Anda di halaman 1dari 6

Virus herpes simplek(HSV) dapat menyebabkan keratitis pada lapisan stromal yang

didahului oleh infeksi yang menyebabkan kebutaan di beberapa Negara


berkembang. Di united state, diperkirakan 46.000 kasus keratitis herpes simplek
terdiagnosa setiap tahunnya.
Keratitis herpes simplek di bagi menjadi dua kategori: tipe 1 dan tipe 2. HVS 1 yang
paling sering menginfeksi mulut dan mata, yang transmisi langsung melalui kontak
pada kulit yang luka atau dari sekresi oral. HVS tipe 2 biasa bertransmisi pada bayi
yang baru lahir. HVS biasanya menginfeksi lebih dari 500 juta orang didunia dan
sekitar 23 juta kasus baru yang dilaporkan pertahunnnya. Namun infeksi HSV 1
lebih banyak dibandingkan infeksi HSV 2.
Lebih dari 80% orang memiliki antibody herpes simplek virus, dan 94% nya disertai
gejala klinik. Kebanyakan infeksi pertama kali diantara umur 6 bulan hingga 5
tahun. Pertama kali infeksi, virus berpindah melalui nervus dari kulit dan mulut ke
dorsal root dari ganglion trigeminal, melalui transportasi axoplasma, dan lapisan
dormant. Mata dengan HSV biasanya bermanifestasi pada vesikel pada kedua
palpebra dan blepharitis erosive, epithelial keratitis, dan yang paling sering adalah
folikel atau pseudomembran konjungtivitis. Virus dapat kembali aktif dengan gejala
stress emosional, kelelahan, trauma local, paparan ultraviolet,temperature yang
tinggi, demam, menstruasi, or immunocompromised.
Saat reaktif, virus bereplikasi dan berpindah melalui cabang ophthalmic dari
nervus trigeminal ke kornea(melalui serabut pendek dan serabut panjang dari
nervus siliar). Rekuren dari keratitis HSV dapat datang dengan 4 cara yaitu keratitis
epithelial, keratitis neurotropic, keratitis stromal atau endothelitis. Meskipun kasus
rekuren tidak sering terjadi, menurut penelitian dari saini dan argawala menemukan
bahwa ada 36% peluang untuk rekuren kedua dalam 1 tahun pertama. Peluang
rekuren lebih besar jika infeksi pertama kali dan kedua dekat. Dan juga jika infeksi
pertama dari keratitis HSV berat, episode rekuren akan lebih berat dari sebelumnya.
KLASIFIKASI KERATITIS HSV
a. Epithelial keratitis
Keratitis HSV epithelial terhitung 50-80% dari kejadian infeksi HSV ocular.
Manifestasi paling cepat dari HSV epitheliat keratitis adalah berbentul kecil,
sering tumbuh, vesikel intraepithelial. Vesicle tersebut dapat terlihat seperti
inflitrat intraepithelial yang sering ditemukan pada epidemic keratokonjungtivitis
atau keratitis infiltrate. Lesi pada epithelial herpetic merupakan predominan
yang meningkat dengan pinggiran yang irregular dan morpologi yang bervariasi.
Dimana infiltrate dari keratitis biasa berbentuk flat, pinpoint dan bulat dengan
pinggiran yang distinct.
Setelah satu atau dua hari vesikel akan coalesce dan berkembang menjadi
cabang denrit yang berbentuk linear dengan pinggiran yang bertumbuh, ulserasi
sentral dan terminal pada akhir bulbi. Dimana terminal bulbus tidak selalu
terlihat. Bulbus terminal tidak seperti ulkus sentral, mengandung herpes virus
yang aktif dan cel yang devitalisasi dengan stain dengan mawar Bengal. Basal
dari ulkus sentral stain dengan fluoresen. Hanya 5 sampai 15% dari keratitis
datang dengan denrit. Bentuk dari dendrite tergantung banyak factor, termasuk
integritas dari epitel corneal, durasi dari infeksi, dan virulensi dan status imun

