PBL Mandiri Blok 17
PBL Mandiri Blok 17
Seorang wanita usia 30 tahun datang ke klinik dengan keluhan demam, nyeri kepala,
merasa lemah dan nafsu makannya sangat menurun. Pagi ini saat melihat di cermin ia merasa
matanya kuning. Ia mengaku menggunakan narkoba suntikan bersama teman-temannya dan
sering memakai satu jarum bersama-sama. Dalam waktu lima tahun ini ia hanya mempunyai
satu partner seksual. Pada pemeriksaan sklera ikterik, hatinya membesar 2 jari bawah arcus
costae, nadi 104/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu tubuh 38,8oC.
Pemeriksaan Lab : leukosit : 9400/uL, bilirubin total 5 mg/dL, bilirubin direk 2,5 mg/dL, uji
fungsi hati (SGOT, SGPT, gamma GT) meningkat. Serologi anti HAV (-), anti HCV (-),
HbsAg (+), antiHBs (-), antiHBc (+).
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem hepatobilier terutama organ hati merupakan salah satu hal yang penting dalam
kedokteran, sebab hati memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia, karena hati
memiliki fungsi yang cukup banyak, sehingga bila terjadi malfungsi / menghilangnya fungsi
hati maka dapat dipastikan manusia tidak dapat hidup. Salah satu penyakit yang sering
mengenai hati dan sering menjadi keluhan pasien dalam praktik adalah hepatitis, penyakit
peradangan pada hati ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti virus, bakteri, obatobatan maupun sistem imun. Sedangkan virus pada hepatitis diklasifikasikan kedalam 5
golongan yaitu HAV, HBV, HCV, HDV, dan HEV.
Dalam skenario ini yang dimunculkan adalah seorang wanita usia 30 tahun datang ke
klinik dengan keluhan demam, nyeri kepala, merasa lemah dan nafsu makannya sangat
menurun. Pagi ini saat melihat di cermin ia merasa matanya kuning. Ia mengaku
menggunakan narkoba suntikan bersama teman-temannya dan sering memakai satu jarum
bersama-sama. Dalam waktu lima tahun ini ia hanya mempunyai satu partner seksual.
Dari keluhan ada kemungkinan pasien menderita penyakit hepatitis B, terlebih
dengan adanya hasil pemeriksaan fisik dan lab termasuk serologi yang semakin menguatkan
dugaan akan terkena penyakit hepatitis B.
Melalui makalah ini akan dijabarkan tentang hal yang berhubungan dengan hepatitis,
terutama hepatitis B.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui berbagai hal tentang hepatitis B, seperti pemeriksaannya, gejalagejalanya, epidemiologi, patologi, penatalaksanaan, etiologi, prognosis, komplikasi, dan
pencegahannya.
Bagi pasien yang pertama kali datang ke dokter, pertanyaan yang perlu diajukan adalah data
pribadi pasien seperti:
1. Nama lengkap pasien
2. Jenis kelamin
3. Umur pasien
4. Tempat lahir pasien
5. Status perkawinan
6. Agama
7. Suku bangsa
8. Alamat
9. Pendidikan
10. Pekerjaan
11. Riwayat keluarga yang meliputi kakek dan nenek sebelah ayah, kakek dan nenek
sebelah ibu, ayah, ibu, saudara kandung dan anak-anak
Seterusnya adalah pertanyaan yang berkaitan dengan keluhan pasien
1. Apakah dalam keluarga pasien ada yang mengalami serupa / pernah mengalaminya?
2. Apakah pasien pernah menerima transfusi darah atau jadi pendonor?
3. Apakah pasien pernah menjalani hemodialisis?
4. Apakah pasien memiliki partner seksual yang berganti-ganti / pernah mengalami hal
yang serupa?
5. Apakah pasien sering menggunakan jarum suntik, terutama untuk narkoba?
6. Apakah pasien peminum alkohol berat?
7. Sudah berapa lama ikterik muncul?
8. Apakah terjadi perubahan warna pada urin seperti teh coklat, dan pada feses seperti
pucat keabu-abuan?
