Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Sampel


2.1.1 Uraian Ikan Sembilang
Taksonomi ikan Sembilang:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Actinopterygii

Ordo

: Siluriformes

Famili

: Plotosidae

Genus

: Paraplotosus

Spesies

: Paraplotosus albilabris
(Nelson, 2006)
Ikan Sembilang atau Eel tailed catfish adalah jenis ikan laut yang bentuk

tubuhnya menyerupai ikan Lele. Hidupnya pada kedalaman 0-10 meter. Sering
dijumpai di daerah pesisir pantai atau laut dangkal. Bentuk badannya panjang
tanpa sisik, sirip punggung pertama berduri tajam dekat dengan kepala, sirip
punggung kedua bersambung dengan sirip ekor dan sirip dubur. Ikan ini dapat
mencapai panjang 134 cm. Ikan Sembilang merupakan ikan predator, yang
memangsa ikan-ikan kecil, selain itu ikan ini juga memakan hewan-hewan yang
hidup di dasar laut yaitu hewan-hewan kelompok gastropoda, moluska dan
krustasea. Ikan dewasa dapat hidup sendiri atau dalam kelompok kecil (Utomo, et
al., 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Uraian Ikan Kepala Batu


Taksonomi ikan Kepala Batu:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Actinopterygii

Ordo

: Atheriniformes

Famili

: Atherinidae

Genus

: Pranesus

Spesies

: Pranesus duodecimalis
(Valenciennes, 1835)
Ikan Kepala Batu atau yang biasa disebut ikan Gulamah merupakan ikan

yang habitatnya di perairan pantai hingga ke laut dangkal dan sungai. Ikan ini
memiliki bentuk tubuh memanjang dan seluruh bagian tubuhnya tertutup sisik
kecuali ujung kepala. Sirip punggung tidak terputus, dengan lekukan yang dalam
antara bagian sirip yang berjari-jari keras dengan bagian sirip yang berjari-jari
lemah. Ikan ini menjadikan ikan-ikan kecil dan udang sebagai makanannya
(Kottelat, et al., 1993).
2.2 Pencemaran Laut
Kehidupan manusia di bumi sangat bergantung pada lautan. Manusia harus
menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di
dalamnya. Dengan demikian laut seakan-akan merupakan sabuk pengaman
kehidupan manusia di muka bumi ini. Di lain pihak, lautan merupakan tempat
pembuangan benda-benda asing dan pengendapan barang sisa yang diproduksi
oleh manusia. Lautan juga menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari

Universitas Sumatera Utara

daerah pertanian dan limbah rumah tangga, dari atmosfer, sampah dan bahan
buangan dari kapal, tumpahan minyak dari kapal tanker, pengeboran minyak lepas
pantai, dan masih banyak lagi bahan yang terbuang ke lautan (Darmono, 2001).
Lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahan-bahan tersebut sehingga
konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Kehidupan laut
dalam juga terbukti lebih sedikit terpengaruh daripada laut dangkal. Daerah
pantai, terutama daerah muara sungai, sering mengalami pencemaran berat, yang
disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan terus-menerus secara
perlahan sehingga terjadi akumulasi (Darmono, 2001).
2.3 Klasifikasi Laut Berdasarkan Kedalamannya
Berdasarkan kedalamannya, laut dibagi menjadi 4 zona, yaitu: zona
lithoral, zona neritis, zona bathial, dan zona abisal.
a. Zona Lithoral
Zona Lithoral adalah wilayah pantai atau pesisir atau shore. Pada saat air
laut pasang wilayah ini tergenang air dan pada saat air laut surut wilayah ini
berubah menjadi daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering juga disebut wilayah
pasang-surut.
b. Zona Neritis
Zona Neritis (wilayah laut dangkal) yaitu dari batas wilayah pasang surut
hingga kedalaman 50 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari
sehingga pada wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik
hewan maupun tumbuh-tumbuhan.

