Anda di halaman 1dari 3

Intan Ratih Puspita

1137040035
Pembahasan
Karbohidrat adalah zat gizi berupa senyawa organik yang terdiri dari atom hidrogen dan
oksigen yang digunakan sebagai bahan pembentuk energi. Glukosa adalah salah satu
karbohidrat golongan monosakarida yang sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat
dapat memutar cahaya terpolarisasi kearah kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam
buah-buahan dan madu lebah (Poedjiadi, 2005).
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar glukosa dan karbohidrat dalam bahan
pangan nasi, beras, tempe dan tahu menggunakan metode Luff-Schoorl. Metode luff-schoorl
ini merupakan metode penentuan monosakarida dengan cara kimiawi. Pada metode ini, yang
ditentukan bukannya kuprooksida yang mengendap tapi dengan menentukan kuprioksida
dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah
direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuan titrasi dengan
menggunakan natrium tiosulfat, selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan
kuprooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam
sampel.
Prinsip dari metode Luff-Schorrl adalah reduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ oleh
monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi
bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi akan dikuantifikasi
dengan titrasi iodometri (Haryati,2014).
Pada percobaan ini perlakuan pertama yang dilakukan adalah standarisasi Natrium
tiosulfat menggunakan standar iod. Standarisasi ini dilakukan karena Na2S2O3 bukan
merupakan larutan baku primer dan sifatnya tidak stabil sehingga dengan dilakukannya
standarisasi akan diperoleh konsentrasi larutan Na2S2O3 dengan tepat. Titrasi ini dilakukan
dengan menitrasi campuran reaksi I2, KI, H2SO4 dan aquades dengan larutan natrium tiosulfat
menggunakan indikator amilum. Titik akhir reaksi ditandai dengan perubahan warna larutan
dari biru menjadi tidak berwarna. Jika larutan tiosulfat ditambahkan kedalam suatu larutan
yang meengandung iod pada kondisi asam akan meenghasilkan reaksi sebagai berikut:
2S2O32- + I2

S4O62- + 2I-

S2O32- + I2

S2O3I- + I-

S2O3I- + S2O32-

S4O62- + I-

2S2O3I- + I-

S4O62- + I3-

Hasil standarisai ini diperoleh konsentrasi natrium tiosulfat 0,1064 N.


Tahap selanjutnya sampel yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 2,5 g dan
ditambahkan larutan HCL 3% dalam labu erlenmeyer kemudian dipanaskan pada suhu 70C
selama 1,5 jam. Perlakuan ini berfungsi untuk menghidrolisis sampel yang merupakan
polisakarida menjadi monosakarida dengan bantuan asam, sehingga sampel yang awalnya
menggumpal dan tidak larut dalam HCl setelah dipanaskan menjadi hancur dan sebagian larut.
Setelah dipanaskan, labu didinginkan dibawah pancaran air dengan tujuan untuk
menyeimbangkan suhu. Larutan selanjutnya dinetralkan dengan larutan NaOH dan

ditambahkan sedikit larutan asam asetat sehingga larutan yang awalnya berwarna jingga
menjadi berwarna merah. Pada analisis ini pH larutan harus diperhatikan karena pH yang
terlalu rendah (asam) akan menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya
karena terjadi oksidasi ion iodida menjadi I2. Sedangkan jika pH terlalu tinggi (basa) maka
hasil titrasi akan menjadi lebih rendah dari sebenarnya karena pada pH tinggi akan terjadi
reaksi I2 yang terbentuk dengan air.
Setelah netral, larutan disaring kedalam labu takar 250 mL dan diencerkan sampai tanda
batas, tujuannya untuk memisahkan larutan dari endapan sampel sehingga diperoleh larutan
tidak berwarna. Larutan selanjutnya dipipet sebanyak 5 mL kedalam labu erlenmeyer
kemudian ditambahkan 12,5 mL larutan Luff-Schoorl dan 7,5 mL aquades lalu dipanaskan
selama 10 menit. Saat pemanasan larutan luff-schoorl akan bereaksi dengan sampel yang
mengandung gula pereduksi. Kedalam larutan juga ditambahakna batu didih untuk mencegah
terjadi letupan selama proses pemanasan. Proses pemanasan ini diusahakan larutan mendidih
dalam waktu kurang dari 3 menit dan dibiarkan mendidih selama 10 menit. Hal ini bertujuan
agar proses reduksi berjalan sempurna dan Cu dapat tereduksi dalam waktu 10 menit sehingga
tidak terjadi pengendapan seluruh Cu2+ yang tereduksi menjadi Cu+ dan tidak ada kelebihan
Cu2+ yang akan dititrasi.
Setelah dipanaskan, larutan didinginkan dalam bak es agar pendinginan berlangsung
dengan cepat, setelah didinginkan larutan menjadi berwarna biru kemerahan. Larutan
selanjutnya ditambahkan 7,5 mL KI. Penambahan larutan KI ini bertujuan untuk
membebaskan iodin yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning kecoklatan pada
sampel. Setelah penambahan KI ditambahkan 12,5 mL H2SO4, penambahan H2SO4 ini
bertujuan untuk mengikat ion tembaga yang terbentuk dari hasil reduksi monosakarida dengan
pereaksi Luff-schoorl sehingga larutan KI akan bereaksi dengan tembaga sulfat membentuk
buih coklat. Langkah selanjutnya larutan dititrasi dengan natrium tiosulfat, titrasi ini
dilakukan dengan cepat untuk menghindari penguapan KI, indikator yang digunakan pada
titrasi ini adalah amilum. Penambahan indikator dilakukan setelah campuran reaksi mendekati
titik akhir karena penambahan indikator pada awal reaksi akan membungkus iod dan
mengakibatkan warna titik akhir menjadi tidak terlihat tajam, setelah titrasi larutan menjadi
berwarna putih. Reaksi yang terjadi adalah:
R-CHO + 2CuO

R-COOH + Cu2O (s)

H2SO4 + CuO

CuSO4 + H2O

CuSO4 + 2KI

Cu2I2

I2 + Na2S2O3

Na2S4O6 + NaI

Dalam analisis kadar glukosa dan karbohidrat ini dilakukan juga pengukuran titrasi
blanko dengan cara yang sama. Namun pada titrasi blanko ini tidak menggunakan sampel,
nilai blanko yang diperoleh sebesar 13,1 mL. Blanko ini berfungsi sebagai pembanding dalam
penentuan jumlah gula dalam larutan yang dianalisis.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kadar glukosa dalam sampel nasi 0,48%, tempe
0,24%, tahu 0,24% dan beras 0,48%. Sedangkan kadar karbohidrat dalam sampel nasi 0,432%,
tempe 0,216%, tahu 0,216% dan beras 0,432%.

Kelebihan metode Luff-schoorl adalah dapat diaplikasikan untuk bahan pangan yang
mengandung gula dengan bobot molekul yang rendah dan pati alami. Sedangkan kelemahan
dari metode ini adalah tidak dapat menentukan kandungan masing-masing gula pereduksi.
Kesimpulan
1.

Analisis kadar glukosa dengan metode Luff-schoorl dilakukan dengan menentukan

kuprooksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi blanko)
dan setelah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel).
2.

Konsentrasi natrium tiosulfat hasil standarisasi adalah 0,1064 N.

3.

Kadar glukosa dalam sampel nasi 0,48%, tempe 0,24%, tahu 0,24% dan beras 0,48%.

4.

Kadar karbohidrat dalam sampel nasi 0,432%, tempe 0,216%, tahu 0,216% dan beras

0,432%.
Daftar Pustaka
Aghnia,

Fuza.

2015.

Analisis

Karbohidrat

Metode

Luff-schoorl.

www.http://documents.tips/documents/analisis-karbohidrat-metode-luff-schoorl.html
(Diakses pada 07 Maret 2016 12.30 wib)
Anonim. 2016. Panduan Praktikum Kimia Pangan. Bandung: UIN SGD Bandung
Haryati S, Putri AAK, Saputra Y. 2014. Potensi Kandungan Biji Durian (Durio Zibethinus)
sebagai Bahan Baku Pembuatan Bahan Bakar Hidrokarbon. J. Unsri
Poedjiadi, Anna. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press
Slamet Sudarmadji, Bambang Haryono dan Suhardi. 1984. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Winarno, F.G. Kimia Pangan. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai