Anda di halaman 1dari 60

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Didalam hati
proses penting bagi kehidupan kita, yaitu sebagai proses penyimpanan
energi, pengaturan metabolisme, kolesterol dan penetralkan racun obat
yang masuk dalam tubuh kita. Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang
bisa timbul apabila terjadi kesalahan pada hati.
Salah satu penyakit hati adalah Sirosis Hepatsis, Sirosis Hepatis
adalah suatu keadaan patologis yang terjadi di seluruh bagian hati.
Penyakit

Sirosis Hepatis di tandai dengan pembekuan jaringan ikat

dibagian hati yang disebabkan oleh infeksi dengan virus Hepetitis


sehingga terjadi peradangan sel hati yang luas dan banyak mengakibatkan
kematian sel.
Sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro,
anatomi pembuluh darah besar dan seluruh system arsitekture hati
mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan
jaringan ikat (firosis) di sekitar paremkin hati yang mengalami regenerasi.
sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh
fibrosis dan perubahan strukture hepar normal menjadi penuh nodule (pe

1
1

nonjolan dibawah kulit) yang tidak normal.


Sirosis Hepatis ( SH ) merupakan penyakit hati kronis yang ditandai
dengan kerusakan parenkim hati, penyebab utama dari Sirosis Hepatis di
Indonesia dasarnya adalah infeksi Hepatitis B dan Hepatitis C.
Penyakit Sirosis Hepatis berkembang secara berlahan tetapi
peningkatannya pasti,dalam jangka waktu panjang akan mengakibatkan
penyakit hati stadium akhir. Penyebab paling umum untuk Amerika Serikat
adalah penyakit hati alkolik dan hepatitis C. Di seluruh dunia hepatitis B
dan D penyebab utamanya. Tanpa transpaltasi hati,Sirosis Hepatis
berakibat fatal ( Kalso, 2008)
Di negara maju, Sirosis Hepatis merupakan penyebab kematian
tebesar ke tiga pada pasien yang berusia 45-46 tahun dan merupkan urutan
ketujuh di dunia. Menurut oganisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2013
sekitar 180 juta umat manusia terinfeksi sirosis hepatis yang meliputi 4 %
dari seluruh populasi manusia di dunia setiap tahunnya bertambah 4-5 juta
orang.
Menurut PPHI ( Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia ) tahun 2013
rumah sakit umum pemerintah Indonesia rata-rata Sirosis Hepatis adalah
3,5 % seluruh pasien yang dirawat bagian bangsal Penyakit Dalam,atau
rata-rata 47,4 % dari seluruh penyakit hati yang dirawat. Perbandingan
Sirosis Hepatis adalah pria : wanita 2:1.
Di ruangan penyakit dalam RSUP.DR.M.DJAMIL Padang, tercatat
jumlah pasien Sirosis Hepatis ditemukan data sebesar 281 pasien yang

dirawat selama tahun 2011, 302 pasien yang dirawat selama tahun 2012
dan 349 pasien yang dirawat selama tahun 2013. Pada tahun 2014 tercatat
jumlah pasien dengan Sirosis Hepatis sebanyak 352 orang dan pasien yang
meninggal pada tahun 2014 sebanyak 203 orang.
Dari angka kejadian diatas menunjukan bahwa penyakit Sirosis
Hepatis

merupakan

masalah

penting

meskipun

upaya-upaya

pemberantasan telah dilaksanakan. Hal ini terjadi karena adanya beberapa


faktor penyebab, yaitu kurangnya pngetahuan pasien/keluarga terhadap
tanda dan gejala Sirosis Hepatis , pola hidup yang kurang sehat serta sosial
budaya penduduk yang masih kental terhadap pengobatan penyakit yang
akan memperburuk komplikasi penyakit. Komplikasi yang akan terjadi
diantaranya: Sirosis Hepatis dapat menyebabkan kegagalan yang terjadi
pada hati sehingga fungsi hati terganggu,penurunan berat badan yang
drastis, batuk darah, BAB berdarah ( melena),bisa juga terjadi pembesaran
pada abdomen (asites), kerusakan pada ginjal, serta hipertensi portal,
apabila tidak dapat teratasi akan menyebabkan kematian, karena itu perlu
dilaksankan suatu tindakan dengan cara memberikan asuhan keperawatan
pada pasien atau keluarga yang mempunyai masalah penyakit Sirosis
Hepatis. Keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan pasien oleh
karena itu peran dan fungsi keluarga sangatlah penting dalam
pembentukan kehidupan kesehatan yang sehat sebagai sentral pelayanan
keperawatan (Ali : 2004).
Melalui asuhan keperawatan pada penyakit Sirosis Hepatis perawat
dapat memeliki peranan penting yang sebagai pemberi asuhan diantaranya,

perawat membantu pasien mendapatkan kembali kesehatannya melalui


proses penyembuhan, perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan
kesehatan pasien secara holistik, meliputi upaya untuk menegembalikan
kesehatan emosi, spritual dan sosial. Perawat berperan dalam mengatasi
penyakit Sirosis Hepatis ini sebagai pemberi informasi kepada pasien atau
keluarga tentang bagaimana cara perawatan pasien,tanda dan gejala serta
komplikasi yang akan terjadi.
Perawat berperan dalam memberikan penyuluhan kepada keluarga
tentang bagaimana cara merawat pasien,memberikan dukungan psikologis
kepada pasien penderita Sirosis Hepatis sehingga jika terjadi komplikasi
tidak

akan

memperburuk

kondisi

pasien.

Perawat

juga

dapat

medemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, dengan


menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan pasien serta melibatkan sumber-sumber yang lain seperti
keluarga. Peran perawat dalam melakukan pencegahan (preventif)
terhadap Sirosis Hepatis dengan menjaga pola makan pasien dengan cara
memberikan makanan sedikit tapi sering. Berbeda lagi dengan peran
perawat dalam uapaya kuratif yaitu memberikan pengobatan dan perawat
berkolaborasi dengan tim medis lainnya untuk pengobatan yang lebih
maksimal, dan terakhir peran perawat sebagai rehabilitatif yaitu proses
penyembuhan dengan cara menjaga kesehatan pasien dengan Sirosis
Hepatis .
Berdasarkan fenomena diatas maka sangat pentinglah peranan
perawat dalam mensosialisasikan pencegahan Sirosis Hepatis dengan cara

mengadakan penyuluhan kesehatan dan memberikan pendidikan kesehatan


berupa asuhan keperawatan tentang Sirosis Hepatis .
Oleh

karena itu peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus

dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sirosis


Hepatis di Irna Penyakit Dalam RSUP DR.M.Djamil Padang.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan
Sirosis Hepatis di RSUP.M.Djamil Padang?
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan Sirosis Hepatis di Bangsal Non Bedah RSUP.
DR.M.Djamil Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan

konsep

dan

penatalaksanaan Asuhan

Keperawatan pada Pasien dengan Sirosis Hepatis.


