Anda di halaman 1dari 8

2.

Disiplin Kerja Guru


Pengertian Disiplin Kerja Guru
Kedisiplinan adalah fungsi operasiomal dari Manajemen Sumber Daya Manusia. Kedisiplinan merupakan

fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan
semakin tinggi disiplin kerja yang dapat dicapainya. Menurut Greenberg dan Baron memandang disiplin melalui
adanya hukuman.[31] Disiplin kerja, pada dasarnya dapat diartikan sebagai bentuk ketaatan dari perilaku seseorang
dalam mematuhi ketentuan-ketentuanataupun peraturan-peraturan tertentu yang berkaitan dengan pekerjaan, dan
diberlakukan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi
perusahaan mencapai hasil yang optimal.
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang
diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai
disiplin yang baik. Seorang manajer dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin
baik.
Secara operasional diciplin dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kata disiplin berasal dari bahasa Inggris Disciplin artinya tata tertib atau ketertiban, yang secara jelas sebagai
berikut:
Disiplin adalah peraturan yang dilakukan dengan tegas dan ketat, tidak saja disiplin itu menghendaki
dilaksanakannya dengan segala peraturan secara teliti dan murni bahkan hal-hal yang sekecil apapun tak boleh di
kesampingkan atau keharusan yang dijatuhkan kepada hukuman kepada siapapun yang berani melanggar atau
mengabaikan peraturan yang keras dan mutlak tidak dapat ditawar.[32]
Pengertian di atas menekankan bahwa disiplin itu menghendaki dilaksanakannya segala peraturan yang ada
serta apabila terjadi pelanggaran haruslah diambil tindakan yang berupa hukuman atau sanksi yang tegas dan tidak
dapat ditawar.
Hani T. Handoko[33], Menjelaskan Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standarstandar organisasional. Disiplin kerja adalah sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedomanpedoman
organisasi,[34] Hal senada Malayu S.P. Hasibuan[35] mengemukakan pula, Disiplin kerja adalah kesediaan dan
kesadaran seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Keith Davis[36] mengemukakan bahwa Dicipline is management action to enforce organization
standards (Disiplin kerja adalah sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman
organisasi.

Kata disiplin atau self-control berasal dari bahasa Yunani, dari akar kata yang berarti menggenggam
atau memegang erat. Kata ini sesungguhnya menjelaskan orang yang bersedia menggenggam hidupnya dan
mengendalikan seluruh bidang kehidupan yang membawanya kepada kesuksesan atau kegagalan.

John Maxwell mendefinisikan disiplin sebagai suatu pilihan dalam hidup untuk memperoleh apa yang kita
inginkan dengan melakukan apa yang tidak kita inginkan. Setelah melakukan hal yang tidak kita inginkan selama
beberapa waktu (antara 30 90 hari), disiplin akhirnya menjadi suatu pilihan dalam hidup untuk memperoleh apa
yang kita inginkan dengan melakukan apa yang ingin kita lakukan sekarang!! Saya percaya kita bisa menjadi
disiplin dan menikmatinya setelah beberapa tahun melakukannya.
Unsur-unsur yang terikat dalam disiplin kerja adalah peraturan, pedoman, sanksi, hukuman, kesadaran dan
kesediaan, mentaati serta memperteguh pedoman-pedoman organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan disiplin kerja adalah bentuk kesadaran dan kesediaan pegawai
untuk menghargai, patuh, dan taat pada peraturan-peraturan yang berlaku baik tertulis maupun tidak serta mau
menerima sanksi atas tindakan yang dilakukan untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasional atau
Institusi.Kedisiplinan adalah syarat mutlak bagi setiap kita yang akan membangun sebuah kebiasaan baru. Setiap
manusia baru akan memiliki sebuah kebiasaan baru ketika dia secara disiplin melakukan hal tersebut secara terusmenerus tidak pernah terputus selama sedikitnya 30 90 hari.
a.

