I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Umur
: 60 tahun
Jenis kelamin
Agama
Suku / Bangsa
Pekerjaan
Alamat
No.RM
Tanggal pemeriksaan
Rumah Sakit
Pemeriksa
: Laki-laki
: Islam
: Bugis / Indonesia
: Tidak Bekerja
: Dusun Kuri Caddi Marusu, Maros
: 675168
: 15 September 2014
: Wahidin Sudirohusodo
: dr. F
ANAMNESIS
Keluhan utama
: Nyeri pada mata Kanan
Anamnesis terpimpin:
Dialami sejak 12 hari sebelum masuk Rumah Sakit dan
memberat 1 minggu terakhir. Nyeri mulai dirasakan pada malam hari
sesudah pasien menjalani operasi katarak pada mata sebelah kanan di
RSUD Salewangang Maros tanggal 1 September 2014. Nyeri dirasakan
terus menerus seperti tertusuk tusuk menjalar hingga ke pelipis dan kepala
bagian kanan. Mata kanan dirasakan panas, perih, adanya silau dan pasien
merasa sulit untuk membuka kelopak matanya. Pasien merasa penglihatan
pada mata kanan kabur hingga empat hari setelah itu penglihatan
menghilang dan pasien merasakan semakin nyeri. Mata merah ada, air
mata berlebih ada, kotoran mata berlebih ada, rasa mengganjal pada mata
tidak ada, gatal tidak ada. Riwayat keluar nanah dari mata ada 2 hari yan
lalu, riwayat demam ada, riwayat sakit kepala ada., riwayat penggunaan
obat-obatan tidak ada. Riwayat trauma tidak ada, riwayat memakai kaca
mata tidak ada, riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada,
riwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal, riwayat alergi tidak
diketahui.
III.
PEMERIKSAAN
1
INSPEKSI
Palpebra
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
OD
OS
Edema tidak ada, ptosis
Edema tidak ada
Apparatus lakrimalis
Silia
Konjungtiva
ada
Lakrimasi ada
Sekret ada
Hiperemis ada, Mixed
Kornea
Injeksio ada
Keruh pada seluruh
Jernih
Normal
Coklat,kripte ada
Bulat, sentral
Keruh
Ke segala arah
3) Palpasi
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
PALPASI
OD
Tensi okuler
Tn-1
Nyeri tekan
Ada
Massa tumor
Tidak ada
Pembesaran kelenjar preaurikuler
Tidak ada
4) Tonometri
2
OS
Tn
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
PEMERIKSAAN
Konjungtiva
PENYINARAN OBLIK
OD
OS
Hiperemis ada, mixed injeksio Hiperemis tidak ada
Kornea
ada
Edema ada, Keruh pada seluruh Jernih
permukaan kornea, ada defek di
sentral, Fluorscents ada pada
BMD
Iris
Pupil
Lensa
sentral kornea
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Kesan normal
Coklat, kripte ada
Bulat, sentral, RC ada
Keruh
7) Slit lamp
SLOD : Konjungtiva hiperemis ada, mixed konjungtiva ada, kornea
edema, keruh di seluruh permukaan kornea, terdapat defek pada sentral
kornea ukuran 4 mm, fluorscents di sentral kornea. BMD ,iris pupil dan
lensa sulit dinilai
SLOS : Konjungtiva hiperemis tidak ada, kornea jernih, BMD kesan
normal, iris: coklat, kripte ada, pupil : bulat, sentral, RC ada, lensa keruh
pada kapsula anterior.
8) Campus visual
Tidak dilakukan pemeriksaan
9) Color sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
10) Light sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
11) Diafanoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
12) Oftalmoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
IV.
RENCANA PEMERIKSAAN
3
V.