b. Mampu melaksanakan pengkajian dalam upaya mengumpulkan
data dan informasi yang benar pada Pasien dengan Sirosis Hepatis
di Bangsal Non Bedah di RSUP.DR.M.Djamil Padang.
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil
analisis data serta mengidentifikasi masalah potensi pada pada
Pasien dengan Sirosis Hepatis di Bangsal Non Bedah di
RSUP.DR.M.Djamil Padang.
d. Mampu menyusun rencana

dan

menentukan

intervensi

keperawatan secara menyeluruh sebagai upaya mengatasi masalah


yang muncul dan membuat langkah pemecahan masalah pada
Pasien dengan Sirosis Hepatis di Bangsal Non Bedah di
RSUP.DR.M.Djamil Padang.

e. Mampu melaksanakan rencana keperawatan secara menyeluruh


sesuai dengan rencana yang telah disusun pada pada Pasien dengan
Sirosis Hepatis di Bangsal Non Bedah di RSUP.DR.M.Djamil
Padang.
f. Mampu melaksanakan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap
tindakan Asuhan Keperawatan pada pada Pasien dengan Sirosis
Hepatis di Bangsal Non Bedah di RSUP.DR.M.Djamil Padang.
g. Mampu mendomentasikan Asuhan Keperawatan pada pada Pasien
dengan

Sirosis

Hepatis

di

Bangsal

Non

Bedah

di

RSUP.DR.M.Djamil Padang.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi penulis
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam
menerapkan asuhan keperawatan kususnya pada pasien dengan Sirosis
Hepatis.
2. Bagi STIKes MERCUBAKTIJYA Padang
Diperolehnya informasi tentang pelaksanaan studi kasus sebagai bahan
masukan bagi mahasiswa yang melaksanakan pendidikan di STIKes
MERCUBKTIJAYA Padang.
3. Bagi RSUP.DR.M.Djamil Padang
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dalam
membuat suatu perencanaan atau pengambilan kebijakan bagi perawat
yang berada di RSUP.DR.M.Djamil Padang untuk meningkatkan mutu
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Sirosis Hepatis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dasar Sirosis Hepatis
1. Pegertian
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya
peradangan difusi dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi
jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati sehingga timbul
kekacauan dalam susunan parenkim hati (Ratu dan Adwan, 2013).
Sirosis adalah penyakit hati kronis dan progresif yang ditandai
dengan

degenasi dan destruksi sel

maupun jaringan hati, hati

mengalami perubahan struktur yang drastic (fibrosis jaringan) dan


kehilangan fungsinya (Lockhart ). Sirosis adalah penyakit hati kronis
yang dicirikan dengan distorsi arsitektur

hati yang normal oleh

lembar lembar jaringan ikat dan nodul nodul regenerative sel hati,
yang tidak berkaitan dengan vaskulaturasi sel hati. Nodul nodul ini
dapat berukuran kecil (mikronodular) dan besar (makronodular).
Sirosis dapat mengganggu sirkulasi

darah intrahepatic, dan pada

kasus yang lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap


(Price, 2006).
Pada Sirosis Hepatis kronik aktif dan di negara-negara di mana
alkoholisme merupakan masalah, minum alkohol berlebihan dapat
berlanjut menjadi sirosis hati. Pada sirosis hati, hati sangat kecil.
Kadang-kadang beratnya 700-800 gr (normal 1200-1500 gr).
Permukaannya tidak rata dan noduler. Pada pengirisan, hati keras, sulit
dipotong biarpun dengan pisau yang tajam. Aliran darah di dalam
vena porta mengalami suatu tahanan tinggi di dalam hati yang
mengerut tersebut. Akibatnya tekanan darah dalam vena porta menjadi
sangat tinggi, aliran kolateral yang tidak melewati (by pass) hati
terbentuk, yang paling terkenal ialah vena-vena submukosa dari
esofagus yang menjadi sangat lebar : (vena esofgus). Limpa selalu
membesar demikian pula vena lienalis. Jumlah sel-sel hati yang sehat
dan jumlah hati yang berkontarak baik dengan pembuluh-pembuluh
darah masuk (import) dan keluar (eksport) terlalu kecil, fungsi
detoksifikasi menjadi tidak sempurna. Karena vena-vena kolateral dari
sistim portal yang membawa racun racun dari dari usus tidak
melewati hati dan membawa darah langsung ke jantung dan kemudian
ke otak maka terdapat gejala gangguan serebral. Tekanan darah yang
tinggi dalam vena- vena kolateral yang melebar dapat menyebabkan
robekan dan perdarahan yang hebat, khusunya dari varises esofagus.
Tekanan darah yang tinggi dalam sistim porta menyebabkan
akumulasi cairan dalm abdomen : asites pembesaran limfa dapat

menyebabkan destruksi trombosit yang cepat sehingga terjadi


kecenderungan perdarahan ( Sibuea dkk, 2009).

2. Anatomi Fisiologi
8

Gambar 2.1 Gambar Anatomi Hati(Syaifuddin, 2011)


Hati (hepar) merupakan kelenjer aksesori yang terbesar dalam tubuh,
berwarna cokelat dan beratnya 1.000-1.800 gr. Hati terletak di dalam
rongga perut sebelah kanan atas diagfragma, sebagian besar terletak pada
regio hipokondria dan regio epigastrium. Pada orang dewasa yang kurus
tepi bawah hati mungkin teraba satu jari di bawah tepi kosta (Syaifuddin,
2011)
Permukaan hati dibedakan atas :
1. Fascies auperior. Permukaan yang mengahadap ke atas dan ke
depan berbentuk cembung terletak di bawah diagfragma.
2. Fascies inferior permukaan yang menghadap ke bawah dan
belakang permukaanya tidak rata memperlihatkan lekukan.

10

3. Facies posterior permukaan bagian belakang terlihat beberapa


alur berbentuk garis melintang yang disebut porta hepatik. Kedua
garis tengah alur disebelah kiri fosso sagitalis sinistra terletak
ligamentum terres hepatis menuju porta hepatis dari arah
kaudutus.
4. Fascies inferior lobus sinistra hepatis. Berhubungan dengan
esofagus dekat lobus kaudutus dan berhubungan dengan
permukaan depan gaster, membentuk

impressio yang sesuai

dengan kurvatura mayor terletak depan omentum.


5. Fascies inferior lobus dekstra : berbatas dengan ginjal dan
glandula suprarenalis kanan atas, fleksura koli dekstra kanan
bawah.
6. Fascies superior : bagian anterior diliputi oleh peritonium
berbatasan dengan diagfragma dan diliputi oleh peritorium
bagian medial berbatas dengan dinding depan perut.
7. Fascies posterior tidak ditutupi peritorium, berhungan dengan
diafragma, terdapat sebuah lekuk sebelah kanan vena kava
inferior diatas infresio

renalis disebut infresio suprarenalis

(Syaifuddin, 2011).
Saluran pada hati :
1. Dutus hepatikus dekstra dan sinistra, keluar dari hati pada porta
hepatis,

bersatu

membentuk

duktus

hepatikus

komunis.

Panjangnya kira-kira 4 cm, berjalanan turun pada tepi omentum


minus. Tapi kanannya bersatu dengan duktus sistikus yang
berasal dari kandung empedu untuk membentuk duktus
koledukus.

