Kasus THT Saja
Kasus THT Saja
VERTIGO
Disusun Oleh :
Raymond Efraim Ngkale
42090014
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5-25 Yogyakarta 55224
Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
Nama
NIM
: 42 09 0014
I.
II.
IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
No. RM
Tgl periksa
: Bp. M
: 51 Tahun
: Laki-Laki
: Playen, Gunung Kidul
: PNS
: 01-72-42-17
: 18 Desember 2015
ANAMNESIS
Anamnesa dengan pasien dilakukan di Bangsal Saraf, ruang H, hari jumat tanggal
8 januari 2016
1. Keluhan Utama
Pusing Berputar
2. Riwayat Penyakit Sekarang
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 3 bulang yang lalu
b. Riwayat Hipertensi (-), Riwayat DM (-)
c. Riwayat Maag (+)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit keluarga yang serupa dengan pasien (-)
b. Riwayat Hipertensi (-)
c. Riwayat DM (-)
5. Riwayat Pengobatan
a. Pengobatan Rutin Kontrol : Betahistrin,
b. Pengobatan dari IGD RS.B : Difenhidramin inj 1 amp, Ketorolac 3% inj 1 amp,
Betahistin, Valisanbe, dan Amplodipin
6. Riwayat Alergi
Alergi Obat
: (-)
Alergi Makanan
: (-)
Alergi Cuaca
: (-)
7. Life Style
a. Pasien bekerja
b. Pola makan & Minum
gorengan,
c. Pola istirahat
III.
1.
2.
3.
4.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di Bangsal Saraf, ruang H, hari Jumat 8 januari 2016
Keadaan Umum
: Sedang
Kesadaran
: Compos mentis. GCS : E4 V5 M6
Vital Sign
:
a. Nadi
: 84 kali/menit
b. RR
: 20 kali/menit
c. Suhu
: afebris
d. TD
: 130/80 mmHg
Status Generalis
a. Kepala
:
Ukuran Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
: Normocepali
: Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil isokor,
reflek cahaya +/+, Nistagmus (+) Horizontal
: Deformitas (-), dorsum nasi eritema, nyeri tekan (-)
: Mukosa bibir basah, stomatitis (-), caries gigi (+) multiple
: Aurikula D/S bentuk normal, discharge D/S (-), nyeri
tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
b. Leher
d. Abdomen
Inspeksi
:
: Tidak tampak distensi, dinding abdomen lebih tinggi dari dinding
dada
Auskultasi : Suara Peristaltik (+) 12 x/menit
Perkusi
: Perkusi tymphani di semua region abdomen
Palpasi
: Abdomen teraba supel, Nyeri tekan (+) Regio epigastrik, Kesan
pembesaran organ intraabdomen (-)
e. Ekstremitas : Tidak tampak pucat, akral teraba hangat, perabaan nadi kuat,
capilarry refil < 2 dtk
5.
Kanan
Kiri
normal,
bisul/
tekan
tragus
eritem (-)
tragus (-), Eritem (-)
Retro Auricula
Nyeri ketuk mastoid (+)
Nyeri tekan mastoid (+)
Meatus
Akustikus Serumen
(+)
minimal, Serumen (-), discharge (-),
Externus
discharge
(-),
edem
Membran Timpani
hiperemis (-)
Intak, MT buram, cone of Intak, MT buram, cone of
Gigi
Lingua
Uvula
Palatum
Tonsila palatina
Faring
Tes Penala
Pemeriksaan
Rinne
Weber
Scwabach
Kesimpulan : Normal
IV.
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Diagnosis Sekunder
V.
VI.
AD
(+)
AS
(+)
Tidak ada Lateralisasi
Normal
Normal
: Vertigo perifer
: Faringitis, Gerd
PENATALAKSANAAN
Terapi untuk mengatasi vertigo :
Untuk Pusing/Nyeri Kepala :
Terapi untuk mengatasi Mual :
Pemberian antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi :
Pemberian dekongestan :
EDUKASI
VII.
PLANNING
Audiometri
Posturografi
Elektronistagmografi
TINJAUAN PUSTAKA
I.