host. Dalam progress infeksi, dendrite dapat evolve ke amorphous geographic


ulkus.
b. Keratiti neurothropik
Lima persen dari kasus keratitis epithelial akan berkembang menjadi keratitis
neurotropik. Progresi ke keratitis neurotropik terjadi dalam bentuk ketidak
stabilan tir film, bentuk membrane dasar atau sensitifitas kornea yang impaired.
Ini biasa tampak sebagai kasus yang tidak sembuh, defek epitel yangberbentuk
oval yang lembut, pinggiran yang naik. Ini sering ditemani dengan
neovaskularisasi, opacifikasi, atau derajat inflamasi yang bervariasi yang dapat
menjadi komplikasi pada ketebalan kornea, luluh, atau perforasi.
c. Keratitis stromal
Keratitis stromal herpes bias terjadi dalam 1 dari 2 bentuk. 90% immune stromal
keratitis(ISK) dan 10% nekrotik stromal keratitis(NSK) dan kedua kasus, keratitis
dapat terjadi dengan atau tanpa bentuk dari epithelial ulserasi.
Immune stromal keratitis dapat hadir dan sering terjadi dalam setahun HSV
epithelial keratitis. Ini dipikirkan akan menyebabkan inflamator imun respon
untuk retained antigen viral setelah virus itu sendiri selesai dari kornea. Ini
dapat berbentuk fokal, multifocal atau stromal diffuse infiltrate yang dapat
ulserasi setiap waktu. Cincin imun, neovaskular,atau pembuluh darah hantu
yang juga terjadi dan
d. endothelitis
endothelitis terjadi saat virus telah masuk kedalam sel endotel. Inlamasi endotel
yang peristen dan kerusakan yang subsequent pada pompa aquos humor
menyebabkan edema pada lapisan epitel, stromal edema atau bahkan bulla.
Edema endotel dan terjadis ecara difus, linear atau lebih sering terjadi dalam
bentuk oval dan ini bias ada dengan underlying presipitat keratic dan iritis.
Journal 1
epitel

stromal

Managemen yang direkomendasikan


Acyclovir 400mg PO 5 kali sehari selama 21 hari, atau
Valancyclovir 500mg PO 3 kali sehari selama 21 hari
Debribemang
Upayakan menghindari pengunaan pengobatan antivirus topical
Pemakaaian antiviral yang lama dapat digunakan sebagai
profilaksis selama 1 tahun jika terjadi rekuren
Dapat digunakan golongan steroid
Pemakaian antiviral lama(1 tahun)dapat digunakan sebagai
profilaksis