9. Apakah pasien merasakan gatal-gatal pada sekujur tubuhnya semenjak mengalami
keluhan?
10. Apakah pasien merasakan sakit pada abdomen, terutama kuadran kanan atas?
11. Apakah pasien mengalami muntah dan buang air besar darah?
12. Apakah pasien mengalami perut membuncit dan bengkak edema pada kaki?
13. Apakah timbul demam? Lalu timbul demam sebelum / bersamaan dengan ikterik?
Sudah berapa lama timbul demam?
14. Keluhan-keluhan ini sudah berapa lama diderita?
15. Adakah obat-obatan yang pasien sudah minum sebelumnya?
16. Apakah pasien pernah melakukan vaksin untuk hepatitis? Vaksin apa saja? bila sudah
apakah pernah melakukan vaksin booster untuk hepatitisnya?
Dan hasil dari anamnesis adalah memiliki keluhan demam, nyeri kepala, merasa lemah
dan nafsu makannya sangat menurun. Pagi ini saat melihat di cermin ia merasa matanya
kuning. Ia mengaku menggunakan narkoba suntikan bersama teman-temannya dan sering
memakai satu jarum bersama-sama. Dalam waktu lima tahun ini ia hanya mempunyai satu
partner seksual dan terlihat sklera ikterik.
2.2. Pemeriksaan
Untuk memperkuat diagnosis tentang suatu penyakit kita harus melakukan
pemeriksaan kepada
pemeriksaan fisik dan apabila ingin memperkuat diagnosis tersebut dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, misalnya pemeriksaan lab.
2.2.1.Pemeriksaan Fisik1
Pemeriksaan fisik merupakan suatu keterampilan pemeriksaan dasar yang harus
dimiliki oleh seorang dokter dalam mendukung diagnosanya terhadap suatu penyakit. Seorang
dokter yang baik, harus mendahulukan pemeriksaan fisik, sebelum pemeriksaan lainnya.
Pemeriksaan fisik yang umum dilakukan termasuk inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi:
-
Inspeksi
Memeriksa apakah adanya ikterus pada kulit dan sklera mata pasien. Pada kulit gelap
umumnya ikterus di kulit sukar terlihat. Lalu melihat apakah bagian abdomen simetris
atau tidak, serta bentuk permukaan kulit abdomen, beserta kelainan-kelainan
5
pembuluh darah seperti caput medusa. Selain itu periksa apakah ada bekas garukan
yang banyak dan menyeluruh serta bekas suntikan pada kulit.
Palpasi
Meraba dengan melakukan penekanan pada daerah abdomen untuk merasakan apakah
terdapat perbesaran hepar (ukuran), konsistensi dari hepar (kenyal, lunak, keras), tepi
ujung hepar (tajam atau tumpul), permukaan hepar (berbenjol-benjol, tidak rata, licin),
adanya rasa sakit atau tidak. Selain itu periksa juga apakah ada massa di abdomen,
serta adakah splenomegali.
Perkusi
Memperkirakan letak hepar serta batasannya dengan pulmo. Dengan perkusi juga
dapat mengetahui apakah terdapat perbesaran, peranjakan hepar atau tidak. Serta
untuk mengetahui apakah terdapat asites atau tidak pada abdomen.
Auskultasi
Mendengar apakah terdapat bruits pada hepar seperti pada HCC (hepato cellular
carcinoma)
2.2.2.Pemeriksaan Penunjang2
Pemeriksaan penunjang biasanya berupa pemeriksaan lab maupun radiologi.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan diagnosa secara tepat.
Pemeriksaan penunjang pada hepatitis umumnya:
-
Biopsi hati untuk mendiagnosis kerusakan jaringan akibat hepatitis, maupun bila
mengalami penyembuhan.
6
Pemeriksaan faal hati : terutama SGPT / ALT dan SGOT / AST yang spesifik untuk
penyakit hati, sedangkan enzim yang lain seperti GGT dan ALP yang sensitif untuk
penyakit hati namun, tidak spesifik hepatitis, dan umumnya untuk mendeteksi
kolestasis, serta pemeriksaan bilirubin, baik bilirubin total maupun bilirubin direk.
Anti-HBs
Anti-HBc
IgM anti-HBc
HBeAg
HBV-DNA
+/-
+/-
Pengidap
+/-
Vaksinasi
Sembuh
Hepatitis
B Akut
Hepatitis
B Kronik
2.3.Diagnosis
2.3.1.Working Diagnosis3,4
Working diagnosis merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita pasien
setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasien. Berdasarkan pengertian
tersebut didapatkan working diagnosis untuk kasus ini yaitu Hepatitis B akut.
Manifestasi klinik dari hepatitis akut sangatlah bervariasi, tergantung dari transmisi,
infeksi asimptomatik tanpa kuning sampai sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat
menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari.
Anikterik hepatitis merupakan bentuk predominan umum pada penyakit ini. Mayoritas
pasien merupakan asimptomatik. Pasien yang simptomatik memiliki gejala yang sama dengan
pasien yang mengalami hepatitis ikterik. Pasien dengan anikterik hepatitis memiliki
kemungkinan lebih besar untuk berkembang menjadi hepatitis kronik.
7
2.4.Different Diagnosis5
Hepatitis C
8
Penderita Hepatitis C sering kali tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah
terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah lelah,
anorexia, sakit perut bagian kuadran kanan atas, urin menjadi gelap dan adanya jaundice pada
kulit atau mata (jarang terjadi).
Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan
urine, namun demikian pada penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi
bahkan normal.
Hasil serologi : Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama fase akut dari
penyakit, 35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau bulan kemudian. Tetapi
bisa saja Anti HCV tidak muncul pada <5% pasien yang terinfeksi (pada pasien HIV, anti
HCV tidak muncul dalam persentase yang lebih besar).
Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode yang panjang, baik pada
pasien yang mengalami kesembuhan spontan maupun yang berlanjut menjadi kronik. Adanya
HCV RNA merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut hepatitis C.
Muncul setelah beberapa minggu infeksi. Ditemukan pada infeksi kronik HCV.
2.5.Penatalaksanaan3
Untuk hepatitis B akut pada dasarnya hanya terapi suportif, kecuali untuk kasus
berkomplikasi (gagal hati akut dan kolestasis) maupun yang menjadi kronik. Pada kronik baru
diberikan terapi medika mentosa seperti antivirus (lamivudin, entecavir) dan INF / interferon
maupun PEG INF (Peg-interferon).
Infeksi yang sembuh spontan / akut :
1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan
dehidrasi.
2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang paling baik
ditoleransi
5. Peran lamivudin atau adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas. Kortikosteroid
tidak bermanfaat.
6. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan
Gagal Hati Akut
1. Perawatan di RS
Hepatitis Relaps
Penanganan serupa dengan hepatitis yang sembuh spontan.
2.6.Etiologi6,7,8
Hepatitis B berasal dari virus Hepatitis Tipe B (HBV). Hepatitis B termasuk dalam
family Hepadnaviridae. HBV menimbulkan infeksi kronik, khususnya pada mereka yang
terinfeksi ketika bayi, ini adalah faktor utama dalam perkembangan penyakit hati dan
karsinoma hepatoseluler pada orang-orang tersebut.
Terbagi menjadi 3 partikel virus yaitu :
10
fungsi limfosit. Maka akan berkembang menjadi inactive carrier hepatitis B kronik atau active
kronik hepatitis B
2.8.Epidemiologi dan faktor risiko3
Hepatitis B (HBV) kadang-kadang disebut hepatitis serum. Penyakit ini bersifat serius
yang tersebar di seluruh dunia dengan penderita infeksi kronis lebih dari 300 juta orang.