ANATOMI TELINGA
Telinga merupakan organ penginderaan dengan fungsi ganda, sebagai pendengaran
dan keseimbangan. Telinga dalam terdiri dari koklea (Rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea di sebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli.
Kanalis semisirkularis sealing berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran kanan yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule
sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.
Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissners
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ corti.
III. VERTIGO
A. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi
berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan
oleh gangguan pada sistim keseimbangan.
B. Klasifikasi
1. Vertigo Fisiologis
Vertigo fisiologis adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi dari sekitar
penderita, dimana sistem vestibulum, mata dan somatosensorik berfungsi baik. Yang
termasuk dalam kelompok ini antara lain motion sickness, space sickness, height vertigo.
2. Vertigo Patologis
a. Vertigo sentral, diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau pada
serebelum.
b. Vertigo perifer, disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau pada nervus
vestibulocochlear (N. VIII).
c. Medical vertigo, dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah, gula darah
yang rendah atau gangguan metabolik akibat obat-obatan atau akibat infeksi
sistemik.
Red flag pada pasien dengan vertigo meliputi:
Sakit kepala
Gejala dan tanda neurologis
a. Vertigo sentral
Disebabkan oleh adanya gangguan di batang otak atau di serebelum. Biasanya
disertai dengan adanya gejala lain yang khas, misalnya diplopia, parestesia,
perubahan sensibilitas, gangguan fungsi motorik, rasa lemah.
b. Vertigo perifer
Berdasarkan lamanya serangan, dibagi menjadi:
a. Episode vertigo yang berlangsung beberapa detik. Paling sering disebabkan oleh
vertigo posisional benigna. Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Paling
sering penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun dapat juga diakibatkan oleh
trauma di kepala, pembedahan telinga atau oleh neuronitis vestibular. Prognosis
umumnya baik, gejala menghilang secara spontan.
b. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat dijumpai pada
penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias
gejala khas, yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo, dan tinitus.
c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang paling sering. Ditandai dengan
vertigo, nausea, muntah, timbul mendadak. Gejala ini dapat berlangsung selama
beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak terganggu pada
neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan fisik mungkin dijumpai nistagmus.
C. Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) dengan apa yang dipersepsi oleh
susunan saraf pusat. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap
oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik. Reseptor vestibuler memberikan
10
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan
tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan
diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih
lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi
tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka
proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul
gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan,
dan gejala-gejala lainnya.
Beberapa teori mengenai mekanisme terjadinya vertigo diantaranya :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation).
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan
hiperemis kanalis semisirkularis, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual, dan
muntah.
2. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer, yaitu antara mata, vestibulum, dan proprioseptik. Atau
karena ketidakseimbangan masukan sensoris dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan
tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang
dapat berupa nistagmus, ataksia, rasa melayang, berputar.
3. Teori neural mismatch.
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik. Menurut teori ini otak
mempunyai memori tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat
dirasakan gerakan yang tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul
reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan
11
5. Teori neurohumoral.
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinaps.
Merupakan
pengembangan
teori
sebelumnya
yang
meninjau
peranan
12
Sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi berputar atau sensasi non spesifik seperti
giddiness, atau light headness, atau hanya suatu perasaan yang berbeda (seperti
kebingungan).
2. Keparahan
Keparahan suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya pada acute vestibular
neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam beberapa hari kedepan. Pada
Mnires disease, awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian berkurang
setelahnya.
13
infeksi akut telinga tengah, penyakit invasif pada tulang temporal atau iritasi meningeal.
Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis,
Menieres Disease yang parah, dan BPPV. Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak
terlalu parah. Gejala neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia, atau perubahan lain pada fungsi
sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral, misalnya penyakit
cerebrovascular, neoplasma atau multiple sklerosis
6. Riwayat pengobatan
Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya vertigo, seperti obat-obatan ototoksik,
obat anti epilepsi, antihipertensi, dan sedatif.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Mencari adanya strabismus
2. Mencari adanya nistagmus
3. Pemeriksaan dengan rangsangan perubahan posisi kepala dan tubuh. Tes baring
terlentang, baring miring ke kiri, ke kanan dan baring terlentang dengan kepala
menggantung. Dicari adanya posisi tertentu yang membangkitkan nistagmus atau
vertigo.