11

2. Duktus koledutus. Panjangnya sekitar 8 cm. Bagian pertama


berjalan dari tepi kanan omentrum minus, di depan tepi kanan
vena potae sebelah kanan arteri hepatika. Bagian kedua berjalan
ke belakang bagian pertama duodenum, sebelah kanan A.
gastroduodenalis. Bagian ketiga terletak dalam alur permukaan
posterior kaput pankreas. Di sini duktus koledukus bersatu
dengan duktus pankreatikus mayor, bermuara pada ampula kecil
dinding duodenum melalui suatu papila kecil yang disebut papila
vateri.
Fisiologi hati
Fungsi hati :
1. Fungsi metabolik: metabolik asimilasi karbohidrat, lemak,
protein dan vitamin, serta produksi energi. Seluruh
monosakarida akan diubah menjadi glukosa dan pengaturan
glukosa dalam darah ini terjadi di hati. Pembentukan asam
lemak dan lipid

pembentukan fosfolipid terjadi di hati.

Metabolisme protein mengubah asam amino yang satu


menjadi yang lain, dan pembentukan albumin dan globulin
juga terjadi di hati.
2. Fungsi ekskretori : produksi empedu oleh sel hati (bilirubin,
koleserol,garam

empedu)

ke

dalam

empedu

juga

diekskresikan zat yang berasal dari luar tubuh seperti logamlogam berat atau bermacam zat warna.
3. Fungsi pertahanan tubuh : Detoksikasi racun siap untuk
dikeluarkan melakukan fagositosis terhadap benda asing
langsung membentuk antibodi.

12

4. Pengaturan dalam peredaran darah : berperan membentuk


darah dan heparin hati dan mengalirkan darah ke jantung.
Dalam hati sel darah merah akan rusak karena terdapat sel-sel
sistem retikoloendotelium (RES). Perusakan ini juga terdapat
dalam limpa dan sumsung tulang.
5. Hati membentuk asam empedu terutama dari kolesterol yang
membentuk pigmen-pigmen empedu terutama dari hasil
perusakan hemoglobin.
6. Sintesis protein : mencakup protein-protein penting untuk
pembekuan darah serta mengangkut hormon tiroid, steroid
dan kolesterol.
7. Detoksifiksi/degradasi : Zat-zat sisa dan hormon serta obat
dan senyawa asing lainnya (Syaifuddin, 2011).
3. Etiologi
Secara marfologi, sirosis dibagi atas jenis mikronodular
(portal), makronodular (pascanekrotik) dan jenis campuan, sedang
dalam klinik dikenal 3 jenis, yaitu portal, pascanekroik, dan bilier.
Penyakit- penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis
hepatis antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatis, kegagalan
jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika, penyakit
Wilson, hemokromatosis, zat toksik dan lain-lain (Ratu dan Adwan,
2013)

Menurut Smeltzer & Bare (2001) meskipun etiologi berbagai


bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat tiga pola khas yang

13

ditemukan pada kebanyakan kasus, yaitu : Sirosis Laennec, Sirosis


Pasca nekrotik, dan Sirosis Biliaris.
1. Sirosis Laennec/ sirosis alkoholik/sirosis Portal/sirosis gizi
Sirosis Laennec merupakan pola khas sirosis terkait
penyalahgunaan alkohol kronis yang jumlahnya sekitar 75% atau
lebih dari kasus sirosis. Sejumlah 10 15% peminum alkohol
mengalami sirosis.
Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol
adalah akumulasi lemak secara bertahap didalam sel-sel hati.
Pola infiltrasi lemak yang serupa juga ditemukan pada
kwashiorkor. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah
gangguan metabolik yang mencakup pembentukan trigliserida
secara berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari
hati, dan menurunnya oksidasi asam lemak. Alkohol sendiri
merupakan toksik bagi sel hati.
Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti
yang terlihat pada alkoholisme dini bersifat reversible bila
berhenti minum alkohol ; beberapa kasus dari kondisi yang relatif
jinak ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara makroskopik
hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami
gangguan fungsional akibat akumulasi lemak dalan jumlah
banyak.

14

Hepatitis Alkoholik ditandai secara histologis oleh


nekrosis hepatoseluler, sel- sel balon, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear (PMN) di hati. Tapi tidak semua penderita lesi
hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis hati yang
lengkap. Penderita sirosis Laennec lebih beresiko menderita
karsinoma sel hati primer (hepatoseluler).
2. Sirosis Pasca nekrotik
Sirosis Pasca nekrotik agaknya terjadi setelah nekrosis
berbercak pada jaringan hati, menimbulkan nodul atau benjolan
besar/kecil yang dipisahkan oleh jaringan parut, akibat hepatitis
atau peradangan terutama oleh Hepatitis virus B (HBV) dan
Hepatitis virus C (HCV).
Penyebab dari hepatitis adalah:

Virus hepatitis VHB dan VHC


Alkohol
Hemokromatosis (akumulasi zat besi yang berlebihan

di hepar)
Penyakit auto imun hepar (hepatitis dan sirosis biliaris

primer
Obstruksi bliaris rekuren (misalnya batu empedu)
Penyakit Wilson (Underwood,1999).

3. Sirosis Biliaris
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah

obstruksi

biliaris pasca hepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan


empedu didalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk
lembar- lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong

15

lobulus seperti pada sirosis Laennec. Hati membesar, keras,


bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi
bagian awal dan utama dari sindrom, demikian pula pruritus,
malabsorbsi, dan steatorea.
4.

Klasifikasi

Klasifikasi Sirosis Hepatis terdiri atas 4


a.

Klasifikasi Etiologi
1. Etiologi yang diketahui penyebabnya
a) Hepatitis virus tipe B dan C
b) Alkohol
c) Metabolik
d) Kolestasis kronik/sirosis biliar sekunder intra dan
ekstrahepatik
e) Obstruksi aliran vena hepatik, penyakit Veno
Oklusif,

Sindrom

budd

Chiari,

perikarditis

kontriktiva, payah jantung kanan.


f) Gangguan Imonologis, Hepatis Lupoid, Hepatis
Kronik Aktif
g) Toksik dan Obat
h) Operasi pintas usus halus pada obesita
i) Malnutrisi, Infeksi seperti malaria, Sistosomiasis
2. Etiologi tanpa diketahui penyebabnya. Sisrosis yang tidak
diketahui
b.

penyebabnya

dinamakan

Sirosis

Kriptogenik/Heterogenous
Klasifikasi Morfologi
Secara mikroskopik Sirosis dibagi atas:
1. Sirosis Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam
septa prenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata
tersebut diseluruh lobul. Sirosis Mikronodular besar nodulnya
sampai 3 mm, sedang Sirosis Mikronodular lebih dari 3 mm.

16

Sirosis Mikronodular ada yang berubah menjadi Mikronodular


sehingga dijumpai campuran mikro dan Makronodular.
2. Sirosis Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada
nodul besar didalamnya ada daerah yang luas dengan parenkim
yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Sirosis Campuran
Umumnya Sirosis Hepatis adalah campuran ini.
c.

Klasifikasi Fungsional
1. Kompensasi baik (laten, sirosis dini)
2. Dekompensasi (aktif, disertai kegagalan hati dan hipertensi
porta)(sarwono: 2005).

5.

Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi
Sirosis Hepatis, konsumsi minuman beralkohol di anggap sebagai
faktor penyebab yang utama. Sirosis Hepatis terjadi dengan
frekuensi paling tinggi pada peminum air keras. Meskipun
didefesiensi

gizi

dengan

penurunan

asupan

protein

turut

menimbulkan kerusakan hati pada Sirosis Heapatis, namun asupan


alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama
pada pelemakan hati dan konsekuensi yang di timbulkannya.
Namun demikian, Sirosis Hepatis juga pernah terjadi pada individu
yang dietnya normal tetapi dengan onsumsi alkohol yang tinggi
(Smelzer, Suzanne C).
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap
penyakit ini dibandingkan individu lain tanpa ditentukan apakah
individu tersebut memiliki kebiasaan lain tanpa ditentukan apakah

17

individu tersebut memiliki kebiasaan minum-minuman keras


ataukah penderita

nutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan

peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu(karbon


tetraklorida, naftasen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita Sirosis
Hepatis adalah dua kali lipat libah banyak dari pada wanita, dan
mayoritas pasien Sirosis Hepatis 40 hingga 60 tahun.
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh
episode nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang
berulang di sepanjang perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati
yang di hancukan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh
jaringan parut, akhirnya jumlah jaringan parut melampaui jumlah
jaringan hati yang masih berfungsi.
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan
sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah
yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini
memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda,
gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa
dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah
jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta
dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk
nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan
distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah
porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula

18

terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap


berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules,
sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif.
Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila
telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan
parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis.
Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan
fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis
daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin
dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen.
Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.
Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim
hati (Price &Wilson.2006).
Sirosis Heaptis biasanya memiliki awitan yang insidius dan
perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang
melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih (Smelzher,Suzannee
C).

19

6.

WOC SIROSIS HEPATIS

7.

Tanda dan gejala


Gejala

terjadi

akibat

perubahan

morfologi

dan

lebih

mengambarkan beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya.


Di dapatkan tanda dan gejala sebagai berikut (Ratu dan Adwan, 2013).

Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia,

mual, muntah, dan diare.


Demam, berat badan menurun, lekas lelah.
Asites, hidrotoraks dan edema.
Ikterus, kadang-kadang urin lebih tua warnanya atau kecoklatan.

20

Hepatomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil

karena

fibrosis. Bila secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan


asites, dimana demam bukan oleh sebab-sebab lain, dikatakan
sirosis dalam keadaan aktif. Hati-hati akan memungkinkan

timbulnya prekoma dan koma hepatikum.


Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding

abdomen dan toraks, kaput medusa, wasir dan varises esofagus.


Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenime
yaitu :
a. Impotensi, atrofi testis, ginekomastika, hilangnya rambut
aksila dan pubis.
b. Spider nevi dan eritema
c. Hiperpigmentasi

8.

Kopilikasi
Hematemesis melana dan koma hepatikum (Ratu dan
Adwan, 2013).
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati (Brunner
& Suddarth.2002):
1

Perdarahan varises esofagus


Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang
sering terjadi akibat hipertensi portal. Dua puluh sampai 40% pasien
sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan
perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua
pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun
dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan
beberapa cara. Risiko kematian akibat perdarahan varises esofagus
tergantung pada tingkat keparahan dari kondisi hati dilihat dari

21

ukuran varises, adanya tanda bahaya dari varises dan keparahan


penyakit hati. Penyebab lain perdarahan pada penderita sirosis hati
adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2

Ensefalopati hepatikum
Disebut juga koma hepatikum. Merupakan kelainan neuropsikiatrik
akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan
hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang
berlanjut sampai koma. Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal
hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali.

Peritonitis bakterialis spontan


Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu
jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen.

Sindroma hepatorenal.
Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit hati kronik lanjut,
ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal dan abnormalitas sirkulasi
arteri menyebabkan vasokonstriksi ginjal yang nyata dan penurunan
GFR dan dapat terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.

Karsinoma hepatoseluler
Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor yang
dianggap merupakan faktor predisposisinya yaitu infeksi virus

22

hepatitis B kronik, sirosis hati dan hepatokarsinogen dalam


makanan. Meskipun prevalensi dan etiologi dari sirosis berbedabeda di seluruh dunia, namun jelas bahwa di seluruh negara,
karsinoma hepatoseluler sering ditemukan bersama sirosis, terutama
tipe makronoduler.
6

Asites
Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki sistem
pengaturan volume cairan ekstraseluler yang tidak normal sehingga
terjadi retensi air dan natrium. Asites dapat bersifat ringan, sedang
dan berat. Asites berat dengan jumlah cairan banyak menyebabkan
rasa tidak nyaman pada abdomen sehingga dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari

Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan
berbahaya pada chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya
varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah
darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa
nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan
membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.

Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.


Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat
rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.
Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya
kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu:
Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis

23

hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka


metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma
hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan
karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara
lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat9

obatan dan pengaruh substansia nitrogen.


Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih
besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada
mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada

mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.


10 Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi,
termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi
yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah :
peritonitis,

bronchopneumonia,

glomeluronefritis

kronik,

pneumonia,

pielonefritis,

tbc

sistitis,

paru-paru,
perikarditis,

endokarditis, erysipelas maupun septikemi


9.

Pemeriksaan diagnostik

NO Data Penunjang
1
Darah Lengkap
a Hemoglobin

Nilai Normal

Sakit

Laki-laki : 14-18 gram/dl


Perempuan : 12-16 gram/dl

Biasanya

kurang

dari batas normal


5.000-10.000/mm3
150.000-400.000/mm3
b

Leukosit
70-110

mg/dl

setelah

Trombosit

Peninggian
berpuasa selam 8 jam )

kadar

24

200 mg/dl ( 2 jam setelah gula


d

darah

pada

Gula Darah
makan)

Sirosis Hepatis fase


lanjut

sebabkan

kurangnya
kemampuan sel hati
membentuk
glikogen
2

Kimia darah
a. Serum

Laki-laki : 0-50 U/L


Perempuan : 0-35 U/L

Glutamic

Biasanya lebih dari


batas normal

Oxaloacetic
Transaminase
(SGOT)/
Serum
20-70 U/L
Glukamic

Meningkat

Piruvic

dari 2 sampai 3 kali

Transaminase

kurang

10-40 U/L

(SGPT)
Laki-laki : 6 -26 U/L
Perempuan : 4-18 U/L
b. Alkaline

Kadar CGT tinggi

phosphatase

pada penyakit hati

( ALP)

alkolik kronik

c. Alkaline
Alminotransfer

25

ase ( ALT)
d. Gammaglutamyltransfe
rae( CGT )
3

Pemeriksaan Serologi
a. Hbsag

Lebih dari normal


Negatif Hbsag 15,74
165

b. Alfa

Feto

AFP yang terus naik


(>5000-1000)

Protein ( AFP )

memiliki

nilai

diagnostik

untuk

suatu

hepatoma

kanker hati primer


4

Urine
a. Billirubin
b. Albumin
c. Glubumin
Feses

0,2-1.0 mg/dl
3,8-5.0 g/dl
2,3 -3,2(gr%)
Kuning kecoklatan
ada melena

Lebih dari normal


Lebih dari normal
Lebih dari normal
tidak Feses
berwarna
tanah

liat

dan

USG abdomen , CT-

melena
Yang dilihat pada

SCAN

USG dan CT-SCAN


antara lain tepi hati,
permukaan,
pembesaran,
homogenitas, asites,
splenomegali,
gambaran

vena

hepatic, vena porta,

26

pelebaran

saluran

empedu,

daerah

hiporeknik
10.

