Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN

REFERAT MINI

FAKULTAS KEDOKTERAN

MEI 2015

UNIVERSITAS PATTIMURA

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA


ROSASEA

Disusun Oleh:
Fahrianis Laitupa
NIM. 2009-83-027

Pembimbing
dr. Arie Rakhmini

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
MAKASSAR
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Rosasea merupakan penyakit dengan definisi yang masih kurang


memuaskan secara keseluruhan sampai saat ini. Penyakit ini dikarakteristikkan
oleh eritema pada bagian sentral wajah yang persisten selama berbulan-bulan atau
lebih, papul pustular, atau fimatous. Rosasea mengenai permukaan konveks
wajah, mulai dari pipi, hidung, dagu hingga dahi. Rosasea cenderung tidak
mengenai kulit periokular dan tidak berpotensi serius kecuali bila melibatkan
okular.1,2
Rosasea sering diderita pada umur 30-40an. Namun dapat pula pada
remaja maupun orang tua. Umumnya wanita lebih sering terkena daripada pria.
Ras kulit putih (Kaukasia) lebih banyak terkena daripada kulit hitam (Negro) atau
berwarna (Polinesia), dan dinegara barat lebih sering pada mereka yang bertaraf
sosio-ekonomi rendah. National Rosacea Society (NRS) menafsirkan sekitar
empat belas juta orang Amerika menderita rosasea. Pada suatu studi diSwedia,
didapatkan sekitar 10% dewasa menderita rosasea. Di Indonesia sendiri belum
diketahui jumlah penderita rosasea. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh
perempuan dibanding laki-laki, namun perubahan fimatous yang berat
seringterjadi pada laki-laki. Perempuan kulit terang lebih sering terkena dibanding
kulit gelap.1,3
Etiologi rosasea tak diketahui. Ada berbagai hipotesis faktor penyebab,
Makanan, Psikis, Obat-obatan, Infeksi, Musim, Imunologi dan Lainnya. Saat ini
2

telah dipikirkan bahwa terdapat beberapa inividu yang memiliki kulit rentan
terhadap rosasea selama masa dewasa, ditandai dengan kemampuan yang lebih
untuk mendeteksi dan menanggapi berbagai paparan (pemicu) dibandingkan
dengan kulit wajah subjek normal. Pemicu ini, beberapa diantaranya ada pada
penyebab rosasea, merangsang pengenalan oleh kulit dan/atau reseptor
neurosensorik, yang mengarah ke berbagai respon inflamasi dan neurovaskular.1,2
Meskipun

rosasea

bukan

merupakan

penyakit

yang

mengancam

kehidupan, namun penegakkan diganosis lebih awal serta kombinasi terapi topikal
dan tabir surya yang cepat dan tepat dapat membantu mencegah risiko terapi oral
dan pengeluaran biaya yang lebih besar untuk terapi laser dan sinar. Komplikasi
yang sering terjadi pada pasien rosasea adalah Rinofima, inflamasi okuler, dan
rosasea limfadema. Prognosis dari rosasea umumnya persisten berangsur
bertambah berat melalui episode akut. Namun, adapula yang remisi secara
spontan.1,4,5

BAB II
DIAGNOSIS

II.1 Gejala klinis dan klasifikasi


National Rosacea Expert (NRS) Commitee, pada tahun 2002 menetapkan
subtipe rosasea dan menggolongkannya ke dalam subtipe eritematotelangiektasis,
papulopustular, phymatous dan okular.1
a. Tipe eritematotelangiektasis
Rasa perih pada bagian sentral wajah, sering disertai dengan rasa
panas dan terbakar yang merupakan tanda utama rosasea tipe
eritematotelangiektasis (ETR).1,3,4,5

Gambar.1 Tipe eritematotelangiektasis6

b. Tipe Papulopustular

Rosasea papulopustular (PPR) merupakan bentuk klasik rosasea.