Universitas Sumatera Utara

c. Zona Bathial
Zona Bathial (wilayah laut dalam) adalah wilayah laut yang memiliki
kedalaman antara 50 m hingga 1800 m. Wilayah ini tidak dapat tertembus sinar
matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat
di wilayah Neritis.
d. Zona Abisal
Zone Abisal (wilayah laut sangat dalam) yaitu wilayah laut yang memiliki
kedalaman di atas 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada
tumbuh-tumbuhan. Jenis hewan yang dapat hidup di wilayah ini sangat terbatas.
2.4 Logam
Logam dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu logam esensial dan logam
nonesensial. Logam esensial adalah logam yang diperlukan untuk membantu
reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup seperti
membantu kerja enzim atau pembentukan sel darah merah. Sebaliknya logam
nonesensial adalah logam yang keberadaannya dalam tubuh makhluk hidup dapat
menimbulkan pengaruh-pengaruh negatif dan apabila kandungannya tinggi akan
dapat merusak organ-organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan. Logam yang
dapat menyebabkan keracunan adalah jenis logam berat. Logam ini termasuk
logam yang esensial seperti Cu, Zn, Ni dan yang nonesensial seperti Hg, Pb, Cd,
dan As (Palar, 2008).
Timbal
Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Timbal memiliki titik
lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif sehingga bisa

Universitas Sumatera Utara

digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah
logam yang lunak bewarna abu-abu kebiruan mengkilat. Logam ini mempunyai
nomor atom 82 dengan bobot atau berat atom 207,20. Timbal meleleh pada suhu
328o C, titik didih 1740o C dan memiliki masa jenis 11,34 g/cm3 (Widowati,
2008).
2.5.1 Kegunaan Timbal
Timbal merupakan salah satu logam yang populer dan banyak dikenal oleh
orang awam. Hal ini dikarenakan timbal banyak digunakan di pabrik-pabrik baik
dalam bentuk murni maupun dalam bentuk campurannya dengan logam lain
(Darmono, 1995).
Penggunaan dalam jumlah yang paling besar adalah untuk bahan produksi
baterai dan aki. Timbal oksida (PbO4) dan logam timbal dalam industri baterai
digunakan sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Alloy Pb yang
mengandung 1% stibium (Sb) banyak digunakan sebagai kabel telepon. Alloy Pb
dengan 0,15% As, 0,1% Sn, dan 0,1% Bi banyak digunakan untuk kabel listrik
(Palar, 2004).
Logam Pb juga digunakan dalam industri percetakan (tinta) dalam bentuk
senyawa PbS. Pb murni biasanya digunakan untuk melapisi logam lain dan pipa
sehingga bahan yang dilapisi tersebut tidak mudah berkarat atau rusak karena
bahan-bahan kimia yang bersifat korosif. Lebih dari 200.000 ton Pb digunakan
dalam industri kimia yang berbentuk (CH3)4-Pb (tetrametil-Pb) dan (C2H5)4-Pb
(tetraetil-Pb), yang biasanya dicampur dengan bahan bakar kendaraan untuk
melindungi mesin agar lebih awet (Palar, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Senyawa Pb juga digunakan untuk pembuatan cat, seperti PbCrO4 yang


menghasilkan cat

berwarna kuning

kemerahan,

Pb(OH)2.2PbCO3

untuk

menghasilkan cat berwarna putih, sedangkan senyawa Pb3O4 digunakan untuk


mendapatkan warna merah (Palar, 2004).
Senyawa silikat timbal (Pb-silikat) digunakan secara luas sebagai salah
satu bahan pengkilap keramik dan sekaligus berperan sebagai bahan tahan api,
sedangkan persenyawaan yang terbentuk antara Pb dengan arsenat dapat
digunakan sebagai insektisida (Palar, 2004).
2.5.2 Toksisitas Timbal
Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi
karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya
Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan
minuman, udara dan perembesan atau penetrasi melalui selaput atau lapisan kulit
(Palar, 2004).
Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini
ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal itu disebabkan karena timbal (Pb) adalah
logam toksik yang bersifat kumulatif dan bentuk senyawanya dapat memberikan
efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Suharto,
2005).
Gejala yang khas dari keracunan Pb yaitu:
1. Anemia: Pb dapat menghambat pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga
menyebabkan anemia. Selain itu, lebih dari 95% Pb yang terbawa dalam aliran
darah dapat berikatan dengan eritrosit yang menyebabkan mudah pecahnya
eritrosit tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2. Ensefalopati: Pb menyebabkan kerusakan sel endotel dan kapiler darah otak


