Anda di halaman 1dari 15

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering

digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya.1
Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.2
3.2

Faktor Resiko2
1. Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya.
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktivitas bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

3.3

Patofisiologi1,3
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang

diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal,
perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi
yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan
pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi
kolagen dalam dinding luar salurannafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan
nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang
mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit. Dalam keadaan
normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan seimbang. Apabila
terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebas

10

mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari
berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress
oksidan, selanjutnya akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid
selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses inflamasi akan
mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akanmenyebabkan
dilepaskannya

faktor

kemotataktik

neutrofil

seperti

interleukin

dan

leukotrienB4,tumuor necrosis factor (TNF),monocyte chemotactic peptide(MCP)-1


danreactive oxygen species(ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil
melepaskan protease yang akanmerusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul
kerusakan dinding alveolar danhipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan
menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti
proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan
antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofag dan neutrofil akan
mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksidadengan
bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik
akandiubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion
fero denganhalida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl).
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk
kronis sehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi.Penurunan fungsi paru
terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa
destruksi alveol yang menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang
berlebihan oleh leukosit dan polusidan asap rokok.

11

3.3 Penegakan Diagnosis2


Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi
paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
-

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.
Inspeksi

12

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) Adalah


sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang.

Sikap ini

terjadi

sebagai

mekanisme

tubuh

untuk

mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk


mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
-

Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

Penggunaan otot bantu napas

Hipertropi otot bantu napas

Pelebaran sela iga

Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher
dan edema tungkai

Palpasi
-

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi
-

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma


rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi
-

suara napas vesikuler normal, atau melemah


terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa

ekspirasi memanjang

bunyi jantung terdengar jauh

B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1.

Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

13

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau


VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai


beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri
tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,

APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif


dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan


APE meter.

Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20


menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung

14

Pada bronkitis kronik :


Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
-

Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru


Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat

DLCO menurun pada emfisema

Raw meningkat pada bronkitis kronik

2. Uji latih kardiopulmoner


-

Sepeda statis (ergocycle)

Jentera (treadmill)

Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3.

Uji provokasi bronkus


Untuk menilai derajat hipereaktifitas bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktifitas bronkus derajat ringan

4.

Uji coba kortikosteroid


Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama
2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal
250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah
pemberian kortikosteroid

5.

Analisis gas darah


Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
15

- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau
bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
3.4 DIAGNOSIS BANDING2
1. Asma
2. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
3. Gagal jantung kronik
3.5 PENATALAKSANAAN2
A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
1.

Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari
16

edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktifitas dan mencegah kecepatan


perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau
tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
a. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
b. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
c. Mencapai aktifitas optimal
d. Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut
secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun
bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan
di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi
diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan
waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat
diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan
semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktifitas. Penyesuaian aktifitas
dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup
pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan
derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan
kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
a. Pengetahuan dasar tentang PPOK
b. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
c. Cara pencegahan perburukan penyakit
d. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
e. Penyesuaian aktifitas
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,
langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian
17

edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu
banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan
penyakit kronik progresif yang ireversibel.
2. Obat obatan
a. Bronkodilator
Diberikan

secara

tunggal

atau

kombinasi

dari

ketiga

jenis

bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit


( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek
panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
-

Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

Golongan agonis beta - 2


Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai
obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2 Kombinasi kedua
golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah
penderita.
18

Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer
untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip
untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250
mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
-

Lini I : amoksisilin makrolid

Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,


makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih Amoksilin dan klavulanat,


Sefalosporin generasi II & III injeksi, Kuinolon per oral ditambah dengan
yang anti pseudomonas Aminoglikose per injeksi, Kuinolon per injeksi,
Sefalosporin generasi IV per injeksi.
d. Kortikosteroid
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
IV,berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metyl
prednisolon atau prednisone. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
19

perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >20% dan minimal 250


mg
Tidak selalu diberikan tergantung berat eksaseerbasi. Pada eksaserbasi
derajad sedang dapat diberikan prednisone 30mg/hari selama 1-2 minggu,
pada derajad berat diberikan secara IV
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktifitas
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan

20

4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien
PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan
di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
- ventilasi mekanik dengan intubasi
- ventilasi mekanik tanpa intubasi
5. Nutrisi
Malnutrisi

sering

terjadi

pada

PPOK,

kemungkinan

karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang


meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena
berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas
darah Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak
akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan
keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila
perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan
pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak
rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat
meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi
terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas
21

kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan


keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi
muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan
elektrolit yang terjadi adalah :
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan
pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan
waktu pemberian yang lebih sering.
6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualitas hidup yang menurun
B. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
22

a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas


b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau
frekuensi nadi > 20% baseline.
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi
yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat)
Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang
telah diedukasi
dengan cara :
- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk
bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk
nebuliser
- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
- Menambahkan mukolitik
- Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
3.6 KOMPLIKASI2
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
a. Gagal napas
-

Gagal napas kronik

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

b. Infeksi berulang
c. Kor pulmonal
3.7 PENCEGAHAN2
a. Mencegah terjadinya PPOK
-

Hindari asap rokok


23

Hindari polusi udara

Hindari infeksi saluran napas berulang

b. Mencegah perburukan PPOK


-

Berhenti merokok

Gunakan obat-obatan adekuat

Mencegah eksaserbasi berulang

24

Anda mungkin juga menyukai