5 SULIS Kredit Kendaraan 7 April 2015
5 SULIS Kredit Kendaraan 7 April 2015
H. Sri Sulistyanto1
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Soegijapranata Semarang
Jika kemarin-kemarin kemacetan menjadi salah satu brand Kota Jakarta, kini
citra tersebut seolah meningkatkan statusnya menjadi nasional. Betapa tidak, hampir
semua kota di Indonesia mengalami kondisi serupa. Bahkan tidak lagi hanya pada jamjam sibuk. Tapi hampir sepanjang hari. Dan, yang mengherankan, meski berbagai
rekayasa tranportasitermasuk seminar, workshop, dan kegiatan sejenis yang
melibatkan banyak pakar transportasitelah dilakukan, masalah tidak kunjung terurai.
Yang terjadi justru sebaliknya. Masyarakat mesti makin berjuang keras menembus
ruwetnya lalu lintas dari hari ke hari.
Krisis Transportasi dan Keuangan
Padahal, secara konseptual, penyelesaiannya mudah. Yakni dengan
menyeimbangkan pertambahan jalan dengan pertumbuhan kendaraan. Jangan seperti
saat ini. Rasionya kian njomplang dari waktu ke waktu. Pertumbuhan kendaraan,
khususnya milik pribadi, melebihi kapasitas jalan raya. Karenanya mudah dimengerti
jika para pakar pun mengusulkan agar Pemerintah segera membenahi transportasi
publik untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi. Asumsinya, kalau layanan
angkutan umum berubah jadi aman dan nyaman, masyarakat akan beralih
memanfaatkan fasilitas publik tersebut.
Benarkah? Meski belum dibuktikan secara empiris, bisa diduga penggunaan
kendaraan pribadi tidak akan serta merta menurun sejalan dengan membaiknya
angkutan umum. Tentu bukan tanpa alasan. Masyarakat sudah terlanjur terlena dengan
nikmatnya kendaraan pribadi. Sampai untuk memiliki kendaraan pribadi pun mereka
rela membayar bunga kredit kendaraan yang relatif tinggi.
Sementara, di sisi lain, bank maupun lembaga pembiayaan berlomba-lomba
menawarkan kredit kepemilikan kendaraan. Dengan iming-iming yang menggiurkan
lagi. Lihat saja, dengan hanya beberapa ratus ribu rupiah, seseorang sudah bisa
membawa pulang kendaraan baru. Bahkan dalam banyak kasus tanpa harus melihat
kemampuan bayar (capacity) calon debiturnya. Maka memang mudah dipahami jika
angka kredit macet (bad debt) bisnis pembiayaan kendaraan pun relatif cukup tinggi.
Sampai-sampai mendorong munculnya profesi baru. Yakni debt collector khusus
kendaraan bermotor.
Tapi, sayangnya, bangsa ini seolah lupa bahwa krisis keuangan di Amerika
Serikat tahun 2008 lalu juga bermula dari kredit macet. Ya, booming bisnis properti di
negara itu membuat pihak terkait dengan mudahnya melepas kredit kepemilikan rumah.
1Dimuat di Radar Semarang 7 April 2015.
1