Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Migren
Menurut
International Headache Society
, 2004, migren adalah nyeri
kepala dengan serangan nyeri yang berlangsung 4
72 jam. Nyeri biasanya
unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sed
ang sampai berat dan
diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual, muntah, fotofobia dan
fonofobia.
Konsep klasik mengatakan migren adalah gangguan fungsional otak dengan
manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau mendentum
yang
terjadi mendadak disertai mual atau muntah.Konsep tersebut telah diperluas
oleh
The Research Group On Migraine and Headache of The World Federation
Of Neurology

. Migren merupakan gangguan bersifat familial dengan karakteristik


serangan nyeri kepala yang b
erulang
ulang yang intensitas, frekuensi dan lamanya
bervariasi.Nyeri kepala umumnya unilateral, disertai anoreksia, mual, dan
muntah.Dalam beberapa kasus migren ini didahului oleh gangguan
neurologik dan
gangguan perasaan hati.
Definisi migren y
ang lain yang ditetapkan oleh panitia
ad hoc
mengenai
nyeri kepala (
Ad Hoc Comittee on Classification of Headache
) adalah serangan
nyeri kepala unilateral berulang
ulang dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa
nyeri yang beraneka ragam dan biasanya berhubungan dengan tidak suka
makan
Universitas
Sumatera
Utara

dan terkadang dengan mual dan muntah. Terkadang didahului oleh gangguan
sensorik, motorik, dan kejiwaan.Sering dengan faktor keturunan.
Blau (2003) mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala berulang
ulang berlangsung ant
ara 2
72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepala,
harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointerstinal atau
keduanya.Gejala visual timbul sebagai aura dan/atau fotofobia selama nyeri
kepala.Bila tidak ada gangguan visual hanya berupa gangguan
gastrointestinal,
maka muntah harus sebagai gejala pada beberapa serangan (Harsono, 2005,
Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua).

2.2. Etiologi dan Faktor Pencetus Migren


Menurut Harsono (2005), Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua, sampai
saat
ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, diduga sebagai
gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistem saraf dan aktivasi
sistem
trigeminal vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer.
Diketahui ada beberapa faktor
pencetus timbulnya serangan migren yaitu :
1.
Perubahan hormonal
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan
akan meningkat saat menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya
merasakan serangan migren saat menstruasi.Istilah menstrual
migraine sering digunakan untuk menyebut migren yang terjadi pada
wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Ini
terjadi disebabkan penurunan kadar estrogen.
2.
Kafein
Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman
ringan,
teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah yang sedikit akan
meningkatkan kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam
dosis yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas marah,
cemas dan sakit kepala.
3.
Puasa dan terlambat makan
Universitas
Sumatera
Utara

Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa


terjadi pelepasan hormone yang berhubungan dengan stres dan
penurunan kadar gula darah.
4.
Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau setelah
istirahat dari ketegangan.
5.
Cahaya kilat atau berkelip

Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang


terlalu tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal.
Mekanisme ini juga berlaku untuk penderita migren yang memiliki
kepekaan cahaya yang lebih tinggi daripada manusia normal.
6.
Makanan
Penyedap makanan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit
kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar
debar jika
dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut kosong.
Fenomena ini disebut Chinese Restaurant Syndrome.Aspartam at
au
pemanis buatan pada minuman diet dan makanan ringan, dapat
menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka
waktu yang lama.
7.
Banyak tidur atau kurang tidur
Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur,
sering ter
jaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren
dan sakit kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini
akan membantu mengurangi frekuensi timbulnya migren.
8.
Faktor herediter
9.
Faktor kepribadian
Universitas
Sumatera
Utara

Gambar 2.1.
Frequency of individual tr
iggers occurring at least
occasionally (by percentage)
dikutip dari :
www.health24.com(2004).
2.3 Klasifikasi Migren
Menurut The

