BLOK 14
HEMATOLOGI DAN LIMFATIK
NAMA
: M Ath Thaariq Prasetiyo
NPM
: 04101401077
SEMESTER : V
A. FLEBOTOMI
1. Flebotomi Vena
Pada orang dewasa biasanya dipakai salah satu vena dalam fossa cubiti (daerah lipatan siku)
misalnya v. mediana cubiti. Pada bayi dapat dipakai vena jugularis superficialis atau darah
dari sinus sagittalis superior.
Cara:
a. bersihkanlah kulit tempat darah akan diambil dengan kapas alkohol 70% dan
biarkanlah sampai menjadi kering lagi.
b. Pasanglah ikatan pembendung pada lengan atas di sebelah atas tempat yang akan
diambil darahnya dan mintalah orang itu mengepal dan membuka tangannya berkalikali agar vena jelas terlihat. Pembendungan vena tidak perlu terlalu erat, secukupnya
saja untuk menonjolkan vena agar terlihat.
c. Tegangkanlah kulit di atas vena itu dengan jari-jari tangan kiri supaya vena tidak
dapat bergerak
d. Tusuklah kulit sampai jarum masuk ke dalam lumen vena kemudian lepaskan atau
renggangkan pembendungan. Secara perlahan-lahan tarik pengisap semprit sampai
jumlah darah yang dikehendaki didapat
e. Lepaskan pembendungan jika masih terpasang
f. Taruhlah kapas steril di atas tempat tusukan dan tariklah jarum dengan gerakan searah
g. Mintalah orang tersebut untuk menekan tempat tusukan tersebut dengan kapas tadi
hingga darah tidak keluar lagi
h. Lepaskan jarum dari semprit dan alirkanlah (jangan semprotkan) darah ke dalam
wadah atau tabung yang tersedia melalui dindingnya secara perlahan-lahan, hindarilah
jangan sampai terjadi buih
2. Flebotomi Kapiler
Pada orang dewasa darah kapiler diambil di ujung jari atau anak daun telinga, pada bayi dan
anak kecil boleh juga diambil di tumit atau ibu jari kaki.
a. Bersihkanlah daerah yang akan diambil darahnya dengan alkohol 70% dan biarkan
sampai kering lagi
b. Peganglah bagian yang akan ditusuk supaya tidak bergerak dan tekan sedikit supaya
rasa nyeri berkurang
c. Tusuklah dengan cepat memakai lanset steril. Pada jari tusuklah dengan arah tegak
lurus pada garis-garis sidik kulit jari, jangan sejajar dengan itu. Bila memakai anak
daun telinga tusuklah pinggirnya, jangan sisinya. Tusukan harus cukup dalam supaya
darah mudah keluar, jangan sampai menekan-nekan jari atau telinga untuk mendapat
cukup darah. Darah yang diperas keluar semacam itu telah bercampur dengan cairan
jaringan sehingga menjadi encer dan menyebabkan kesalahan.
d. Buanglah tetes darah pertama yang keluar dengan menggunakan kapas, tetes darah
berikutnya boleh dipakai untuk pemeriksaan.
Prinsip: Darah ditambah asam (HCL 0,1 N) akan membentuk asam hematin yang berwarna
coklat. Warna coklat yang terbentuk dibandingkan dengan warna standar.
Bahan pemeriksaan:
Darah kapiler atau darah vena dengan antikoagulan EDTA.
Alat dan reagen:
1 Hemoglobinometer Sahli
2 HCL 0,1 N
3 aquadest.
Cara pengambilan darah kapiler (perifer):
Ujung jari atau lateral tumit (untuk bayi) didesinfeksi dengan kapas alkohol 70%
Biarkan kering
Tusuk dengan lanset 3 mm, penusukan tegak lurus dengan garis kulit
Darah yang pertama keluar (tanpa ditekan) dibersihkan dengan kapas kering steril
Cara kerja:
1 Masukkan 5 tetesHCl 0,1 N ke dalam tabung Sahli
2 Isap 20 l darah dengan pipet Sahli, bersihkan darah yang menempel pada bagian luar
pipet.
3 Masukkan darah tersebut dengan hati-hati ke dalam tabung Sahli yang sudah
berisikan HCl 0,1 N.
4 Bilas darah dalam pipet dengan cara menghisap dan mengeluarkan HCl 0,1 N
beberapa kali.
5 Biarkan 4 menit agar hemoglobin berubah menjadi asam hematin.
6 Encerkan larutan dengan aquadest tetes demi tetes, sambil dikocok tiap kali
menembahkan aquadest, sampai warna larutan sama dengan warna standar
(pembanding).
7 Hasil harus dibaca dalam waktu 5 menit
8 Tinggi bagian bawah meniskus menunjukkan kadar hemoglobin (g/dl)
2
3
4
5
6
Syarat-syarat:
1 Pada waktu menghisap darah dengan pipet Sahli, kolom darah tidak boleh berisi
gelembung-gelembung udara.