- Darah Rutin
- Kultur dan sensitivitas antibiotic
- B-Scan (USG)
RESUME
Seorang laki-laki umur 60 tahun, datang ke UGD Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo dengan keluhan Nyeri pada mata kanan yang dialami sejak 12
hari sebelum masuk Rumah Sakit dan memberat 1 minggu terakhir. Nyeri mulai
dirasakan pada malam hari sesudah pasien menjalani operasi katarak pada mata
sebelah kanan di RSUD Salewangang Maros tanggal 1 September 2014. Nyeri
dirasakan terus menerus seperti tertusuk tusuk menjalar hingga ke pelipis dan
kepala bagian kanan. Mata kanan dirasakan panas, perih, adanya silau dan pasien
merasa sulit untuk membuka kelopak matanya. Pasien merasa penglihatan pada
mata kanan kabur perlahan-lahan hingga empat hari setelah itu penglihatan
menghilang dan pasien merasakan semakin nyeri. Mata merah ada, air mata
berlebih ada, kotoran mata berlebih ada. Riwayat keluar nanah dari mata ada 2
hari yan lalu, riwayat demam ada, riwayat sakit kepala ada.
Dari pemeriksaan oftalmologi, pada inspeksi dan penyinaran oblik , OD
didapatkan palpebra ptosis ada, konjungtiva hiperemis ada, mixed injeksio ada,
kornea keruh di seluruh permukaan ada, defek pada kornea ada tidak disertai pus,
detail lain sulit dinilai, OS didapatkan adanya kekeruhan pada lensa. Pada
pemeriksaan visus didapatkan VOD:0, VOS 6/9,6. Pada palpasi didatkan TOD :
Tn-1. Pada pemeriksaan SLOD : konjungtiva hiperemis ada, mixed injeksio ada,
kornea edema, keruh di seluruh permukaan ada, terdapat defek pada sentral
kornea ukuran 4 mm, fluorscents ada di sentral kornea, detail lain sulit dinilai.
SLOS : lensa keruh pada kapsula anterior
Gambar 1. Inspeksi pada kedua mata. Tampak Occuli Dextra : Palpebra ptosis, silia terdapat secret,
konjungtiva hiperemis.
Gambar 2. Tampak Oculi Dextra : konjungtiva hiperemis, mixed injeksio, kornea keruh
pada seluruh permukaan, defek pada kornea, detail lain sulit dinilai. Tampak Oculi
Sinistra : Segmen anterior dalam batas normal kecuali lensa yang keruh
VI.
VII.
VIII.
DIAGNOSIS KERJA
Oculus Dextra Endoftalmitis + perforasi spontan
Oculus Sinistra Katarak Senil Imatur
DIAGNOSIS BANDING
- Panuveitis
- Panoftalmitis
TERAPI
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
IX.
X.
PROGNOSIS
1.Quo ad vitam
: Malam
2.Quo ad sanationem : Dubia
3.Quo ad visam
: Malam
4.Quo ad kosmeticum : Dubia
DISKUSI
Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, biasanya
akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Pasien ini
didiagnosa dengan OD Endoftalmitis + Perforasi spontan OS Katarak Senil Imatur
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis didapatkan nyeri pada mata kanan yang dialami 12 hari sebelum
masuk rumah sakit dan memberat 1 minggu terakhir. Nyeri berlangsung terus
menerus diikuti dengan mata hiperemis, lakrimasi, dan penurunan visus. Hal ini
5
sesuai dengan tanda dan gejala terjadinya endoftalmitis. Dari anamnesis 2 hari
sebelum masuk rumah sakit keluar pus dari mata kanan yan menindikasikan telah
terjadi perforasi spontan pada kornea.
Pada kasus ini, menurut penyebabnya termasuk Endoftalmitis eksogen
yang dapat terjadi pasca operasi katarak karena berdasarkan anamnesis diketahui
kurang dari 24 jam sebelum pasien mengeluh nyeri pada mata, pasien telah
menjalani operasi bedah katarak, selain itu riwayat penyakit sistemik, alergi,
riwayat trauma pada mata disangkal, jadi dapat menyingkirkan kemungkinan
endoftalmitis endogen ataupun endomtalmitis trauma. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyebutkan bahwa tanda dan gejala Endoftalmitis akut pasca
bedah katarak timbul pada minggu I minggu IV pasca operasi.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD: 0, VOS 6/9,6 TOD : Tn1, OD ptosis (+), konjungtiva hiperemis (+), mixed injeksio (+), kornea edema,
keruh pada seluruh permukaan kornea, adanya defek pada sentral kornea dengan
ukuran 4 mm, tes Fluorscent (+) pada sentral kornea, detail lainnya sulit dinilai.
