Anda di halaman 1dari 19

Asam Lemak

Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat


ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh
majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.
Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan,
sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak
terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan
terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif
sterol di dalam tubuh.
Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks)
dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B
yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain
vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin),
vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai
pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe
mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin
yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling
mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai
33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin
4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat
2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri
kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per
100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin
B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para
vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang
mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.
Mineral
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah
mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg
setiap 100 g tempe.
Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam
fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan
terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium,
magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.
Antioksidan
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon.
Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan
antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi
pembentukan radikal bebas.

Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan
genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat
antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat
antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai.
Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi
tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium. Penuaan (aging)
dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung
antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang
baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah
terjadinya proses penuaan dini.
Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat,
menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe
ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.
Protein
Setiap 100 gram tempe segar dapat menyumbangkan 10,9 gram protein bagi
tubuh konsumennya. Itu berarti lebih dari 25% kebutuhan protein yang
dianjurkan per hari bagi orang dewasa. Keunggulan tempe adalah sekitar 56%
dari jumlah protein yang dikonsumsi dapat dimanfaatkan tubuh. Nitrogen
terlarutnya meningkat 0,5 2,5% dan jumlah asam amino bebasnya setelah
fermentasi meningkat 1 85 kali lipat dari kadarnya pada kedelai mentah.
Manfaat Tempe
1. Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas karena
mengandung antioksidan
2. mencegah terjadinya penyakit degeneratif (
Beri peringkat:

1 Votes
9 Juli 2011 | Categories: ILMU DAN TEKNLOGI PANGAN, INFO PANGAN DAN
KESEHATAN, PANGAN FERMENTASI | Tinggalkan komentar

WASPADA PADA LEMAK


WASPADA PADA LEMAK

LEMAK dibutuhkan semua orang. Bahkan, pada makanan pertama yang diasup
manusia ketika baru lahir, yakni ASI, terdapat lemak di dalamnya. Asam lemak
esensial sangat dibutuhkan tubuh semua golongan usia. Namun, kelebihan asam
lemak jenuh sangat berbahaya bagi kesehatan dan bisa menjadi penyebab
penyakit degeneratif.
Fungsi Cadangan Lemak
Lemak ada di mana-mana. Di makanan bisa terdapat pada bahan yang berasal
dari hewan ataupun tumbuh-tumbuhan. Di dalam tubuh, lemak juga terdapat di
mana-mana, di sela-sela sel-sel otot ataupun terkumpul dalam jaringan lemak,
sama dengan lemak hewani.
Sayangnya lemak ini dianggap tidak aktif. Artinya, lemak tidak ikut dalam
metabolisme tubuh, jadi hanya merupakan cadangan energi yang dibawa ke
mana-mana tanpa dapat memberikan manfaat langsung. Meskipun tidak dapat
memberikan manfaat langsung, lemak dalam tubuh selain merupakan cadangan
energi, juga mempunyai fungsi sebagai bantalan atau fiksasi alat-alat tubuh
seperti biji mata, ginjal, melindungi dari kedinginan, membentuk tubuh,
terutama pada wanita, dan lain-lain.
Bila dilihat dari fungsinya, lemak dalam tubuh dibedakan atas lemak cadangan
dan lemak struktur. Lemak cadangan sebagaimana yang diuraikan di atas,
merupakan cadangan energi, biasanya dalam bentuk trigliserida. Sebaliknya,
lemak struktur merupakan komponen dalam semua tenunan lunak dalam tubuh.
Lemak ini sebagian besar terdiri dari kolesterol dan fosfolipid.
Jenuh dan Tak Jenuh
Dalam makanan yang gurih lezat biasanya terkumpul lemak makanan. Klasifikasi
lemak makanan bermacam-macam. Bisa dilihat dari sumbernya, yaitu yang
berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Dapat juga dibedakan berdasarkan
penglihatan, yaitu lemak yang jelas-jelas terlihat (seperti minyak, mentega) dan
yang tidak terlihat (misalnya dalam susu, telur).
Ada lagi penggolongan lain, yaitu berdasarkan susunan unit-unit atom karbon.
Mungkin di antara kita masih ada yang ingat kalau lemak atau minyak secara
kimiawi tersusun atas unit-unit asam lemak. Suatu lemak atau minyak tersusun
atas macam-macam asam lemak. Jadi, tidak ada yang tersusun hanya oleh satu
macam asam lemak.
Susunan ini yang sangat mempengaruhi sifat dari lemak tersebut. Sebagai
contoh, minyak kelapa lebih banyak mengandung asam lemak larut, yaitu suatu
asam lemak jenuh, minyak kelapa sawit mempunyai kandungan asam lemak
jenuh (palmitat) hampir sama banyaknya dengan kandungan asam lemak tidak
jenuh (oleat).
Berdasarkan struktur kimianya, asam lemak dapat dibedakan menjadi asam
lemak jenuh (saturated fatty acids=SFAs) yaitu asam lemak yang tidak memiliki
ikatan rangkap. Sedangkan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut
sebagai asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acids), asam lemak tak jenuh
ini masih dibedakan lagi menjadi dua kelompok besar yaitu Monounsaturated
fatty acids (MUFAs), dimana ikatan ikatan rangkapnya hanya satu, dan
Polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dimana ikatan rangkapnya lebih dari satu.

PUFAs dibedakan lagi menjadi dua bagian besar yaitu : asam lemak Omega-6 Cis
dan asam lemak Omega-3 Cis (berdasarkan letak ikatan rangkapnya pada ikatan
karbon nomor berapa dilihat dari gugus omega ).
Penambahan lemak dalam makanan memberikan efek rasa lezat dan tekstur
makanan menjadi lembut serta gurih. Di dalam tubuh, lemak menghasilkan
energi dua kali lebih banyak dibandingkan protein dan karbohidrat, yaitu 9
kkal/gram lemak yang dikonsumsi. Dalam mengkaji hubungan antara diet lemak
dengan penyakit jantung perlu diperhatikan proporsi energi yang berasal dari
lemak serta jenis lemak yang dikonsumsi.
Dianjurkan konsumsi lemak sebesar 30% atau kurang untuk kebutuhan kalori
setiap harinya, yang terdiri dari 10% asam lemak jenuh, 10% asam lemak tak
jenuh tunggal dan 10% asam lemak tak jenuh ganda.
Secara umum lemak hewani umumnya banyak mengandung asam lemak jenuh
(SFAs=Saturated fatty acids),sementara lemak nabati lebih banyak mengandung
asam lemak tak jenuh tunggal (MUFAs= Monounsaturated fatty acids) maupun
ganda (PUFAs=Polyunsaturated fatty acids) kecuali minyak kelapa.
Bahan Makanan sumber SFAs, MUFAs dan PUFAs
Tipe Lemak: Asam Lemak Jenuh(SFAs)
Sumber : Minyak kelapa, daging berlemak, kulit ayam, susu full cream, keju,
mentega, kelapa, minyak inti sawit, minyak kelapa sawit.
Tipe Lemak: Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFAs)
Sumber : Alpokat, margarine, minyak kacang tanah, minyak zaitun, minyak biji
kapas
Tipe Lemak: Asam lemak tak jenuh ganda (PUFAs)
Sumber : Minyak wijen, margarin, minyak kacang kedelai, minyak jagung,
minyak biji matahari.
Makanan yang berasal dari hewani selain mengandung asam lemak jenuh juga
mengandung kolesterol, dengan demikian mengurangi asupan makanan ini akan
memberi keuntungan lebih yaitu pembatasan asupan kolesterol. Sebaliknya,
makanan nabati kecuali minyak kelapa sedikit mengandung lemak jenuh dan
tidak mengandung kolesterol.
Studi klinik dan studi menggunakan hewan percobaan , memberikan petunjuk
bahwa penggantian asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh dalam diet,
berhasil menurunkan kadar kolesterol total dan LDL dalam darah tanpa
menurunkan HDL, sehingga menurunkan resiko penyakit jantung koroner.
Daftar komposisi asam lemak jenuh bahan makanan (dalam 100 gram bahan
makanan )
Minyak kelapa : 80,2
Mentega : 44,1
Minyak biji kapas : 32,7

Kelapa tua : 29,4


Lemak babi : 28,4
Minyak wijen : 26,4
Margarine : 21,0
Susu bubuk full cream : 16,3
Keju : 11,3
Sumber : Bagian Gizi RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia , Penuntun Diit,
1999
Daftar komposisi asam lemak tidak jenuh bahan makanan (dalam 100 gram
bahan makanan)
Minyak biji bunga matahari : 84,6
Minyak ( jagung, kacang kedele ) : 80,0
Minyak zaitun : 75,7
Minyak (kacang tanah, wijen) : 70,0
Minyak biji kapas : 62,0
Lemak babi : 60,0
Margarine : 53,3
Kacang tanah : 30,3
Mentega : 25,4
Sumber : Bagian Gizi RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia , Penuntun Diit,
1999
[referensi : http://www.bogor.net & http://id.wikipedia.org%5D
Pada dasarnya ada lemak jenuh, lemak tidak jenuh tunggal, dan lemak tidak
jenuh ganda. Jenuh di sini artinya seluruh atom karbon sudah berikatan dengan
atom hidrogen. Sebaliknya, tidak jenuh artinya atom karbonnya ada yang
memiliki ikatan rangkap dengan atom karbon di sebelahnya dan masih bisa
dijenuhkan atau diikatkan dengan atom hidrogen.
Lemak jenuh mempunyai sifat yang tidak menyenangkan, yaitu menyebabkan
darah menjadi lengket dengan dinding pembuluh darah, sehingga darah menjadi
mudah menggumpal. Selain itu, lemak jenuh memudahkan terjadinya
pengerasan dinding pembuluh darah. Lemak jenuh banyak terdapat pada lemak
nabati (minyak kelapa), lemak susu (mentega), lemak daging, dan lain lain.
Lemak tidak jenuh tunggal mempunyai sifat netral, tidak terlalu jahat, tetapi juga
tidak terlalu menguntungkan.
Biosintesis Asam Lemak
Pada daun hijau tumbuhan, asam lemak diproduksi di kloroplas. Pada bagian lain
tumbuhan dan pada sel hewan (dan manusia), asam lemak dibuat di sitosol.

Proses esterifikasi (pengikatan menjadi lipida) umumnya terjadi pada sitoplasma,


dan minyak (atau lemak) disimpan pada oleosom. Banyak spesies tanaman
menyimpan lemak pada bijinya (biasanya pada bagian kotiledon) yang ditransfer
dari daun dan organ berkloroplas lain. Beberapa tanaman penghasil lemak
terpenting adalah kedelai, kapas, kacang tanah, jarak, raps/kanola, kelapa,
kelapa sawit, jagung dan zaitun.
Proses biokimia sintesis asam lemak pada hewan dan tumbuhan relatif sama.
Berbeda dengan tumbuhan, yang mampu membuat sendiri kebutuhan asam
lemaknya, hewan kadang kala tidak mampu memproduksi atau mencukupi
kebutuhan asam lemak tertentu. Asam lemak yang harus dipasok dari luar ini
dikenal sebagai asam lemak esensial karena tidak memiliki enzim untuk
menghasilkannya.
Biosintesis asam lemak alami merupakan cabang dari daur Calvin, yang
memproduksi glukosa dan asetil-KoA. Proses berikut ini terjadi pada daun hijau
tumbuh-tumbuhan dan memiliki sejumlah variasi.
Kompleks-enzim asilsintase III (KAS-III) memadukan malonil-ACP (3C) dan asetilKoA (2C) menjadi butiril-ACP (4C) melalui empat tahap (kondensasi, reduksi,
dehidrasi, reduksi) yang masing-masing memiliki enzim tersendiri.
Pemanjangan selanjutnya dilakukan secara bertahap, 2C setiap tahapnya,
menggunakan malonil-KoA, oleh KAS-I atau KAS-IV. KAS-I melakukan
pemanjangan hingga 16C, sementara KAS-IV hanya mencapai 10C. Mulai dari 8C,
di setiap tahap pemanjangan gugus ACP dapat dilepas oleh enzim tioesterase
untuk menghasilkan asam lemak jenuh bebas dan ACP. Asam lemak bebas ini
kemudian dikeluarkan dari kloroplas untuk diproses lebih lanjut di sitoplasma,
yang dapat berupa pembentukan ikatan ganda atau esterifikasi dengan gliserol
menjadi trigliserida (minyak atau lemak).
Pemanjangan lebih lanjut hanya terjadi bila terdapat KAS-II di kloroplas, yang
memanjangkan palmitil-ACP (16C) menjadi stearil-ACP (18C). Enzim 9desaturase kemudian membentuk ikatan ganda, menghasilkan oleil-ACP. Enzim
tioesterase lalu melepas gugus ACP dari oleat. Selanjutnya, oleat keluar dari
kloroplas untuk mengalami perpanjangan lebih lanjut.
Sangat Dibutuhkan Tubuh
Lemak atau minyak sangat diperlukan oleh tubuh. Mari kita ingat satu persatu.
Satu hal yang jelas, minyak atau lemak ini akan membuat makanan menjadi
gurih. Coba saja bandingkan makanan yang direbus dengan digoreng. Pasti
terasa lebih enak yang digoreng (tapi menggorengnya jangan pakai minyak
bekas karena tidak bagus buat kesehatan Anda).
Selain itu, lemak ini juga mempunyai fungsi sebagai pelarut vitamin. Anak-anak
SD pasti tahu betul vitamin apa saja yang larut dalam lemak. Ya, tidak salah lagi
vitamin ADEK. Dengan larutnya vitamin ini dalam lemak, vitamin dapat diserap
oleh tubuh.
Di samping itu, lemak atau minyak merupakan sumber asam lemak esensial,
utamanya asam lemak linoleat, linolenat, dan oleat. Esensial sebagaimana
namanya sangat dibutuhkan oleh tubuh, padahal tubuh tidak dapat membuat

atau membentuk asam lemak tersebut. Jadi, asam lemak esensial ini mutlak
berasal dari luar.
Lalu, untuk apa asam lemak esensial ini sebetulnya? Asam lemak esensial ini
setelah masuk tubuh selanjutnya melalui suatu proses metabolisme akan diubah
menjadi asam lemak tidak jenuh dengan rantai panjang atau yang lazim disebut
PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid).
PUFA merupakan komponen dari dinding sel tubuh, terutama sel saraf dan sel
retina mata. Kekurangan asam lemak esensial dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada penglihatan, menurunnya daya ingat, fungsi otak, serta
gangguan pertumbuhan sel otak pada janin dan bayi.
Dipandang Menakutkan
Demikian juga dengan kolesterol yang kerap kali menjadi momok bagi kita yang
sudah tengah baya. Sebetulnya dari sejak janin pun kolesterol sudah dibutuhkan
oleh tubuh. ASI sebagai makanan pertama bagi bayi baru lahir mengandung
kolesterol yang dibutuhkan oleh tubuh pada seusianya.
Ternyata kolesterol pada ASI lebih banyak dibandingkan dengan susu formula.
Pada bayi, kolesterol merupakan suatu senyawa yang sangat dibutuhkan dalam
pembentukan dan pertumbuhan otak. Jadi, tidak mengherankan bila otak sapi
mengandung kolesterol tinggi.
Dalam keadaan normal, kolesterol dibentuk oleh tubuh, yaitu di hati dan
jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan yang berasal dari makanan.
Boleh dikatakan kolesterol dalam darah berasal dari makanan dan dari dalam
tubuh sendiri. Di dalam tubuh kolesterol dibutuhkan pula untuk pembentukan
hormon, vitamin, serta merupakan komponen dari sel.
Dalam keadaan normal sebenarnya terdapat keseimbangan kolesterol. Artinya,
kadar kolesterol dalam darah dipertahankan dalam keseimbangan antara yang
masuk dengan yang keluar. Sebagian kolesterol yang tidak dipergunakan oleh
tubuh akan masuk kembali ke dalam hati, diubah menjadi asam empedu,
sebagian lagi dibuang melalui tinja. Sementara itu, empedu berfungsi untuk
mengemulsi atau memecah lemak makanan menjadi partikel-partikel yang kecil
sehingga dapat diserap oleh usus.
Si Baik dan Si Buruk
Kita semua pernah mendengar tentang kedua kolesterol tersebut, yaitu
kolesterol baik dan kolesterol buruk atau kolesterol jahat. Tidak jarang bila ke
laboratorium untuk periksa darah, kita meminta agar kadar kedua kolesterol
tersebut diperiksa pula. Namun, sedikit dari kita yang memahami sebenarnya
apa kolesterol tersebut.
Banyak ibu yang minta dibuatkan daftar bahan makanan yang mengandung
kolesterol baik. Sebetulnya pemahamannya bukan begitu, dalam bahan
makanan tidak ada kolesterol baik dan jahat. Lemak yang masuk ke tubuh
biasanya merupakan gabungan antara kolesterol dan trigliserida.
Kolesterol yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap oleh usus tidak dapat
larut di dalam darah. Supaya dapat diangkut oleh darah, kolesterol ini harus

menumpang pada suatu zat sehingga merupakan gabungan dari lemak (lipid)
dan protein yang disebut lipoprotein.
Lipoprotein dibedakan berdasarkan ukuran dan densitasnya. Dikenal lipoprotein
yang densitasnya sangat besar (high density lipoprotein = HDL), yang
densitasnya rendah (low density lipoprotein = LDL). Ada juga yang sangat
rendah densitasnya sehingga disebut very low density lipoprotein (VLDL), ada
juga yang di tengah-tengah, yaitu intermediate density lipoprotein (IDL).
Bahkan, ada ukurannya sangat kecil, yaitu kilomikron. Kilomikron ini merupakan
alat pengangkut kolesterol dan trigliserida pertama kali, yaitu dari usus ke hati.
Selanjutnya dari hati kedua lemak diangkut ke dalam sirkulasi darah dalam
bentuk VLDL. Kandungan kolesterol dalam VLDL sangat kecil, kurang dari
seperlimanya. Kemudian melalui proses metabolisme, setelah melewati bentuk
ILD, kedua lemak tersebut berpisah dan kolesterol akan menjadi bentuk LDL. LDL
mengandung kurang lebih tigaperempat kolesterol.
LDL inilah yang lazim disebut kolesterol jahat karena mempunyai sifat
aterogenik, yaitu menyebabkan pembentukan aterom atau plak pada pembuluh
darah. Nantinya akan menyebabkan terjadinya aterosklerosis.
Sebaliknya, HDL merupakan penyapu ranjau kolesterol dengan cara mengangkut
kolesterol yang berkeliaran di dalam pembuluh darah untuk dibawa ke hati dan
diubah menjadi asam empedu, kemudian akan dibuang melalui tinja. Oleh
karena itu, kolesterol ini disebut sebagai kolesterol baik.
Kolesterol HDL dan LDL harus ada dalam keseimbangan. Bila kolesterol LDL
tinggi dan kolesterol HDL rendah, kemungkinan akan terjadi aterosklerosis lebih
mudah. Dengan demikian, jelaslah kita tidak dapat menunjukkan makanan yang
banyak mengandung kolesterol baik atau kolesterol jahat.
WASPADAI LEMAK TRANS
BELUM lama ini Badan Pengawasan Makanan dan Obat Amerika Serikat (US-FDA)
dan British Nutrition Foundation (BNF) mempersoalkan kembali soal lemak trans.
Berbagai hasil studi menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi lemak
trans dengan peningkatan kolesterol darah.
Lemak trans diduga menjadi penyebab utama obesitas dan jantung koroner,
yang kini banyak diderita oleh golongan usia muda, antara 30-40 tahun. Karena
efek negatif yang merugikan bagi kesehatan itulah US-FDA mengharuskan
produsen ma-kanan di sana mencantumkan label lemak trans dalam produk
pangannya.
Sebetulnya, apa sih lemak trans tersebut? Berikut tanya jawab dengan Prof. Dr.
Ir. Ali Khomsan, dari Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor dan
Dr. Nuri Andarwulan dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Seafast
(Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology) Center IPB:
Apa itu lemak trans, apakah sama dengan lemak biasa?
Setiap produk pangan pasti memiliki kandungan lemak. Selain lemak dari bahan
bakunya sendiri (misal olahan daging) juga dari ingredient lain, seperti minyak
ataupun lemak semipadat (margarin) yang digunakan untuk menggoreng. Lemak