2 pemeriksaan dilakukan dalam kamar yang terang/cahaya siang hari.
Membersihkan alat-alat:
1 sesudah dipakai, alat dicuci dengan air lalu dibilas dengan aquadest kemudian
keringkan dengan kain yang tersedia.
2 pipet dibersihkan berturut-turut dengan:
a aquadest
b aseton
c ether atau alkohol
3 keringkan dengan air pengering
4 alat dalam keadaan bersih diserahkan kembali kepada asisten.
Hasil Praktikum: Hb = 11,0 gr/dl (ket: wanita, 19 tahun, sedang menstruasi)
Interpretasi:
Hasil Praktikum
11,0 gr/dl
Nilai Normal
12-16 gr/dl
Interpretasi
Anemia
Pembahasan:
Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah atau eritrosit, yang
memberi warna merah pada darah. Hemoglobin terdiri atas zat besi yang merupakan
pembawa oksigen. Kadar hemoglobin dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain
metode Sahli, oksihemoglobin atau sianmethhemoglobin. Dalam praktikum ini, metode yang
digunakan adalah metode Sahli.
Pada metode Sahli, hemoglobin dihidrolisi dengan HCl menjadi globin ferroheme.
Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang akan segera
bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin
yang berwarna cokelat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya
dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan,
yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara
pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar. Penetapan Hb
metode Sahli didasarkan atas pembentukan hematin asam setelah darah ditambah dengan
larutan HCl 0.1N kemudian diencerkan dengan aquadest. Pengukuran secara visual dengan
mencocokkan warna larutan sampel dengan warna batang gelas standar.
Akan tetapi metode ini memiliki kesalahan sebesar 10-15%. Adapun beberapa hal
yang menjadi sumber kesalahan, antara lain:
Kemampuan untuk membedakan warna tidak sama
Sumber cahaya yang kurang baik
Warna asam hematin yang terbentuk tak stabil
Kelelahan mata
Alat-alat kurang bersih
Kadar hemoglobin dalam darah sangat tergantung pada jenis kelamin dan umur
seseorang.
Pria dewasa : 14 - 18 gr/dl
Wanita dewasa : 12 - 16 gr/dl
Pada praktikum ini, sample darah diambil dari wanita yang sedang menstruasi. Dan
perdarahan akibat menstruasi yang dialaminya cukup besar. Oleh karena itu, jumlah darah
yang hilang akibat menstruasi juga cukup besar, maka kadar hemoglobin juga akan menurun.
C. Menghitung Sel-Sel Darah
1.Menghitung Jumlah RBC (Eritrosit)
Alat-alat:
1. alkohol 70%
2. kapas
3. hemolet
4. Cairan Hayem atau Gower
5. mikroskop
Cara:
6. Hemocytometer lengkap:
- kamar hitung
- kaca penutup
- pipet eritrosit
- pipet karet
1. Isap darah kapiler dengan pipet eritrosit sampai tanda 0.5, hapuslah kelebihan darah yang
melekat di ujung luar pipet.
2. Isap ke dalam pipet (1) cairan Hayem (atau Gower) sampai tanda 101, sambil memutar-mutar
pipetnya, lepaskan karetnya.
3. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.
4. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan ke dalam kamar
hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.
5. Hitung di bawah mikroskop dengan:
Kamar hitung Improved Neubauer:
Eritrosit : dengan HPF dalam 80 kotak kecil atau dalam 5 x 16 kotak kecil dan
hasilnya dikalikan dengan 10.000 (4 angka 0)
Hasil Praktikum
Interpretasi:
Dari praktikum penghitungan jumlah RBC (eritrosit), didapatkan hasil sebagai berikut:
Probandus
Jenis Kelamin
Usia
Jumlah eritrosit 80 kotak kecil
Jumlah eritrosit rata-rata
Kadar eritrosit normal, pria 4,5 - 5,5 juta/mm3 darah dan wanita 4,0 - 5,0 juta/mm3 darah.
Interpretasi hasil: Normal
Pembahasan:
Sel darah merah adalah sel darah yang tidak memiliki inti, berbentuk bulat pipih dan
cekung pada bagian tengahnya. Pada orang dewasa sel darah merah berjumlah 4,5 - 5,5
juta/mm3 darah pada laki-laki dan 4,0 - 5,0 juta/mm3 darah pada perempuan. Pada orang
dewasa sel darah merah dibentuk dalam hati dan limpa. Setelah berumur 120 hari, sel darah
merah akan mati dan diubah menjadi bilirubin atau zat warna empedu. Eritrosit berfungsi
membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah. Untuk menghitung jumlah sel
darah merah dalam darah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu Uji Red Blood Cell Count
(RBCL: menghitung jumlah total sel darah merah), Uji Hemoglobin (HB atau HGB), dan
Uji Hematokrit (HI yang menghitung persentase sel darah merah).