Bentuk-bentuk disiplin kerja


Ada 2 bentuk disiplin kerja yaitu disiplin preventik dan disiplin korektif.[37]

1)

Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman
kerja, aturan-aturan yang digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakkan pegawai
berdisiplin diri.
Dengan cara preventif, pegawai dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan perusahaan atau
Institusi.
Pemimpin perusahaan mempunyai tanggungjawab dalam membangun iklim organisasi dengan disiplin
preventif. Begitu pula pegawai harus dan wajib mengetahui, memahami semua pedoman kerja serta peraturanperaturan yang ada dalam organisasi. Disiplin preventif merupakan suatu sistem yang berhubungan dengan
kebutuhan kerja untuk semua bagian sistem yang ada dalam organisasi. Jika sistem organisasi baik maka diharapkan
akan lebih mudah menggerakkan disiplin kerja.

2)

Disiplin Korektif
Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakkan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan
mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan atau
organisasi.
Pada disiplin korektif, pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah untuk memperbaiki pegawai pelanggar, memelihara peraturan yang
berlaku dan memberikan pelajaran kepada pelanggar.
Disiplin korektif memerlukan perhatian khusus dan proses prosedur yang seharusnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Keith Devis,[38] yang mengemukakan bahwa:
Corrective dicipline regueres attention to due proces; which means that procedures show concern for the
rights on the employee involved, Major require ments for due process include the following; 1) A presumption of
innocence untul, reasonable proof of an employes role in an offense is presented; 2) The right to be heard and in
some cases to be represented by another person; 3) Dicipline that is reasonable in relation to the offense involved.
Keith Davis berpendapat bahwa disiplin korektif memerlukan perhatian proses yang seharusnya, yang
berarti bahwa prosedur harus menunjukkan pegawai yang bersangkutan benar-benar melihat dan terlibat. Keperluan
proses yang seharusnya itu dimaksudkan adalah pertama, suatu prasangka yang tak bersalah sampai pembuktian
pegawai berperan dalam pelanggaran. Kedua, hak untuk didengar dalam beberapa kasus mewakilkan oleh pegawai
lain. Ketiga, disiplin itu dipertimbangkan dalam hubungannya dengan keterlibatan pelanggaran.[39]

b.

Pembinaan disiplin kerja perlu keteladanan Pimpinan


Telah dikemukakan bahwa pembinaan disiplin tenaga guru dapat dikembangkan dengan cara
kepemimpinan yang dapat dijadikan panutan atau teladan bagi para bawahan. Di depan selalu memberikan teladan,
di tengah selalu membangkitkan semangat dan kegairah kerja, dan di belakang selalu bertindak sebagai motivator
sesuai semboyan Ki Hajar Dewantoro Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani
sebagaimana sering dijadikan prinsip seorang guru.
Mengenai disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil di atur dalam PP 30/1980 Petaruran Disiplin Pegawai Negeri
Sipil diperlukan untuk membina Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat
agar tetap setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, serta bersatu padu, bermental baik,
berwibawa, berdaya guna, dan berhasil guna, sadar akan tanggungjawabnya untuk menyelenggarakan tugas
pemerintah dalam pembangunan.
Menurut PP Nomor 30/1980,[40] tentang Peraturan Disiplin Pengawas Negeri Sipil mengatur tiga hal,
yaitu:

1)

Kewajiban yang harus ditaati oleh setian pegawai Negeri sipil.

2)

Larangan yang tidak boleh dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil.