yang dikandung minyak/margarin merupakan trigliserida yang tersusun atas


lemak jenuh (saturated fat) dan tak jenuh. Lemak trans lebih sering dijumpai
dalam margarin.
Lemak trans merupakan minyak yang diolah melalui proses hidrogenasi parsial
(yakni dengan menambahkan hidrogen ke dalamnya). Pengolahan ini dilakukan
untuk meningkatkan stabilitas oksidatif agar tak mudah mengalami proses
oksidasi. Sebetulnya proses hidrogenasi parsial dilakukan industri pangan untuk
membuat margarin. Secara natural, lemak trans juga terbentuk dalam
rumen/lambung ternak besar seperti sapi. Jadi, produk-produk seperti mentega
atau susu mengandung lemak trans dalam jumlah 2-5%.
Apa semua minyak mengandung lemak trans?
Minyak-minyak yang berasal dari negara subtropis seperti minyak kedelai,
minyak jagung, minyak biji bunga matahari, dan minyak zaitun memiliki
kandungan lemak jenuh yang sedikit. Sementara kandungan lemak tak jenuhnya
tinggi dan berada dalam konfigurasi cis. Artinya, susunan kimianya sejajar jadi
tidak berbahaya bagi kesehatan. Nah, pada proses hidrogenasi ikatan rangkap
minyak tadi mengalami isomerisasi dari konfigurasi cis menjadi trans. Ini
membuat susunan kimiawinya yang sejajar menjadi berseberangan dan
berbahaya bagi kesehatan.
Salah satu minyak yang mengandung lemak trans adalah beberapa produk
margarin (yang terbuat dari minyak kedelai). Sementara margarin made in
Indonesia yang terbuat dari minyak sawit konon tidak melalui proses hidrogenasi
parsial namun proses emulsi dari hasil blending (campuran) minyak sehingga
diperoleh konsistensi seperti yang diinginkan dan tidak memunculkan lemak
trans.
Apakah lemak trans banyak beredar di pasaran? Di Indonesia, orang dapat
menemukan lemak trans di pasaran dalam bentuk mentega putih atau yang
biasa disebut shortening. Jenis produknya ini bervariasi dari tekstur yang sangat
lunak sampai yang sangat keras. Mentega putih biasanya digunakan oleh
industri pangan, terutama pada pembuatan biskuit. Variasi dalam ingridientnya
antara lain shortening, coco butter alternatif dan lain-lain.
Keistimewaan lemak trans adalah bisa membuat makanan bertekstur enak di
mulut atau mudah leleh, terasa krispi atau renyah, serta rasa dan aromanya
gurih dan sedap. Anak-anak umumnya menyukai camilan ini.
Bagaimana dengan minyak goreng yang biasa kita temui di pasar?
Minyak goreng yang kuning jernih yang biasanya beredar di pasaran (dan umum
digunakan untuk menggoreng) umumnya berasal dari minyak kelapa sawit (palm
oil) dan pengolahannya tidak melalui proses hidrogenasi. Jadi ibu-ibu tak perlu
khawatir dengan minyak goreng tersebut karena tidak mengandung lemak trans.
Namun perhatikan minyak-minyak dari kedelai, jagung dan bunga matahari
khusus untuk menggoreng (frying oil bukan yang salad oil) karena umumnya
proses pengolahannya melalui hidrogenasi parsial sehingga mengandung lemak
trans. Sebaliknya minyak-minyak yang diperuntukkan sebagai salad oil biasanya
aman dari lemak trans.

Bagaimana cara konsumen mengetahui bahwa suatu produk


mengandung lemak trans?
Konsumen tidak pernah tahu apakah suatu makanan kemasan mengandung
lemak trans atau tidak. Karena ciri lemak trans pada kandungan bahan pangan
yang dikonsumsi tidak bisa terdeteksi dengan indra. Kita hanya dapat mengenali
lewat nama-nama samaran dalam komposisi ingredient seperti partially
hydrogenated vegetables oil (minyak sayur yang dihidrogenasi), shortening, dan
lemak terhidrogenasi.
Selama tidak ada peraturan tentang kewajiban mencantumkan komposisi lemak
trans maka kita tidak akan mengetahuinya. Oleh sebab itu perlu ada ketegasan
peraturan dari pemerintah tentang perlunya label gizi yang menunjukkan ada
tidaknya kandungan lemak trans dalam produk kemasan makanan
Mengapa lemak trans berbahaya?
Lemak trans dianggap lebih berbahaya daripada lemak jenuh sebab dicurigai
berperan cukup penting dalam meningkatkan kolesterol darah secara progresif.
Studi-studi tahun 1980-an menunjukkan orang Skandinavia yang banyak
mengonsumsi lemak jenuh tinggi ternyata memiliki insiden penyakit jantung
koroner yang lebih rendah dibandingkan orang-orang Amerika yang meski
mengonsumsi lemak jenuh lebih rendah, namun tingkat konsumsi lemak transnya tinggi.
Data dari Institute of Shortening and Edible Oils (ISEO) menyebutkan konsumsi
lemak trans yang tinggi akan meningkatkan kolesterol LDL (jahat) dan
menurunkan kolesterol HDL (baik), tetapi asal konsumsinya tidak berlebihan
maka tidak menimbulkan efek kesehatan yang negatif. ISEO menganggap
kekhawatiran terhadap lemak trans rasanya terlalu berlebihan, apalagi melihat
kenyataan bahwa konsumsi lemak trans hanya memberikan kontribusi 2-4% dari
total konsumsi lemak. Bandingkan dengan kontribusi lemak jenuh yang
mencapai 12-14%.
Namun perlu diketahui konsumsi harian lemak trans 1-3% sudah bisa
memunculkan serangan jantung bagi dewasa. Apalagi buat anak-anak. Jadi,
perlu diperhitungkan dan dilihat berapa besar ingredient lemak trans yang
dicantumkan dalam suatu produk pangan.
Fakta lain, lemak trans mengganggu konversi asam lemak esensial linoleat
menjadi arakidonat dalam sintesa lemak tubuh. Secara keseluruhan, hal ini akan
mengganggu sistem reaksi enzimatik dalam metabolisme lemak. Terganggunya
sistem enzimatik akan berpengaruh juga dalam perkembangan sistem saraf.
Sebab, sel saraf sangat membutuhkan jenis asam lemak esensial ini. Oleh karena
itu kandungan lemak trans dalam produk pangan perlu dipertimbangkan sebagai
bagian dari informasi yang harus disampaikan kepada konsumen melalui label
kemasan.
Jadi apa yang mesti dilakukan?
Mengingat lemak trans maupun lemak jenuh sering diasosiasikan dengan
munculnya penyakit kolesterol tinggi, maka industri di AS secara bertahap telah
mengurangi kandungan lemak trans khususnya dalam produk-produk pangan
olahan. Produk pangan stick/spreadable (olesan) semisal margarin yang pada