Pada praktikum Hitung Jumlah Eritrosit dalam darah kali ini yaitu, dengan
menggunakan alat Hemositometer atau haemocytometer. Hemocytometers sering digunakan
untuk menghitung sel-sel darah, organel dalam sel, sel-sel darah dalam cairan tulang
punggung ke otak setelah melakukan tusukan lumbal, atau jenis sel laindi suspensi.
Haemocytometer terdiri dari sebuah slide mikroskop kaca tebal dengan lekukan persegi
panjang yang menciptakan sebuah kamar hitung dan pipet thoma. Pertama-tama darah
diambil adalah darah kapiler. Usapkan darah yang pertama kali keluar, kemudian darah
selanjutnya yang keluar dihisap dengan pipet thoma sebanyak 0,5ml, kemudian tambahkan
dengan Reagen hayem dengan cara menghisapnya dengan pipet thoma sampai batas 101, lalu
kocok pipet thoma sampai Reagen hayem dan sampel darah tercampur homogen. Kemudian
teteskan dalam kamar hitung danamati dalam mikroskop.
Nilai kadar eritrosit normal, pria 4,5 - 5,5 juta/L darah dan wanita 4,0 - 5,0 juta/L darah.
2.
3.
4.
5.
6. Hemocytometer lengkap:
- kamar hitung
- kaca penutup
- pipet leukosit
- pipet karet
Cara:
1. Isap darah kapiler dengan pipet leukosit sampai tanda 0.5, hapuslah kelebihan darah
yang melekat di ujung luar pipet.
Isap ke dalam pipet (1) cairan Turk sampai tanda 11, sambil memutar-mutar pipetnya,
lepaskan karetnya.
Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.
Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan ke dalam kamar
hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.
Hitung di bawah mikroskop dengan:
Kamar hitung Improved Neubauer:
Leukosit : dengan HPF dalam 64 kotak kecil atau dalam 4 x 16 kotak kecil dan
hasilnya dikalikan dengan 50
Hasil Praktikum:
Limfosit: Ada dua jenis utama limfosit yaitu sel B untuk membuat antibodi dan sel T
untuk menyerang dan membunuh kuman, serta membantu mengatur sistem kekebalan
tubuh. Jumlah limfosit umumnya 20-40% leukosit.
Monosit: Disebut juga makrofag. Biasanya berjumlah 2-8%. Sel ini melawan infeksi
dengan memakan kuman. Monosit beredar dalam darah. Bila monosit ada di jaringan
tubuh, mereka disebut makrofag. Jumlah monosit yang tinggi menunjukkan adanya
infeksi bakteri.
Hasil Praktikum
Interpretasi
2 mm/jam
Normal
b. Metode Wintrobe:
Nilai Normal
Pria
: 0-10
Wanita : 0-15
Hasil Praktikum
Interpretasi
1 mm/jam
Normal
Pembahasan:
Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga disebut kecepatan
endap darah (KED) atau laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit
dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak
spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,
kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress
fisiologis (misalnya kehamilan). Sebagian ahli hematologi, LED tidak andal karena tidak
spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat.
Pemeriksaan CRP dipertimbangkan lebih berguna daripada LED karena kenaikan
kadar CRP terjadi lebih cepat selama proses inflamasi akut, dan lebih cepat juga kembali ke
kadar normal daripada LED. Namun, beberapa dokter masih mengharuskan uji LED bila
ingin membuat perhitungan kasar mengenai proses penyakit, dan bermanfaat untuk mengikuti
perjalanan penyakit. Jika nilai LED meningkat, maka uji laboratorium lain harus dilakukan
untuk mengidentifikasi masalah klinis yang muncul.
Di dalam tubuh, suspensi sel-sel darah merah akan merata di seluruh plasma sebagai
akibat pergerakan darah. Akan tetapi jika darah ditempatkan dalam tabung khusus yang
sebelumnya diberi antikoagulan dan dibiarkan 1 jam, sel darah akan mengendap dibagian
bawah tabung karena pengaruh gravitasi. Laju endap darah ( LED ) berfungsi untuk
mengukur kecepatan pengendapan darah merah di dalam plasma ( mm/jam ).
Tinggi ringannya nilai pada Laju Endap Darah (LED) memang sangat dipengaruhi oleh
keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Namun ternyata orang yang anemia, dalam
kehamilan dan para lansia pun memiliki nilai Laju Endap Darah yang tinggi. Jadi orang
normal pun bisa memiliki Laju Endap Darah tinggi, dan sebaliknya bila Laju Endap Darah
normalpun belum tentu tidak ada masalah.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Laju Endap Darah (LED) adalah faktor eritrosit,
faktor plasma dan faktor teknik. LED dapat meningkat karena :
o Faktor Eritrosit
Jumlah eritrosit kurang dari normal
Ukuran eritrosit yang lebih besar dari ukuran normal, sehingga lebih mudah/cepat
membentuk rouleaux LED .
o Faktor Plasma
Peningkatan kadar fibrinogen dalam darah akan mempercepat pembentukan
rouleaux LED .
Peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih) biasanya terjadi pada proses
infeksi akut maupun kronis
a. Metode Westergren
Proses pengendapan darah terjadi dalam 3 tahap yaitu tahap pembentukan rouleaux sel
darah merah berkumpul membentuk kolom, tahap pengendapan dan tahap pemadatan.
Dengan menggunakan metode Westergren, bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu
disebabkan panjang pipet Westergren yang dua kali panjang pipet Wintrobe. LED juga
dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Semakin tua seseorang, LED orang tersebut semakin
tinggi.
Dewasa (Metode Westergren):
Pria < 50 tahun
= kurang dari 15 mm/jam
Pria > 50 tahun
= kurang dari 20 mm/jam
Wanita < 50 tahun = kurang dari 20 mm/jam
Wanita > 50 tahun = kurang dari 30 mm/jam
Anak-anak (Metode Westergren):
Baru lahir
= 0 2 mm/jam
Baru lahir sampai masa puber = 3 13 mm/jam
Dalam praktikum ini, darah yang diambil adalah sample darah yang telah tersedia di
laboratorium. Sehingga, tidak diketahui nama, jenis kelamin dan usia dari pemilik darah
tersebut. Namun, LED sample darah (dengan metode Westergren) menunjukkan nilai 2
mm/jam. Nilai ini masuk ke dalam range nilai normal untuk kedua jenis kelamin.
b. Metode Wintrobe
Berbeda dengan metode Westergren, hasil normal LED darah dengan menggunakan metode
wintrobe adalah:
Pria
: 0-10
Wanita : 0-15
Sebenarnya, perhitungan LED dengan menggunakan metode Wintrobe dan Westergren tidak
terlalu berbeda jauh hasilnya. Namun, dalam praktikum ini terdapat perbedaan hasil antara
LED Wintrobe dan Westergren. Hal ini disebabkan karena sample darah yang diambil untuk
metode Wintrobe berbeda dengan sample darah untuk metode Westergren.
Kebanyakan orang lebih memilih metode Westergren daripada metode Wintrobe. Hal ini
disebabkan karena dengan menggunakn metode Wintrobe, peningkatan LED tidak dapat
dilihat dan kurang meyakinkan. Selain itu,International Commitee for Standardization in
Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen.
E. Hematokrit
a. Makrometode menurut Wintrobe
1. Tabung Wintrobe yang sudah dipakai pada (b) diputar selama 10 menit dengan
kecepatan 3000 rpm
2. Perhatikan: - berapa hematokrit
- buffy coat
- plasma untuk icterus index
b. Mikrometode
1.
Isilah tabung mikrokapiler yang khusus dibuat untuk penetapan
mikrohematokrit dengan darah
2.
Tutuplah ujung satu dengan nyala api ( atau dengan bahan penutup
khusus)
3.
Masukkan tabung kapiler itu ke dalam sentrifuge khusus yang
mencapai kecepatan besar, yaitu lebih dari 16.000 rpm (sentrifuge mikrohematokrit).
4.
Pusinglah selama 3-5 menit
5.
Bacalah hematokrit dengan menggunakan grafik atau alat khusus
Hasil Praktikum:
Hematokrit = 47%
Interpretasi:
Nilai Normal
Pria: 40%-54%
Wanita: 36%-47%
Hasil Praktikum
Interpretasi
36%
Normal
Pembahasan:
Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume, PCV) adalah
persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada
kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk
mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah.
Berdasarkan reprodusibilitas dan sederhananya, pemeriksaan ini paling dapat dipercaya di
antara pemeriksaan yang lainnya, yaitu kadar hemoglobin dan hitung eritrosit. Dapat
dipergunakan sebagai tes penyaring sederhana terhadap anemia.
Metode mikrohematokrit lebih banyak digunakan karena selain waktunya cukup singkat,
sampel darah yang dibutuhkan juga sedikit dan dapat dipergunakan untuk sampel tanpa
antikoagulan yang dapat diperoleh secara langsung.
Masalah Klinis
Penurunan kadar : kehilangan darah akut, anemia (aplastik, hemolitik, defisiensi asam folat,
pernisiosa, sideroblastik, sel sabit), leukemia (limfositik, mielositik, monositik), penyakit
Hodgkin, limfosarkoma, malignansi organ, mieloma multipel, sirosis hati, malnutrisi protein,
defisiensi vitamin (tiamin, vitamin C), fistula lambung atau duodenum, ulkus peptikum,
gagal, ginjal kronis, kehamilan, SLE. Pengaruh obat : antineoplastik, antibiotik
(kloramfenikol, penisilin), obat radioaktif.
