PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia.
Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivititas, akan tetapi dapat
bersifat
menetap
dan
mengganggu
aktivititas
bahkan
kegiatan
harian.
(kecacatan),
sehingga
menambah
penurunan
upaya
penurunan
frekuensi
dan
derajat
serangan,
sedangkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan (PDPI, 2006).
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas
dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak
nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas
namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (GINA, 2010).
B. FAKTOR RISIKO
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu
(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi
genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma,
alergik (atopi), hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan
mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan
atau
(Amu, 2006)
Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun
iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak
perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang
sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. Ras/etnik
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor
risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi
saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas
dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status
kesehatan (Baratawidjaja, 2006).
Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan
kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
Faktor lain
a. Alergen makanan
b. Alergen obat-obatan tertentu
c. Bahan yang mengiritasi
4
d.
e.
f.
g.
h.
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran
napas yang akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan
epitel saluran napas, gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot
polos bronkus juga diduga berperan pada proses hipereaktivitas saluran napas.
Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi karena adanya inflamasi kronik
yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas, sehingga aliran udara menjadi
sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.
Hipereaktivitas tersebut terjadi sebagai respon terhadap berbagai macam
rangsang.
Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur
imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada
jalur yang didominasi oleh IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah
oleh APC (Antigen Presenting Cells), kemudian hasil olahan alergen akan
dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong ) terutama Th2 . Sel T penolong
inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin atau sitokin agar selsel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel
epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan
mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT),
platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain.
Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi organ sasaran yang dapat
menginduksi kontraksi otot polos saluran pernapasan sehingga menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi selsel
radang,
hipersekresi
mukus,
keluarnya
plasma
protein
melalui
Faal Paru
VEP1 80% nilai
prediksi
APE
80%
nilai
terbaik
Variability APE <20%
VEP1 80% nilai
prediksi
APE
80%
nilai
Persisten
Sedang
Persisten
Berat
>1x seminggu
Sering
terbaik
Variability APE 20%30%
VEP1 60-80% nilai
prediksi
APE 60-80% nilai
terbaik
Variability APE >30%
E. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan
dalam
melakukan
aktivitas
sehari-hari.
Pada
prinsipnya
gejala,
pemeriksaan
fisis
dan bila
memungkinkan
yang
dapat
menyebabkan
keterlambatan
dalam
pengobatan/tindakan.
2. Penatalaksanaan Asma Kronik
9
pengobatan
saat
serangan
untuk
mengatasi
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Agonis -2 kerja lama, inhalasi
Agonis -2 kerja lama, oral
Leukotrien modifiers
Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
mengi,
memperbaiki
rasa
inflamasi
berat
jalan
di
dada
dan
napas
atau
batuk,
tidak
menurunkan
10
penggunaannya
dikombinasikan
dengan
bronkodilator lain)
Antikolinergik
Aminofillin
Adrenalin
(PDPI,2003)
Initial Assesment
Riwayat, pem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF, Saturasi Oksigen
Initial Treatment
en smapai saturasi oksigen >90%, inhalasi 2-agonist kerja cepat (1jam), sistemik glukokortikosteroid, sedatif di kontra
11
(PDPI, 2003)
Gambar 3. Penatalaksanaan berdasarkan berat asma (PDPI, 2003)
12
BAB III
13
ILUSTRASI KASUS
A IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. D
Usia
: 44 tahun
Alamat
: Palur Karanganyar
Agama
: Islam
Status
: Belum menikah
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
No. RM
:B ANAMNESIS
Keluhan Utama: Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 1 hari yang lalu disertai
batuk berdahak bewarna bening kental, rasa tertekan didada dan mengi. Mulai
muncul setelah kedinginan akibat kehujanan. Pasien ada riwayat asma
sebelumnya dan mengaku mengkonsumsi salbutamol apabila sesak muncul
tetapi obat pasien sudah habis. Sesak napas timbul apabila terpapar dengan
suasana dingin, debu dan asap rokok. Sesak napas dirasakan mengganggu
aktivitas dan tidur. Dalam 6 bulan terakhir, sesak napas dirasakan lebih 1 kali
dalam seminggu tetapi tidak lebih 1 kali dalam sehari, dan saat malam
hari lebih 2 kali dalam sebulan. Sesak terasa berkurang dalam posisi duduk.