tahun 1989 mengandung 26,9% lemak trans (rata-rata), telah turun


kandungannya menjadi 16,9% pada tahun 1999.
Mengurangi kandungan lemak trans dalam produk pangan dapat dilakukan
dengan menggunakan teknologi reformulasi hidrogenasi. Jika semula digunakan
multiple basestock system dengan tiga kali hidrogenasi, maka kini industri hanya
menggunakan hidrogenasi tunggal. Klasifikasi pangan yang mengandung lemak
trans adalah sebagai berikut: lemak trans rendah bila kandungannya kurang atau
sama dengan 5%, dan zero-trans bila kandungannya sangat sedikit (1-2%).
Dari produk margarin yang dipasarkan di 11 negara di Eropa dan AS diketahui
bahwa berkurangnya kandungan lemak trans biasanya disertai dengan
meningkatnya lemak jenuh. Barangkali inilah trade-off yang harus diterima oleh
konsumen, kita belum dapat memperoleh produk margarin yang rendah lemak
trans dan sekaligus rendah lemak jenuh.
Di Indonesia sendiri, kini beberapa industri sudah mulai menghindari proses
hidrogenasi parsial yang dapat memunculkan lemak trans. Salah satu caranya,
pengolahan minyak goreng dari kelapa sawit (palm oil) atau minyak kelapa
(coconut oil) dilakukan dengan cara difraksinasi (dipecahkan atau diturunkan)
dengan suhu maupun penyaringan, sehingga dihasilkan produk-produk bebas
lemak trans.
Berikut jenis-jenis makanan yang mengandung lemak trans:
Makanan cepat saji dan makanan beku:
* French Fries, frozen
* Breaded fish burger
* Breaded chicken nuggets
* Enchilada
* Burrito
* Pizza
Snack kemasan
* Tortilla (corn) chips
* Popcorn, microwave
* Granola bar
* Breakfast bar
Produk bakery
* Pie
* Danish or sweet roll
* Donat
* Cookies

* Cake
* Brownies
* Muffin
Margarin
* Vegetable shortening
* Hard (stick)
* Soft (tub)
Lain-lain
* Pancakes
* Crackers
* Tortillas
* Chocolate bar
* Peanut butter
Beri peringkat:

1 Votes
24 Juni 2011 | Categories: ILMU DAN TEKNLOGI PANGAN, INFO PANGAN DAN
KESEHATAN | 1 Komentar

DHA DAN AA PADA MAKANAN BAYI


DHA DAN AA PADA MAKANAN BAYI
Sejarah telah membuktikan bahwa yang menentukan kemajuan suatu bangsa
bukanlah sumber daya alamnya tetapi lebih ditentukan oleh sumber daya
manusianya. Sumber daya manusia agar berkualitas harus dibangun sejak dini,
sejak dari kandungan, masa bayi sampai menjadi dewasa, bahkan sampai
manulapun diusahakan agar tetap menjadi manusia yang produktif.
Tumbuh kembang anak harus bertujuan untuk menjadikan anak menjadi manusia
yang berkualitas. Tidak sekedar tumbuh secara fisik namun harus juga

berkemampuan untuk berdaya guna dan berhasil guna baik bagi dirinya,
keluarganya, masyarakat, bangsa serta umat manusia bahkan bagi alam
semesta. Dalam mencapai tujuan ini gizi merupakan modal dasar agar anak
dapat mengembangkan potensi genetiknya secara optimal. Bahan dasar zat gizi
yang dibutuhkan harus disediakan secara seimbang, baik dalam aspek kuantitas
maupun kualitasnya. Kesalahan dalam memberikan makan akan sangat
mempengaruhi kualitas manusia dikemudian hari; makin dini kesalahan
pemberian makanan , maka makin berat akibat yang ditimbulkannya, hal ini
terutama berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan organ vital
terutama otak yang sebagian besar terjadi sangat cepat pada masa prenatal
serta bulan-bulan pertama kehidupan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa
pertumbuhan otak hanya terjadi sampai anak berumur 2-3 tahun. Ada pula yang
mengatakan bahwa otak anak berumur 2 tahun sudah mencapai 70%
pertumbuhan otak orang dewasa, pertumbuhan 90% dicapai pada anak berumur
6 tahun. Otak yang sedang tumbuh ini sangat membutuhkan asuhan gizi yang
sempurna. Zat gizi yang dibutuhkan harus tersedia secara tepat baik kualitas
maupun kuantitasnya, mulai dari protein dengan asam aminonya baik yang
esensiel maupun non-esensiel, sumber kalori, berupa karbohidrat ataupun
lemak, vitamin, dan mineral.
Kenyataan membuktikan bahwa seperempat dari bagian padat otak manusia
terdiri dari fosfolipid yang kondisinya sangat tergantung dengan kondisi sirkulasi
setempat Dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan otak dengan bagian
fosfolipidnya terjadi sebagian besar pada masa prenatal dan bulan-bulan
pertama kehidupan, menunjukkan bahwa nutrisi lemak pada masa kehamilan
dan masa postnatal dini sangat penting pada pertumbuhan otak. Pertumbuhan
otak sangat bergantung pada terbentuknya long-chain polyunsaturated fatty
acids (PUFAs) menjadi bagian dari fosfolipids yang terdapat pada bagian cortex
otak. Nampaknya sampai saat ini tidak diketemukan adanya hambatan sawar
otak ( blood brain barrier) pada proses transportasi dari asam lemak ke otak. 1
Docosahexaenoic acids (DHA) dan arachidonic acid (AA), adalah komponen
terbesar dari long-chain polyunsaturated fatty acids (LC-PUFA), merupakan
bahan yang sangat penting bagi organ susunan saraf pusat. Sebagai suatu
bentuk asam lemak yang essensiel LC-PUFA harus ditambahkan pada makanan.
Oleh karenanya status PUFA pada janin sangat tergantung pada konsumsi PUFA
dari ibunya. Pada kenyataannya selama kehamilan ibu sering tidak mendapat
penambahan konsumsi dari PUFA sehingga status LC-PUFA dalam plasmanya
turun, yang ternyata sering baru dapat kembali normal setelah 32 minggu pasca
kelahiran.2
Karena rendahnya status kadar PUFA dalam plasma pada kehamilan,
menyebabkan pula rendahnya kadar PUFA pada bayi yang baru lahir, terbukti
dengan rendahnya kadar asam lemak pada tali pusat bayi, terutama pada bayi
kembar. Hal ini tentunya dapat merugikan proses tumbuh kembang anak
terutama pertumbuhan otaknya. Keadaan ini dapat diatasi dengan memberikan
LC-PUFA pada ibu yang sedang hamil, serta pada bayi yang baru lahir. 3
Bayi prematur kadar LC-PUFA-nya jauh lebih rendah dari bayi aterm, ternyata
kadarnya berbanding searah dengan berat badan serta tinggi badan dan
lingkaran kepala saat mereka dilahirkan. Dikatakan pemberian LC-PUFA (DHA)
semasa kehamilan dapat memperbaiki prognosa bayi prematur. 4