Peningkatan kadar : dehidrasi/hipovolemia, diare berat, polisitemia vera, eritrositosis,
diabetes asidosis, emfisema pulmonar tahap akhir, iskemia serebrum sementara, eklampsia,
pembedahan, luka bakar.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Jika sampel darah diambil pada daerah lengan yang terpasang jalur intra-vena, nilai
hematokrit cenderung rendah karena terjadi hemodilusi.
Pemasangan tali turniket yang terlalu lama berpotensi menyebabkan hemokonsentrasi,
sehingga nilai hematokrit bisa meningkat.
Pengambilan darah kapiler : tusukan kurang dalam sehingga volume yang diperoleh
sedikit dan darah harus diperas-peras keluar, kulit yang ditusuk masih basah oleh
alkohol sehingga darah terencerkan, terjadi bekuan dalam tetes darah karena lambat
dalam bekerja.
Pada praktikum ini, walaupun jenis kelamin dari pemilik sample darah yang diuji tidak
diketahui, namun, angka 47% masih termasuk normal baik untuk wanita maupun pria.
MENILAI INDEKS ERITROSIT (MCV, MCH, MCHC)
M.C. Values : Nilai Eritrosit Rata-rata
Memberi ket. Tentang : ukuran rata-rata eritrosit & banyaknya Hb per eritrosit.
Nilai yang banyak dipakai ialah :
1. MCV (Mean Corpuscular Volume) =
VER (Volume Eritrosit Rata-rata)
Vol. rata-rata sebuah eritrosit disebut dengan femtoliter (fL)
2. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) = HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata)
Banyaknya Hb per eritrosit, disebut dengan pikogram (pg)
3. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) =
KHER (Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) =
Kadar Hb yang didapat pereritrosit, dinyatakan dengan persen (%)
Cara Perhitungan N.E.R
VER =
HER =
Ht
Hb
KHER = Hb
x 10 = femtoliter (fL)
x 10 = pikogram (pg)
x 100 = persen (%)
Ht
VER =
Ht
x 10 =
Hb
HER =
KHER =
x 10 =
Hb
Ht
11 gr/dl
4,5 juta/mm3
x 100 =
11 gr/dl
36 vol %
x 10 = 80 fL
x 10 = 24,44 pg
x 100 = 30,5 %
Pembahasan:
Hasil dari hitung sel darah merah, konsentrasi hemoglobin, dan hematokrit digunakan
untuk menghitung indeks eritrosit, yang mencerminkan ukuran eritrosit, kadar hemoglobin,
dan konsentrasinya. Pembagian hematokrit berdasarkan jumlah eritrosit akan menghasilkan
volume eritrosit rata-rata (mean corpuscular volume, MCV). Ini adalah pengukuran besarnya
sel yang dinyatakan dalam mikrometer kubik, dengan rentang nilai normal dari 81 hingga 96
m3.
Eritrosit dalam batas-batas tersebut disebut sebagai normositik, yaitu sel berukuran
normal. MCV yang kurang dari 81 m3 menunjukkan sel mikrositik karena berukuran lebih
kecil dari 7 m3 pada sediaan apus, sedangkan MCV yang lebih besar dari 96 m 3
menunjukkan sel-sel makrositik yang berukuran lebih besar dari 8 m3 pada sediaan hapus.
Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (mean corpuscular hemoglobin
concentration, MCHC) mengukur jumlah hemoglobin dalam 100 ml (1dl) eritrosit packed.
MCHC didapat dengan membagi ukuran hemoglobin dengan hematokrit, dan dinyatakan
dalam gram/100 ml (g/dl). Batas normal MCHC adalah 30 sampai 36 g/100 ml darah, disebut
normokromik; hasil yang kurang dari 30 g/100 ml darah hipokromik karena sel-sel ini tampak
pucat pada sediaan hapus.
Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (mean corpuscular hemoglobin, MCH)
mengukur jumlah hemoglobin yang terdapat dalam satu eritrosit, dan ditentukan melalui
pembagian jumlah hemoglobin dalam 1000 ml darah melalui jumlah eritrosit permilimeter
kubik darah. MCH dinyatakan dalam pikogram hemoglobin/eritrosit. Nilai normal adalh
sekitar 27 sampai 31 pg/eritrosit.
F. MEMBUAT PREPARAT APUS DARAH
Alat-alat:
1. alkohol 70%
9. Wright stain
2. kapas
10. pipet tetes 6 buah
3. hemolet
11. sol buffer
4. kaca objek
12. kertas saring
5. rak pengecatan
13. mikroskop
6. methyl alkohol
14. minyak imersi
7. Giemsa stain
15. xylol
8. aquadest
16. kain pembersih
Pemeriksaan Sediaan:
1. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaan lemah (10 x /LPF) untuk melihat apakah
pengecatan memuaskan:
a bila nukleus (inti) belum ter-cat, ulangi pengecatan seperti di atas.
b bila ada presipitasi, tambahkan cat Wright dan segera dibilasi aquadest.
c bila nukeus (inti) belum ter-cat kontras dengan sitoplasma, granula eosinofil
ter-cat kemerahan dan sitoplasma eritrosit ter-cat merah muda, berarti
pengecatan sempurna
2. Periksa dengan minyak imersi mulai dari daerah sediaan yang tipis, apakah sediaan dan
pengecatan sudah memenuhi syarat.
3. Sediaan yang baik diberi etiket dengan:
o nama penderita
o tanggal pembuatan
o nama sediaan lalu diserahkan kepada asisten.
Pembahasan (beserta hasil hitung jenis leukosit, lebih baik jika dilengkapi gambar):
A. Sediaan preparat
apusan darah sebelum
diwarnai
B. Sediaan preparat
apusan darah setelah
diwarnai
Sedian apus darah tepi merupakan slide untuk mikroskop (kaca objek) yang pada
salah satu sisinya di lapisi dengan lapisan tipis darah venayang diwarnai dengan pewarnaan
(biasanya Giemsa, Wright) dan diperiksa di bawah/ dengan menggunakan mikroskop.
Sediaan apus darah ini tidak hanya digunakan untuk mempelajari sel darah tapi juga
digunakan untuk menghitung perbandingan jumlah masing-masing sel darah. Pembuatan
preparat apus darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode oles (metode smear)
yang merupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat selaput (film) dan
substansi yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas benda yang bersih dan bebas
lemak untuk kemudian difiksasi, diwarnai dan ditutup dengan gelas penutup (Handari, 2003).
Hasil pewarnaan dengan Giemsa pada darah manusia akan memperlihatkan eritrosit berwarna
merah muda, nukleolus lekosit berwarna ungu kebiru-biruan, sitoplasma lekosit berwarna
sangat ungu muda, granula dari lekosit eosinofil berwarna ungu tua, granula dari lekosit
netrofil dan lekosit basofil berwarna ungu.
Pada preparat tampak terlihat leukosit yang ditemukan adalah neutrofil dan
limfosit. Hal ini berkaitan dengan jumlah/ presentase neutrofil memang paling banyak dalam
darah, yaitu mencapai 55-70% dari jumlah leukosit yang ada. Sedangkan pada gambar
preparat yang keempat dapat ditemui adanya limfosit. Berkaitan dengan fungsinya sebagai
antibodi, maka kita dapat memprediksi bahwa probandus yang keempat sedang mengalami
gangguan fisik (sakit). Sel leukosit terlihat mencolok pada preparat karena intinya yang
berwarna biru. Sehingga kita dapat membedakannya dengan eritrosit. Inti leukosit bersifat
basa, sehingga jika direaksikan dengan pewarna basa maka sel tersebut akan menyerap
warnanya.
Eritrosit memiliki kadar yang paling banyak dalam darah jika dibandingkan dengan
leukosit dan trombosit. Jumlah eritrosit antara individu yang satu dengan individu yang lain
itu berbeda-beda. Ini dapat disebabakan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ketinggian
tempat. Individu yang hidup di daerah dataran tinggi akan memiliki jumlah eritrosit lebih
banyak dibandingkan individu yang hidup di dataran rendah. Ini terkait dengan kebutuhan
fisiologinya. Pada individu yang hidup di dataran tinggi membutuhkan asupan oksigen yang
cukup, sedang kandungan oksigen di dataran tinggi lebih sedikit sehingga membutuhkan
banyak Hb untuk mengikat oksigen. Begitu juga sebaliknya.
Sedian apus yang baik adalah yang ketebalannya cukup dan bergradari dari kepala
(awal) sampai ke ekor (akhir). Zona morfologi sebaiknya paling kurang 2 cm.
Hitung jumlah leukosit :
stab / batang
Segmen
Eosinofil.
Basofil
Limfosit.
Monosit.
Interpretasi :
Dari praktikum perhitungan jenis sel leukosit
(differential count), didapatkan hasil sebagai berikut:
Probandus
: Sapo
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia
: 3 tahun
C. Contoh hasil
gambaran mikroskopik
leukosit
Hitung jenis
Nilai Normal
Interpretasi
0-1%
1-3%
2-6%
50 - 70 %
Hasil
Praktikum
0%
1%
6%
51 %
Basofil
Eosinofil
Neutrofil batang
Neutrofil
segmen
Limposit
Monosit
20 - 40 %
2- 8 %
36 %
6%
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Pembahasan :
Neutrofil. Berfungsi melawan infeksi bakteri jumlahnya normalnya berkisar
antara 55-70%.
Basofil. Fungsi basofil tidak begitu dipahami, namun sel ini terlibat dalam reaksi
alergi jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit. Sel ini jumlahnya kurang dari
1% leukosit.
Eosinofil. Biasanya 1-3% leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan reaksi
terhadap parasit.
