Anda di halaman 1dari 5

BAB 7.

Dasar-dasar Konsepsi Buatan


Infertilitas masih menjadi masalah di tengah masyarakat dimana 10% dari pasangan memiliki
kesulitan untuk mendapatkan keturunan. Umumnya 90% pasangan usia muda akan
mengalami kehamilan pada satu tahun pertama setelah melakukan hubungan seksual yang
teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi sehingga penanganan infertilitas dilakukan
setelah satu tahun kecuali untuk perempuan di atas 35 tahun. Masalah infertilitas dapat
bersifat primer, yaitu ketidakmampuan untuk hamil, maupun yang bersifat sekunder, yaitu
ketidakmampuan untuk menambah jumlah anak. Penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi 4
kategori, yaitu (1) infertilitas yang diakibatkan faktor perempuan. (2) infertilitas yang
disebabkan oleh faktor pria, (3) infertilitas yang disebabkan oleh kombinasi pria dan
perempuan, dan (4) infertilitas yang diakibatkan oleh faktor yang tidak diketahui. Penyebab
utama infertiltas pada perempuan adalah akibat gangguan ovulasi (25%), kerusakan
tuba(15%), dan endometriosis (10%). Sedangkan untuk pria, sebagian kasus masih belum
bisa didiagnosis dengan peralatan yang ada sekarang. Perempuan yang menikah di usia yang
lebih tua dapat merupakan faktor peningkatan masalah infertilitas. Teknik pengobatan
masalah infertilitas yang memberikan hasil angka kehamilan tertinggi per siklus adalah
fertilisasi in vitro (FIV).

Sejarah Teknik FIV


Perkembangan dalam teknik FIV juga semakin terbantu dengan ditemukannya beberapa obat
seperti human pituitary gonadotropin(hPG) dan human menopausal gonadotropin(hMG).
Banyak sekali ditemukan metode dan cara yang ditujukan untuk meningkatkan keberhasilan
program FIV, di antaranya adalah penggunaan ultrasonografi untuk memandu pengambilan
oosit, pembekuan embrio manusia, teknik gamette intrafallopian transfer (GIFT), teknik
zygote intrafallopian trnasfer (ZIFT), proses verifikasi sel telur manusia, diagnosis genetik
pra implantasi, assisted hatching, dan cukup spektakular adalah penemuan teknik intracytoplasmic sperm injection (ICSI). ICSI dianggap sebagai suatu terobosan yang fenomenal
karena dianggap dapat mengatasi permsalahan infertilitas yang diakibatkan faktor pria.
Teknik ini tidak bergantung lagi pada parameter dasar dari sperma, yaitu konsentrasi,
morfologi, dan motilitas.masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan program FIV
masih relatif tetap, yaitu kegagalan kehamilan (25%) dan peningkatan kejadian kehamilan
ganda (25-40%).
Syarat
-

Harus dilakukan pengelolaan infertilitas selengkapnya.


Terdapat indikasi yang sangat jelas
Memahami seluk-beluk konsepsi buatan secara umum
Informed consent
Mampu membiayai prosedur dan kalau berhasil, mampu membiayai persalinan dan
membesarkan bayinya.

Prosedur FIV

Persiapan
Stimulasi ovarium
Pengambilan sel telur
Pengambilan sperma
Inseminasi
Kultur embrio
Transfer embrio

Persiapan pasien
Sebelum mengikuti program FIV, pasangan suami istri harus memili kriteria/ indikasi sebagai
berikut.
-

Infertilitas disebabkan faktor pria yang tidak dapat dikoreksi dengan tindakan
operatif/medikamentosa atau tidak dapat diatasi dengan tindakan inseminasi
intrauterin
Infertlitas disebabkan faktor tuba yang tidak dapat dikoreksi atau setelah dilakukan
operasi rekontruksi dalam waktu satu tahun tidak terjadi kehamilan
Infertilitas disebabkan oleh endometriosis yang tidak dapat dikoreksi atau setelah
dikoreksi dengan tindakan operasi dilanjtkan dengan inseminasi intrauterin tetapi
tidak terjadi kehamilan.
Infertilitas yang tidak terjelaskan dalam waktu 3 tahun dan tindakan medikamentosa
ataupun inseminasi intrauterin tidak menghasilkan kehamilan
Kegagalan fungsi ovarium karena proses kanker di mana sebelumnya sel telur atau
embrio telah dibekukan.
Adanya penyakit yang diturunkan genetik (single gene disease)