Penatalaksanaan
Istirahat di tempat ditidur sampai perbaikan ikterus, asites, dan

demam.
Diet rendah protein (diet hati III:protein 1 g/kg BB. 55 g
protein,2.000 kalori). Bila ada asites diterima diberikan diet rendah
garam II (600.000 mg) atau III (1.000-2.000 mg) bila proses tidak
aktif, diperlukan tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi
protein (80-125 g/ hari).
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum,
jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati 1) untuk
kemudian di berikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi
dan

kebutuhan

tubuh,

pemberian

protein

yang

melebihi

kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein


dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma
hepatikum diet yang baik dengan protein yang cukup perlu

diperhatikan.
Mengatasi infeksi dengan aintibiotik diusahakan memakai obat-

obatan yang jelas tidak hepatoktosin.


Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam

amino esensial berantai cabang dan glukosa.


Roborasia vitamin B kompleks dilarang makan dan minum bahan
yang mengandung alkohol (Ratu dan Adwan, 2013).

B. Asuhan Keperawatan

27

Asuhan

keperawatan

merupakan

faktor

kunci

dalam

kelangsungan kehidupan pasien dan dalam pelayanan kesehatan dalam


aspek pemeliharaan, rehabilitasi serta pencegahan ( Doengoes, 2000).
Proses keperawatan adalah kerja perawat saat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien. Proses keperawatan merupakan pendekatan
kerja yang sistematis, terorganisasi, fleksibel dan berkelanjutan. Tahaptahap dalam proses keperawatan saling ketergantungan satu dengan
lainya dan bersifat dinamis dan susunan secara sistematis untuk
menggambarkan perkembangan dari tahap yang satu dengan yang lain.
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan
dalam praktik keperawatan, hal ini disebut sebagai suatu pendekatan
problem solving yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan
interpersonal dan ditunjukan untuk mengetahui kebutuhan klien dan
keluarga (Nursalam, 2001).
1 Pengakajian
Menurut Carpenito-Moyet dan Lynda Juall (2006),
pengkajian keperawatan adalah langkah awal dari proses
keperawatan yang meliputi aspek bio, psiko, sosial, dan spritual
serta komprehensif.
Pengkajian adalah pemikiran dasar dan proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental,
sosial dan lingkungan (Nasrul Efendy,1995). Maksud dari
pengkajian ini adalah untuk mendapatkan informasi atau data
tentang pasien. Data tersebut berasal dari pasien( data primer ),data

28

dari keluarga (data sekunder), data dari catatan yang ada (data
tersier), melalui wawancara, observasi langsung dan melihat secara
medis.
a. Identitas pasien meliputi : nama, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, agama, suku
bangsa, tanggal masuk rumah sakit, no register/MR, serta
penanggung jawab.

b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Biasanya pasien dengan Sirosis Hepatis mempunyai
kebiasaan minum alkohol dan pasien mempunyai penyakit
kuning/penyakit Hepatitis, dan pasien juga pernah dirawat
dengan penyakit Hepatis Kronis. Biasanya pada pasien
hepatitis non alkoholik ini dikaitkan dengan DM,
malnutisi, protein, arterikoroner dan pemakaian obat
kartikosteroid.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Biasanya klien mengeluhkan mual dan muntah, mual
muntah terjadi karena pada pasien Sirosis Hepatis
mengalami Splenomegaly sehingga terjadi penurunan atau
pun peningkatan peristaltic usus terjadi peningkatan asam
lambung sehingga pasien mengalami mual dan muntah.
Pasien mengeluh nyeri pada abdomen karena terjadinya
pembesaran perut, terjadi bengkak/oedema pada ekstemitas

29

pasien, kelemahan otot, diare/konstipasi, pada tubuh bagian


atas bahu dan leher, dada, pinggang, terlihat adanya spider
nevi, dan adanya hemoroid internal, warna urine gelap dan
pekat, BAB warna tanah liat, bahkan BAB berdarah dan
bisanya sesak nafas.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Biasanya keluarga klien mengatakan ada riwayat penyakit
Hepatis

dan

Sirosis

Hepatis.

Pada

pasien

yang

penyebabnya adalah Hepatitis dapat menular, sedangkan


pada pasien yang penyebabnya alkohol dan kerusakan
empedu tidak dapat menular.
c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
a. Tingkat kesadaran
: Biasanya tingkat kesadaran
pasien compos mentis coompertif.
b. Berat badan
: Biasanya berat badan pasien
ada

mengalami

penurunan

dan

biasanya

juga

mengalami kenaikan berat badan.


c. Tekanan darah
:
Biasanya tekanan darah
pasien meningkat.
d. Suhu

: Biasanya suhu pasien batas

normal
e. Pernafasan

: Biasanya pernafasan pasien

tidak teratur dan bernafas dengan frekuensi cepat.


f. Nadi
: Biasanya pasien mengalami
peningkatan denyut nadi.
2. Kepala
Mengamati bentuk kepala, adanya hematom/oedema,
perlukaan.
a. Rambut

30

Pada klien Sirosis Hepatis biasanya rambat serta kulit


kepala klien bersih, dan tidak rontok
b. Wajah
Biasanya tampak ekspresi wajah meringis karena nyeri
tekan pada abdomen.
c. Mata
Biasanya terdapat lingkaran hitam pada kelopak mata
karena kurang tidur akibat nyeri, mata simetris kiri dan
kanan, konjungtiva anemis, sclera ikterik.
d. Hidung
Biasanya tidak ada tanda-tanda radang, tidak ada nafas
cuping hidung.
e. Mulut
Biasanya bibir kering, dan tidak pecah-pecah, lidah
tidak kotor dan biasanya ada caries pada gigi.
f. Leher
Biasanya terlihat adanya pembesaran kelenjer thyroid,
kelenjer getah bening, dan adanya distensi vena
jugukaris.
g. Dada/Thorak
Inspeksi : biasanya tidak simetris kiri dan kanan,
penurunan ekspansi paru, menggunakan otot
Palpasi

asesori pernafasan, pernafasan dangkal.


: biasanya fremitus kiri dan kanan sama,

Perkusi

spider nevi area atas dada.


