada bayi-bayi yang
baru lahir.
OAE dan BERA merupakan pemeriksaan yang efekitf, tidak invasif, tidak
menyakitkan, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta dapat
dilakukan pada bayi berusia mulai 24 jam, sehingga dapat dilakukan di rumah sakit
sebelum bayi pulang. Bila dilakukan secara bersama, kedua pemeriksaan ini akan
memberikan informasi yang saling melengkapi tentang pendengaran. Hasil yang baik
dari pemeriksaan tersebut harus diulang pada usia 1 - 3 bulan bila bayi mempunyai
faktor risiko untuk gangguan pendengaran. Dan selama itu juga orang tua harus
mencatat setiap gangguan kesehatan yang mungkin menyebabkan ketulian seperti
campak, gondongan (parotitis), kejang demam, epilepsi, trauma kepala, keluar cairan
dari telinga, pilek yang sering berulang serta penggunaan obat-obatan.4
Saat digunakan sebagai ambang untuk menyaring pendengaran normal, setiap
telinga dapat dievaluasi secara terpisah, dengan intensitas rangsangan yang diberikan
sebesar 35-40 dB nHL. BERA yang dirangsang oleh suara kllik sangat berhubungan
dengan sensitivitas pendengaran dalam kisaran frekuensi dari 1000-4000 Hz. Tes
AABRs untuk melihat ada atau tidaknya gelombang V pada tingkat rangsangan yang
ringan. Tidak dibutuhkan interpretasi oleh operator. AABR dapat digunakan dalam
kamar perawatan/bangsal dan selama terapi oksigen tanpa gangguan dari suara
lingkungan.
The 2000 Joint Committee on Infant Hearing telah merekomendasikan bahwa
bayi yang memiliki paling kurang 1 dari indikator resiko berikut ini untuk terjadinya

kehilangan pendengaran progresif atau yang onset tertunda yang meskipun telah
melewati screening pendengaran, sebaiknya mendapat monitor audiologik setiap 6
bulan sampai usia 3 tahun :
Adanya kekhawatiran keluarga atau pihak yang merawat mengenai
pendengaran, berbicara, bahasa, dan/atau kelambatan berkembang
Riwayat keluarga adanya kehilangan pendengaran permanen pada masa
kanak-kanak
Adanya Stigmata atau penemuan lainnya yang berkaitan dengan sindom
yang

dikenal

meliputi

kehilangan

pendengaran

konduktif

atau

sensorineural atau disfungsi tuba eustachius


Infeksi post natal yang berkaitan dengan kehilangan pendengaran
sensorineural, termasuk meningitis bakterial
Infeksi dalam uterus seperti cytomegalovirus, herpes, rubella, syphilis, dan
toxoplasmosis
Indikator neonatal, khususnya hyperbilirubinemia, hipertensi pulmonal
persisten pada bayi, kondisi-kondisi yang membutuhkan penggunaan
extracorporeal

membrane

oxygenation

(ECMO),

displasia

bronchopulmonal, infeksi cytomegalovirus, dan anatomi craniofacial (Lieu


dan Champion baru-baru ini telah mengkonfirmasi hasil-hasil ini)
Kelainan neurodegenerative, seperti Hunter syndrome, atau neuropati
motorik sensorik, seperti Friedreich ataxia dan Charcot-Marie-Tooth
syndrome
Trauma kepala

10

Otitis media dengan efusi, berulang atau persisten selama paling kurang 3
bulan
Penggunaan obat-obatan ototoksik (aminoglykosida)

DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty AS, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
Leher Ed. 5, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 2003
2. Henny, BERA, dikutip dari situs: http://hennykartika.wordpress.com, 2008
3. Bhattacharyya, Neil, Auditory Brainstem Response Audiometry, dikutp dari
situs: http://emedicine.medscape.com, 2008
4. Dr. Wijana, Sp.THT, Apakah
http://pr.qiandra.net.id, 2007

Bayiku

Tuli?,

dikutip

dari

situs:

5. Dr. T. Balasubramanian M.S. D.L.O,


http://www.drtbalu.co.in/bera.html, 2007

BERA,

dikutip

dari

situs:

11

Anda mungkin juga menyukai