sehingga dapat menimbulkan sakit kepala, mudah lupa, dan lain-lain.
3. Aminociduria: terjadinya kelebihan asam amino dalam urin disebabkan ikut
sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria (ginjal)
sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal.
4. Gastroenteritis: keadaan ini disebabkan reaksi rangsangan garam Pb pada
mukosa saluran pencernaan, sehingga menyebabkan pembengkakan, gerak
kontraksi rumen dan usus terhenti, peristaltik menurun sehingga terjadi
konstipasi dan kadang-kadang diare (Darmono, 1995).
2.6 Kadmium
Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak
larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila
dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd
klorida) atau belerang (Cd Sulfit). Kadmium bisa membentuk Cd2+ yang bersifat
tidak stabil. Cd memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4, titik leleh 321oC, titik
didih 767oC dan memiliki masa jenis 8,65 g/cm3 (Widowati, 2008).
2.6.1 Kegunaan Kadmium
Seperti halnya Pb, logam ini banyak digunakan sebagai bahan pigmen
untuk industri percetakan maupun industri cat, biasanya yang paling sering
digunakan dalam industri cat yaitu dalam bentuk sulfida yang memberi warna
kuning. Kadmium juga digunakan dalam pembuatan baterai atau aki karena
memiliki potensial voltase yang stabil. Selain itu logam ini juga digunakan
sebagai bahan untuk melapisi logam lain dan pipa karena sifatnya yang tahan
terhadap korosi serta digunakan dalam pembuatan pupuk TSP (Darmono, 1995).

Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Toksisitas Kadmium


Penelitian menunjukkan bahwa logam Cd merupakan logam yang tingkat
toksisitasnya tertinggi kedua setelah logam Hg. Adapun efek yang dapat timbul
akibat keracunan logam ini yaitu:
1. Efek terhadap tulang
Serangan yang paling hebat dari keracunan yang disebabkan oleh logam
Cd adalah kerapuhan pada tulang. Penyakit ini dinamakan itai-itai (itai-itai
disease) yang berarti aduh-aduh. Penyakit ini mendatangkan rasa sakit pada
persendian tulang belakang dan tulang kaki.
2. Efek terhadap ginjal
Logam Cd

dapat

menimbulkan

gangguan

dan

bahkan

mampu

menimbulkan kerusakan pada sistem yang bekerja di ginjal. Kerusakan yang


terjadi pada sistem ginjal dapat dideteksi dari tingkat atau jumlah kandungan
protein yang terdapat di dalam urine. Penyakit ini disebut proteinuria. Proteinuria
ditemukan pada orang-orang yang telah terpapar Cd dalam selang waktu yang
lama, yaitu dalam jangka waktu 20-30 tahun.
3. Efek Cd terhadap paru-paru
Keracunan yang disebabkan oleh terhirupnya debu yang mengandung Cd
dapat mengakibatkan kerusakan terhadap paru-paru. Terhirupnya Cd dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan paru-paru
(pulmonary emphysema). Peristiwa pembengkakan paru-paru ini disebabkan oleh
penghambatan kerja enzim alfa-antipirin oleh logam Cd.