Pasien masih bisa tidur tanpa meninggikan bantal. Tidak demam, tidak
ada riwayat demam, nyeri dada tidak ada, tidak mual, tidak muntah, tidak ada
jantung berdebar. Batuk
lama
dan
keringat
malam
disangkal.
Saat
: disangkal
14
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pasien adalah ibu rumah tangga, merokok disangkal , minum alkohol
disangkal, obat-obatan terlarang disangkal
C PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang, gizi kesan cukup
Vital sign
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
RR : 30x/menit
Suhu : 36,2 C
1. Kepala
2. Mata
3. Telinga
4. Hidung
5. Mulut
penghidu baik
Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-),
6. Leher
7. Thorax
kiri,
retraksi
intercostal
(-),pernafasan
Auskultasi
Pulmo :
Inspeksi
Perkusi
Auskultasi
Punggung
Abdomen :
Inspeksi
Auscultasi
Perkusi
Palpasi
Genitourinaria
(-), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)
Peristaltik (+) normal
Timpani
Supel,nyeri tekan (-)
Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
16
Ekstremitas
Akral dingin
_
_
_
_
Odem
_
_
_ _
kemudian
Dexamethasone tab mg 0,5 3x1
Ambroxol tab mg 30 3x1
Pengobatan Lanjut
Edukasi pasien
Salbutamol tab mg 2 3x1
Dexamethasone tab mg 0,5 3x1
Resep
R/ Salbutamol tab mg 2 No X
S 3 dd tab 1
A
R/ Dexamethasone tab mg 0,5 No.X
S 3 dd tab 1
A
Pro: Nn.S ( 22 th)
17
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
A. Agonis -2
Agonis adrenergik atau simpatomimetik diberikan untuk terapi pada
asma, bronkitis, empisema dan berbagai penyakit paru obstruksi lainnya. Obat
simpatomimetik terdiri dari dua cara kerja yaitu short-acting (salbutamol,
terbutalin sulfat, bambuterol hidroklorida, fenoterol hidrobromida) dan longacting (formeterol fumarat, salmeterol). Efek karakteristik terbaik dari agobis
adrenergik pada jalan napas adalah relaksasi otot polos jalan napas yang
menyebabkan bronkodilatasi.
Beta adrenergik dapat diberika secara oral, subkutan, intravena atau secara
inhalasi. Pemberian terapi sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi oleh karena
penyerapan akan lebih baik dan tepat sasaran dan juga untuk meminimalisir efek
samping.
Agonis adrenergik merupakan obat utama pada penyakit asma dan
PPOK. Pada asma, short acting agonis adrenergik digunakan sebagai terapi pada
gejala akut dan untuk mencegah spasme bronkus. Sedangkan long acting agonis
adrenergik digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan asma yang
18
Salbutamol
Dosis : 3-4 dd 2-4 mg. Inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 100 mcg, pada
serangan akut 2 puff yang dapat diulang setelah 15 menit. Pemberian i.m
atau s.c 250-500 mcg, yang dapat diulang sesudah 4 jam.
Efek samping : jarang terjadi, biasanya biasanya berupa nyeri kepala,
mual dan tremor tangan. Pada overdosis dapat terjadi stimulasi reseptor -1
dengan efek kardiovaskular : takikardi, palpitasi, aritmia dan hipotensi. Oleh
karena itu jangan memberikan inhalasi dalam waktu yang terlalu singkat
karena dapat terjadi takifilaksis yaitu efek obat menurun dengan pesat pada
penggunaan yang terlalu sering.
Ventolin Nebules
Komposisi
: Salbutamol sulfate
Indikasi
Dosis
19
B. Metilprednisolon
Metilprednisolon adalah glukokortikoid turunan prednisolon yang
mempunyai efek kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya.