Sedangkan OS didapatkan segment anterior dalam batas normal kecuali lensa
yang keruh.
Visus menurun dapat diakibatkan oleh adanya gangguan pada media
refrakta dalam hal ini kornea dan lensa, dimana kornea mengalami kekeruhan dan
adanya defek dengan riwayat keluarnya pus yang mengganggu jalannya sinar
untuk sampai ke retina. Tn-1 juga menandakan adanya perforasi yang terjadi
dikarenakan infeksi yan telah merusak lapisan kornea
Pada terapinya diberikan Cendo Polygran yang mengandung neomycin
sulfat,dan polymixin B sebagai antibiotik, sedangkan Metilprednisolon sebagai
anti inflamasi agar dapat mengurangi peradangan pada mata. Ciprofloxacin
merupakan antibiotik dari golongan quinolon untuk mencegah adanya infeksi
akibat laserasi kornea pada bagian dalam mata, sedangkan jahit kornea dilakukan
untuk mengembalikan integritas kornea secara anatomi dan fungsi kornea sebagai
media refrakta.
Pasien pada kasus ini mempunyai prognosis dubia ad malam karena pasien
tersebut sudah mengalami kebutaan. Dengan terapi yang optimal sekalipun,
endoftalmitis memiliki prognosis yang buruk. Prognosis penderita endoftalmitis
6
PENDAHULUAN
Trauma mata merupakan kejadian yang lazim saat ini dan cenderung
meningkat pada masyarakat umum. Trauma mata sering merupakan penyebab
kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami
sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda terutama pria merupakan
kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan
di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olah raga, dan kecelakaan lalu
lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma
mata.1
Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti
rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks
memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar.
Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata
dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberi
penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.2
3,4
1. sklera/kornea,
2. Koroid/badan siliaris/iris, dan
3. Retina.
4. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di
sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata.
5. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan
tempat lewatnya berkasberkas cahaya ke interior mata.
6. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan
mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina.
7. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di
dalam.
8. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang
mengubah energi cahaya menjadi impuls syaraf.
Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya dan merupakan lapis jaringan yang menutup
bola mata sebelah depan. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya
dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh
kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan
oleh kornea. Rata-rata ketebalan kornea pada orang dewasa adalah sekitar 0,52
mm di sentral dan sekitar 0,65 mm di perifer. Diameter horizontal kornea rata-rata
orang dewasa adalah 11,75 mm dan diameter vertikalnya rata-rata 10,6 mm. 1,3
Dari anterior ke posterior, kornea memiliki 5 lapisan yang saling
berhubungan yaitu : 1,3
1. Epitel
Terdiri atas 5 lapis sel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis
sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel,
dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke
depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui dermosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Stroma ini adalah merupakan
sekitar 90% dari ketebalan kornea.
4. Duas Layer
Lapisan yang baru ditemukan oleh peneliti india dr. yang
10
5. Membran Descemet
merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
yang dihasilkan dari sel endotel dan merupakan membran basalnya. Membran ini
bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup.
6. Endotel
terdiri atas satu lapisan sel dengan bentuk heksagonal, besarnya 20-40 um.
Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
Suplai darah kornea berasal dari pembuluh-pembuluh darah konjungtiva,
episklera dan sklera yang berakhir di sekitar limbus korneoskleral. Kornea itu
sendiri bersifat avaskuler. Fungsi utama kornea adalah sebagai membran protektif
dan sebuah jendela yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi
kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang
uniform dan sifat deturgescence-nya. Transparansi stroma dibentuk oleh
pengaturan fisis spesial dari komponen-konponen fibril. Walaupun indeks refraksi
dari masing-masing fibril-fibril kolagen berbeda dari substansi infibrillar,
diameter yang kecil (300 ) dari fibril dan jarak yang kecil di antara mereka (300
) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit
pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat
deturgescence dijaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi
barrier dari epitel dan endotel. Kornea dijaga agar tetap berada pada keadaan
basah, dengan kadar air sebanyak 78%.1,2
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang
sangatlah penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 43,25
dioptri dari total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74%
dari seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengkibatkan gangguan pada
kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi visus
seseorang.3
Kornea adalah merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea
sangatlah sensitif. Saraf-saraf kornea masuk dari struma kornea melalui
membrana Bowmann dan berakhir secara bebas di antara sel-sel epitelial serta
11
tidak memiliki selubung myelin lagi sekitar 2-3 mm dari limbus ke sentral kornea,
sehingga menyebabkan sensitivitas yang tinggi pada kornea.1,3
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigemus.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.
Setiap
kerusakan
keratokonjungtivitis
pada
kornea
ultraviolet)
(erosi,
penetrasi
mengekspose
ujung
benda
saraf
asing
atau
sensorik
dan
menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan
bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter
(blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan
kepada kemungkinan adanya cedera kornea. 1
Seperti halnya lensa, sklera, dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan
yang
braditrofik,
metabolismenya
lambat
dimana
ini
berarti
rata-rata umur orang yang terkena trauma okuli perforans adalah 29 tahun, dan
laki-laki lebih sering terkena dibanding dengan perempuan. Menurut studi
epidemiologi international, kebanyakan orang yang terkena trauma okuli
perforans adalah laki-laki umur 25 sampai 30 tahun, sering mengkonsumsi
alcohol. Selain itu cedera akibat olah raga dan kekerasan merupakan keadaan
yang paling sering menyebabkan trauma.5
Pada studi yang lain, di simpulkan bahwa olahraga dihubungkan dengan
trauma pada pemakai kacamata umumnya terjadi pada usia di bawah 18 tahun dan
jatuh dihubungkan dengan trauma pada pemakai kaca mata umumnya terjadi pada
usia 65 tahun atau lebih. 5,6
ETIOLOGI
Beberapa keadaan yang bisa menyebabkan terjadinya trauma okuli
antara lain : kecelakaan penerbangan, kekerasan dalam tindak kejahatan, ledakan,
cedera olahraga, dan juga kecelakaan kendaraan bermotor. Selain itu beberapa
keadaan yang juga bisa menyebabkan cedera mata antara lain :1,7
Benda
tertiup ke mata oleh angin dan juga lewat cara-cara lain yang tidak lazim.
Biasanya ukuran benda asing itu kecil, terdapat sisi yang tajam, dan dengan
kecepatan yang tinggi. Hal ini dapat terjadi saat memukulkan logam ke logam,
memahat ataupun mengoperasikan bor logam. Benda kecil dengan kecepatan
tinggi yang masuk ke mata biasanya mengakibatkan kerusakan minimal dari
jaringan sekitar. Seringkali, luka di kornea atau antara kornea dan slera bisa
menutup sendiri. Tempat akhir dari benda asing didalam mata dan juga kerusakan
yang ditimbulkan olehnya ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ukuran,
bentuk dan juga momentum saat terjadi benturan, serta seberapa dalam
penetrasinya di bola mata.7
PATOFISIOLOGI
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu
coup, countercoup, equatorial, dan global reposititioning. Cuop adalah kekuatan
yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan gelombang
getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui okuler dan struktur
orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mata cenderung
mengambang dan merupai arsitektur dari okuli normal. Pada akhirnya, bola mata
akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak selalu seperti yang
diharapkan.5,8
Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan
luar bola mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing. Meskipun
demikian kabanyakan trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan
pembetukan infeksi yang berasal dari terputusnya atau perlengketan pada kornea
yang mana hal ini dapat menjadi serius. Trauma tembus bola mata dapat dengan
atau tanpa masuknya benda asing intraocular. Trauma tembus dapat berbentuk
perforasi sclera dengan prolaps badan kaca disertai dengan perdarahan badan
kaca. Dapat juga perforasi sclera ini disertai dengan prolaps badan siliar,
begitupula perforasi kornea disertai dengan prolaps iris.5,7
KLASIFIKASI
14
Laserasi
lamellar
Trauma
Laserasi
o Penetrasi
o Intraocular foreign body (IOFB)
o Perforasi
Saat melakukan pemeriksaan pada pasien dengan trauma okuli, adalah
penting untuk menentukan klasifikasi dari trauma karena dengan ini
penanganan yang cepat dapat dilakukan.4
MANIFESTASI KLINIS
Trauma okuli perforans termasuk luka akibat benda tajam/penetrasi yang dapat
mengakibatkan : 3,8,10
1. Luka pada palpebra
Kalau pinggiran palpebra luka dan tak dapat diperbaiki, dapat menimbulkan
koloboma palpebra akuisita. Bila besar dapat mengakibatkan kerusakan kornea
oleh karena mata tak dapat menutup dengan sempurna.