3)

Sanksi yang akan dijatuhkan apabila Pegawai Negeri Sipil tidak mentaati kewajiban dan melanggar.
Oleh karena itu, apabila organisasi kerja ingin membina disiplin kerja para tenaga pendidik agar datang
tepat waktunya, hendaknya pimpinan berusaha datang selalu tepat waktu dengan penuh konsekuensi. Dalam
memakai seragam (trademark) ditonjolkan untuk sekolahannya dan sebagainya, semuanya harus dipatuhi terlebih
dahulu oleh pimpinan, khususnya para pimpinan yang berhubungan langsung dengan para guru yang nantinya akan
diikuti oleh murid sebagai objek tugasnya sehari-hari. Karena guru adalah awal anak mengenal atau berinteraksi
dengan orang lain. Ungkapan digugu dan ditiru sudah mendarah daging bagi bangsa tercinta ini, maka siapapun
yang memilih profesi ini harus memberikan keteladanan bagi anak didik.
Kecerobohan pimpinan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari tidak mustahil akan memberikan
dampak merembet kepada para tenaga pendidik dalam jangka pendek, yang pada akhirnya akan diikuti oleh anak
didiknya. Tindakan iseng mungkin juga akan mengakibatkan hal-hal yang kurang menguntungkan sekolah. Barulah
pimpinan sadar bahwa tindakannya diikuti oleh para bawahan dan untuk mengubah sangatlah memerlukan alokasi
waktu yang panjang, tidak bisa begitu saja. Atasan adalah cermin bawahan, tindakan positif yang dilakukannya
setiap saat, lambat laun akan diikuti oleh para bawahan. Demikian pula tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan
norma-norma tenaga pendidik, dalam waktu singkat anak buah akan menirunya. Apalagi bagi para guru angkatan
muda yang mudah menyesuaikan dengan lingkungan dan yang dianggapnya memiliki perbedaan yang cukup besar.

c.

Tingkat dan Jenis Sanksi Disiplin Kerja


Tujuan utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para guru yang melanggar norma-norma pegawai negeri
sipil khususnya tenaga kependidikan adalah memperbaiki dan mendidik para anak didik yang melakukan
pelanggaran disiplin. Oleh karena itu, setiap kepala sekolah atau pengawas yang menghukum wajib mengadakan
penelitian terlebih dahulu dengan metode dan teknik yang memiliki validitas dan tingkat reliabilitas yang tinggi atas
tindakan dan praduga pelanggaran disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang
dilakukan sehingga secara adil dapat diterima. Termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap pola perilaku untuk
memberbanyak, mengedarkan, mempertontonkan, menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau
rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang
tertulis maupun yang tidak tertulis.
Secara rinci sanksi dan hukuman bagi Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai, berikut:

1)

Peraturan disiplin PNS adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak
ditaati dan larangan dilanggar oleh PNS.

2)

Kewajiban harus ditaati oleh setiap PNS ada sebanyak 26 butir sebagai tersebut dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 30 tahun 1980.

3)

Larangan yang tidak boleh dilanggar setiap PNS ada 18 butir sebagai tersebut dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980.

4)

Tujuan hukuman disiplin PNS adalah untuk memperbaiki dan mendidik PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
Oleh sebab itu, setiap pejabat yang berwenang wajib memeriksa terlebih dahulu dengan seksama PNS yang
melakukan pelanggaran disiplin.

5)

Setiap ucapan, tindakan atau perbuatan PNS yang melanggar wajib dan larangan PNS adalah pelanggaran disiplin.

6)

Tingkat hukuman disiplin adalah:

a)

hukuman disiplin ringan;

b)

hukuman disiplin sedang;

c)

hukuman disiplin berat.

7)

Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu PNS
yang disangka melakukan pelanggaran disiplin. Hasil pemeriksaan dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan.

8)

Untuk jenis hukuman disiplin tertentu, PNS dapat mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang
menghukum.

9)

Hukuman yang dijatuhkan Presiden tidak dapat diajukan keberatan.

10) Hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat yang berwenang tidak dapat diajukan keberatan, kecuali hukuman
disiplin:
a)

Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.

b)

Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

11) Badan Pertimbangan Kepegawaian mempunyai tugas:


a)

Memeriksa dan mengambil keputusan mengenai keberatan yang diajukan oleh PNS yang berpangkat Pembina
(IV/a) ke bawah tentang hukuman disiplin:

(1) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.


