Anda di halaman 1dari 21

Tugas Baca

Abses Kornea

Oleh :
Syamsu Akbar Khairillah
I1A009088
Pembimbing :
dr. M. Ali Faisal, M.Sc, Sp.M

BAGIAN/UPF ILMU PENYAKIT MATA


FK UNLAM RSUD ULIN
BANJARMASIN
Oktober, 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran


11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.
Kornea memberikan kontribusi 74% atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari
total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung
pada difusi glukosa dari aquous humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan
air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus.
Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf
terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan
konjungtiva. 1
Abses kornea sebagian besar merupakan komplikasi dari ulkus kornea
secara lokal yang disertai dengan edema stroma dan infiltrasi leukosit. Abses
stroma kornea adalah kondisi yang sangat serius dan berpotensi mengancam
visus. Infeksi ini menyebabkan rasa sakit hebat pada mata. Abses kornea
kebanyakan ditemui pada kuda, sangat jarang pada manusia. Penelitian Darougar
pada tahun 1998 di London menemukan satu kasus abses marginal kornea yang
diakibatkan oleh adult chlamydial ophtalmia (ACO).2,3,4

Seseorang dengan abses stroma kornea akan memiliki bercak putih atau
kuning pada kornea yang menandai adanya akumulasi organisme (bakteri atau
jamur) dan atau sel darah putih. Mata mungkin terasa kabur atau merah dengan
berbagai tingkat

ketidaknyamanan pada mata. Abses pada kornea dapat

menyebakan suatu titik lemah pada kornea dan menyebabkan suatu titik perforasi
pada mata dan menyebabkan kebutaan.5
Terapi medis dan pembedahan telah dikembangkan pada kasus abses stroma
kornea. Abses yang superficial cenderung berhubungan dengan infeksi bakteri dan
akan berespon dengan terapi medis. Atropin topikal, antibiotik diberikan secara
topical dan sistemik, dan NSAID. Pembedahan dianjurkan jika tidak terjadi
penyembuhan dalam 48-72 jam setelah terapi medis agresif. Pembedahan
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhan.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kornea
Dinding

bola

mata

bagian

depan

ialah

kornea

yang

merupakan jaringan yang jernih dan bening, bentuknya hamper


sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada arah transversal
(12 mm) dibanding arah vertikal. Batas kornea dan sclera disebut
limbus. Tebal kornea berkisar 0.6-1.0 mm dan terdiri atas 5
lapisan yaitu epitel, membrana bowman, stroma, membran
descemet, dan endotel.6

Gambar 2.1. Anatomi Kornea

Epitel

Epitel kornea merupakan lapisan paling luar kornea dan


berbentuk epitel pipih berlapis tanpa tanduk. Bagian terbesar
ujung saraf kornea berakhir pada epitel ini. Setiap gangguan
epitel akan memberikan gangguan sensibilitas kornea berupa
rasa sakit atau mengganjal. Daya regenerasi epitel cukup besar
sehingga

apabila

terjadi

kerusakan,

aan

diperbaiki

dalam

beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut.6


Membrana Bowman
Terletak di bawah epitel dan merupakan suatu membrane
tipis yang homogeny dan terdiri atas susunan serat kolagen kuat
yang mempertahankan bentuk kornea. Bila terjadi kerusakan
pada

membrane

bowman

maka

akan

berakhir

dengan

terbentuknya jaringan parut.6


Stroma
Merupakan lapisan paling tebal dari kornea dan terdiri dari
atas jaringan kolagen yang tersusun dalam lamel-lamel dan
berjalan sejajar dengan permukaan kornea. Diantara serat-serat
kolagen ini terdapat matriks. Stroma bersifat higroskopis yang
menarik air dari bilik mata depan. Kadar air di dalam stroma
kurang lebih 70%. Kadar air di dalam stroma relative yang diatur
oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel.