: biasanya terdengar bunyi sonor kiri dan

kanan.
Auskultasi: baiasanya bronkovesikuler, ada bunyi nafas
tambahan/ suara abnormal paru.
h. Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba 2 jari.
Perkusi : biasanya bunyi redup

31

auskultasi : biasanya irama jantung cepat


i. Perut/Abdomen
Inspeksi : biasanya adanya pembesaran rongga
abdomen, terlihat adanya vena kolateral,
adanya peningkatan lingkar abdomen.
Auskultasi: biasana terjadi penurunan bising usus.
Palpasi : baiasanya terjadi pembesaran limpa,
biasanya nyeri tekanan pada ulu hati, hati
teraba keras.
Perkusi : baiasanya bunyi pekak.
j. Geniteorinaria
Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik.
Biasanya pasien terpasang kateter. Pada laki-laki terjadi
antropi testis, hemoroid (pelebaran vena sekitar
rectum), pada wanita terjadi ganguan mensturasi.
k. Sistem integrumen
Biasanya terjadi perubahan pada kelembapan atau
turgor kulit jelek dan terjadi gatal-gatal pada klit klien.
l. Ekstermitas
Biasanya ada edema pada ekstermitas atas dan bawah,
dan kekuatan otot lemah.
d. Data Pola Kebiasaan Sehari-hari
No
1

Pola Aktifitas
Makan

Sehat
Sakit
Biasanya pasien makan Baiasanya klien tidak
3x sehari, biasanya habis menghabiskan
1 porsi makanan dengan porsi

makanan,

komposisi lauk, ayam, dengan

komposisi

sayur-sayuran,
Minum

buahan.

buah- lauk daging, sayuran,


buah
makanan

dan

jenis

yang

programkan

di

rumah

32

Biasanya klien minum sakit.


8-9 gelas air putih dalam Biasanya

klien

sehari dan ditambah air minum kurang dari 8susu, kopi, dan teh

gelas

dalam

air

putih

sehari

dan

ditambah air susu.


2

Eliminasi
BAB

Biasanya defekasi/BAB Biasanya perubahan


klien 1-2 kali sehari defekasi,

misalnya

dengan warna kuning ada konstipasi dan


kecolatan

susuh BAB, diare,

BAK
Biasanya

BAK

penurunan

bising

usus,

warna

feses

klien
tanh liat dan melena

lancar, dengan frekuensi


Biasanya BAK klien
BAK 8-10 kali dalam
kurang

lancar,

dengan

frekuensi

sehari, warna urine pucat


dan berbau pesing.
BAK kurang dari 810 kali dalam sehari,
warna urine gelap,
3

Istirah dan Tidur

Biasanya

klien

dan pekat.
tidur Biasanya klien tidur

siang 1-2 jam, dan tidur siang kurang dari 1-2


malam 7-8 jam perhari, jam, dan tidur malam
kebiasaan sebelum tidur kurang dari 7-8 jam
biasanya menonton dll.

perhari

karena

33

terjadinya nyeri tekan


abdomen.
e. Data sosial ekonomi
Sirosis Hepatis biasanya terjadi pada semua golongan
masyarakat
mengelukan

dan

biasanya

bahwa

terjadi

klien

dan

perubahan

keluarga
dalam

penghasilan keluarga sehingga menimbulkan masalah


keuangan keluarga.
f. Data psikososial
Penampilan, status emosi, konsep diri, kecemasan, dan
interaksi sosial. Biasanya pasien dan keluarga ditemui
perasaan takut, cemas, marah, dan apatis yang ditandai
dengan pasien terlihat gelisah. Dengan keterbatasan
gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
perannya didalam keluarganya dan dalam masyarakat,
pasien mengalami emosi yang tidak stabil.
g. Data spritual
Penatalaksanaan ibadah klien selama sakit akan

terganggu karena nyeri dan sulit beraktifitas.


h. Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap
Kimia darah
Pemeriksaan serologi
Urine
Feses
USG abdomen , CT-SCAN
Diagnosa Keperawatan
1 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidak mampuan untuk mengabsorsi
2

nutrien.
Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan kelebihan
asupan cairan.

34

Ketidak efektifan Pola nafas berhungan berhubungan dengan

pengumpulan cairan abdomen(asites), kelelahan.


Kerusakan integritas kulit berhubangan dengan perubahan

turgor.
Nyeri akut berhungan dengan agen cidera fisik (hati yang

6
7
8

membesar serta nyeri tekan).


Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Gangguan body image berhubungan dengan perubahan warna

kulit
Perubahan poroses fikir berhubungan dengan adanya toxin

bagi otak.
10 Gangguan harga diri (kronik,situasional) b/d ketergantungan,
perubahan peran, perubahan citra tubuh dan disfungsi seksual.
11 Keputusasaan b/d penurunan atau pemburukan kondisi fisik,
kurang dukungan sosial, stress jangka panjang, ketidak
mampuan untuk mengubah perkembangan penyakit.
3
No
1

Intervensi keperawatan NANDA NIC NOC


Diagnosa

NIC

Keperawatan
Ketidak seimbangan

NOC
a. Kaji adanya alergi

a. Nutritional status: Adequacy


nutrisi

kurang

dari
of nutrient

kebutuhan

makanan
b. Kolaborasi dengan

tubuh
ahli gizi untuk

berhubungan

dengan b. Nutritional Status : food and


menentukan jumlah

ketidak

mampuan Fluid Intake


kalori dan nutrisi

untuk
nutrien

mengabsorsi
yang dibutuhkan

c. Weight Control

pasien
c.

Yakinkan diet yang

35

dimakan
kriteia hasil
mengandung tinggi
a. Adanya peningkatan berat
badan sesuai denga tujuan.

serat untuk
mencegah
konstipasi

b. Berat badan ideal sesuai


degan tinggi badan.

d. Ajarkan pasien
bagaimana

c. Tidak ada tanda malnutrisi


d. Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi.
e. Menunjukan peningkatan
fungsi pengecapan dari
menelan.

membuat catatan
makanan harian.
e. Monitor adanya
penurunan BB dan
gula darah
f. Monitor lingkungan
selama makan
g. Jadwalkan

f. Tidak terjadi penurunan


berat badan yang berarti

pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan

h. Monitor turgor kulit


i. Monitor
kekeringan, rambut
kusam, total
protein, Hb dan

36

kadar Ht
j. Monitor mual dan
muntah
k. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
l. Monitor intake
nuntrisi
m. Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat
nutrisi
n. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan
suplemen makanan
seperti NGT/ TPN
sehingga intake
cairan yang adekuat
dapat
dipertahankan.
o. Atur posisi semi

37

fowler atau fowler


tinggi selama
makan
p. Anjurkan banyak
minum
q. Pertahankan terapi
IV line
r. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oval
2

Kelebihan

volume
a. Electrolit and acid base

cairan

a. Pertahankan catatan

tubuh
balance

berhubungan

dengan

kelebihan

asupan b. Fluid balance

intake dan output


yang akurat

cairan.

b. Pasang urin kateter


c. Hydration
jika diperlukan
Kriteria hasil:
c. Monitor hasil lab
a. Terbebas dari edema, efusi,
anaskara

yang sesuai dengan


retensi cairan (BUN
, Hmt , osmolalitas

b. Bunyi nafas bersih, tidak

urin )

ada dyspneu/ortopneu
d. Monitor vital sign
c. Terbebas dari distensi vena

38

jugularis,

e. Monitor indikasi
retensi / kelebihan

d. Memelihara tekanan vena


cairan (cracles,
sentral, tekanan kapiler
CVP , edema,
paru, output jantung dan
distensi vena leher,
vital sign DBN
asites)
e. Terbebas dari kelelahan,
f. Kaji lokasi dan luas
kecemasan atau bingung
edema
g. Monitor masukan
makanan / cairan
h. Monitor status
nutrisi
i. Berikan diuretik
sesuai interuksi
j. Kolaborasi bersama
tim kedokteran
dalam pemberian
obat
k. Monitor berat
badan

