PENDAHULUAN
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang neurologi
khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga
sebagai dokter kita wajib mengatasi kejang dengan tepat dan cepat.
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta tidak didapatkan infeksi
intracranial ataupun kelainan di otak. Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas 38 oC rectal atau
diatas 37,8oC aksila. Pendapat para ahli bahwa terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak
berusia antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun. Berkisar 2% - 5% anak dibawah 5 tahun pernah
mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak
berusia 6 bulan sampai dengan 22 bulan, dengan insiden tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.1
Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.2
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Kejang disertai demam
pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
demam diturunkan secara dominant autosomal sederhana. Faktor prenatal dan perinatal berperan
dalam kejang demam.3
Sebanyak 80 % kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana,dan 20 % nya
kejang demam kompleks. Sekitar 8% berlangsung lama (> 15 menit), 16 % berulang dalam
waktu 24 jam. Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP) usia termuda bangkitan
kejang demam 6 bulan. Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak.
Etiologi Kejang Demam4
Genetik
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetic terkait dengan kejang demam. Tetapi
nampaknya pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan. Penetrasi
autosomal dominan diperkirakan sekitar 60% - 80%. Apabila salah satu orang tua penderita
dengan riwayat kejang demam mempunyai risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam sebesar
20-22%. Dap apabila kedua orang tua mempunyai riwayat kejang demam maka risiko untuk
terjadi bangkitan kejang demam meningkat menjadi 59-64%, tetapi sebaliknya apabila kedua
orang tua tidak mempunyai riwayat kejang demam maka risiko terjadi kejang demam pada anak
hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu 27%
berbanding 7%.
Faktor Prenatal
Usia ibu saat hamil, kehamilan dengan eklampsi dan hipertensi, kehamilan primipara atau
multipara, pemakaian bahan toksik (obat, rokok,alcohol) dapat berhubungan dengan kejadian
kejang demam pada keturunannya, tetapi studi berbasis populasi tidak menemukan banyak bukti
hubungan faktor-faktor tersebut dengan kejang demam.
Faktor Perinatal
Serangkaian rumah sakit mengatakan bahwa kehamilan abnormal atau riwayat kelahiran
merupakan predisposisi kejang demam secara umum, namun menurut studi berbasis populasi
American NCPPC menemukan bahwa faktor kehamilan dan kelahiran berkontribusi sedikit pada
resiko kejang demam pada anak.
Faktor Demam
Tinggi atau durasi demam mungkin penting tetapi sulit untuk mengevaluasi data suhu karena
kejang demam biasanya terjadi secara acak di rumah. Infeksi virus sering menyebabkan demam
yang berhubungan dengan kejang demam . Demam sering disebabkan oleh : infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi.Kadang-kadang yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan
kejang.
Penyebab lain kejang disertai demam adalah trauma kepala, penggunaan obat-obat tertentu
seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik, amfetamin, kokain, dan dehidrasi yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan air-elektrolit.
Patofisiologi Kejang Demam
Kejang merupakan manifestasi klinis akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimia
maupun anatomi. Sel syaraf seperti juga sel hidup pada umumnya, mempunyai potensial
membran. Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial
intrasel lebih negative dibandingkan dengan dengan ekstrasel. Mekanisme terjadinya kejang ada
beberapa teori, antara lain:
o
Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na- K, misalnya pada
hipoksemia, iskemia dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi
pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
Perubahan permeabilitas
hipokalsemia dan
hipomagnesia.
o
Patofisiologi Kejang Demam terjadi karena peningkatan reaksi kimia tubuh, dengan demikian
reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis sehingga
terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na
intrasel dan K ekstrasel meningkat. Apabila neurotransmiter eksitator lebih dominan daripada
inhibitor maka akan terjadi depolarisasi post sinapsis. Adanya peristiwa sumasi dan fasilitasi
mengakibatkan keadaan depolarisasi diperbesar dan apabila mencapai nilai ambang letup akan
terjadi potensial aksi pada neuron post sinapsis. Apabila potensial aksi meluas dan terjadi
sinkronisasi akan menimbulkan bangkitan kejang demam.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15%. 5
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion
Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya
ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan inilah
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. 5
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. 5
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsy.
Klasifikasi Kejang Demam:
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di
antara seluruh kejang demam.
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI-RSCM Jakarta, kriteria Livingston tersebut
setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana adalah :
menunjukkan kelainan.
Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Kejang atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam ini mempunyai suatu dasar kelainan
yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor
pencetusnya saja.
2. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:2
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Sesudah kejang6
Pencegahan rekurensi kejang ada yang bersifat intermitten dan terus-menerus.
Pencegahan intermitten disarankan pada pasien dengan kejang demam kompleks yang rekuren,
tidak disarankan pada pasien kejang demam simpleks. Caranya adalah ketika pasien demam lagi
dikemudian hari (>38,5C) dan orang tua sangat khawatir akan terjadi kejang, berikan diazepam
oral 0,3mg/kgBB sampai 3x sehari (1mg/KgBB/hari), yang dapat diberikan sampai 2-3 hari
selama anak masih demam, disamping antipiretik. Dapat pula berupa diazepam rectal 5mg atau
10mg. Cara ini relative aman dengan efek samping yang minor seperti letargi, iritabilitas, dan
ataksia yang dapat dikurangi dengan menurunkan dosis.
Pemberian obat rumatan2
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah
satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian
kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulang baik umum atau fokal.
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan
Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
Faktor risiko terjadinya epilepsi
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari.
Faktor risiko menjadi epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.
Daftar Pustaka
1. Kania
N.
Kejang
Pada
Anak.
Diunduh
dari:
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf
2. Unit Kerja Neurologi IDAI. Konsensus Kejang Demam. Jakarta. Diunduh dari:
http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Kejang-Demam-Neurology-2012.pdf
3. Kejang Demam. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid ke-1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2010.p.150-2
4. Marcdante KJ. Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi ke-6. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.p.397-401, 736-42
5. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi-4. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2013
6. Kejang
Demam.
Diunduh
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31365/4/Chapter%20II.pdf
dari: