stromal
endothelial
Terapi pembedahan
Pasien dengan reaktifasi virus herpes simplek yang sebelumnnya laten pada
ocular yang terinfeksi biasanya dapat mengingat kembali gejala mata
sebelumnnya yang terkarakteristik dan dejala yang mirip.
Pasien dengan infeksi pertama keratitis herpes simplek atau pasien yang infeksi
virus herpes simplek pertamanya tidak pada mata(misalnya infeksi pada
orolabial) sering tidak ditandai pada riwayat medis masa lalunya. Pasien dengan
keadaan virus laten atau reaktivasi virus dapat dilaporkan dengan trauma ocular
atau pajanan sinar UV yang intens.
Penampakan klinik
Banyak pasien dengan episode pertama danri bentuk HSV dating dengan
keratitis yang terisolasi. Dimana infeksi pada jaringan tissur dapat menjadi
bukti, dengan pemeriksaan yang hati hati pada kulit disekitar mata, nodus limph
regional dan konjungtiva yang mendukung. Pemeriksaan pasien yang pertama
kali terinfeksi HSV atau pertama kali infeksi mata dapat menjelaskan secara
aktif atau yang baru sembuh dari HSV dengan dermatoblepharitis,
bleptharoconjungtivitis atau lebih jarang terjadi hanya konjungtivitis. Pada kasus
dermatologi kasus HSV biasanya merupakan bentuk sekumpulan grup vesicular
atau erupsi vesikopustular pada kelopak mata dan kulit disekitarnya, dimana
biasa terjadi pada pasien dengan infeksi pertama HSV.
Periaurikular lymhadenopati juga dapat terjadi. Khusus pada dermatiblepharitis
atau konjungtivitis dan sembuh dengan sendirinya atau malah menjadi keratitis,
biasanya membutuhkan 7 sampai 10 hari.
Konjungtivitis HSV dapat memproduksi folikel yang aktif dapat dibedakan dari
bentuk berat kejadian konjungtivitis adenovirus . tidak seperti adenovirus,
konjungtivitis HSV jarang dating dengan pseudomembran. Penampakan dentrit
pada konjungtiva dapat mengkonfirmasi diagnosis. Dengan rekuren
konjungtivitis dapat terjadi tanpa lesi pada kelopak mata atau kornea. Dimana
HSV dapat dimasukkan dalam diagnosis banding saat pasien dating dengan
konjungtivitis folikular saja.
Pewarnaan kornea
Dapat digunakan pewarna topical yang menyerap air. Seperti fluorescein, rose
Bengal, dan lissamine green B, dapat menolong dalam memvisualisasikan
kornea dan defek pada konjungtivitis dan dapat membantu untuk mendiagnosa
keratitis herpes. Tiap agen pewarna memiliki struktur kimia yang unik dan
memiliki keahlian tersendiri untuk menentukan kelainan patologi pada
pemeriksaan.
Fluorescein berwarna oren, akan diserap oleh sel epitel yang rusak dan dilihat
pada lampu berwarna biru, akan menghasilkan warna hijau terang flurescence.
Ini biasanya digunakan untuk mendiagnosis erosi, abrasi kornea dan keratitis.
Flouresceince dapat diaplikasikan menggunakan kertas saring khusus atau via
larutan 0,25%.
Larutan Rose Bengal dapat digunakan pada evaluasi dari dendrit pada keratitis
herpes, superficial keratitis pungtata, atau kondisi lain. Pewarnaan rose Bengal
merusak sel epithel pada bagian pinggir sel, dendrit akan tampak berwarna
merah terang tapi pada bagian bawahnya warna nya kan memudar. Penelitian
baru baru ini menunjukan bahwa rose Bengal memberikan efek citotoksik pada
sel kornea hewan dan manusia. Ini juta terlihat pada adanya pertumbuhan
protozoa, bakteri, dan virus. Untuk alasan ini jaringan specimen untuk kultur
virus atau PRC harus diambil dari hasil pewarnaan rose Bengal. Beberapa
lainnya menggunakan anastesi sebelum melakukan pewarnaan dengan rose
Bengal untu mencegah iritasi pada ocular yang berhubungan dengan
pewarnaan. Sebagian lagi setuju bahwa ini dapat menyebabkan hasil positif
yang salah untuk hasil pewarnaan.