Apabila fungsi sel endotel kurang baik maka akan terjadi


kelebihan kadar air sehingga timbul edem kornea. Serat di dalam
stroma demikian teratur sehingga memberikan gambaran kornea
yang transparent atau jernih. Bila terjadi gangguan susunan
serat di dalam stroma seperti edema kornea dan sikatriks kornea
akan mengakibatkan sinar yang melalui kornea terpecah dan
kornea terlihat keruh.6
Membran Descement
Merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat,
tidak berstuktur dan bening. Terletak di bawah stroma, lapisan ini
merupakan

pelindung

atau

barier

lapis

sel

infeksi

dan

masuknya

pembuluh darah.6
Endotel
Terdiri
terpenting

atas
untuk

satu

yang

mempertahankan

merupakan

kejernihan

jaringan

kornea.

Sel

endotel adalah sel yang mengatur cairan di dalam stroma


kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi sehingga bila
terjadi kerusakan, endotel tidak akan normal lagi. Endotel dapat
rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, dan
penyakit intraocular. Usia lanjut dapat menyebabkan jumlah
endotel berkurang. Kornea tidak mengandung pembuluh darah,

jernih dan bening sebagai dinding, juga berfungsi sebagai media


pengelihatan, dan dipersyarafi oleh N.V.6

Gambar 2.2. Gambaran Kornea Pada Potongan Melintang

B. Abses
1. Definisi Abses
Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan
pus (bakteri,jaringan nekrotik dan sel darah putih). Abses adalah kumpulan nanah
(netrofil yang telah mati yang terakumulasi disebuah kavitas jaringan karena
adanya proses infeksi). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi kebagian lain dari tubuh.7
2. Etiologi Abses
Menurut ahli penyakit infeksi penyebab abses antara lain :8
1. Infeksi Mikrobial
Merupakan penyebab paling sering terjadinya abses. Virus menyebabkan
kematian sel dengan cara multiplikasi. Bakteri melepaskan eksotoksin yang

spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang merupakan awal radang atau
melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel
2. Reaksi hipersensitivitas.
Terjadi bila ada perubahan respon Imunologi yang menyebabkan jaringan
rusak.
3. Agen Fisik
Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar, atau dinding
berlebih (frostbite).
4. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan oksidan, asam, basa, akan merusak jaringan dengan cara
memprovokasi terjadinya proses radang, selain itu agen infeksi dapat melepaskan
bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung menyebabkan radang
5. Nekrosis jaringan
Aliran darah yang kurang akan menyebabkan hipoksia dan berkurangnya
makanan pada dearah yang bersangkutan. Menyebabkan kematian jaringan yang
merupakan stimulus kuat penyebab infeksi pada daerah tepi infeksi sering
memperlihatkan suatu respon radang akut.
Penyebab utama terjadinya abses yaitu adanya benda asing yang diikuti
bakteri pyogenic. (Stapilococcus Spp, Esceriscia coli, Streptokokkus beta
haemoliticus Spp, Pseudomonas, Mycobakteria, Pasteurella multocida, Corino
bacteria, Achinomicetes) dan juga bakteri yang bersifat obligat anaerob
(Bakteriodes sp, Clostridium, peptostreptokokkus, fasobakterium). Infeksi bisa
menyebar, baik secara lokal maupun sistemik. Penyebaran infeksi melalui aliran

darah bisa menyebabkan sepsis. Maka dari itu penanganan abses perlu sesegera
mungkin (cito). Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih
putih karena kulit diatasnya menipis. Kemungkinan

terbentuknya

abses

meningkat pada:9

3.

Adanya kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
Individu dengan gangguan sistem kekebalan.
Individu dengan gangguan vaskular
Patofisiologi Abses
Kuman yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan

dengan cara mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik


(sintesis), kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau
melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi
hipersensitivitas

terjadi

bila

ada

perubahan

kondisi

respon

imunologi

mengakibatkan perubahan reaksi imun yang merusak jaringan. Agent fisik dan
bahan kimia oksidan dan korosif menyebabkan kerusakan jaringan,kematian
jaringan menstimulus untuk terjadi infeksi. Infeksi merupakan salah penyebab
dari peradangan, kemerahan merupakan tanda awal yang terlihat akibat dilatasi
arteriol akan meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi kalor terjadi bersamaan
dengan kemerahan bersifat lokal. Peningkatan suhu dapat

terjadi secara

sistemik.10
Akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofaq mempengaruhi
termoregulasi pada suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan
terjadi hipertermi. Peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah
mengalir keseluruh kapiler, kemudian aliran darah kembali pelan. Sel-sel darah
8

mendekati dinding pembuluh darah didaerah zona plasmatik. Leukosit menempel


pada epitel sehingga langkah awal terjadi emigrasi kedalam ruang ekstravaskuler
lambatnya aliran darah yang mengikuti Fase hyperemia meningkatkan
permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarya plasma kedalam jaringan, sedang
sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat tekanan hidrostatik meningkat
dan tekanan osmotik menurun sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga
ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat

yaitu edema.

Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga abses
menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi, termasuk bradikinin, prostaglandin,
dan serotonin merusak ujung saraf sehingga menurunkan ambang stimulus
terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif yang menimbulkan nyeri.
Adanya edema akan mengganggu gerak jaringan sehingga mengalami penurunan
fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas.10
Inflamasi terus terjadi selama, masih ada pengrusakan jaringan bila
penyabab kerusakan bisa diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh
tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan
menyebabkan debris terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses di sel
jaringan lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat menimbulkan reaksi tubuh
yang berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan
jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak (fase organisasi),
bila fase destruksi jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui
jaringan granulasi fibrosa. Tapi bila destruksi jaringan berlangsung terus akan

terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak
hilang.10
Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan
sehingga terjadi kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang diinsisi dapat
mengakibatkan resiko penyebaran infeksi.10

Gambar 2.3. Proses Pembentukan Abses

4. Manifestasi Klinis
Terbentuk indurasi disertai reaksi inflamasi disekitarnya yang lamakelamaan terbentuk masa kistik dengan temperatur yang lebih hangat
dibandingkan jaringan sehat. Pada palpasi akan didapatkan adanya fluktuasi
sebagai akibat banyaknya eksudat yang terbentuk. Gejala sistemik yang terjadi
bisa timbul demam yang berulang. Gejalanya bisa timbul:9

adanya masa
nyeri
teraba hangat
pembengkakan

10

kemerahan

C. Abses Kornea
1. Definisi
Abses kornea adalah kumpulan lokal dari jaringan yang mati
dan sel-sel darah putih yang biasanya terjadi pada stroma
kornea. Stroma terletak antara epitel kornea superficial dan
endothelium. Jika terjadi suatu trauma atau ulkus pada kornea,
maka sel-sel epitel disekitar akan mencoba menutup luka pada
kornea. Proses ini terkadang menyebabkan terperangkapnya
bakteri, jamur, atau benda asing di dalam stroma kornea.3
2. Etiologi
Penyebab dari abses kornea dapat berupa infeksi ataupun
steril (hanya terdapat sel darah putih). Mayoritas dari abses
kornea dimulai dari ulkus kornea yang telah terjadi epitelisasi dan
terjebaknya agen infeksi dan leukosit dalam stroma kornea.
Proliferasi terjadi pada ruang tertutup ini. Abses yang berada di
dekat limbus biasanya disebabkan oleh infeksi agen sistemik.
Bakteri merupakan penyebab paling umum dari abses kornea.
Namun, jika abses yang jauh lebih dalam dari stroma atau
melibatkan endotel dan membrane Descement, hal ini sangat
mungkin disebabkan oleh jamur.3,11

11

Pada manusia abses kornea berkaitan dengan infeksi


Chlamidya trachomatis dengan riwayat unilateral papiler dan
folikuler konjungtivitis serta keratitis pungtata. Pada manusia
bisa terjadi abses marginal kornea yang diakibatkan oleh adult
chlamydial ophtalmia (ACO).4
3. Patogenesis
Epitel kornea terdiri dari delapan sampai dua belas lapisan
sel dan dapat rusak oleh trauma, kekeringan akibat kurangnya
air mata, paparan sinar UV, atau terinfeksi langsung oleh bakteri,
jamur, ataupun virus. Air mata bertindak sebagai film pertahanan
mata, pelumas, pembilas, serta membawa immunoglobulin dari
kelenjar air mata. Lapisan kedua adalah lapisan kornea yang
memberikan

suatu

penghalang

seluler

untuk

memisahkan

lingkungan eksternal dengan lapisan kornea dibawahnya.11


Transparansi kornea berhubungan dengan orientasi fibril
kolagen, keratosit dan fibrosit dalam stroma, serta tidak adanya
pembuluh darah dan pigmentasi pada kornea. Kejernihan kornea
akan hilang ketika semua hal itu terganggu yang diakibatkan
oleh

luka

kornea

terutamanya

disertai

dengan

kerusakan

stroma.11
Stroma kornea berada diantara epitel kornea superfisial dan
endotel. Jika mata mengalami trauma baik secara langsung

12

maupun tidak langsung, sel-sel epitel akan menutup luka


ataupun ulkus tersebut. Namun, ketika penutupan luka terjadi,
bakteri, jamur, ataupun benda asing dapat terperangkap di
dalam stroma. Epitel kornea kemudian menjadi penghalang dari
penetrasi obat, yang melindungi bakteri ataupun jamur dari obatobatan topikal mata.3
Faktor

pertumbuhan

mikroorganisme

dan

dan

jaringan

protein
mati

pada

dilepaskan
abses

oleh

kemudian

menyebabkan migrasi sel darah putih ke daerah tersebut. Sel


darah

putih

menyebabkan

menghasilkan
degenerasi

enzim

kolagen

ke
lebih

dalam
lanjut

stroma
dan

dan

terjadi

stimulus untuk invasi neutrofil lebih lanjut.3


Jamur memiliki afinitas untuk membrane basal (lebih banyak
kolagen tipe IV), dan dapat tumbuh tanpa hambatan. Dari
perspektif histopatologis, terdapat banyak neutrofil bersamasama dengan makrofag ke tempat infeksi.11
4. Diagnosis
Pada anamnesis biasanya didapatkan mata merah, sensasi
berpasir, fotofobia berat, penurunan visus. Terdapat riwayat
penyakit mata lain seperti keratitis pungtata, konjungtivitis
papiler dan folikuler atau infeksi Chlamydia pada mata. Pada
pemeriksaan terlihat palpebra sedikit ptosis, konjungtiva bulbar

13

kemosis dan hiperemis. Konjungtiva palpebra menunjukkan


hyperplasia folikuler dan papiler berat.4
Diagnosis abses stroma didasarkan pada adanya suatu
fokus, kuning-putih, opasitas kornea dengan berbagai tingkat
edema kornea. Abses dapat di stroma kornea superfisial atau
lebih dalam. Mata mungkin terlihat suram dan merah dengan
berbagai tingkat ketidaknyamanan mata. Pada pemeriksaan
kultur dari bahan abses bias didapatkan bakteri, jamur, ataupun
mikroorganisme lain seperti Chlamydia trachomatis.3,4,11

Gambar 2.4. Abses marginal kornea akibat infeksi Chlamydia


trachomatis.

Tes Fluoresensi
Tes fluoresensi adalah suatu tes untuk mengetahui apakah
telah terjadi kerusakan epitel kornea atau tidak. Tes fluoresensi

14

dilakukan dengan kertas fluoresin

yang ditetesi 1 tetes cairan

fisiologis dan ditempelkan pada forniks inferior. Warna hijau pada


kertas menunjukkan hasil yang positif.
Pada keratitis superficial epitel, biasanya tes fluoresensi
memberikan hasil positif, pada ulkus kornea hanya memberikan
hasil positif pada tepi ulkus, dan pada abses kornea biasanya
memberikan hasil yang negative karena permukaan abses
kornea telah ditutupi oleh epitel dan memberikan hasil yang
negatif.2,11

5. Diagnosis Banding
Secara klinis, abses stroma kornea hampir identik dengan
keratouveitis non-ulseratif (NKU). Hal yang membedakannya
adalah pada NKU lebih didominasi uveitis daripada keratitis dan
penderita merasa sangat tidak nyaman. Lesi NKU sering berada
di dekat limbus dan cenderung jauh ke dalam lapisan kornea.
Penampilan klinis NKU dan abses stroma kornea tahap lanjut
mungkin sangat membingungkan.11
6. Penatalaksanaan
Terapi medis dan pembedahan telah dikembangkan untuk
tatalaksana abses kornea. Abses stroma supefisial cenderung

15

berhubungan dengan infeksi bakteri dan akan merespon dengan


terapi medis. Atropin topikal, antibiotik topikal dan sistemik
(antibiotic dan antijamur), serta NSAID dapat diberikan.