Prevalensi karier di asia 5-15%. Infeksi hepatitis B ini sangat umum di bagian Asia, SubSaharan Africa dan hepatitis B merupakan infeksi yang paling sering untuk bermanifestasi ke
arah kanker liver dan sirosis hati. Di amerika serikat setiap tahunnya hepatitis virus
menginfeksi 0.5 sampai 1% orang. Sedangkan prevalensi di Indonesia sangat bervariasi dari
2,5% di Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang. Angka kejadian infeksi hepatitis akut hampir
sama besarnya dengan hepatitis A. Sejak tahun 1990 infeksi hepatitis B dan C sudah mulai
menurun. Menurut survei kasus hepatitis A sebesar 48%, hepatitis B sebesar 34%, hepatitis C
sebesar 15%. Sedangkan untuk kasus hepatitis D sangat jarang dan kasus hepatitis E
merupakan kasus import.
Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi
hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis
kronik, sirosis dan kanker hati.
HBV ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal, saliva, cairan tubuh lain.
Cara transmisi :
-
Transmisi seksual
2.9.Komplikasi3,5,10
12
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hepatitis B kronis yang berlanjut pada sirosis
dan hepatoma serta koinfeksi dengan hepatitis C dan D dan HIV, gagal hati akut, hepatitis
dengan kolestasis.
Hepatitis B kronik
Merupakan tahapan lanjut dari hepatitis B akut, sehingga cara membedakannya
dengan yang akut adalah waktunya. Apabila sudah berlangsung selama 6 bulan atau lebih
maka dikatakan kronik. Selain itu, untuk membedakan hepatitis B akut dengan kronik dapat
dilihat dari reaksi serologi dan gambaran histologi.
Kegagalan hati
Gagal hati akut adalah suatu kondisi di mana semua fungsi penting dari hati
terganggu. Apabila terjadi kegagalan hati, transplantasi hati diperlukan untuk tetap hidup
Ko-infeksi HCV dengan virus hepatitis B (HBV)
Infeksi yang Berbarengan (Co-Infection) dari Virus Hepatits B dengan Virus Hepatitis
C. Sekitar 10% dari pasien-pasien virus hepatitis B kronis terinfeksi berbarengan dengan virus
hepatitis C kronis (HCV). Virus hepatitis C lebih sering ditularkan dengan penggunaan obat
secara intra vena daripada kontak seksual. Infeksi berbarengan dengan virus hepatitis B dan
virus hepatitis C, oleh karenanya, biasanya (namun tidak secara eksklusif) terlihat diantara
pengguna-pengguan obat secara intra vena. Pada infeksi berbarengan (co-infection) ini,
biasanya satu dari dua infeksi-infeksi ini mendominasi. Contohnya, jika seorang pasien yang
diinfeksi berbarengan mempunyai suatu tingkat virus hepatitis B yang tinggi, tingkat virus
hepatitis C umumnya adalah rendah. Pada sisi lain, infeksi virus hepatitis B biasanya tidak
aktif pada pasien-pasien yang terinfeksi berbarengan dengan tingkat-tingkat virus hepatitis C
yang tinggi. Terapi anti-virus, oleh karenanya, harus diarahkan melawan infeksi yang
dominan.
Insidensi berkurang dengan adanya peningkatan pemakaian vaksin. Dapat terjadi viremia
singkat (infeksi akut) atau memanjang (kronik). Infeksi HDV hanya terjadi pada individu
dengan risiko infeksi HBV (koinfeksi atau superinfeksi).
Seseorang dapat terjangkit hepatitis B dan D akut secara bersamaan. Sebagian besar
dapat sembuh dengan sendirinya tergantung ketahanan tubuhnya. Penderita hepatitis B kronik
dapat terkena hepatitis D akut, dan biasanya hepatitis D nya berubah menjadi kronis. Kasus
tersebut dapat juga berkembang menjadi sirosis hati dalam waktu lebih singkat.
