Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Artropod Borne Virus (Arboviruses) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotype,
yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Penyakit ini merupakan penyakit dengan
spektrum presentasi klinis yang luas serta sulit diprediksi progresi serta hasil akhirnya.
Sering kali sulit diprediksi apakah pasien dengan infeksi dengue dengan gejala yang tidak
parah akan menjadi dengue berat atau tidak. Padahal, jika pasien yang pada perjalanan
penyakitnya akan menjadi dengue berat dapat diprediksi, maka tentunya manajemen
kegawatdaruratan penyakit oleh virus dengue akan menjadi lebih efektif
Pasien diatas merupakan seorang pasien anak perempuan umur 13 tahun dengan
diagnosis kerja Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) with warning sign. Penegakan
diagnosis DBD pada pasien ini berdasarkan adanya lebih dari dua kriteria, yang
memenuhi kriteria klinis dari WHO yakni demam tinggi mendadak tanpa sebab yang
jelas dan berlangsung terus menerus, tidak berkeringat, tidak menggigil dan disertai
dengan nyeri ulu hati, terdapat manifestasi perdarahan berupa uji tourniquet positif. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan pasien sadar/komposmentis dengan keadaan umum sedang,
dengan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90x/menit, frekuensi nafas 28 x/menit.
hepatomegali, akral hangat dan CRT<2 detik.
Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil
leukopenia sebesar 1970/uL dan trombositopenia sebesar 26.000/uL. Nilai hemoglobin
(14,4gr/dL) dan hematokrit (46,8%) yang cenderung meningkat yang menunjukkan
pasien ini terdapat hemokonsentrasi. Hal ini merupakan salah satu dari kriteria diagnosis
DBD. Menurut WHO salah satu kriteria dari DBD adalah demam tinggi mendadak 2-7
hari tanpa sebab yang jelas. Selain itu pasien juga mengeluhkah kepala nya sakit, mual
muntah dan ditemukan ada tanda bekas ptekie berupa rash konvalesens. Hasil
laboraturium pada pasien ini didapatkan trombositopenia, dimana terjadi penurunan
trombosit <100.000/ul dan terdapat leukopenia.

34

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan


fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan plasma dapat
mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan
plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok,
Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase demam (fase febris) ke
fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kelima.
Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan.
Adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis
dan pemantauan kadar hematokrit dan jumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan dan
jumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan.
Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi terapi suportif dan
simtomatik.

Pasien

ini

diberikan

larutan

kristaloid

yang

direkomendasikan WHO pada terapi DBD. Terapi cairan intravena


berupa Ringer Laktat. Sesuai penatalaksanaan WHO untuk DHF with
warning sign, pasien ini dikategorikan group B. Penatalaksanaan terapi
cairan di IGD pada pasien ini adalah dengan terapi cairan maintenance
3cc/kgbb/jam, hal ini dikarenakan kondisi pasien sewaktu masuk ke
IGD dengan TD120/80 mmHg, Suhu 37,8 0C, dengan nyeri tekan pada epigastrium
dan hipogastik dekstra (+). Hepatomegali (+), 1/3-2/3, teraba kenyal, tepi rata.
Splenomegali (-) Akral hangat, CRT < 2 detik. Rumple Leed(+). Dimana dengan hasil
laboraturium darah rutin didapatkan Hb : 14,9 gr/dl, Ht: 39,9 % , Leukosit: 1970 /uL .
Trombosit: 26.000/uL. Kesan tidak ada peningkatan hct, dengan leukositopeni dan
trombositopeni, dengan keadaan pasien saat dating stabil.
Pemberian terapi simptomatik diberikan dengan memberikan paracetamol tablet 4
x tab p.o duntuk demam pada pasien dan ranitidine 2x30 mg untuk nyeri ulu hati,
dimana setelah pemberian obat simptomatik ini keluhan pasien berkurang. Pada pasien
juga didapatkan keluhan gatal-gatal pada badan dimana dari pemeriksaan fisik ditemukan
ruam kemerahan pada leher dan tangan serta kaki. penyebaran ruam tidak sentrifugale.
Terapi yang diberikan adalah antihistamin yaitu cetirizine.
Pada hari ke 2 perawatan (demam hari ke 7) dari hasil
pemeriksaan laboraturium didapatkan peningkatan kadar hct daripada

35

demam hari ke 6, leukosit sudah mulai meningkat namun belum


mencapai normal, dan trombosit sudah mulai meningkat namun belum
mencapai normal. Ditambah tekanan darah pasien sedikit menurun,
dengan gejala warning sign yang belum hilang. Menurut kurva WHO
terkait perjalanan penyakit dan klinis DHF seharusnya kadar hct pada
hari ke 7 fase demam sudah menurun, namun hal ini tidak terlihat
pada pasien. Pada pasien terapi cairan diganti dengan RL dimulai dengan
10 cc/kgBB/Jam lalu diturunkan menjadi 7 cc/kgbb/jam, 5cc/kgbb/jam,
baru maintenance 3cc/kgbb/jam. Selama perawatan pemberian cairan
intravena dari minimal sampai rumatan dimonitor dengan ketat untuk
mencegah terjadi kelebihan cairan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menilai frekuensi BAK dan juga jumlah urin output selama pemberian
cairan.
Setelah hari ke 4 perawatan pasien dapat dipulangkan karena sudah tidak demam
selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis,
hematokrit stabil, tiga hari setelah perawatan, terdapat peningkatan jumlah trombosit >
50.000/mm3 dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai adanya distress pernafasan.
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada
pasien saat ini tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena organorgan vital pasien masih berfungsi dengan baik.

36

Anda mungkin juga menyukai