39

l. Monitor elektrolit
m. Monitor tanda dan
gejala dari Odema
3

Ketidak efektifan Pola


Respiratory status :
nafas

a. Posisikan pasien

berhungan
untuk

berhubungan

dengan Ventilation
memaksimalkan

pengumpulan

cairan

abdomen(asites),
kelelahan.

a. espiratory status : Airway

ventilas

patency
b. Pasang mayo bila
b. Vital sign Status Setelah

perlu

dilakukan keefektifan pola


c. Lakukan fisioterapi
nafas
dada jika perlu
kriteria hasil:
d. Keluarkan sekret
a. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara

dengan batuk atau


suction

nafas yang bersih, tidak


e. Auskultasi suara
ada sianosis dan
nafas, catat adanya
dyspneu (mampu
suara tambahan
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dg

f. Berikan pelembab

mudah, tidakada pursed

udara Kassa basah

lips)

NaCl Lembab

40

b. Menunjukkan jalan

g. Atur intake untuk

nafas yang paten (klien

cairan

tidak merasa tercekik,

mengoptimalkan

irama nafas, frekuensi

keseimbangan.

pernafasan dalam
h. Monitor respirasi
rentang normal, tidak
dan status O2
ada suara nafas
abnormal)

i. Bersihkan mulut,
hidung dan secret

c.

Tanda Tanda vital


Trakea
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)

j. Pertahankan jalan
nafas yang paten
k. Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilas
l. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
m. Monitor vital sign
n. Informasikan pada
pasien dan keluarga

41

tentang tehnik
relaksasi untuk
memperbaiki pola
nafas.
o. Ajarkan bagaimana
batuk efektif
p. Monitor pola nafas

Kerusakan

integritas
Tissue Integrity : Skin and

kulit

a. Anjurkan pasien

berhubangan
untuk menggunakan

dengan

perubahan a. Mucous Membranes


pakaian yang

turgor
b. Wound Healing : primer

longgar

dan sekunder
b. Hindari kerutan
kriteria hasil:
a. Integritas kulit yang baik

pada tempat tidur


c. Jaga kebersihan

bisa dipertahankan (sensasi,

kulit agar tetap

elastisitas, temperatur,

bersih dan kering

hidrasi, pigmentasi)
d. Mobilisasi pasien
b. Tidak ada luka/lesi pada
kulit

(ubah posisi pasien)


setiap dua jam
sekali Monitor kulit

42

c. Perfusi jaringan baik

akan adanya

Menunjukkan pemahaman

kemerahan

dalamproses perbaikan
e. Oleskan lotion atau
kulit dan mencegah
minyak/baby oil
terjadinya sedera berulang
pada derah yang
d. Mampu melindungi kulit

tertekan

dan mempertahankan
f. Monitor aktivitas
kelembaban kulit dan
dan mobilisasi
perawatan alami
pasien
e. Menunjukkan terjadinya
g. Monitor status
proses penyembuhan luka
nutrisi pasien
h. Memandikan
pasien dengan
sabun dan air
hangat
i.

Kaji lingkungan
dan peralatan yang
menyebabkan
tekanan

j. Observasi luka :
lokasi, dimensi,

43

k. kedalaman luka,
karakteristik,warna
cairan, granulasi,
jaringan nekrotik,
tandatanda infeksi
lokal, formasi
traktus
l. Ajarkan pada
keluarga tentang
luka dan perawatan
luka
m. Kolaburasi ahli
gizi pemberian diae
TKTP, vitami
n. Cegah kontaminasi
feses dan urin
o. Lakukan tehnik
perawatan luka
dengan steril
p. Berikan posisi yang
mengurangi

44

tekanan pada luka


5

Nyeri akut berhungan


a. Pain Level,

a. Lakukan

dengan agen cidera


pengkajian nyeri
fisik

(hati

yang b. pain control,


secara

membesar serta nyeri


tekan).

c. comfort level

komprehensif
termasuk lokasi,

Setelah dilakukan tinfakan


kriteria hasil:

karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor

a. Mampu mengontrol nyeri

presipitasi

(tahu penyebab nyeri,


mampu menggunakan

b. Observasi reaksi

tehnik nonfarmakologi

nonverbal dari

untuk mengurangi nyeri,

ketidaknyamanan

mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri

c. Bantu pasien dan


keluarga untuk

berkurang dengan

mencari dan

menggunakan manajemen

menemukan

nyeri

dukungan

c. Mampu mengenali nyeri

d. Kontrol lingkungan

(skala, intensitas, frekuensi

yang dapat

dan tanda nyeri)

mempengaruhi
nyeri seperti suhu

d.

Menyatakan rasa nyaman

45

setelah nyeri berkurang

ruangan,
pencahayaan dan

e. Tanda vital dalam rentang


kebisingan
normal
e.

Kurangi faktor

f. Tidak mengalami gangguan


presipitasi nyeri
tidur
f. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
g. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
h. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri:
i. ingkatkan istirahat
j. Berikan informasi
tentang nyeri

46

seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
k.

Monitor vital sign


sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali

Ansietas berhubungan
a. Kontrol kecemasan

Anxiety Reduction

dengan ancaman pada


(penurunan
status kesehatan.

b.

Koping
kecemasan)

kriteria hasil:
a. Gunakan
a. Klien mampu
pendekatan yang
mengidentifikasi dan
menenangkan
mengungkapkan gejala
cemas
b. Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan

b. Nyatakan dengan
jelas harapan

47

menunjukkan tehnik untuk

terhadap pelaku

mengontol cemas

pasien

c. Vital sign dalam batas


Normal
c. Jelaskan semua
d. Postur tubuh,

prosedur dan apa

ekspresimwajah, bahasa

yang dirasakan

tubuh dan tingkat

selama prosedur

aktivitasm menunjukkan
berkurangnya kecemasan
d. Temani pasien
untuk memberikan
keamanan dan
mengurangi takut

e. Berikan informasi
faktual mengenai
diagnosis, tindakan
prognosis

f. Libatkan keluarga
untuk mendampingi

48

klien

g. Instruksikan pada
pasien untuk
menggunakan
tehnik relaksasi

h. Dengarkan dengan
penuh perhatian

i. Identifikasi tingkat
kecemasan

j. Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan

49

k. Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, persepsi
7

Intoleransi

aktifitas
a. Self Care : ADLs

berhubungan

a. Observasi adanya

dengan
pembatasan klien

kelemahan umum.

b. Toleransi aktivitas
dalam melakukan
aktivitas

c. Konservasi energi
Kriteria Hasil :

b.