Diagnosis secara serologis pasien HBsAg positif dengan anti-HDV dan atau HDV
RNA sirkulasi (belum mendapat persetujuan), IgM anti HDV dapat muncul sementara.
Koinfeksi HBV/HDV apabila pemeriksaan HBsAg positif, IgM anti HBc positif, anti
HDV dan atau HDV RNA. Dapat terjadi superinfeksi HDV apabila HBsAg positif, IgG antiHBc positif, anti HDV dan atau HDV RNA. Koinfeksi HDV dan HBV biasanya sembuh
spontan dan tanpa gejala sisa. Gagal hati akut lebih sering pada superinfeksi HDV dibanding
dengan koinfeksi HBV. Superinfeksi HDV dapat berlanjut menjadi HDV kronik
superimposed dengan HBV kronik dan berkembang menjadi hepatitis kronik berat dan sirosis.
2.10.Prognosis
Prognosis umumnya baik pada hepatitis B akut sebab beberapa orang memiliki angka
kesembuhan yang cukup singkat dan kelompok lainnya mengalami proses penyembuhan
secara lebih lambat selama beberapa bulan.
Pengecualian, dengan prognosis buruk pada sekelompok kecil orang (sekitar 1% dari
pasien yang terinfeksi) mengalami hepatitis fulminan. Hal ini dapat terjadi selama beberapa
hari sampai beberapa minggu dan dapat berakibat fatal dan berujung kematian. Serta pada
orang-orang
dengan
infeksi
HBV
kronis
berisiko
lebih
14
lanjut
mengalami
2.11.Pencegahan3
A.Pencegahan pada infeksi yang ditularkan melalui darah
Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum paparan.
1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan
a. Vaksin rekombinan ragi
-
b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV. Pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk
dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2 dosis
dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian / 0,1,6 atau sekarang dikenal
0,1,2 bulan dengan keefektivan yang sama.
c. Indikasi
-
15
Pasien dapat dirawat jalan selama terjamin hidrasi dan intake kalori pasien yang
cukup.
Tirah baring tidak lagi disarankan kecuali bila pasien mengalami kelelahan yang
berat.
Tidak ada diet yang spesifik atau suplemen yang memberikan hasil efektif
Obat-obat yang dimetabolisme di hati harus dihindari akan tetapi bila sangat
diperlukan dapat diberikan dengan penyesuaian dosis
Pasien diperiksa tiap minggu selama fase awal penyakit dan terus evaluasi sampai
sembuh
17
Pasien yang menunjukkan gejala hepatitis fulminan harus segera dikirim ke pusat
transplantasi.
Transplantasi hati bisa merupakan prosedur penyelamatan hidup untuk pasien yang
mengalami dekompensasi setelah serangan akut hepatitis.
Orang yang merawat pasien hepatitis akut A dan E harus selalu mencuci tangannya
dengan sabun dan air.
Orang yang kontak erat dengan pasien hepatitis B akut seharusnya menerima
vaksin hepatitis B.
18
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Eugene RS, Michael FS, Wills CM. Sciffs Diseases of the Liver. Volume 1. Lippincott
Williams & Wilkins : Philadelphia; 2007.p.3-15,715-7,746-86.
2. Kosasih EN, Kosasih AH. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. 2 nd ed.
Karisma : Jakarta; 2008.p.296-317.
3. Sanityoso A. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Hepatitis virus akut. Edisi IV. Jilid I. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta; 2007.h.427-32.
4. Pyrsopoulos
NT,
Katz
J.
Hepatitis
B.
13
Juni
2011.
Diunduh
dari
9. McCance K, Huether SERN, Brashers VL, et all. Pathophysiology. 6th ed. Mosby Elsevier:
phildelphia; 2010. p. 314,947.
10. Pyrsopoulos
NT,
Katz
J.
Hepatitis
B.
13
Juni
2011.
Diunduh
21
dari