endothelial

Terapi pembedahan

Intervensi pembedahan akut jarang dibutuhkan pada managemen dari keratitis


HSV. Biasanya dilakukan pada stromal yang progresif dengan ketebalan yang
impending atau kemungkinan perforasi dapat terjadi pada NSK, atau kasus yang
sangat berat pada ISK, biasanya terjadi bila telah ada infeksi bakteri lain atau
superinfeksi fungi yang lain. Biasanya impending atau actual perforasi disertai
dengan manifestasi metaherpetik dari sensasi pada kornea yang berkurang, dan
keadaan persisten dari epitheliophaty dengan atau tanpa infeksi sekunder. Pada
kasus lain, intervensi pembedahan konservatif dengan menggunakan lem
cyanoacrylate biasanya sufficient, meskipun tectonic keratoplasty dapat
dibutuhkan sewaktu waktu untuk mengatasi integritas dari kebulatan bulbus.
Adjunctive temporary atau permanen tarsorrhaphy di rekomendasikan.
Journal3
Diagnosis
Pada semua kasus, untuk menegakkan diagnosis dari keratitis herpes epithelial
dilakukan pemerikaan yang menyeluruh dari semua keluhan dan hingga
dibutuhkan pemeriksaan viral diagnostic. Meskin terkadang viral diagnostic tidak
selalu digunakan dalam keseharian namun ini dapat dilakukan bila mendapatkan
kasus yang atipikal atau complicated. Riwayat penyakit pasien dan hasil
pemeriksaan dan yang paling penting untuk menemukan defek pada epitel
dengan penampakan dendrit klasik pada pemeriksaan slit lamp.
Gambaran klinik
Pasien dengan keratitis herpes yang tipikal dating dengan tanda dan gejala yang
klasik dari infeksi ocular termasuk mata berair yang unilateral, photophobia,
sensasi adanya benda asing, atau penglihan yang berubah. Pasien dapat
melaporkan rasa tidak nyaman pada matanya atau perih dan nyeri. Dimana
pada pasien dengan kasus rekuren biasanya berkurang atau bahkan tidak ada
sama sekali sensasi pada korneanya dikarenakan kerusakan pada cabang
terminal pada nervus trigeminal. Beberapa pasien mengeluhkan
ketidaknyamanan yang sangat menggangu, bisa merasa sedikit sakit atau tidak
sakit sama sekali. Pada beberapa kejadian tekanan intra ocular dapat
meningkat, yang biasanya lebih berhubungan dengan penyakit iriditis.
Meskipun unilateral yang banyak terjadi pada kasus ini, penelitian menemukan
keratitis herpes simplek dapat terjadi pada kedua bola mata dengan persentasi
1% sampai 12% dari semua kasus, tergantung pada kriteria penelitian. Bilateral
atau keratitis herpes yang berlangsung lama memiliki hubungan dengan
penyakit lain misalnya atopy, immunodeficiency atau immunosupresi yang
biasanya berhubungan transplantasi.
Riwayat klinik
Karena infeksi virus herpes simplek nonokular hampir tidak pernah dikenali
sebelumnnya. Banyak pasien terdiagnosa dengan keratitis herpes yang
sebelumnnya telah mengalami infeksi pada mata. Pada beberapa penelitian,
pasien datang pertama kali dengan kasus yang tipikal pada deswa muda,
remaja atau anak.

Pasien dengan reaktifasi virus herpes simplek yang sebelumnnya laten pada
ocular yang terinfeksi biasanya dapat mengingat kembali gejala mata
sebelumnnya yang terkarakteristik dan dejala yang mirip.
Pasien dengan infeksi pertama keratitis herpes simplek atau pasien yang infeksi
virus herpes simplek pertamanya tidak pada mata(misalnya infeksi pada
orolabial) sering tidak ditandai pada riwayat medis masa lalunya. Pasien dengan
keadaan virus laten atau reaktivasi virus dapat dilaporkan dengan trauma ocular
atau pajanan sinar UV yang intens.
Penampakan klinik
Banyak pasien dengan episode pertama danri bentuk HSV dating dengan
keratitis yang terisolasi. Dimana infeksi pada jaringan tissur dapat menjadi
bukti, dengan pemeriksaan yang hati hati pada kulit disekitar mata, nodus limph
regional dan konjungtiva yang mendukung. Pemeriksaan pasien yang pertama
kali terinfeksi HSV atau pertama kali infeksi mata dapat menjelaskan secara
aktif atau yang baru sembuh dari HSV dengan dermatoblepharitis,
bleptharoconjungtivitis atau lebih jarang terjadi hanya konjungtivitis. Pada kasus
dermatologi kasus HSV biasanya merupakan bentuk sekumpulan grup vesicular
atau erupsi vesikopustular pada kelopak mata dan kulit disekitarnya, dimana
biasa terjadi pada pasien dengan infeksi pertama HSV.
Periaurikular lymhadenopati juga dapat terjadi. Khusus pada dermatiblepharitis
atau konjungtivitis dan sembuh dengan sendirinya atau malah menjadi keratitis,
biasanya membutuhkan 7 sampai 10 hari.
Konjungtivitis HSV dapat memproduksi folikel yang aktif dapat dibedakan dari
bentuk berat kejadian konjungtivitis adenovirus . tidak seperti adenovirus,
konjungtivitis HSV jarang dating dengan pseudomembran. Penampakan dentrit
pada konjungtiva dapat mengkonfirmasi diagnosis. Dengan rekuren
konjungtivitis dapat terjadi tanpa lesi pada kelopak mata atau kornea. Dimana
HSV dapat dimasukkan dalam diagnosis banding saat pasien dating dengan
konjungtivitis folikular saja.
Pewarnaan kornea
Dapat digunakan pewarna topical yang menyerap air. Seperti fluorescein, rose
Bengal, dan lissamine green B, dapat menolong dalam memvisualisasikan
kornea dan defek pada konjungtivitis dan dapat membantu untuk mendiagnosa
keratitis herpes. Tiap agen pewarna memiliki struktur kimia yang unik dan
memiliki keahlian tersendiri untuk menentukan kelainan patologi pada
pemeriksaan.
Fluorescein berwarna oren, akan diserap oleh sel epitel yang rusak dan dilihat
pada lampu berwarna biru, akan menghasilkan warna hijau terang flurescence.
Ini biasanya digunakan untuk mendiagnosis erosi, abrasi kornea dan keratitis.
Flouresceince dapat diaplikasikan menggunakan kertas saring khusus atau via
larutan 0,25%.