Kebanyakan penderita adalah wanita berusia pertengahan dengan keluhan
papul dan pustul pada bagian sentral wajah (central portion).3,4,5

Gambar 2. Tipe Papulopustular6

c. Rosasea phymatous
Rosasea tipe ini merupakan rosasea dengan penebalan pada kulit
dan permukaan nodul yang ireguler di daerah hidung, dagu, dahi, satu atau
kedua telinga, dan atau kelopak mata. Terdapat empat pembagian tipe
rinofima (suatu perubahan pada hidung) secara histologis yaitu tipe
glandula (akibat hiperplasia kelenjar sebasea) dan merupakan tipe yang
lebih dominan, tipe fibrosa (akibat hiperplasia jaringan konektif), tipe
fibroangiomatosis (hiperplasia jaringan ikat dan pelebaran pembuluh
darah), dan tipe aktinik (akibat massa nodular jaringan elastis).3,4,5

Gambar 3. Tipe Rosasea phymatous6

d. Rosasea okular
Menifestasi okular meliputi blefaritis, konjungtivitis, peradangan
pada kelopak mata dan kelenjar Meibom, hiperemis konjungtiva
interpalpebra dan telangiektasis konjungtiva. Pasien mungkin mengeluh
mata terasa perih atau terbakar, kering, dan iritasi dengan sensasi benda
asing atau sensasi cahaya. Rosasea okular hampir mirip dengan rosasea
phymatous, tetapi memiliki manajemen terapi yang berbeda. Oleh karena
itu, harus ditanyakan pada pasien tentang keluhan dan gejala okular dan
dilakukan pemeriksaan fisik untuk menetukan tipe rosasea.3,4,5

Gambar 4. Tipe rosasea okular6

Plewig dan Kligman mengklasifikasikan rosasea berdasarkan stadium


sebagai berikut:1,3,4,5,6
a. Stadium I: eritema persisten dengan telangiektasis
b. Stadium II: eritema persisten, telangiektasis, papul, pustule kecil
c. Stadium III: eritema persisten yang dalam, telangiektasis yang tebal,
papul, pustul, nodul, jarang ada edema padat/keras pada bagian sentral
wajah.
Pada klasifikasi ini, stadium I analog dengan tipe eritematotelangiektasis,
stadium II dengan tipe papulopustular, dan stadium III analog dengan tipe
phymatous.3,4,5
Progresi dari satu stadium ke stadium lain tidak selalu terjadi. Rosasea
dapat dimulai dengan stadium II atau III dan stadium-stadium itu dapat terjadi
bersamaan.2

II.2 Pemeriksaan penunjang


Perubahan histologi tergantung stadium dari proses yang terjadi. Biasanya
terdapat ketidakteraturan pada jaringan ikat kulit bagian atas, ditandai dengan
adanya edema, kerusakan serabut otot dan sering terjadi elastosis yang berat. Fase
inflamasi ditandai adanya sel limfosit, histiosit, polimofonuklear, sel plasma, dan
giant cell. Demodex folliculorum sering kali ditemukan pada folikel rambut
daerah yang mengalami gangguan. Gambaran histopatologi yang paling sering
ditemukan pada rosasea adalah infiltrasi sel radang limfohistiosit dalam jumlah
besar yang letaknya agak berjauhan satu dengan yang lain di sekitar pembuluh
darah kulit, telangiektasis, edema, elastosis, dan terdapat gangguan struktur kulit
bagian atas.1,3,4,5

Gambar 5. Gambaran histologi rosasea6

Tidak ada tes diagnostik yang spesifik sebab diagnosis utamanya


didasarkan atas gambaran klinik saja. Kultur bakteri dapat dilakukan jika dicurigai
terdapat infeksi Staphylococcus aureus dan secara khusus infestasi Demodex
folliculorum.3,4,5

II.3 Diagnosis Banding


1. Akne vulgaris
Akne vulgaris terjadi pada umur remaja, kulit seborhoe, klinis
komedo, papul, pustul, nodus, kista. Tempat predileksi muka, leher, bahu,
dada, dan punggung bagian atas. Tidak ada telangiektasis.3,4,5