International Headache Society


, klasifikasi migren adalah
sebagai berikut :
1.
Migren tanpa aura
2.
Migren dengan aura
a.
Migre
n dengan aura yang khas
b.
Migren dengan aura yang diperpanjang
c.
Migren dengan lumpuh separuh badan (
familial hemiflegic migraine
)
d.
Migren dengan basilaris
e.
Migren aura tanpa nyeri kepala
f.
Migren dengan awitan aura akut
3.
Migren oftalmoplegik
4.
Migren retinal
5.
Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
6.
Migren dengan komplikasi
Universitas
Sumatera
Utara

a.
Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)
Tanpa lebihan penggunaan obat
Kelebihan penggunaaan obat untuk migren
b.

Infark migren
7.
Gangguan seperti migren yan
g tidak terklasifikasikan
Dahulu dikenal adanya
classic migraine
dan
common migraine
.
Classic migraine
didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologik fokal,
misalnya
gangguan penglihatan, sensorik, atau wicara.Sedangkan
common migraine
tidak
di
dahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologikfokal. Oleh
Ad Hoc
Comittee of the International Headache Society
(1987) diajukan perubahan nama
atau sebutan untuk keduanya menjadi migren dengan aura untuk
classi
c
migraine
dan migren tanpa aura untuk
common migraine
.
2.4 Manifestasi Klinis Migren
Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada
setiap
individu.Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi
semuanya tidak harus dialami oleh setiap individu.Fas
efase tersebut antara lain
(Aminoff, MJ et al, 2005) :
1.
Fase Prodromal. Fase ini dialami 40

60% penderita migren. Gejalanya


berupa perubahan mood,
irritable
, depresi, atau
euphoria
, perasaan
lemah, letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makana
n tertentu
(seperti cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau
hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi petanda kepada penderita
atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.
2.
Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal
kompleks yang
mendahului atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap
selama 5
-20 menit. Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik,
atau kombinasi dari aura
aura tersebut. Aura visual muncul pada 64%
pasien dan merupakan gejala n
eurologis yang paling umum terjadi. Yang
khas untuk migren adalah
scintillating scotoma
(tampak bintik
bintik kecil
yang banyak) , gangguan visual
homonym
, gangguan salah satu sisi lapang
Universitas
Sumatera
Utara

pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan


(
fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya
scotoma

(fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata.
Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig
zag. Aura
pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan
kemudian diikuti
dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang
melaporkan tanpa periode laten.
3.
Fase nyeri kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan
awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan okular, kemu
dian
setelah 1
2 jam menyebar secara difus kearah posterior. Serangan
berlangsung selama 4
72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak
anak berlangsung selama 1
48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang
sampai berat, dan kadang
kadang sangat mengg
anggu pasien dalam
menjalani aktivitas sehari
hari.
4.
Fase Postdromal. Pasien mungkin merasa lelah,
irritable
, konsentrasi
menurun, dan terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa
segar atau euphoria setelah terjadi serangan, sedangkan yang
lainnya
merasa deperesi dan lemas.

Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura,


sementara pada penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu
fase prodromal, fase nyeri kepala, dan fase postdromal.
Universitas
Sumatera
Utara

Gambar 2.2. Fase Prodromal dikutip dariwww.medscape.com(2009).


2.5 Kriteria Diagnosis (Aminoff, MJ et al, 2005)
2.5.1 Kriteria Diagnosis Migren Tanpa Aura
A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau
pengobatan yang tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala
C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua karakteristik sebagai
berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Sifatnya berdenyut
3. Intensitas sedang sampai ber
at
4. Diperberat dengan kegiatan fisik
Universitas
Sumatera
Utara

D. Selama serangan sekurang


-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:
1. Mual atau dengan muntah
2. Fotofobia atau dengan fonofobia
E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya
kelainan organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik
tetapi pemeriksaan neroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak
menunjukkan kelaianan
2.5.2 Kriteria Diagnosis dengan Aura
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B
B. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari karakteristik tersebut dibawah ini:
1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan disfungsi
hemisfer dan/atau batang otak