Pemeriksaan hormonal pada hari ke-3 haid (FSH dan E2) dapat menentukan respons terhadap
stimulasi ovarium dan berhubungan dengan keberhasilan program FIV. Nilai FSH > 12
mIU/ml dan E2 > 80 pg/ml mencerminkan respons buruk terhadap stimulasi ovarium dan
terjadinya kehamilan. Analisis sperma dapat dilakukan secara konvensional maupun dengan
teknik intra cytoplasmic sperm injection (ICSI).
Stimulasi ovarium
Sejak ditemukan preparat gonadotropin pada tahun 1980-an, tindakan stimulasi ovarium
banyak menggunakan obat golongan ini dengan harapan dapat menghasilkan sel telur yang
lebih banyak dibandingkan dengan siklus natural. Untuk mencegah lonjakan LH yang
prematur, diberikan juga GnRH agonis atau GnRH antagonis. Meta analisis antara tahun
1985-1999 membuktikan bahwa preparat rekombinasi FSH memberikan hasil yang lebih baik
jika dibandingkan dengan hMG.
Saat ini banyak stimulasi ovarium yang dapat digunakan pada kondisi yang berbeda-beda.
Siklus natural pada program FIV membrikan embrio transfer rate sebesar 45,5%, ongoing
pregnancy rate sebesar 7,2%, dan cycle cancellation rate sebesar 29%. Efek samping
ovarian hyperstimulation syndrome (OHSS) dan kehamilan ganda lebih rendah pada siklus
natural.

Protokol terbanyak digunakan dalam stimulasi ovarium saat ini adalah long protocol dimana
dilakukan penekanan terhadap fungsi hipofisis dan ovarium sejak fase midluteal sampai
kadar estradiol < 50 pg/ml. Setelah tercapai kondisi tersebut baru dilakukan stimulasi dengan
menggunakan gonadotropin. Dosis gonadotropin yang digunakan sangat tergantung pada usia
pasien, berat badan, nilai FSH, dan jumlah folikel antral.
Protokol lain yang digunakan dalam stimulasi ovarium adalah short protokol dimana
pemberian GnRH agonis dilakukan pada hari ke-2 haid bersamaan dengan pemberian
gonadotropin. Jika dibandingkan dengan long protocol, metode ini memiliki angkan
kehamilan yang lebih rendah.
Selama proses stimulasi ovarium, dilakukan tindakan monitoring untuk memantau jumlah
dan pertumbuhan folikel melalui USG serta pemeriksaan hormon estradiol. Pengaturan dosis
obat, kegagalan stimulasi, dan penetuan waktu pengambilan oosit sangat bergatung pada
monitoring ini. untuk maturasi oosit 34-36 jam sebelum pengambilan oosit dilakukan
penyuntikan hCG rekombinan atau dari urin.

Skema 1. Long protocol and short protocol stimulasi ovarium


Pengambilan sel telur/ oosit (oosit retrieval)
Tindakan pengambilan sel telur dilakukan bila telah dijumpai minimal 3 folikel berdiameter
20 mm. Tindakan dapat dilakukan secara transvaginal dengan panduan USG. Untuk
menghilangkan rasa nyeri selama tindakan dapat dilakukan pemberian anastesia atau hanya
analgesia saja. Hasil studi acak tersamar ganda membuktikan bahwa tindakan pengambilan
sel telur yang dilakukan dengan anestesia akan emndapatkan jumlah oosit yang lebih banyak
jika dibandingkan dengan anlgesia sja, tapi tidak ada perbedaan dalam kejadian angka
kehamilan. Sementara itu, tindakan flushing yang dilakukan selama pengambilan sel telur
dapat meningkatkan rasa nyeri sehingga tindakan ini hanya direkomendasikan pada pasien
yang memiliki jumlah oosit 3.