Gambar 6. Akne vulgaris6

2. Dermatitis seboroik
Terdapat seboroik, skuama berminyak, dan agak gatal. Tempat
predileksi retroaulikular, alis mata, sulcus nasolabialis.3,4,5

Gambar 7. Dermatitis seboroik6

3. Dermatitis perioral
9

Terjadi pada wanita muda, tempat predileksi sekitar mulut dan


dagu, polimorfik, tanpa telangiektasis dan keluhan gatal.3,4,5

Gambar 8. Dermatitis perioral6

4. Lupus Eritematosus
Meskipun SLE dapat menstimulasi terjadinya rosasea, namun
klinis terlihat eritema dan atrofi pada pipi dan hidung dengang batas tegas
dan berbentuk kupu-kupu.3,4,5

Gambar 9. Lupus erimatous6

10

BAB III
PENATALAKSANAAN

1. Topikal1,3,4,5
a. Tertrasiklin, klindamsin, eritromisin dalam salap 0,5-2,5%. Eritromisin
lebih baik hasinya dibandingan lainnya.
b. Metrinidazole 0,75% gel atau krim 2% efektif untuk lesi papul dan
pustul.
c. Imidasol sendiri atau dengan ketokonazol atau sulfur 2-5% dapat
dicoba.
d. Isotretinoin krim 0,2% juga bermanfaat.
e. Anti parasit untuk membunuh D. Follikulorum; mislanya lindane,
krotamiton, atau bensoil bensoat.
f. Kortikosteroid kekuatan rendah (krim hidrokortison 1%) hanya
dianjurkan pada stadium berat.
2. Sistemik1,3,4,5

11

a. Tertrasiklin, eritromisin, doksisiklin, minosiklin dengan dosis sama


dengan akne vulgaris meradang memberikan hasil yang baik. Karena
efek antimikroba dan antiinflamasinya.
b. Isotretinoin (13 cis retinoat) 0,5-1,0%/kgBB sehari dapat digunakan
kecuali bila ada rosasea pada mata. Penggunaannya harus diamati
secara ketat.
c. Metronidasole 2x500 mg/hari efektif baik stadium awal maupun lanjut.
3. Lainnnya1,3,4,5
a. Sunblock dengan SPF 15 atau lebih dianjurkan dipakai penderita untuk
menahan sina UVA dan UVB.
b. Masase facial dahulu dianjurkan dilakukan, namun hasilnya tidak jelas.
c. Diet rokok, alkohol, kopi, pedas dapat dilakukan untuk mengurangi
rangsangan eritem.
d. Bedak kulit; skalpel atau dermabrasi untuk rinofima dan bedah listrik
untuk telangiektasia.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Wasita atmadja SM. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima.


Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010
2. Del Rosso JQ, Gallo RL, Tanghetti E, Webster G, Thiboutot D. An
Evaluation

of

Potensial

Correlations

Between

Pathophysiologic

Mechanism, Clinical Manifestation and Management of Rosasea.


Cutaneus Medicine for Practicioner. 2013.
3. Berth-Jones J. rosacea, perioral dermatitis and similar dermatoses,
flushing and flushing syndromesin: Rooks textbook for dermatology.
Singapore: Wiley-Blackwell; 2010.P. 43.1
4. Pelle M. 2012. Rosacea. In Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K (Eds)
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine Volume I. 8th Edition.
USA: McGraw-Hill. P.81
5. Habif TP. Resosea in: Clinical Dermatology, Edisi keempat. Philadelphia,
Pennsylvania: Mosby; 2004. P. 198
6. Wolff K. Johnson RA. Suurond. 2009.

Fitzpatricks Color Atlas &

Synopsis Of Clinical Dermatology . 6th Ed. USA : McGraw Hill


Companies Inc. P: 9

13

Anda mungkin juga menyukai