Limfosit: Ada dua jenis utama limfosit yaitu sel B untuk membuat antibodi dan sel T
untuk menyerang dan membunuh kuman, serta membantu mengatur sistem kekebalan
tubuh. Jumlah limfosit umumnya 20-40% leukosit.
Monosit: Disebut juga makrofag. Biasanya berjumlah 2-8%. Sel ini melawan infeksi
dengan memakan kuman. Monosit beredar dalam darah. Bila monosit ada di jaringan
tubuh, mereka disebut makrofag. Jumlah monosit yang tinggi menunjukkan adanya
infeksi bakteri.
G. MENGUKUR BLEEDING TIME (WAKTU PERDARAHAN)
H. MENGUKUR CLOTING TIME (WAKTU PEMBEKUAN)
I. FRAGILITET KAPILER ( TES TOURNIQUET)
J. GOLONGAN DARAH
Alat-alat:
1. Alkohol 70%
6. Tabung serologis
2. Kapas
7. Kain Pengering
3. Hemolet
8. Tensimeter
4. Kertas Saring
9. Stetoskop
5. Semprit 5 cc
10. Stopwatch
(G) Mengukur Waktu Perdarahan
1. Cara Ivy
a. Bersihkanlah bagian volar lengan bawah dengan alkohol 70% dan biarkan kering
lagi
b. Kenakan ikatan sfigmomanometer pada lengan ata dan pompalah sampai tekanan
40 mmHg. Selama percobaan berlangsung tekanan tetap setinggi itu
c. Tegangkanlah kulit lengan bawah dengan sebelah tangan dan tusuklah dengan
lanset darah pada satu tempat kira-kira 3 jari di bawah lipat siku sampai 3 mm
dalamnya.
2. Cara Duke
a. Bersihkan anak daun telinga dengan alkohol 70% dan biarkan kering lagi.
b. Tusuklah pinggir anak daun telinga itu dengan lanset darah sedalam 2 mm
c. Teruskan percobaan seperti cara Ivy langkah 4, 5 dan 6
Hasil Praktikum:
a Cara Ivy
Laki-laki, 19 tahun 6 tetes selama 3 menit.
b Cara Duke
Praktikum ini tidak dilakukan.
Interpretasi:
a. Cara Ivy
Nilai Normal
1-7 menit
Hasil Praktikum
3 menit
Interpretasi
Normal
Pembahasan:
Waktu perdarahan (bleeding time, BT) adalah uji laboratorium untuk menentukan
lamanya tubuh menghentikan perdarahan akibat trauma yang dibuat secara laboratoris.
Pemeriksaan ini mengukur hemostasis dan koagulasi. Masa perdarahan tergantung atas :
ketepatgunaan cairan jaringan dalam memacu koagulasi, fungsi pembuluh darah kapiler dan
trombosit. Pemeriksaan ini terutama mengenai trombosit, yaitu jumlah dan kemampuan untuk
adhesi pada jaringan subendotel dan membentuk agregasi.
Prinsip pemeriksaan ini adalah menghitung lamanya perdarahan sejak terjadi luka kecil
pada permukaan kulit dan dilakukan dalam kondisi yang standard. Ada 2 teknik yang dapat
digunakan, yaitu teknik Ivy dan Duke. Kepekaan teknik Ivy lebih baik dengan nilai normal 16 menit. Teknik Duke nilai normal 1-8 menit. Teknik Ivy menggunakan lengan bawah untuk
insisi merupakan teknik yang paling terkenal. Aspirin dan antiinflamasi dapat memperlama
waktu perdarahan.
Pada praktikum ini, waktu perdarahan yang dialami hanya 3 menit dan merupakan
lingkup normal untuk waktu perdarahan dengan metode Ivy. Adapun beberapa kesalahan dan
factor yang mungkin dapat terjadi yang mempengaruhi hasil temuan laboratorium, yaitu:
Metode yang digunakan; teknik yang tidak tepat bila terjadi luka pungsi yang
mungkin lebih dalam daripada yang seharusnya. Bila tetesan darah ditekan paksa
pada permukaan kertas dan tidak menunggu tetesan darah benar-benar terisap
dengan sendirinya pada kertas penghisap, hal ini dapat merusak partikel fibrin
sehingga memperlama perdarahan.
Hasil Praktikum:
Tabung I : 9 menit 30 detik
Tabung II: 10 menit
Tabung III: 9 menit 30 detik
Hasil Praktikum
9 menit 30 detik
Interpretasi
Normal
Pembahasan:
Test waktu pembekuan digunakan u ntuk menentukan lamanya waktu yang diperlukan
darah untuk membeku. Adanya gangguan pada factor koagulasi terutama yang membentuk
tromboplastin, maka waktu pembekuan akan memanjang.
Pendarahan adalah peristiwa keluarnya darah dari pembuluh darah karena pembuluh
tersebut mengalami kerusakan. Kerusakan ini bisa disebabkan oleh benturan fisik, sayatan,
atau pecahnya pembuluh darah yang tersumbat. Pada percobaan dalam praktikum, praktikan
menghitung waktu pendarahan menggunakan stopwatch.