Pada kehamilan bayi aterm pemberian LC-PUFA + - asam linolenik pada ibunya
yang sedang hamil, juga berpengaruh positip pada pertumbuhan janin, namun
kalau hanya diberikan asam linolenik maka pertumbuhan lingkaran kepalanya
berbanding terbalik, hal ini diperkirakan karena dengan hanya pemberian asam
linolenik justeru akan menghambat pembentukan DHA yang akhirnya dapat
menghambat pertumbuhan otak.5
Kadar LC-PUFA pada air susu ibu cukup tinggi, tetapi tidak demikian halnya
dengan susu formula (PASI) yang pada umumnya kadarnya sangat rendah,
bahkan sering tidak ada. Dari penelitian ternyata bahwa kadar DHA dan AA pada
bayi yang diberi ASI jauh lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan
bayi yang mendapatkan susu formula (PASI). Dengan adanya kenyataan bahwa
DHA dan AA merupakan komponen penting dari asam lemak di otak, maka
pemberian DHA dan AA pada formula terutama bagi bayi prematur akan sangat
bermanfaat dalam pertumbuhan otaknya. 6
Klasifikasi dan metabolisme Asam Lemak
Bahan utama lemak terdapat dalam 3 bentuk:
1. Gliserida, terutama trigliserida yang merupakan 95-98% dari lemak
makanan.
2.

Fosfolipid

3.

Sterol

Fosfolipid dan sterol hanya merupakan bagian kecil dari lemak tetapi merupakan
komponen membran sel dan selaput myelin.
Lemak sebagai bagian makanan manusia mempunyai fungsi penting sebagai:
1.

Bahan bakar metabolisme

2.

Merupakan bahan pokok membran sel

3.

Sebagai mediator aktivitas biologis antar sel.

Sedangkan asam lemak tak jenuh mempunyai fungsi yang lebih kompleks:
sebagai bioregulator endogen, misalnya dalam pengaturan homeostasis ion,
transkripsi gen, signal transduksi hormon, sintesa lemak serta mempengaruhi
pembentukan protein.6,7
Fungsi asam lemak esensiel:
Fungsi struktural:
Barier air di kulit
Pada jaringan saraf sebagai bahan penghantar rangsangan saraf
Pada membran sel sebagai sinyal transduksi
Fungsi pengatur:
Ekspressi gen
Faktor pertumbuhan

Kelembapan membran
Pembentukana eikosanoid
Asam lemak berdasarkan atas ikatan rangkap yang dimilikinya dapat dibedakan
menjadi asam lemak jenuh (saturated fatty acids = SFAs) yaitu asam lemak yang
tidak memiliki ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh (Unsaturated fatty acids
= UFAs), merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Asam lemak tak
jenuh dibedakan atas 2 kelompok besar yaitu monounsaturated fatty acids
(MUFAs), ikatan rangkapnya hanya satu dan Polyunsaturated fatty acids (PUFAs),
ikatan rangkapnya lebih dari satu.
PUFAs berdasarkan atas letak ikatan rangkapnya pada ikatan karbon dari gugus
omega, dikenal: Omega-3, Omega-6, Omega-7, Omega-9.
Asam lemak yang dapat disentesa dalam tubuh disebut sebagai asam lemak
non-esensiel (SFAs, MUFAs = Omega-7, Omega-9), sedangkan asam lemak yang
harus didapatkan dari luar karena tidak dapat disentesa oleh tubuh disebut
sebagai asam lemak esensiel. (PUFAs: Omega-3, Omega-6).Asam lemak Omega7: Asam palmitoleat, Omega-9: Asam oleat, Omega-6: asam linoleat dan Omega3: asam linolenat, eikosapentanoat.
Keberadaan letak ikatan rangkap dalam struktur kimiawi asam lemak
mengakibatkan adanya perbedaan konfigurasi, bila ikatan rangkapnya terletak
pada sisi yang sama dengan gugus hidrogen maka disebut sebagai konfigurasi
Cis, sedangkan bila ikatan rangkapnya terletak disisi yang berlawanan maka
disebut sebagai konfigurasi Trans. Perbedaan konfigurasi ini memberikan
konsekuensi fungsional yang cukup bermakna. Konfigurasi Trans membuat PUFAs
tidak dapat berfungsi sebagai PUFAs, bahkan dapat sebaliknya. Ternyata bahwa
asam lemak konfigurasi trans justeru memberikan resiko terjadinya penyakit
jantung koroner. PUFAs yang ideal adalah PUFAs yang berkonfigurasi Cis,
biasanya yang berasal dari alam, seperti asam lemak Omega-3 Cis yang berasal
dari ikan.
Dari penelitian ternyata bahwa Omega-3 maupun Omega-6 mempunyai
pengaruh dalam penurunan mortalitas penyakit jantung koroner (PJK). Pengaruh
ini melalui proses penghambatan aterosklerosis. Seperti diketahui Omega-3
mempunyai efek anti aterogenik yang sama dengan Omega-6 Cis akan tetapi
Omega-3 Cis memiliki juga pengaruh anti trombogenik, sedangkan asam lemak
Omega-6 Cis tidak. Asam lemak Omega-3 Cis menurunkan kadar trigliserida
secara konsisten, asam lemak Omega-6 Cis tidak.
Asam lemak esensiel berfungsi secara biologis melalui produk ekosanoid seri 3
dan asam lemak omega-6 Cis memproduksi ekosanoid seri 2. Ekosanoid ini
antara lain: Prostaglandin,, tromboksan, lekotrin. Seri 2 dan seri 3 fungsinya
saling berlawanan untuk menjaga aktifitas seluler. Ekosanoid ini berasal dari
precursornya yaitu: Arakidonat ( Omega-6 Cis) dan ekosapentanoat (Omega-3
Cis). Pada penelitian ternyata bahwa perbandingan antara asam lemak Omega- 6
Cis dan Omega-3 Cis yang ideal untuk pencegahan PJK adalah 4 : 1. Namun
sampai saat ini komposisi seperti ini masih sangat sulit didapatkan. 8,9,10
Status PUFA dapat dilihat pada gambaran komposisi dari fosfolipid-PUFA dari
plasma ataupun jaringan.Ternyata status asam lemak esensiel menurun selama

kehamilan, pada umumnya meningkat kembali secara sangat pelan setelah


kelahiran dan baru mendekati normal setelah minggu ke 26. 11
Asam lemak esensiel sebenarnya terdiri dari asam linoleat (AL)/ linoleic acid
(LA), asam linolenat (ALN)/a-linolenic acid (ALA) serta asam
arachidonic/arachidonic acid (AA), asam lemak ini tidak bisa dibuat oleh tubuh
baik dari asam lemak lain maupun dari karbohidrat ataupun asam amino. Asam
arachidonic dapat dibuat dari asam linolenat (seri n-6), karenanya yang
dianggap sebagai asam lemak esensiel hanyalah asam
lemak lenolenat dan asam lemak lenoleat. Kedua asam lemak esensiel ini tidak
dapat saling berubah dari yang satu menjadi yang lain serta berbaeda baik baik
dalam metabolisme maupun fungsinya, bahkan secara fisiologik keduanya
mempunyai fungsi yang berlawanan.. Proses pembuatan DHA maupun AA
difasilitasi oleh enzim desaturase dan elongase. Aktifitas kedua enzim ini masih
sangat kurang pada bayi prematur bahkan pada bayi aterm sampai usia 4-6
bulan. Karenanya penambahan DHA dan AA pada bayi prematur sangat
dianjurkan, dengan dosis yang mengacu pada kandungan asam lemak dalam
ASI. Aktifitas enzim desaturase maupun elongase dipengaruhi oleh asal lemak
yang terdapat pada makanan. Minyak ikan yang mengandung banyak DHA akan
menghambat aktifitas enzim tersebut sehingga dapat menghambat
pembentukan AA. Sebaliknya minyak jagung atau safflower memacu aktifitas
enzim desaturase sehingga meningkatkan pembentukan AA.
Kalau konsumsi asam lemak esensiel kurang, maka tubuh berusaha
mensubstitusinya dengan turunan dari monounsaturated oleic acid, untuk
mengambil alih fungsinya walaupun kenyataannya sangatlah tidak sempurna. 12
Tabel 1. Kandungan Omega-3 pada berbagai jenis ikan
Kandungan asam lemak Omega-3 per 100 gar
Tuna

= 2,1 gram

Mackerel

= 1,9 gram

Salmon

= 1,6 gram

Sardin
Herring

= 1,2 gram
= 1,2 gram

Suplementasi asam lemak


Pemberian lemak yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, serta penyakit
jantung bahkan dapat menimbulkan keganasan; dapat meningkatkan kadar
kolesterol, dan LDL yang dapat memacu terjadinya atherosclerosis dan penyakit
jantung koroner Hal ini sangat tergantung pada jumlah enersi yang berasal dari
lemak, komposisi dari asam lemaknya, komposisi dari lipoprotein, diet serat yang
dikonsumsi, antioksidan, aktifitas, serta derajad kesehatannya. Saturated fatty
acids seperti: lauric, myristic, dan asam palmitat dapat meningkatkan kadar
kolesterol dan kadar LDL, sedangkan pemberian polyunsturated fatty acids dapat
menurunkan kadar kolesterol dan LDL. Monounsaturated oleic acids tidak
meningkatkan kadar LDL tetapi dapat meningkatkan lipoprotein HDL. Dikatakan
bahwa pada orang yang aktif konsumsi lemak dapat sampai 30% kebutuhan

enersi, dengan kadar saturated fatty acid-nya yang tidak melebihi 10% dari
kebutuhan enersi. Pada anak yang tidak aktif konsumsi lemak tidak boleh
melebihi dari 30% kebutuhan enersi. Lemak sebagai sumber enersi pada bayi
dan anak memberikan kontribusi kebutuhan enersi sampai 30-40%, bahkan
lemak ASI memberikan 50-60% dari total enersi yang ada di ASI; sedangkan
asam lemak esensiel paling sedikit harus memberikan kontribusi enersi 1-2%.
Pemberian asam lemak yang esensiel sangat penting untuk tumbuh kembang
anak. Pemberian asam arachidonik (AA) dan docosahexaenoic acid (DHA) sangat
penting guna pertumbuhan otak, ASI sebenarnya merupakan sumber asam
lemak esensiel ini yang cukup. Masalahnya terutama timbul bila bayi prematur
karena pada umumnya mereka juga mengalami kekurangan pasokan AA dan
DHA sejak dalam kandungan. Dengan demikian rekomendasi yang dianjurkan
ialah penggalaan pemakaian ASI walaupun juga pada bayi prematur. Kandungan
asam lemak pada PASI harus sesuai dengan proporsi kadar asam lemak dalam
ASI. n-6 dan n-3 memegang peranan yang sangat penting pada membran sel
serta sebagai precursor dari eicosanoid yang sangat kuat sebagai bahan aktif
Ternyata disamping jumlah dari asam lemak esensiel yang dikonsumsi jumlahnya
harus cukup, juga rasio antara n-6 : n-3 harus optimal sebesar antara 5:1 sampai
10:1. Rasio yang terlalu tinggi justeru akan menekan keberadaan n-3 pada
organ-organ vital. Karena mereka dibentu secara kompetitif dengan memakai
enzim yang sama. Pada ASI konsentrasi asam Linoleat (AL) 5-15 kali dari
konsentrasi asam linolenat (ALN), dengan kandungan enersinya 0,5%.
DHA banyak terdapat pada ikan terutama ikan salmon, tuna, dan meckerel,
sedangkan daging dan telur mengandung sedikit DHA. 12,13
Pada umumnya suplementasi LC-PUFA pada formula bayi berpedoman pada halhal sebagai berikut:12,13
Kebutuhan asam lemak esensiel pada bayi prematur 4-5% dari total kalori.
Sampai 12% masih dianggap aman. Nilai ini sesuai dengan 0,6-0,8 g/kg/hari
dengan batas tertinggi 1,5 g/kg/hari.
AL harus 0,5-0,7 g/kg/hari, 40-60 mg/kg/hari dalam bentuk AA.
n-3 sebesar 70-150 mg/kg/hari, 35-75 mg/kg/hari dalam bentuk DHA
Jumlah AL tidak boleh melebihi 12% dari total enersi
Rasio n-6:n-3 harus dijaga antara 4:1 10:1
ESPGAN (1991), British Nutrition Foundation (1992), dan WHO/FAO (1993)
merekomendasikan agar pada formula bayi prematur ditambahkan langsung
DHA dan AA.
Tabel 2. Asupan asam lemak yang adekuat pada bayi
Asam lemak
LA
LNA
AA
DHA