(2) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
b)

Memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai usul penjatuhan hukuman disiplin PNS golongan ruang IV/b
ke atas sepanjang mengenai:

(1) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri;


(2) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS

(3) Pembebasan Jabatan Eselon I oleh pejabat yang berwenang.


Sintesis Teori Disiplin Kerja
Disiplin kerja guru adalah merupakan sikap mental yang terbentuk melalui proses tingkah laku baik
untuk perorangan maupun kelompok terkait dengan peraturan dan ketentuan atau etika dan kaidah yang berlaku,
menjungjung tinggi prakarsa dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas dan wewenang. Jadi disiplin kerja
guru adalah merupakan sikap patuh dan taat pada peraturan dan ketentuan atau etika dan kaidah yang berlaku.
Adapun dimensi dan indikatornya adalah sebagai berikut :
1)

Sikap Terhadap Pekerjaan dengan indikator a). Bangga terhadap pekerjaan b). Semangat Kerja c). Beban Pekerjaan
dan Kesesuaian Bidang Ajar

2)

Kompensasi dengan indikator a). Gaji b). Tunjangan&Asuransi c). Penghargaan (Reward) d). Jaminan Keamanan

3)

Sarana dan Prasarana dengan indikator a). Media Ajar b). Perlengkapan & Alat Ajarc). Perpustakaan & Lab

4)

Kebijakan Organisasi dengan indikator a). Tata tertib b). Kepemimpinan Atasan c). Pengambilan kebijakan

i kompensasi, maka semakin tinggi pula disiplin kerja guru.

[1] Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategic: untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit.
Jakarta. Gramedia Widiasarana Indonesia.hal.45.
[2] Steven Cooks and Negel Slack.1991. Making Managemen Decislonsi. Bew York : Prentive Hal.91.
[3] Ralp.C.Davie.1991. The Pindamental of Top Management. New Yirk. Harper & Bross.hal.202.
[4] Geogre R. Terry, 1983. Azas-azas Manajemen, terjemahan Winardi. Bandung Penerbit Alumni.hal.112.
[5] Greenberg, Jerald dan Robert A. Baron, 1995. Bahavior in Organizations : Understanding Managing
The Human Side of Work. New Jersey : Prentice-Hall International, Inc.hal.375
[6] Janis, Ervin L. & Leon Mann, 1979. Decision Making : A Psychological Analysis of Conflict, and
Commitment. New York: Collier Macmillan Publishers.hal.4
[7] Radford, K.J. 1991. Modern Managerial Decision Making. Reston:Publishing Company.hal.11
[8] Supranto, Johanes. 1991. Tehnik Pengambilan Keputusan. Jakarta : Rineka Cipta.hal.47.
[9] Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategic: untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit.
Jakarta. Gramedia Widiasarana Indonesia.hal.47.
[10] Onong Uchajana Effendy, 1996. Sistem Informasi Manajemen. Bandung : Penerbit Mandar
Maju.hal.156.
[11] Syafaruddin Anzizhan,. 2004. Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan, Jakarta PT
Grasindo.hal.57.
[12] Ibid.hal.58.

[13] Ibid.hal.59
[14] Simbolon, Maringan Masry. 2004. Dasar-dasar Administrasi dun Manajemen. Jakarta: Penerbit Ghalia
Indonesia.hal.83-84.
[15] Siagian, Sondang P. 1990. Sistem Informal untuk Pengambilan Keputusan, (Jakarta: CV Hajimas
Agung.hal.83.
[16] Adair, J. 1985. Effective Decision Making. London : Pan Books Ltd, Cavaye Place.hal.20.
[17] Davis, Gordon B. 1984. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen, Bagian I Pengantar,
terjemahan A.S. Adiwardana. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.hal.131.
[18] Ibid
[19] Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategic: untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit.
Jakarta. Gramedia Widiasarana Indonesia.hal.60
[20] Siagian, Sondang P. 1990. Sistem Informal untuk Pengambilan Keputusan, (Jakarta: CV Hajimas
Agung.hal.63.
[21] Suyradi, Kadarsyah dan M. Ali Ramdhani, 1996. Sistem Pendukung Keputusan, Suatu Wacana
Struktural Idealisms dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.hal.16.
[22] Chavez, Tom. 1998. Decision Analytic Approached to Operational Decision Making Application and
Observation. (http://www.act.navy.mil/Decisiomaking.htm).hal.1
[23] Chavez, Tom. 1998. Decision Analytic Approached to Operational Decision Making Application and
Observation. (http://www. act.navy. mil/Decisionmaking.htm).hal.1
[24] Lahti; Ryan K. 2001. Group Decision Making Within the Organization,
(http://www.workteams.unt.edu/reports/Lathi/htm).
[25] Robbins, Stephen. 1991. Management: Concepts and Applications : Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice Hall, Inc.hal.92-96.
[26] Moody, Paul E. 1983. Decision Making Proven Methods for Better Decisions. New York : McGraw
Hill Book Company.hal.11.
[27] Radford, K.J. 1991. Modern Managerial Decision Making. Reston : Publishing Company.
[28] Nawawi Hadari dan M. Martini Hadari. 2001. Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.hal.30-31.
[29] Gibson, James L. John M Ivancevich dan James H Donnelly. 1996. Organisasi, alih bahasa : Nunuk
Adiani. Jakarta : Binarupa Aksara.hal.144.
[30] Adair, J. 1985. Effective Decision Making. London : Pan Books Ltd, Cavaye Place.hal.157.
[31] Berg Green, dkk, 1993, Behavior and organization, 4 th ed, Allyn and Bacon, Inc., USA, hal.104
[32] IG.Surono, 1981, Disiplin, Motivasi, dan Semangat Kerja Karyawan, Jakarta: Intan, hal.12.
[33] Hani Handoko, Op-Cit, hal. 208.
[34] Anwar Prabu Mangkunegara, Op-Cit, hal.128.
[35] Malayu S.P.Hasibuan, Op-Cit, hal-193.
[36] Keith Davis, Op-Cit,-hal. 36.
[37] Anwar Prabu Mangkunegara, Op-Cit, hal.129.
[38] Keith Davis, Op-Cit, hal-367.
[39] Keith Davis, Op-Cit, hal 129
[40] Peraturan pemerintah Nomor 30 Tahun 19980, Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Surat
Edaran Kepala BAKN, Tanggal 30 Oktotber 1980 Nomor 23/SE/1990.
[41] Wirawan. Budaya dan Iklim Organisasi. (Jakarta : Salemba Empat, 2007), hal. 121
[42] Ibid., hal. 122
[43] Ibid., hal. 122

[44] Sutarto, Dasar-Dasar Organisasi. Cetakan Kedua puluh. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2002), hal. 36
[45] Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi. Cetakan Kedua. (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 82
[46] Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi, terjemahan Agus. (Jakarta: Erlangga, 1985), hal. 122-123
[47] Arni Muhammad, Op.cit., hal. 83-84
[48] Richard M. Steers, Loc.Cit.,
[49] Sopiah, Perilaku Organisasional. (Yogyakarta: Andi, 2008), hal. 130
[50] Arni Muhammad, Loc.Cit.,
[51] Richard M. Steers, Op.Cit., hal. 124
[52] Arni Muhammad, Op.Cit., hal. 84
[53] Ralph E. Hersey dan Blanchard, Management of Organizational Behavior: Utilizing Human
Resources. Alih bahasa: Agus Dharma. Edisi ke-4. Cetakan ke-5. (Jakarta : Erlangga, 1995), hal. 67
[54] Richard M. Strees, Op.Cit., hal. 116
[55] Ibid., hal. 120
[56] Arni Muhammad, Op.Cit., hal. 84
[57] Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara,
1994), hal. 272-274

Anda mungkin juga menyukai