2. Luka pada orbita
Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf
optik, menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga timbul
paralise dari otot dan diplopia. Mudah terkena infeksi, menimbulkan selulitis
orbita (orbital phlegmon), karena adanya benda asing atau adanya hubungan
terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita.
3. Luka mengenai bola mata
Harus dihentikan :
- luka dengan atau tanpa perforas
15
akut
atau
herpes
kornea,
dengan
pemberian
antibiotika
atau
16
c. Luka di sklera
Luka yang mengenai sklera berbahaya karena dapat mengakibatkan
perdarahan badan kaca, keluarnya isi bola mata, infeksi dari bagian dalam bola
mata, ablasi retina. Luka kecil, tanpa infeksi sekunder pada waktu terkena trauma,
dibersihkan, tutup dengan konjungtiva, beri antibiotik lokal dan sistemik, mata
ditutup. Luka dapat sembuh. Luka yang besar, sering disertai dengan perdarahan
badan kaca, prolaps badan kaca, koroid atau badan siliar, mungkin terdapat di
dalam luka tersebut. Bila masih ada kemungkinan, bahwa mata itu masih dapat
melihat, maka luka dibersihkan, jaringan yang keluar dipotong, luka sklera dijahit,
konjungtiva dijahit, beri atropin, kedua mata ditutup. Sekitar luka didiatermi. Bila
luka cukup besar dan diragukan bahwa mata tersebut masih dapat melihat, maka
sebaiknya di enukleasi, untuk menghindarkan timbulnya optalmia simpatika pada
mata yang sehat.
d. Luka pada corpus siliar
Luka disini mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan besar
dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang dapat berakhir dengan ptisis
bulbi pada mata yang terkena trauma, sedang pada mata yang sehat dapat timbul
oftalmia simpatika. Karena itu bila lukanya besar, disertai prolaps dari isi bola
mata, sehingga mata mungkin tak dapat melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi,
supaya mata yang sehat tetap baik.
17
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola
mata , maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti :1,2
- Mata merah, nyeri, fotofobia, blepharospasme dan lakrimasi
- Tajam penglihatan yang menurun akibat tedapatnya kekeruhan media
refrakta secara langsung atau tidak langsung akibat trauma tembus tersebut
- Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata
- Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea
- Bentuk dan letak pupil berubah.
- Terlihatnya rupture pada kornea atau sclera
- Adanya hifema pada bilik mata depan
- Terdapat jaringan yang di prolaps seperti cairan mata, iris lensa, badan kaca
atau retina
DIAGNOSIS
Diagnosis trauma okuli perforans dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis,
pemerksaan fisis dan pemeriksaan penunjang jika tersedia. Pada anamnesis
informasi yang di peroleh dapat berupa mekanisme dan onset terjadinya trauma,
bahan penyebab truma dan pekerjaan untuk mengetahui objek penyebabnya.
Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera
sesudah cedera. Harus di catat apakah gagnguan penglihatan bersifat prograsif
lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokuler
apabila terdapat riwayat me-malu, mengasah atau kedakan. Riwayat kejadian
harus diarah secara khussus pada detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan
okuler sebelumnya, riwayat penyakit, pengobatan sebelumnnya dan elergi.1
Pemeriksaan fisik dilakukan secara hati-hati dan manipulasi sedapat mungkin
diminimalisir. Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan
ketajaman penglihatan. Apabila ganguan penglihatannya parah, maka periksa
proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil eferan. Periksa
motilitas mata dan sensasi kulit perorbita dan lakukan palpasi untuk mencari defek
pada bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan kornea dan konjungtiva bila luka
tidak menyebabkan ruptur bola mata, maka dilakukan eversi kelopak mata untuk
18
Nyeri
Perdarahan Suprachoroidal
Kontaminasi mikroba
Inflamasi intraocular
Efek yang mengganggu penundaan kecil dari perbaikan berikut dapat diambil
ukuran yang sangat baik dari preoperative sebagai berikut :4,7
luka
tembus
yang
sangat
minimal
secara
spontan
perbaikan visus melalui keduanya melalui kerusakan eksternal dan internal pada
mata . 3,7
Jika prognosis visus dari mata yang terluka adalah sia-sia dan pasien
berisiko menderita sympathetic ophthalmic, Enukleasi harus dipertimbangkan.
Enukleasi primer hanya dapat dilakukan pada luka yang tidak dapat dilakukan
perbaikan dari segi anatomi, Maka dari itu pasien dianjurkan untuk memilih
prosedur lain. Pada kebanyakan kasus, keuntungan menunda enukleasi untuk
beberapa hari jauh lebih berat dibanding keuntungan enukleasi primer.Penundaan
ini (yang mestinya tidak lebih dari 14 hari meskipun demikian mata yang terluka
menimbulkan sympathetic ophthalmia), mempertimbangkan penilaian fungsi
penglihatan post operasi. Vitreoretina atau konsultasi plastic optalmik dan
stabilisasi kondisi medis pasien. Yang terpenting, menunda enukleasi yang gagal
mengikuti perbaikan dan hilangnya persepsi cahaya pada saat pasien
mengetahuinya dan disertai kerusakan rupa dan untuk mempertimbangkan
enukleasi dalam menentukan non emergensi.3,7
Anastesi
Anastesi umum hampir selalu diperlukan untuk memperbaiki bola mata,
sebab injeksianastesi pada retrobulbar atau peribulbar meningkatkan tekanan
orbita, yang bisa menyebabkan atau memperburuk tekanan intraocular. Suatu non
depolarisasi otot relaksan lebih disukai oleh karena kemungkinan teoritis terjadi
cocontraction ekstraokuler. Setelah perbaikan yang berhubungan dengan bedah
lengkap, suatu suntikan anastesi periokuler mungkin digunakan untuk
mengendalikan rasa sakit sesudah operasi. 3,4
Langkah-langkah dalam memperbaiki laserasi corneoscleral . Semua
usaha perbaikan laserasi corneoscleral harus dilakukan di ruangan operasi dengan
menggunakan mikroskop operasi dan personil ophtalmik yang terlatih. Tidak
perlu membuat jahitan otot rectus pada suatu bola mata terbuka. Sebab perawatan
kelopak mata dapat mendesak bola mata terbuka dan sebab laserasi kelopak mata
tertentu benar-benar bisa meningkatkan exposure, perbaikan luka adnexal
mengikuti perbaikan bola mata itu sendiri. 3,4
Komponen luka kornea didekati dulu, jika vitreus atau fragmen lensa
22
iris
Ekstraksi
katarak
Mekanik
Vitrectomy
Penyisipan
trauma beberapa bulan setelah trauma. Penyakit ini diduga suatu suatu respon
imun terhadap jaringan uvea yang terpapar dengan trauma. Katarak traumatik
dapat terjadi bila lensa terlibat. Gejala seperti nyeri, penurunan visus dan
fotofobia bisa berkurang apabila dilakukan enukleasi pada mata yang mengalami
trauma.1,3
a. Katarak Traumatik
Katarak traumatik yang terjadi karena trauma tumpul atau trauma okular
perforans sehingga disebut katarak sekunder.
akibat
trauma
tembus
dapat
dalam
bentuk
:8,10
a. Laserisasi yaitu robekan pada kapsul lensa. Bila kapsul robek dan isi lensa
bercampur dengan cairan aqueous dapat timbul katarak total.
b. Katarak Sekunder
Gejala Subyektif :Katarak sekunder dapat menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan.