Larutan Rose Bengal dapat digunakan pada evaluasi dari dendrit pada keratitis
herpes, superficial keratitis pungtata, atau kondisi lain. Pewarnaan rose Bengal
merusak sel epithel pada bagian pinggir sel, dendrit akan tampak berwarna
merah terang tapi pada bagian bawahnya warna nya kan memudar. Penelitian
baru baru ini menunjukan bahwa rose Bengal memberikan efek citotoksik pada
sel kornea hewan dan manusia. Ini juta terlihat pada adanya pertumbuhan
protozoa, bakteri, dan virus. Untuk alasan ini jaringan specimen untuk kultur
virus atau PRC harus diambil dari hasil pewarnaan rose Bengal. Beberapa
lainnya menggunakan anastesi sebelum melakukan pewarnaan dengan rose
Bengal untu mencegah iritasi pada ocular yang berhubungan dengan
pewarnaan. Sebagian lagi setuju bahwa ini dapat menyebabkan hasil positif
yang salah untuk hasil pewarnaan.
Lissamine green adalah pewarna sintetik dengan struktur yang mirip dengan
rose Bengal. Pewarnaan lissamine green lebih mudah dilihar dengan sclera yang
putih dan pupil yang hitam jadi, sama seperti rose Bengal, ini lebih membantu
visualisasi konjungtiva daripada jaringan kornea, lissamine green tidak
menyebabkan citotoksik pada sel manusia dan dapat lebih baik ditoleransi pada
pasien. Tidak seperti rose Bengal, lissamine green tidak menunjukan adanya
pertumbuhan virus secara in vivo. Meskipun untuk alsan yang tidak diketahui ini
dapat menggang deteksi HSV dengan menggunakan PCR. Virus yang berkontak
dengan swab juga bisa berkontribusi menyebabkan kesalahan dalam hasil
perhitungan. Untuk meminimalkan kesalahan negatif pada hasil, di
rekomendasikan bahwa specimen yang akan ditest untuk HSV pada PCR diambil
sebelum pewarnaan baik menggunakan pewarna rose Bengal ataupun
pewarnaan lissamine green dan sample akan diambil dengan cotton tipped swab
dari pada calcium alginate swab.
Gambaran kornea
Tentunya pada kornea yang dicari adalah penampakan dendrit ulcer, keratitis
herpes dapat muncul dalam bentuk kecil, dan tumbuh vesikel pada kornea. Pada
aplikasi dari pewarnaan fluorescent pada visualisasi dari vesikel hingga
menyebar kesekitarnya. Vesikel kornea adalah collorary ocular untuk vesikel
yang muncul pada kulit dan pada membrane mucus pada kejadian dermatologi
untuk erupsi HSV. Baik puntata ataupun linier epithelial ulcerasi dapat juga
precede untuk formasi dari lesi klasik dendrit.
Dari formasi klasik dendrit, lesi pada cabang yang tipis dapat memberikan
bentuk dari pseudodendrit dari infeksi VZV, dimana pada bagian sentral dari
ulserasi atau bulbus terminal. Pada lesi predendritik HSV dapat berubah
menjadi lesi klasik dendritic dari keratitik herpes, karateristiknya berdasarkan
bentuk cabang dan terminal bulbus. Lesi satelit pada punctate atau lesi stellate
juga dapat di observasi.
Pewarnaan fluourenscens dapat merusak sel epithel pada dasar dan pinggiran
ulser. Sedangkan rose Bengal dan lissamine green merusak hanya pada dasar
dan membantu menunjukkan apa yang tumbuh di sekeliling pinggiran ulser
yang mengandung HSV aktif. Penampakan yang atipikal dari ulserasi dendrit

pada pemeriksaan slit lamp dapat menjadi bukti untuk keratitis herpes yang
sufficient dan warrant pengobatan.
Evaluasi laobratorium
Keratitis herpes adalah diagnosis klinis. Dimana banyak pembicaraan, setelah
diobservasi dari klasik yang dipersiapkan untuk pengobatan dengan topical
antiviral. Dimana banyaknya teknik pemeriksaan laboratorium yang tersedia
untuk menilai diagnosis pada kejadian yang jarang terjadi, seperti kasus yang
komplikasi, kasus pada neonatal, atau kasus dengan diagnose definitifnya
dibutuhlan.
Teknologi yang cepat dapat digunakan, untuk menghasilkan diagnose HSV yang
sudang diteliti.
Visualisasi langsung
Specimen kornea diambil dari pinggir ulcer yang secara langsung diperiksa
untuk membuktian infeksi HSV. Lampu mikroskop dapat mempengaruhi
penampakan dari multinucleated sel giant pada pewarnaan giemsa, dan
intranuklear(cowdry tipe A) termasuk pada pewarnaan papanicolaou. Mikroskop
electron dapan mempresentasikan partikel HSV pada nuclei dari sel epithelial,
dan envelop atau matur partikel virus pada cytoplasm.
Kultur virus
HSV mungkin tertutup dari dendritic ulcer dengan swab pada ulcer dengan soft
tipped applicator dan diinokulasikan kedalam 2.0 mL dari media transport virus
atau tempat virus di kultur. Menurut beberapa pilihan untuk deteksi virus
termasuk kultur sel, termasuk system enzyme linked virus(ELVIS) dan
polymerase chain reaction(PRC)
Kultur pada media sel adalah cara tradisional yang merupakan gold standart
untuk mendeteksi HSV. Sejak adanya indikasi atau tidak ada indikasi dari infeksi
aktif. Dimana kesalahan hasil negatif sering kali terjadi pada pasien dengan
penggunaan obat antiviral topical atau mata yang telah diwarnaai dengan rose
Bengal atau lissamine green. Kesalahan hasil negatif juga terjadi pada pasien
yang belum diobati, ini dikarenakan reaksi imun pasien ada infeksi atau factor
lain yang mempengaruhi transfer viral dan pertumbuhan viral secara invitro.
Bila hasil positifm kultur sel menampakkan zona virus yang terdapat
cytopathology dengan 1 sampai 3 hari dari inokulasi, meskipun dapat dengan 1
sampai 2 minggu pada kejadian yang langka

Anda mungkin juga menyukai