Waktu pembekuan adalah waktu yang diperlukan dari saat darah keluar sampai berbentuk
benang fibrin pada proses pembekuan darah. Pada penderita hemofilia darah sukar sekali
membeku. Hemofilia, yaitu penyakit yang mengakibatkan darah sukar membeku. Jika si
penderita mengalami luka ringan, dapat mengakibatkan pendarahan yang serius. Dalam
praktikum yang ini, Waktu pembekuan darah yaitu 9 menit 30 detik.
Vitamin K berperan penting dalam proses pembekuan darah serta mencegah perdarahan.
Kekurangn vitamin K bisa meningkatkan risiko perdarahan tidak terkontrol. Vitamin K
mengontrol proses pembekuan darah karena berkaitan langsung dengan prothrombin, plasma
protein yang diubah menjadi thrombin selama proses pembekuan darah. Thrombin ini
selanjutnya akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin, protein yang tidak larut air yang akan
memampatkan pengentalan darah. Jika tidak ada vitamin K maka prothrombin tidak akan
terbentuk. Kekurangan prothombin akan mengurangi jumlah thrombin yang sangat bereperan
dalam proses pembekuan darah. Kekurang thrombin akan meningkatkan kecenderungan
tubuh mengalami perdarahan jika mengalami luka.
(I) Fragilitet Kapiler
1. Pasanglah ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pompalah sampai tekanan di
tengah-tengah nilai sistolik dan diastolik.
2. Pertahankan tekanan itu selama 10 menit.
3. Lepaskanlah ikatan dan tunggulah sampai tanda-tanda stasis darah lenyap lagi.
4. Carilah adanya dan hitunglah banyaknya petechiae yang timbul dalam lingkaran
bergaris tengah kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti.
Hasil Praktikum:
Jumlah ptekie yang tampak setelah ditahan di
100mmHg selama 5 menit adalah
lebih dari 10 ptekie. Probandus adalah seorang wanita, 19 tahun, baru selesai menstruasi dan
memiliki resiko terkena DBD.
Interpretasi:
Nilai Normal
Hasil Praktikum
Interpretasi
Lebih dari 10 (sangat
Kurang dari 10 ptekie
trombositopenia
banyak)
Pembahasan:
Ptekie yang muncul pada praktikum ini, dapat terjadi karena 3 hal (factor resiko), yaitu:
c Kurang vitamin C
d Menstruasi
e DBD
(J). PENENTUAN GOLONGAN DARAH
Cara dengan kaca objek:
1 Taruhlah di sebelah kiri kaca objek 1 tetes serum anti-A dan di sebelah kanan 1 tetes
serum Anti-B. Dianjurkan menggunakan serum Anti-A,B juga di sampingnya untuk
mendapatkan subgrup A yang lemah yang tidak bereaksi dengan serum Anti-A. Kaca
objek yang dipakai harus bersih benar, tak boleh ada sisa-sisa zat kimia atau darah
karena pencemaran akan menyebabkan aglutinasi palsu
2 Setetes kecil darah diteteskan kepada serum itu dan dicampur dengan ujung lidi.
Darah yang dipakai boleh darah kapiler segar atau darah vena.
3 Goyangkan kaca dengan membuat gerakan lingkaran
4 Perhatikan adanya aglutinasi dengan mata dan pastikan juga dengan menggunakan
mikroskop
Tafsiran hasil: (+ aglutinasi)
Anti-A
Anti-B
Anti-A,B
Golongan Darah
O
+
+
A
+
+
B
+
+
+
AB
Hasil Praktikum:
Anti A (+)
Anti B (-)
Anti AB (+)
Rhesus (+)
Interpretasi:
Anti A
Anti B
Anti AB
Rhesus
Golongan
Darah
A Rh +
Pembahasan:
Golongan darah adalah pengklasifikasian darah dari suatu individu berdasarkan ada atau
tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan membran sel darah merah. Hal ini
disebapkan karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran
sel darah merah tersebut. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah
penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46
jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi
darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis
yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian.
Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan faktor
Rhesus atau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang diketahui memiliki
faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di
permukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah Rh-. Mereka yang memiliki faktor
Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki golongan darah Rh+. Jenis
penggolongan ini seringkali digabungkan dengan penggolongan ABO. Golongan darah O+
adalah yang paling umum dijumpai, meskipun pada daerah tertentu golongan A lebih
dominan, dan ada pula beberapa daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B.
Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan. Misalnya donor
dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-) dapat menyebabkan produksi antibodi terhadap
antigen Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang
pada atau di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat memengaruhi janin pada
saat kehamilan.
Pada praktikum ini, golongan darah yang teridentifikasi adalah golongan darah A Rhesus
positif. Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di
permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B
dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat
menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.