Gejala Obyektif : Tampak sebagai suatu masa tebal yang dapat terdiri atas
kapsul anterior, kapsula posterior, masa lensa, cincin soemmering dan elschnig
pearl. Cincin soemmering terjadi akibat kapsul anterior yang pecah dan
beretraksi kearah pinggir dan melekat pada kapsula posterior meninggalkan
daerah yang jernih ditengah, membentuk gambaran cincin. Pada pinggir cincin
ini tertimbun serabut lensa dan epitel yang berproliferasi.
b. Oftalmia Simpatetik
Simpatetik oftalmia
granulomatosa uveitis yang biasa terjadi tanpa diketahui setelah trauma atau
pembedahan terbuka. Oftalmia simpatetik adalah penyakit inflamasi yang bisa
terjadi pada mata yang tidak mengalami trauma beberapa bulan setelah trauma.
25
Penyakit ini diduga suatu suatu respon imun terhadap jaringan uvea yang terpapar
dengan trauma. Gejala seperti nyeri, penurunan visus dan fotofobia bisa berkurang
apabila dilakukan enukleasi pada mata yang mengalami trauma. Tanda awal
adalah
uveitis bilateral dengan sell/flare pada BMD, Injeksi siliar, iris yang
menebal, sinekia, vitritis, edema retina dan lainnya. Patofisologi pada keaadan ini
belum diketahui, tetapi dipercaya merupakan sebuah autoimmune delayed-type
hypersensitivity pada antigen infeksi atau jaringan uvea/RPE/retina, atau
kombinasi keduanya.8
c. Endoftalmitis
Endophthalmitis merupakan kejadian yang tidak biasa, tetapi merupakan
konsekuensi dari trauma luka terbuka. Endoftalmitis trauma lebih sulit untuk
didiagnosis dan ditindak lanjuti dibanding penyebab lain. Tanda dan gejala mirip
dengan penyebab enoftalmitis lain, tetapi didiagnosis sering telambat karena
trauma yang berat. Tanda awalnya berupa fotobia, nyeri yang tidak berhubungan
dengan gejala klinis, penurunan yang visus yang semakin buruk, hipopion, vitritis
dan periplebitis retina. Penanganan pada endoftalmits berupa vitrektomi,
antibiotik, dan kortikosteroid.8
PROGNOSIS
Prognosisnya mata dapat sembuh dengan baik setelah trauma minor dan
jarang terjadi sekuele jangka panjang karena munculnya sindrom erosi berulang.
Namun trauma tembus mata seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan
berat dan mungkin membutuhkan pembedahan ekstensif. Dalam jangka panjang,
dapat timbul glaukoma sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal
jika jalinan trabekula mengalami kerusakan. Trauma orbita juga dapat
menyebabkan masalah kosmetik dan okulomotor. Prognosis trauma okuli
perforans bergantung pada banyak faktor, seperti :1,2,8
- Besarnya luka tembus, makin kecil makin baik
- Tempat luka pada bola mata
- Bentuk trauma apakah dengan atau tanpa benda asing
26
DAFTAR PUSTAKA
http://www.useironline.org/pdf/bett.pdf
10. Rappon JM. Ocular trauma management for primary care provider.
Available from http://www.opt.pacificu.edu/ce/catalog/
11. Guex, Yan. Ophtalmic Emergencies. Avilable from 5 http://www.congressinfo.ch/sgim2010/content/30/handouts/21.05.2010_Hongkong_14.45_Gue
x-Crosier%20Yan.pdf
27
LAMPIRAN REFERENSI
28