Universitas Sumatera Utara

4. Efek terhadap sistem reproduksi


Daya racun yang dimiliki oleh Kadmium juga mempengaruhi sistem
reproduksi dan organ-organnya. Pada konsentrasi tertentu Cd dapat mematikan
sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar
oleh logam Cd dapat mengakibatkan impotensi (Palar, 2004).
2.7 Toksisitas Logam pada Ikan
Ikan merupakan jenis organisme air yang dapat bergerak dengan cepat di
dalam air. Ada jenis ikan yang hidup di perairan yang dangkal dan ada pula yang
hidup di perairan dalam. Karena dapat berenang dengan cepat, ikan memiliki
kemampuan untuk menghindarkan diri dari pengaruh polusi. Tetapi, pada ikan
yang hidup dalam habitat yang terbatas, ikan-ikan ini akan sulit melarikan diri dari
pengaruh polusi tersebut. Hal ini sering terjadi pada ikan-ikan yang hidup di
perairan dangkal (Darmono, 2001).
Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh ikan melalui beberapa jalan,
yaitu saluran pencernaan, saluran pernapasan dan penetrasi melalui kulit. Absorpsi
logam melalui saluran pernapasan biasanya cukup besar, sedangkan logam yang
masuk melalui kulit jumlah dan absorpsinya relatif kecil (Darmono, 2001).
Logam berat tersebut di dalam air kebanyakan dalam bentuk ion. Logam
ini kemudian berikatan dengan protein yang terdapat pada tubuh ikan membentuk
suatu persenyawaan yang disebut metalotionein yang bersifat permanen.
Metalotionein ini terbentuk secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit
sehingga terjadi bioakumulatif. Jika jumlahnya sudah melebihi batas yang dapat
ditoleransi, maka akan timbul suatu keadaan toksik sebagai manifestasi dari
keracunan logam berat tersebut (Darmono, 1995).

Universitas Sumatera Utara

2.8 Destruksi Basah


Suatu sampel dapat diukur kandungan logamnya apabila logam-logam
dalam sampel tersebut telah dibebaskan dari bahan organiknya. Pembebasan
logam dari bahan organik dilakukan dengan destruksi (Greenberg, 1992).
Destruksi basah merupakan suatu proses pemanasan sampel organik
dengan menambahkan pengoksidasi kuat seperti asam-asam mineral atau bahan
pengoksidasi lainnya, baik tunggal maupun campuran. Penambahan bahan-bahan
tersebut disertai dengan pemanasan yang cukup dalam beberapa menit dapat
mengoksidasi sampel secara sempurna sehingga menghasilkan ion logam dalam
larutan asam dalam bentuk senyawa anorganik untuk dianalisis selanjutnya
(Anderson, 1987).
Destruksi basah biasanya menggunakan HNO3, H2SO4, HClO4, H2O2 atau
campuran dari bahan-bahan tersebut (Haswell, 1991).
Menurut Brix (1983) proses destruksi basah terhadap logam yang terikat di
dalam jaringan tubuh makhluk hidup dapat dilakukan menggunakan campuran
HNO3 dan H2O2 dengan perbandingan 10:3. Selanjutnya hasil destruksi ini dapat
dianalisa secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom.
2.9 Spektrofotometer Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk
mendeteksi atom-atom logam dalam

fase

gas.

Metode ini seringkali

mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atomatom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam
dalam sampel (Bender, 1987).

Universitas Sumatera Utara

Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer ketika


mengamati garis-garis hitam pada spektrum matahari, sedangkan yang
memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang
berkebangsaan Australia bernama Alan Wals di tahun 1955. Sebelumnya ahli
kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode analisis
spektrografik. Cara ini sulit dan memakan waktu, sehingga digantikan dengan
spektroskopi serapan atom atau atomic absorption spectroscopy (Harris, 1982).
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).
Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan
tidak tergantung pada bentuk molekul logam dalam sampel tersebut. Cara ini
cocok untuk analisis sekelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi
(batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana, dan
interferensinya

sedikit.

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada

penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam bentuk gas (Rohman, 2007).
Proses yang terjadi ketika dilakukan analisis dengan menggunakan
spektrofotometri atom dengan cara absorbsi yaitu penyerapan energi radiasi oleh
atom-atom yang berada pada tingkat dasar. Atom-atom tersebut menyerap radiasi
pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat atom tersebut. Sebagai
contoh plumbum menyerap radiasi pada panjang gelombang 283,3 nm, kadmium
pada 228,8 nm, natrium pada 589 nm, sementara kalium menyerap pada panjang
gelombang 766,5 nm. Dengan menyerap energi, maka atom akan memperoleh
energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan menjadi ke
tingkat eksitasi (Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Secara eksperimental akan diperoleh puncak-puncak serapan sinar oleh