Lissamine green adalah pewarna sintetik dengan struktur yang mirip dengan
rose Bengal. Pewarnaan lissamine green lebih mudah dilihar dengan sclera yang
putih dan pupil yang hitam jadi, sama seperti rose Bengal, ini lebih membantu
visualisasi konjungtiva daripada jaringan kornea, lissamine green tidak
menyebabkan citotoksik pada sel manusia dan dapat lebih baik ditoleransi pada
pasien. Tidak seperti rose Bengal, lissamine green tidak menunjukan adanya
pertumbuhan virus secara in vivo. Meskipun untuk alsan yang tidak diketahui ini
dapat menggang deteksi HSV dengan menggunakan PCR. Virus yang berkontak
dengan swab juga bisa berkontribusi menyebabkan kesalahan dalam hasil
perhitungan. Untuk meminimalkan kesalahan negatif pada hasil, di
rekomendasikan bahwa specimen yang akan ditest untuk HSV pada PCR diambil
sebelum pewarnaan baik menggunakan pewarna rose Bengal ataupun
pewarnaan lissamine green dan sample akan diambil dengan cotton tipped swab
dari pada calcium alginate swab.
Gambaran kornea
Tentunya pada kornea yang dicari adalah penampakan dendrit ulcer, keratitis
herpes dapat muncul dalam bentuk kecil, dan tumbuh vesikel pada kornea. Pada
aplikasi dari pewarnaan fluorescent pada visualisasi dari vesikel hingga
menyebar kesekitarnya. Vesikel kornea adalah collorary ocular untuk vesikel
yang muncul pada kulit dan pada membrane mucus pada kejadian dermatologi
untuk erupsi HSV. Baik puntata ataupun linier epithelial ulcerasi dapat juga
precede untuk formasi dari lesi klasik dendrit.
Dari formasi klasik dendrit, lesi pada cabang yang tipis dapat memberikan
bentuk dari pseudodendrit dari infeksi VZV, dimana pada bagian sentral dari
ulserasi atau bulbus terminal. Pada lesi predendritik HSV dapat berubah
menjadi lesi klasik dendritic dari keratitik herpes, karateristiknya berdasarkan
bentuk cabang dan terminal bulbus. Lesi satelit pada punctate atau lesi stellate
juga dapat di observasi.
Pewarnaan fluourenscens dapat merusak sel epithel pada dasar dan pinggiran
ulser. Sedangkan rose Bengal dan lissamine green merusak hanya pada dasar
dan membantu menunjukkan apa yang tumbuh di sekeliling pinggiran ulser
yang mengandung HSV aktif. Penampakan yang atipikal dari ulserasi dendrit
pada pemeriksaan slit lamp dapat menjadi bukti untuk keratitis herpes yang
sufficient dan warrant pengobatan.
Evaluasi laobratorium
Keratitis herpes adalah diagnosis klinis. Dimana banyak pembicaraan, setelah
diobservasi dari klasik yang dipersiapkan untuk pengobatan dengan topical
antiviral. Dimana banyaknya teknik pemeriksaan laboratorium yang tersedia
untuk menilai diagnosis pada kejadian yang jarang terjadi, seperti kasus yang
komplikasi, kasus pada neonatal, atau kasus dengan diagnose definitifnya
dibutuhlan.
Teknologi yang cepat dapat digunakan, untuk menghasilkan diagnose HSV yang
sudang diteliti.
Visualisasi langsung
Specimen kornea diambil dari pinggir ulcer yang secara langsung diperiksa
untuk membuktian infeksi HSV. Lampu mikroskop dapat mempengaruhi
penampakan dari multinucleated sel giant pada pewarnaan giemsa, dan
intranuklear(cowdry tipe A) termasuk pada pewarnaan papanicolaou. Mikroskop
electron dapan mempresentasikan partikel HSV pada nuclei dari sel epithelial,
dan envelop atau matur partikel virus pada cytoplasm.
Kultur virus
HSV mungkin tertutup dari dendritic ulcer dengan swab pada ulcer dengan soft
tipped applicator dan diinokulasikan kedalam 2.0 mL dari media transport virus
atau tempat virus di kultur. Menurut beberapa pilihan untuk deteksi virus
termasuk kultur sel, termasuk system enzyme linked virus(ELVIS) dan
polymerase chain reaction(PRC)
Kultur pada media sel adalah cara tradisional yang merupakan gold standart
untuk mendeteksi HSV. Sejak adanya indikasi atau tidak ada indikasi dari infeksi
aktif. Dimana kesalahan hasil negatif sering kali terjadi pada pasien dengan
penggunaan obat antiviral topical atau mata yang telah diwarnaai dengan rose
Bengal atau lissamine green. Kesalahan hasil negatif juga terjadi pada pasien
yang belum diobati, ini dikarenakan reaksi imun pasien ada infeksi atau factor
lain yang mempengaruhi transfer viral dan pertumbuhan viral secara invitro.
Bila hasil positifm kultur sel menampakkan zona virus yang terdapat
cytopathology dengan 1 sampai 3 hari dari inokulasi, meskipun dapat dengan 1
sampai 2 minggu pada kejadian yang langka