2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau


2
atau gejala aura terjadi bersama
sama
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari
satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama. Nyeri kepala mengikuti gejala
aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60 menit, tetapi kadang kadang
dapat terjadi sebelum aura.
C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya
kelainan organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan
organik, tetapi pemeriksaan
neuroimaging
dan pe
meriksaan tambahan
lainnya tidak menunjukkan kelainan.
2.5.3 Kriteria Diagnosis Migren Retinal
Sekurangkurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut dibawah ini:
A.
Scotoma monocular
yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60
menit, dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita
menggambarkan gangguan lapangan penglihatan monokular selama
serangan tersebut.
Universitas
Sumatera
Utara

B.
Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri
tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang
kadang lebih dari 60 menit. Nyeri
kepala bisa tidak muncul apabila penderita mempunyai jenis migren lain
atau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren.
C.

Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat


disingkirkan
dengan pemeriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan
jantung dan darah.
2.5.4 Kriteria Diagnosis Migren Dengan Gangguan Intrakranial
A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migren
B. Gangguan intrakranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan
neuro
imaging
C. Terdapat satu atau keduanya dari :
1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial
2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intrakranial
D. Bila pengobatan gangguan intrakranial berhasil maka migren akan hilang
dengan sendirinya.
2.6 Komplikasi Migren
a. Status Migrenosus
Serangan migren dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam, mendapat
pengobatan atau tidak, dengan interval bebas nyeri kurang 4 jam (tidak
termasuk
tidur) (
Headache Classification Comittee of International Headache Society
,
2003).
b.Infark Migrenosus
Dahulu disebut migren komplikata.Adalah keadaan satu atau lebih gejala
aura
yang tidak sepenuhnya hilang dalam waktu 7 hari dan atau didapatkan infark
iskemik pada konfirmasi pemeriksaan
neuroimaging
(
Headache Classification
Comittee of IHS
).Insidensi sangat rendah, biasanya jenis migren ini terjadi setelah
lama menderita migren dengan aura.Patogenesis belum diketahui, tetapi
faktor
hiperaglutinasi dan hiperviskositas mempunyai peran penting. Broderick dan
Swanson (1987) , selama 4 tahun diantara 5000 pasien migren, didapatkan 20

pasien terkena stroke, 2 pasien stroke ulang setelah 7 tahun kemudian, 14


pasien
penyembuhan dengan gejala sisa, dan 4 pasien sembuh sempurna.
Universitas
Sumatera
Utara

Perbedaan antara Migren


Tanpa Aura dengan Migren Aura
Dalam klasifikasi nyeri kepala menurut
International Headache Association
,
definisi migren tanpa aura (MTA) dan migren aura (MA) dibedakan oleh
kriteria
diagnostik.Secara klinisnya keduanya dapat dibedakan dari ada dan tidak a
danya
gejala aura, gejala aura terjadi secara simultan dengan penurunan aliran darah
otak, sedangkan pada MTA aliran darah otak normal.Selanjutnya pada fase
nyeri
terjadi dilatasi dari arteri serebri media baik pada MTA maupun MA.Hal
tersebut
menunjukkan b
ahwa patogenesis MA dan MTA pasa fase awal berbeda tetapi
hampir serupa pada fase nyeri. Beberapa perbedaan lain antara MA dan MTA
(Olesen J, Rasmussen BK, 1996).
Migren Tanpa Aura
Migren Aura
Prevalensi
14.7%
7.9%
Rasio
Laki
-laki:Perempuan
1:2,2
1:1,5
Usia saat onset
Sesuai kurva normal
(Unimodal)
Kurva dengan dua

puncak (bimodal)
Sensitifitas terhadap
hormon wanita
Universitas
Sumatera
Utara

Anda mungkin juga menyukai