% asam lemak
10,00
1,50
0,50
0,35

EPA

<0,10

Dikutip dari:J Am.Coll.Nutr (1999) 5,487-489.


Pemberian DHA pada formula bayi lanjutan ataupun pada makanannya perlu
dipertimbangkan masak-masak. karena pada bayi yang aterm ataupun anak
besar sudah dapat mensintesa DHA maupun AA dari LC-PUFA sesuai dengan
kebutuhannya. Sedangkan pemberian DHA yang berlebihan dapat menekan
proses pembentukan AA, serta dapat menekan aktifitas ensim siklooksigenase
yang memfasilitasi pembentukan prostaglandin PGH2 dan PGH3 dari AA,
sehingga dapat menghambat pembentukan prostaglandin berikut tromboksan
dan leukotrin, dapat menyebabkan terhambatnya respons terhadap proses
keradangan khususnya pada pelepasan interleukin-1 dan TNF, memanjangnya
masa perdarahan, menurunnya renin yang turut dalam pengontrolan fungsi
ginjal.14,15
Dengan demikian nampaknya pada bayi aterm ataupun bayi yang besar yang
sudah mampu mensintesa DHA maupun AA sendiri dari AL dan ALN, pemberian
DHA tidaklah terlalu perlu, bahkan dapat memberikan efek samping, cukup
dengan memberikan AL maupun ALN yang cukup dengan rasio yang optimal.
Kesimpulan dan saran
1.

Semua mamalia memerlukan asam lemak esensiel

2. Pada bayi prematur kemampuan mensintesa LC-PUFA dari asam lemak


esensiel masih sangat rendah karenanya harus diberikan dalam makanan, /
minumannya.
3. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian LC-PUFA sebagai
suplemen dapat meningkatkan kemampuan visual dan perkembangan sistem
saraf terutama pada bayi prematur bahkan mungkin juga pada bayi yang aterm
4. Suplementasi DHA dan AA pada formula bayi prematur penting, harus
dengan rasio antara 4:1 10:1
5. DHA penting untuk pembentukan jaringan saraf dan sinap, sedangkan AA
berperan sebagai neurotransmitter.
6. Pada bayi aterm/ anak besar pemberian suplemen DHA dan AA perlu diteliti
lebih jauh mengingat adanya efek samping yang cukup membahayakan.
Daftar pustaka
1. Hornstra G (2000) Essential fatty acids in mothers and their
neonates.Am.J.Clin.Nutr.71, 1262s-1269s.
2. Agustoni C, Trojan S, Bellu R, Riva E, Giovanninim (1995)
Neurodevelopmental Quotient of Healthy Term Infants at 4 Months and Feeding
Practice: The Role of Long-Chain Polyunsaturated Fatty Acids. Pediatr Res. 38,
262-266
3. Farquharson J, Cocburn F, Patrick WA, Jamieson EC, Logan RW (1992) Infant
cerebral cortex phospholipid fatty acid composition and diet. Lancet.340, 810813.

4. Uauy R, Mize CE, Castillo-Duran C (2000) Fat intake during childhood:


metabolic responses and effects on growth. Am.J.Clin.Nutr.72, 1354s-1360s
5. Kurlak LO, Stephenson TJ (1999) Plausibble explanation for effects of long
chain polyunsaturated fatty acids (LC-PUFA) on neonates. Arch Dis Child.30,
f148-f154.
6. Dutta-Roy AK (2000) Transport mechanisms for long-chain polyunsaturated
fatty acids in yhe human placenta. Am.J.Clin.Nutr.71, 315s-322s.
7.

Uauy R, Hoffman DR (2000) Am.J.Clin.Nutr.71, 245-250.

8. Crawford MA (2000) Placental delivery of arachidonic and docosahexaenoic


acids: implications for the lipid nutrition of preterm infants. Am J.Clin.Nutr. 275284.
9. Gibson RA, Makrides M (2000) n-3 Polyunsaturated requirements of term
infants. Am.J.Clin.Nutr. 251s-255s
10. Innis S.M. (2000) Essential fatty acids in infant nutrition: lessons and
limitations from animal studies in relation to studies on infant fatty acid
requirements. Am.J.Clin.Nutr. 238-244
11. Carlson SE, Werkman SH, Peeples JM, Cooke RJ, Tolley EA (1993) Arachidonic
acid status correlates with first year growth in preterm infants.
Prog.Natl.Acad.Sci.USA.90, 1073-1077
12. Clandinin MT, Aerde IV, Field CJ, Parrott A (1996) Prteterm infant formuls:
Effect of increasing levels 20:4(6) and 22:6(3) on the fatty acid composition of
plasma and erythrocyte phospholipids J Pediatr Gastroenterol Ntutr.22, 432-435.
13. Simopoulus AP, Leaf A, Salem N (1999) Confrence report: Workshop on the
Essentiality of and Recommended Dietary Intakes for Omega-6 and Omega-3
Fatty Acids.J Am Coll.Nutr.18, 487-489.
14. WHO. (1993) Fats and oils in human nutrition. Report of a joint expert
consultation Rome 19-26 October.
15. Willatts P, Forsyth JS, Modugno MKDI, Varma S, Colvin M (1998) Effect of
long-chain polyunsaturated fatty acids in infant formula on problem solving at 10
months of age.352, 688-690.

Anda mungkin juga menyukai