Kaji adanya faktor


yang menyebabkan
kelelahan

a. Berpartisipa si dalam
aktivitas fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah,

c. Monitor nutrisi dan


sumber energi yang
adekuat

nadi dan RR
d. Monitor pasien
akan adanya
b. Mampu melakukan

kelelahan fisik dan

aktivitas sehari hari (ADLs)

emosi secara

secaramandiri

berlebihan
e. Monitor respon

50

c. Keseimbangan aktivitas
dan istirahat

kardivaskuler
terhadap aktivitas
(takikardi,
disritmia, sesak
nafas, diaporesis,
pucat, perubahan
hemodinamik)
f. Monitor pola tidur
dan lamanya
tidur/istirahat
pasien
g. Kolaborasikan
dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalam
merencanakan
progran terapi yang
tepat.
h. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan

51

i. Bantu untuk
memilih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
j. Bantu untuk
mengidentifikasi
dan mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
k. Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
l. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai

52

m. Bantu klien untuk


membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
n. Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
o. Sediakan penguatan
positif bagi yang
aktif beraktivitas
p. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
q. Monitor respon
fisik, emosi, sosial
dan spiritual

53

Gangguan body image


a. Body image
berhubungan

Body image

dengan
enhancement

perubahan warna kulit b. Self esteem


a. Kaji secara verbal
kriteria hasil:
dan nonverbal
a. Body image positif

respon klien
terhadap tubuhnya

b. Mampu mengidentifikasi
kekuatan personal

b. Monitor frekuensi
mengkritik dirinya

c. Mendiskripsikan secara
faktual perubahan fungsi
tubuh

c. Jelaskan tentang
pengobatan,
perawatan,

d. Mempertahankan interaksi
sosia

kemajuan dan
prognosis penyakit
d. Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
e. Identifikasi arti
pengurangan
melalui pemakaian
alat bantu
f. Fasilitasi kontak

54

dengan individu
lain dalam
kelompok kecil

Perubahan
fikir

poroses a. Menyediakan

berhubungan

dengan adanya toxin

tentang

informasi a. Kaji

indikasi

keletihan.
b. Meningkatkan

tingkat

faktor

yang

menimbulkan
keletihan : anemia,

aktivitas

bagi otak.

ketidakseimbangan
ringan

sedang

dan
cairan dan elektrolit,

memperbaiki harga diri


c. Mendorong latihan dan
aktivitas dalam batas-batas

retensi

produk

sampah, depresi
b. Tingkatkan

yang dapat ditoleransi dan


kemandirian dalam
istirahat yang adekuat
d. Istirahat yang adekuat di
anjurkan setelah dialysis,

diri

yang bagi banyak pasien

ditoleransi : bantu

sangat melelahkan.

10

Gangguan harga diri a.


b.
(kronik,situasional)
c.
d.

aktivitas perawatan

Body image, disiturbed


Coping, ineffective
Personal identity, disturbed
Health behavior, risk

yang

dapat

jika keletihan terjadi


c. Anjurkan istirahat
setelah dialisis
Self
esteen
enhancement

55

b/d

ketergantungan, e. Self esteem situasional, low a. Tunjukan

perubahan

peran,

Kriteria hasil:
a. Adaptasi

rasa

percaya

diri

terhadap

perubahan citra tubuh

terhadap
ketunandayaan fisik: respon

dan disfungsi seksual.

kemampuan pasien
adaptif

klien

terhadap
untuk

tantangan

mengatasi

fungsional
situasi
akibat b. Dorong klien untuk

penting
ketunandayaan fisik
b. Resolusi
berduka

mengidentifikasi
:

kekuatan dirinya
dengan c. Ajarkan

penyesuaian
kehilangan

aktual

atau

keterampilan

kehilangan

yang

akan

prilaku yang positif

terjadi
c. Penyesuaian

selalu

bermain

psikososial
peran, model peran,

perubahan hidup : respon


diskusi.
psikososial adaptiv individu d. Dukung klien untuk
terhadap

perubahan

bermakna dalam hidup.


d. Mengungkapkan
penerimaan diri
e. Mengatakan
optimisme

menerima
tantangan baru
e. Kolaborasi dengan
sumber-sumber lain
Body

image

tentang masa depan


enhancement
Menggunakan strategi koping
counseling
efektif
a. Menggunakan
proses

pertolongan

interaktif

yang

56

berfokus

pada

kebutuhan, masalah,
atau perasaan klien
dan orang terdekat
untuk meningkatkan
atau

mendukung

koping, pemecahan
11

Keputusasaan

masalah
Self

pemburukan

a. Body image, disiturbed


b. Coping ineffective
atau c. Personal identity
enchancemen
Kriteria hasil
kondisi a. Adaptasi
terhadap a. Tunjukkan

fisik,

kurang

ketunandayaan

fisik:

percaya

dukungan

sosial,

respoon

klien

terhadap

stress jangka panjang,

terhadap

ketidak

mampuan

fungsional penting akibat

untuk

mengubah

penurunan

b/d

adaptif

tantangan

esteem

rasa
diri

kemampuan pasien
untuk

mengatasi

ketunandayaan fisik.
situasi
b. Resolusi
berduka: b. Dorong

klien

perkembangan
penyesuaian

dengan

mengidentifikasi
kekuatan dirinya
c. Ajarkan

penyakit
kehilangan

aktual

atau

kehilangan

yang

akan
keterampilan

terjadi.
c. Penyesuaian
perubahan

psikososial
hidup:

respon

psikososial adaptiv individu


terhadap

perubahan

bermakna dalam hidup

prilaku yang positif


melalui

bermain

peran, model peran,


diskusi
d. Dukung peningkata

57

d. Menunjukkan

penilaian

pribadi tentang harga diri


e. Komunikasi terbuka
f. Mengatakan
optimisme

tanggung jawab diri


e. Buat
statement
positif

terhadap

klien
tentang masa depan
f. Dukung klien untuk
g. Menggunakan
strategi
menerima
koping
tantangan bar
g. Kaji alasan-alasan
untuk
atau

mengkritik
menyalahkan

diri sendiri
h. Kolaborasi dengan
sumber-sumber lain

Body

image

enchancement
counseling
a. Menggunakan
proses

pertolongan

interaksi

yang

berfokus

pada

kebutuhan, masalah,
atau perasaan klien
dan orang terdekat
untuk meningkatkan
atau

mendukung

58

koping, pemecahan
masalah
4

Implementasi
Impelemtasi merupakan kategori dari prilaku keperawatan,
dimana perawat melukan tindn akan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan ( Pooter & Perry,2000)
Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau
mengharapkan kinerja aktivitas sehari-hari, implementasi adalah
melakukan rencana tindakan yang telah dilakukan untuk mengatasi

malasah klien( Pooter & Perry,2000)


Evaluasi
Evaluasi merupakan keputusan atau pendapat tentang data
atau tindakan memeriksa aktifitas dan hasil yang diharapkan telah
tercapai ( Rubenfeld dan Scaffer,2000)
Evaluasi merupakan langkah

terakhir

dari

proses

keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana


tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak( Rubenfeld dan
Scaffer,2000)

59

DAFTAR PUSTAKA
Ali,Kusuma .2004.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa Medis
& NANDA NIC NOC : jilid 2,Yokyakarta,2004
Adrian

Ratu

R-G.Made

Adwan,edisi

pertama.2013.

Buku

penyakit

Hati,Lambung,Usus,dan Ambeien.
Brunner & Suddarth.2002. Buku ajar keperawatan medical bedahedisi 8 vol.3.
Jakarta :EGC
Price &Wilson.2006. Patofisiologikonsepklinis proses prosespenyakitedisi 6.
Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatanmedikalbedah 2.
(Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Sibeu Herdin, dkk,2009 . Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : PT.Rineka Cipta.
Syaifudin,Haji.2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC

60

Anda mungkin juga menyukai