Jika

perbaikan yang signifikan dalam 48-72 jam setelah terapi medis


agresif, terapi pembedahan dianjurkan untuk mengurangi rasa
sakit dan mempercepat penyembuhan.3
Jika abses disertai uveitis yang berat maka operasi harus
dipertimbangkan. Abses kornea yang disebabkan oleh jamur atau
benda asing biasanya tidak merespon dengan baik terhadap
terapi.

Operasi

yang

biasa

dilakukan

adalah

transplantasi

kornea.3
Jika penyebab abses kornea adalah Chlamydia trachomatis,
maka pilihan terapinya dalah pemberian antibiotic topikal
rifampicin atau tetrasiklin zalf mata selama 6 minggu atau
tetrasiklin sistemik selama 2 minggu.4

7. Komplikasi
Sebuah abses kornea dapat menyebabkan titik lemah pada
mata dan dapat terjadi perforasi. Hal ini dapat menyebabkan
kebutaan.

Abses

juga

dapat

menyebabkan

intraokular yang juga dapat mengancam visus.5


8. Prognosis

16

peradangan

Pada akhirnya, hasil terapi dari abses kornea tergantung dari


kecepatan identifikasi dan agresivitas terapi. Kasus dengan
prognosis buruk terjadi kurang dari 5% kasus. Terapi medis pada
abses kornea memang memakan waktu yang panjang dan
melelahkan bagi pasien.11

BAB III
PENUTUP

Abses kornea adalah kumpulan lokal dari jaringan yang mati


dan sel-sel darah putih yang biasanya terjadi pada stroma
17

kornea. Penyebab dari abses kornea dapat berupa infeksi


ataupun steril (hanya terdapat sel darah putih). Terapi medis dan
pembedahan telah dikembangkan pada kasus abses stroma kornea. Abses yang
superficial cenderung berhubungan dengan infeksi bakteri dan akan berespon
dengan terapi medis. Pada akhirnya, hasil terapi dari abses kornea
tergantung dari kecepatan identifikasi dan agresivitas terapi.
Kasus dengan prognosis buruk terjadi kurang dari 5% kasus.

DAFTAR PUSTAKA

1.

American Academy of opthalmology. Externa disease and cornea. San


Fransisco 2007 : 8-12, 157-160

18

2.

Ilyas S. Sari Ilmu Penyakit Mata edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2000.

3.

Brooks DE. The dreaded corneal stromal abscess. University of Florida,


2002.

4.

Darougar S, Viswalingam ND. Marginal corneal abscess associated with


adult chlamydial ophtalmia. British Journal of Ophtalmology, 1988; 72: 774777.

5.

Anonymous. Corneal abscess in the horse. Diakses pada 05


Oktober 2014 dari http://www.eyecareforanimals.com/animaleye-conditions/equine/245 corneal abscess-in-the-horse.html.

6.

Ilyas Sidarta, Malingkay, Taim Hilman, dkk. Ilmu Penyakit


Mata : Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa Kedokteran. Ed 2.
Jakarta: Sagung Seto. 2007; halaman 3-8, 120-123.

7.

Smeltzer SC. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan), Edisi


8, Vol 2. Jakarta: EGC, 2002.
8.
Underwood JCE. Buku Ajar Ilmu Bedah (terjemahan), Edisi 4. Jakarta:
EGC, 1999.
9.
10.
11.

Hermana A. Insisi drainase abses. Diakses pada 05 Oktober 2014 dari


http://bedahminor.com/index.php/main/show_page/234.
Sjamsuhidayat S, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, 1998.
Cutler TJ. Clearly an abscess: changes corneal clarity. Diakses pada 05
Oktober 2014 dari http://veterinarynews.dvm360.com/clearly-abscesschanges-corneal-clarity?id=&sk=&date=&%0A%09%09%09&pageID=2.

19

Anda mungkin juga menyukai