4. Manuver Hallpike, ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo/nistagmus
posisional paroksismal oleh karena itu untuk membangkitkannya diperlukan
rangsangan perubahan posisi secara cepat.
5. Tes gerakan halus mata.
6. Tes nistagmus optokinetik.
Uji keseimbangan
- Pasien Berdiri tegak, berjalan, berjalan di atas jari kaki, berjalan di atas tumit,
dan berjalan secara tandem.
- Duduk di kursi dan angkat kedua lengan serta kedua kaki dengan mata tertutup.
Bila ada gangguan propioseptif terjadi kenaikan lengan dan kaki.
14
- Diadokokinesis, tes jari-hidung, tes tumit-tibia, dan tes salah tunjuk. Tes jarihidung : menahan jari pemeriksa sepanjang kira-kira satu lengan dari pasien.
Instruksikan pasien untuk menyentuh jari pemeriksa dengan menggunakan jari
telunjuk kemudian menyentuh hidungnya kembali. Gerakan ini diulangi beberapa
kali. Pasien mungkin saja tidak dapat menyentuh jari anda atau terjadi tremor
intense, mengindikasikan adanya disfungsi serebellar.
- Tes Romberg, pasien diinstruksikan untuk berdiri dan membuka mata. Kemudian
pasien diinstruksikan untuk menutup mata (pastikan dapat menopang pasien jika
dia jatuh). Kemudian perhatikan apakah pasien terlalu banyak bergoyang atau
kehilangan keseimbangan. Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup
badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebelar badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada
mata tertutup
- Tes Berjalan : berjalan lurus ke depan dan ke belakang dengan mata tertutup dan
terbuka. Pada kelainan labirin bilateral terjadi sempoyongan ke semua arah.
- Tes menulis vertical : penderita duduk di depan meja, tangan dan tubuhnya tidak
boleh menyentuh meja, tangan yang satu di atas lutut yang lain disuruh menulis
huruf A-B-C-D disusun kearah bawah mula-mula dengan mata terbuka kemudian
tertutup. Bila ada deviasi deretan huruf-huruf dari yang paling atas terhadap yang
paling bawah lebih besar dari 100 berarti ada kelainan labirin unilateral. Bila
tulisannya tidak karuan (atau bila kian lama huruf yang ditulis kian besar), berarti
ada kelainan serebelum.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi; tes audiometri, tes vestibular,
evalusi hasil pemeriksaan lab, dan evalusi radiologis.
Tes audiometri tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran.
15
Tes vestibular tidak dilakukan pada semua pasien dengan keluhan dizziness. Tes
vestibular dilakukan apabila hasil pemeriksaan lain meragukan, ex; Elektronistagmografi
dan posturegrafi.
Pemeriksaan lab yang meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah dan fungsi tiroid
dapat membantu menentukan etiologi vertigo.
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang
memiliki tanda dan gejala neurologis dan tuli unilateral yang progresif. MRI kepala
mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, serebelum, periventricular white matter,
dan kompleks nervus VIII.
16
2. Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium seperti Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium)
sering digunakan. Merupakan obat supresan vestibular, karena sel rambut vestibular
mengandung banyak terowongan kalsium. Namun antagonis kalsium sering mempunyai
khasiat lain seperti anti kholinergik dan antihistamin.
17
Terapi Fisik
Apabila obat tidak banyak membantu, maka diperlukan latihan fisik vestibular.
Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan, dan mengadaptasi
diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah :
1.
2.
3.
b.
c.
Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian dengan
mata tertutup.
d.
Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata
tertutup.
18
e.
Berjalan tandem (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu
menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).
f.
g.
h.
Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga
memfiksasi pada objek yang diam.
Keterangan :
- Pasien dalam posisi Duduk
- Arahkan kepala ke kiri dan jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik ke posisi
duduk
- Arahkan kepala ke kanan dan jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing gerakan
berdurasi 1 menit dapat dilakukan berulang kali
- Untuk awal, cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah
19
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family Physician
January 15, 2006. Volume 73, Number 2
4.
Swartz,
20