Pencarian sperma (Sperm Recovery)


Pada kasus dimana sperma tidak bisa didapatka dengan ejakulasi, pengambilan sperma akan
dilakukan melalui epididimis atau testis. Biasanya hal ini dilakukan pada kondisi azzospermia
(baik obstruksi maupun nonobstruksi), disfungsi ereksi, atau kegagalan sejakulasi. Berbagai
tindakan operatif dalam pengambilan sperma antara lain,
-

Percutaneus epididymal sperm aspiration (PESA)


Testicular sperm aspiration (TESA)
Testicular sperm extraction (TESE)
Microsurgical epididymal sperm aspiration (MESA)

Intracytoplasmic sperm injection ( ICSI)


Tindakan ICSI pertama dilakukan oleh Palermo dan kawan-kawan pada tahun 1992.
Penemuan tindakan ini sekaligus merupakan titik balik dalam dunia FIV terutama dalam
penanganan infertilitas yang disebabkan oleh faktor pria. Awalnya indikasi ICSI hanya
terbatas pada kasus oligozoospermia, azoospermia, atau kualitas semen yang buruk. Saat ini
indikasi penggunaan ICSI telah meluas pada kegagalan FIVberulang, kegagalan fertilasasi ,
dan faktor lainnya.
Tindakan ICSI di Eropa yang dilakukan pada tahun 1993-1994 menunjukkan bahwa
keberhasilan fertilisasi bila sperma diambil dari ejakulasi akan mencapai 64%, sedangkan bila
sperma diambil dari epididimis atau testis keberhasilan fertilisasi mencapai 62,5% dan 52%.
Walaupun begitu luaram kehamilan pada ICSI sama baiknya dengan FIV konvensional
apabila dilakukan pada pria yang normozoospermia.
Saat ini yang menjadi perhatian utama dari tindakan ICSI adalah keamanan prosedur ICSI
dan hubungannya dengan luaran bayi yang dihasilkan. Kontroversi di bidang ini terutama
menyangkut 4 hal yaitu, luaran obstetri, kemungkinan kelainan kromosom, kelainan
kongenital dan gangguan perkembangan. Hal ini yang masih dicari yaitu kemungkinan
kerusakan DNA sperma akibat ICSI.
Kultur embrio dan transfer embrio
Setelah dilakukan inseminasi, tindakan selanjutnya adalah melakukan observasi untuk
memastikan apakah terjadi fertilisasi atau tidak. Kemudian setiap 24 jam dilakukan penilaian
pembelahan sel pada embrio. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa transfer embrio yang
dilakukan pada hari ketiga akan membrikan kehamilan yang lebih baik jika dibandingkan hari
kedua. Hal yang sama terjadi apabila dilakukan pada stadium blastosit (hari ke-5). Walaupun
Cochrane review belum menyatakan bahwa balstosit transfer akan menghasilkan kehamilan
yang lebih baik (OR 0,86; 95% CI 0,57-1,29).
Beberapa teknik yang sering digunakan untuk transfer embrio antara lain adalah pembersihan
serviks, pengisian kandung kencing, penggunaaan soft catheter, dummy transfer, dilatasi
serviks, atau ultrasound guided embryo transfer. Keberhasilan kehamilan akan dinilai dua
minggu pascatransfer embrio.

Luteal Support
Pemberian GnRH agonis saat stimulasi ovarium akan menyebabkan defek fase luteal
sehingga dapat menggangu proses implantasi. Untuk mengatasi hal ini diperlukan pemberian
hormon progesteron, kombinasi estrogen-progesteron, atau hCG dalam berbagai bentuk
sediaan, dosis, maupun rute pemberian. Meta analisis membuktikan bahwa pemberian
progesteron sama efektifnya dengan hCG dalam meningkatkan kemungkinan kehamilan
pascaFIV, sedangkan perubahan preparat estrogen oral pascaFIV akan meningkatan
keberhasilan implantasi.
Kriopreservasi
Tindakan kriopreservasi sperma dan embrio merupakan hal penting dalam teknologi
reproduksi berbantu (TRB). Dengan ditemukannya berbagai teknik baru dalam stimulasi
ovarium, maka sering dijumpai jumlah oosit dan embrio yang banyak sehingga diperlukan
teknik kriopreservasi untuk melakukan simpan beku embrio yang tersisa. Teknik ini juga
penting pada kasus-kasus hiperstimulasi ovarium yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
transfer embrio. Berbagai teknik yang digunakan dalam hal ini yaitu slow freezing, rapid
freezing, atau vitrifikasi.
Hal penting yang harus dihadapi dalam prosedur simpan beku terutama adalah keamanan
penyimpanan, kemungkinan transmisi penyakit, dan keberhasilan atas viabilitas embrio
setelah thawing.

Anda mungkin juga menyukai