Metilprednisolon
tidak
mempunyai
aktivitas
retensi
natrium
seperti
dalam
berbagai
penyakit,
misalnya penyakit
Crohn, kolitis
20
tunggal pada pagi hari (obat diberikan tiap 2 hari sekali). Tujuan dari terapi ini
meningkatkan farmakologi pasien terhadap pemberian dosis pengobatan
jangka lama untuk mengurangi efek-efek yang tidak diharapkan termasuk
supresi adrenal pituitari, keadaan :Cushingoid, simptom penurunan
kortikoid dan supresi pertumbuhan pada anak.
Efek samping :
Saluran pencernaan : tukak lambung dengan kemungkinan perforasi
dan pendarahan, pankreatitis, distensi abdominal dan esofagus
ulseratif.
Muskuloskeletal : otot lemas, miopati steroid, kehilangan massa otot,
osteoporosis, kompressi fraktur vertebral, fraktur patologik pada tulang
panjang dan osteonekrosis.
Dermatologi : impaired wound healding, thin fragile skin, eritema
pada wajah dan keringat bertambah.
Sistem saraf : sakit kepala, vertigo, kejang, tekanan intrakranial
bertambah dengan edema papil (pseudo tumor).
Gangguan cairan dan elektrolit : retensi cairan dan natrium (edema)
jarang terjadi karena hanya sedikit mempunyai efek mineralokortikoid.
Edema ini dapat terjadi pada pasien yang terganggu kecepatan
glomerulusnya, hipokalemia, hipertensi serta gagal jantung bawaan.
Endokrin : penekanan pertumbuhan pada anak-anak, insufisiensi
adrenal sekunder (khususnya pada waktu stress karena trauma dan
pembedahan), menstruasi tidak teratur.
Mata : katarak supkapsular posterior, tekanan intraokuler bertambah
(kadang-kadang), glaukoma dan eksoftalmos.
Metabolik : keseimbangan nitrogen negatif (karena metabolisme
protein).
Pada penatalaksanaan asma Glukokortikosteroid sistemik diberikan
untuk mempercepat resolusi pada serangan asma derajat manapun kecuali
serangan ringan (bukti A), terutama jika :
21
kimianya
ialah:
N-cyclohexyl-N--methyl--(2--amino--
3,dibromobenzyl)--amonium chloride.
dilaporkan
mempunyai
aktivitas
penghambatan
sitokin
22
proinflamasi,
menurunkan
inflamasi
paru
dan
mempercepat
proses
penyembuhan paru.
Indikasi
Penyakit saluran napas akut dan kronis yang disertai sekresi bronkial,
antara lain: bronkiektasis, bronkhitis, bronkhitis asmatik dan asma bronkial.
Dosis
a
Dosis
dapat
dikurangi
menjadi
kali
pertama
pada
kehamilan
23
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak
sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Gejalanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas
namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan.
2. Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup
normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Terapi farmakologis asma ditujukan untuk mengatasi
dan mencegah gejala obstruksi jalan napas terdiri atas
pengontrol dan pelega.
24
DAFTAR PUSTAKA
Amu FA, Yunus F. Asma Pra Mentruasi, Departemen Pulmonologi Respirasi,
FKUI-RS Persahabatan. Jakarta, Respir Indo Vol:26 No1, 1 Januari 2006 ;
28.
Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati,Sundaru H, Siregar
SP, et al. Allergy and asthma, The scenario in Indonesia. In: Shaikh
WA.editor. Principles and practice of tropical allergy and asthma. Mumbai:
Vicas Medical Publishers; 2006.707-36.
Danusaputro H. Ilmu Penyakit Paru, 2000 ; 197 209.
GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.2006.
GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.2010.
Handayani D, Wiyono WH, Faisal Y. Penatalaksanaan Alergi Makanan. J.Respir
Indo 2004 ;24(3) 133-44.
Naning R. Prevalensi Asma pada murid Sekolah Dasar di Kotamadya
Yogyakarta, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM, RSUP Dr. sarjito,
Yogyakarta 1991.
Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol I: Jakarta. Penerbit
EGC. 1996:775.
Konsensus PDPI. 2003. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta:PDPI
Price AS, Alih Bahasa anugrah PatofisiologiProses-proses Penyakit, EGC, 1995 ;
689.
Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006 ; 247.
Suyono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI
25