atom-atom yang dianalisis. Garis-garis spektrum serapan atom yang timbul karena
serapan sinar yang menyebabkan eksitasi atom dari keadaan azas ke salah satu
tingkat energi yang lebih tinggi disebut garis-garis resonansi (Resonance line).
Garis-garis resonansi ini akan dibaca dalam bentuk angka oleh Readout (Rohman,
2007).
Adapun instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai
berikut:
a. Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathoda lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari
logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas
mulia (neon atau argon). Bila antara anoda dan katoda diberi selisih tegangan
yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memacarkan beras-berkas elektron yang
bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi.
Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda
akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. Akibat dari tabrakantabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan
menjadi bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini
selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi
pula. Pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang dianalisis.
Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini,
unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari

Universitas Sumatera Utara

katoda ini mungkin akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron


yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pencaran dari unsur yang sama
dengan unsur yang akan dianalisis (Rohman, 2007).
b. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi
uap atom-atomnya, yaitu:
1. Dengan nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi
bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh
nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara
suhunya sebesar 2200C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber
nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai
bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Rohman, 2007).
2. Tanpa nyala (Flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil
sedikit (hanya beberapa L), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian
tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus
listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah
menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang
berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi
sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara

c. Monokromator
Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum
sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian
banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Rohman, 2007).
d. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman (Rohman, 2007).
e. Amplifier
Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima
dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout) (Rohman, 2007).
e. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).

Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom


Gangguan-gangguan dapat terjadi pada saat dilakukan analisis dengan alat
spektrofotometer serapan atom, gangguan itu antara lain adalah:

Universitas Sumatera Utara

a. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.


Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar
yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non-atomik
dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel pengganggu
yang berada di dalam nyala. Cara mengatasi penyerapan non-atomik ini adalah
bekerja pada panjang gelombang yang lebih besar (Rohman,2007).
b. Gangguan spektrum.
Gangguan spektrum dalam spektrofotometer serapan atom timbul akibat
terjadinya tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi garis resonansi unsur yang
dianalisis dengan garis-garis yang dipancarkan oleh unsur lain. Hal ini disebabkan
karena rendahnya resolusi monokromator (Mulja, 1995).
c. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom di
dalam nyala.
Pembentukkan atom-atom netral dalam keadaan azas di dalam nyala sering
terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu:

Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna disebabkan terbentuknya


senyawa refraktorik (sukar diuraikan dalam api), sehingga akan
mengurangi jumlah atom netral yang ada di dalam nyala.

Ionisasi atom-atom di dalam nyala akibat suhu yang digunakan terlalu


tinggi. Prinsip analisis dengan spektrofotometer serapan atom adalah
mengukur absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas.
Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atom
netral karena spektrum absorbansi atom-atom yang mengalami ionisasi
tidak sama dengan spektrum atom dalam keadaan netral.

Universitas Sumatera Utara

2.10 Validasi Metode Analisis


Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa
parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis
adalah sebagai berikut:
a. Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan
ditentukan dengan dua cara, yaitu:
Metode simulasi
Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu
bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya).

Metode penambahan baku


Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode

yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi


tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan
divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa
penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan

Universitas Sumatera Utara

menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat


ditemukan kembali (Harmita, 2004).
Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada setiap konsentrasi
analit pada matriks dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan.
Jumlah analit pada sampel
Persen perolehan kembali yang diizinkan (%)
1 ppm

80-110

100 ppb

80-110

10 ppb

60-115

1 ppb

40-120
(Harmita, 2004)

b. Keseksamaan (presisi)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau
koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara
berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang
memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan
(Harmita, 2004).
Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa simpangan baku
relatif atau RSD meningkat seiring dengan menurunnya kadar analit yang
dianalisis. Nilai simpangan baku relatif untuk analit dengan kadar kurang dari 1
ppm yang diizinkan yaitu tidak lebih dari 32% (Garfield, 1991).

Universitas Sumatera Utara

c. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).
d. Linearitas dan rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika,
menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit
dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang
dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima
(Harmita, 2004).
e. Batas deteksi dan batas kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai