Anda di halaman 1dari 14

TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH KESELAMATAN IBU DAN KELANGSUNGAN HIDUP ANAK

PENCAPAIAN PENURUNAN AKI DI INDONESIA

Disusun Oleh :
Arind Vicha Pradina
1506785740

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS INDONESIA
2015

PENCAPAIAN PENURUNAN AKI DI INDONESIA

Wanita dalam masa reproduksinya sangat peka terhadap berbagai masalah


kesehatan salah satunya adalah kematian ibu. Masalah kematian Ibu bukanlah
masalah si Ibu sendiri akan tetapi merupakan masalah bersama baik di ranah
nasional

maupun

internasional.

Setiap

Negara

seharusnya

memilki

rasa

tanggungjawab untuk menanggulangi dan mencegah bertambahnya kematian ibu di


masa kehamilan hingga persalinannya. Kesadaran dan kepedulian masyarakat
terhadap masalah ini menjadi sangat penting di samping juga perhatian terhadap
isu-isu

reproduksi.

Definisi

kematian

ibu

menurut

International

Statistical

Classification of Disease, Injuries, and Causes of Death, Edition X (ICD-X) adalah


kematian seorang perempuan yang terjadi selama kehamilan sampai dengan 42 hari
setelah berakhirnya kehamilan, tanpa memperhatikan lama dan tempat terjadinya
kehamilan, yang disebabkan oleh atau dipicu oleh kehamilannya, atau penanganan
kehamilannya, tetapi bukan karena kecelakaan.
Kematian ibu dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Direct obstetric
deaths, yaitu kematian ibu yang langsung disebabkan oleh komplikasi obstetri pada
masa hamil, bersalin dan nifas, atau kematian yang disebabkan oleh suatu tindakan,
atau berbagai hal yang terjadi akibat tindakan-tindakan tersebut yang dilakukan
selama hamil, bersalin atau nifas. Di negara berkembang, sekitar 95% kematian ibu
termasuk dalam kelompok ini. 2. Indirect obstetric deaths, yaitu kematian ibu yang
disebabkan oleh suatu penyakit, yang bukan komplikasi obstetri, yang berkembang
atau bertambah berat akibat kehamilan atau persalinan.
Upaya safe Motherhood perlu diutamakan dalam rangka menurunkan angka
kematian ibu tersebut. Terdapat dua alasan yang menyebabkan upaya safe
motherhood perlu mendapat perhatian. Pertama, besarnya masalah kesehatan ibu
dan bayi baru lahir serta dampak yang diakibatkanya. Data menunjukan bahwa
seperempat dari wanita usia reproduktif di negara berkembang mengalami kesakitan
yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Dampak sosial dan
ekonomi yang akan terjadi akan cukup besar dikarenakan keberadaan seorang ibu
merupakan tonggak utama tercapainya keluarga yang sejahtera dan kematian ibu
merupakan suatu bencana bagi keluarga. Kedua, upaya safe motherhood pada

hakekatnya merupakan intervensi yang efisien dan efektif dalam menurunkan angka
kematian ibu.

Salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat yaitu


AKI. Selain itu, penurunan AKI merupakan salah satu indikator yang bisa digunakan
untuk menilai apakah pemerintah memang serius dalam usaha meningkatkan
kesejahteraan kaum perempuan di Indonesia. AKI merupakan salah satu target yang
telah ditentukan dalam tujuan pembangunan Millenium Development Goals (MDGs)
yang ke-5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai
sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai risiko jumlah kematian ibu. Untuk
mencapai target MDGs tersebut, Pemerintah Indonesia harus mampu menekan
AKI pada tahun 2015 sebesar 102/100.000 KH (Depkes RI, 2009).
Kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, dihampir penghujung tahun 2015
ini, Angka kematian Ibu di Indonesia cenderung naik. Data menunjukan bahwa ratarata AKI tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup (SDKI, 2012). AKI di
Indonesia menunjukkan fakta yang cukup mengkhawatirkan. Rata-rata kematian ini
jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu. Terlepas
dari keakuratan survey yang dilakukan, dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian ini
tentu menjadi pukulan untuk pemerintah yang sebelumnya bertekad akan
menurunkan AKI hingga 102 per 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target Millenium
Development Goals (MDGs) 2015. Masih tingginya AKI di negara berkembang
termasuk Indonesia merupakan masalah pelik yang membutuhkan penyelesaian
dengan segera. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun juga seluruh
elemen bangsa harus bekerja keras untuk menurunkan angka kematian ibu ini.
Fakta tersebut membuat AKI di Indonesia masih menjadi salah satu yang tertinggi di
Asia.
Menurut depkes pada tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di
Indonesia terkait kehamilan dan persalinan terutama yaitu perdarahan 28%. Sebab
lain, yaitu eklampsi 24%, infeksi 11%, partus lama 5%, abortus 5%, emboli 3%,
komplikasi masa puerpereum 8%, dan lain-lain 11%. Berdasarkan data tersebut tiga
faktor utama yang menyumbang presentase lebih dari setengah jumlah kematian ibu
adalah faktor pendarahan, eklamsia dan infeksi. Meskipun harus juga dipahami

bahwa faktor-faktor lain terkait kondisi sosiokultural masyarakat juga punya andil
terhadap masih tingginya AKI di Indonesia. Tiga faktor yang punya andil besar
terhadap masih tingginya AKI di Indonesia sangat terkait dengan rendahnya tingkat
pengetahuan kesehatan ibu hamil dan orang-orang di sekitarnya. Pendarahan yang
terjadi di masa kehamilan jika tidak segera ditangani bisa berakibat fatal bagi ibu
hamil. Masalah-masalah yang timbul di masa kehamilan seperti pendarahan
tersebut sebenarnya bisa diantisipasi dengan adanya Antenatal Care (ANC) atau
layanan pemeriksaan kondisi ibu hamil dan janinnya secara rutin dengan kualitas
yang baik dari para dokter profesional. Fasilitas layanan kebidanan dan kandungan
yang memadai dan komprehensif juga sangat diperlukan serta akses ke fasilitas
kesehatan yang juga harus dipermudah. Terwujudnya layanan kesehatan yang
memadai bagi ibu hamil juga akan menekan faktor-faktor penyebab lain secara
langsung seperti eklamsia dan infeksi serta komplikasi aborsi dan partus lama.
Factor penyebab tidak langsung kematian ibu diakibatkan oleh penyakit yang
diderita oleh si ibu, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan tidak ada
kaitannya dengan penyebab langsung obstetric, tapi penyakit tersebut diperberat
oleh efek fisiologik kehamilan. Beberapa penyebab kematian ibu tidak langsung
adalah: yang pertama, status perempuan dalam keluarga. Perempuan pada status
orang ke dua (konco wingking) biasanya tidak akan sanggup mengeluarkan keluhankeluhan yang berkaitan dengan timbulnya rasa sakit/kelainan yang ada di dalam diri
sehubungan

dengan

kehamilannya,

yang

akan

menyebabkan

terhadap

keterlambatan dalam penangan medis.


Ke dua, keberadaan anak. Keberadaan anak yang satu dengan yang lain
terlalu dekat akan menimbulkan perawatan/perhatian anak tidak maksimal, yang hal
ini akan mengurangi perhatian terhadap diri seorang ibu dengan kehamilannya. Ke
tiga,

social budaya. Social budaya yang memarginalkan perempuan akan

mempersulit perempuan (ibu) dalam mengambil inisiatif untuk melakukan tindakan,


yang akan berakibat pada keterlambatan penangan medis. Ke empat, pendidikan.
Pendidikan yang rendah berdampak terhadap pengetahuan yang rendah terhadap
hal ikhwal kehamilan dan persalinan. Ke lima, social ekonomi. Penghasilan yang
rendah tentu akan berakibat pada banyak hal, seperti pemenuhan gizi ibu hamil,
perawatan ibu hamil dan persalinan dll. Dan yang terakhir, geografis daerah. Letak

klinik yang jauh dan sulit terjangkau akan berakibat terhadap keterlambat
pertolongan pelayanan kesehatan ibu hamil/bersalin( Romli, 2013)
Pada akhirnya Kondisi sosiokultural di masyarakat seperti halnya latar
belakang pendidikan, tingkat ekonomi, lingkungan masyarakat dan beberapa hal
lainnya tidak bisa diabaikan memang turut memiliki kontribusi terhadap masih
tingginya AKI di Indonesia.
Faktor Penyerapan informasi dan yang beragam dan berbeda sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seorang ibu. Latar pendidikan formal serta
informal akan sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan para ibu mulai
dari segi pikiran, perasaan maupun tindakannya. Bagaimana mungkin seorang ibu
bisa mengetahui nutrisi yang mereka butuhkan selama masa kehamilan jika sama
sekali tak pernah mendengar nama asam folat dan zat besi. Padahal keduanya
sangat vital pada masa kehamilan sang ibu. jika ada gejala-gejala kurang baik pada
kandungan ibu hamil hal tersebut dianggap hal yang remeh sehingga tidak segera
dibawa ke dokter atau tenaga kesehatan yang kompeten. Kalaupun ibu hamil
memiliki keinginan memeriksakan kandungannya ke dokter atau bidan seringkali
mereka mengurungkan niatnya disebabkan tidak memiliki uang yang cukup, hal
inilah yang dimaksud dengan turut andilnya tingkat ekonomi masyarakat terhadap
masih tingginya AKI di Indonesia. Kepercayaan yang masih tinggi di lingkungan
masyarakat tertentu terhadap dukun beranak membuat banyak di antara mereka
yakin terhadap segala tindakan dukun beranak tersebut baik pra maupun pasca
proses persalinan terkadang justru membahayakan ibu hamil itu sendiri. Proses
maupun alat medis yang digunakan para dukun beranak terkadang jauh dari kata
steril sehingga bisa menimbulkan infeksi pasca proses persalinan.
Faktor pendukung lainya adalah kemudahan ibu dalam memperoleh informasi
bagi kesehatan ibu tersebut. Masih jauhnya fasilitas kesehatan masyarakat di
daerah-daerah terpencil serta letak geografis Indonesia yang luas, tidak memungkiri
ini adalah salah satu sebab mengapa akses dalam memperoleh informasi begitu
cukup susah. Masyarakat yang memiliki pendidikan kurang juga akan sangat
terbatas dalam menerima iinformasi kesehatan. Mereka hanya bisa menunggu
diberikan informasi oleh puskesmas setempat, tidak berinisiatif uuntuk bisa
mengakses sendiri informasi kesehatan yang bebas diperoleh dari internet. Terlebih

lagi meski seorang ibu itu memiliki kesadaran cukup tinggi terhadap kesehatanya
terkadang terkendala oleh akses jaringan internet yang terbatas di negara kita ini
sehingga belum semua wilayah mampu terjamah dengan mudah oleh akses
internet.
Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga
Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan (terlambat
mengambil keputusan), terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari
tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam
keadaan emergensi. Selain tiga terlambat juga kematian ibu disebabkan empat
terlalu yaitu terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak, dan terlalu rapat jarak kelahiran.
Tiga terlambat dan empat terlalu ini bisa terjadi antara lain karena faktor budaya,
politik (UU, Kebijakan, anggaran), geografis, dan faktor medis.
Kegagalan Kesehatan reproduksi yang di analisis dalam konferensi
kependudukan di Kairo 1994 dan sampai saat ini masih berlaku menyebutkan
bahwa karena tingkat pengetahuan yang tidak mencukupi tentang seksualitas serta
informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang tidak tepat atau tidak
berkualitas, Perilaku seksual yang berisiko tinggi, praktekpraktek sosial yang
diskriminatif; sikapsikap negatif terhadap perempuan dan anak perempuan,
kekuasaan terbatas yang dimiliki banyak perempuan dan anak perempuan atas
kehidupan seksual dan reproduksi mereka.
Praktek yang terjadi antara lain budaya patriarki dalam keluarga, keputusan
menikah adalah di tangan orang tua dimana anak segera dinikahkan karena takut
menjadi perawan tua, hal ini tidak memperdulikan pendapat anak itu sendiri apakah
mau dinikahkan ataupun tidak, keputusan untuk mempunyai anak atau menentukan
jumlah anak juga ada di tangan suami, wanita hanya menjadi penerima keputusan
saja. Sering kali wanita mengalami kehamilan dengan jarak kehamilan yang pendek
dikarenakan suami ingin memiliki banyak anak. keputusan penggunaan alat
kontrasepsi ada di tangan suami, keputusan menentukan pertolongan persalinan
ada di tangan suami, keputusan penanganan saat kritis atau pendarahan ada di
tangan suami. Memang benar suami adalah pemegang keputusan dan tanggung
jawab di dalam keluarga, namun alangkah lebih baiknya jika menghiraukan
pendapat istri (wanita) dalam setiap keputusan yang diambil. Budaya tersebut di

komunitas antara lain rendahnya perhatian masyarakat terhadap masalah AKI,


adanya pandangan bahwa melahirkan adalah proses yang alamiah yang harus
dialami oleh perempuan, adanya anggapan bahwa mati melahirkan adalah mati
sahid

sehingga

bersikap

pasrah

atas

kehidupanya

setelah

melahirkan.

Pembangunan di komunitas tidak mencakup pembangunan kesehatan pada ibu dan


anak sehingga isu terhadap AKI pun belum menjadi masalah bersama oleh
masyarakat. Terlebih data kematian ibu yang ada saat ini disinyalir bukan data yang
sebenarnya ada di lapangan. Terlepas dari data AKI yang dibuat dengan maksud
ASAL BAPAK SENANG, kadang metode yang digunakan pun seringkali belum
mendekati kebenaran. AKI tidak menjadi prioritas dan cenderung disembunyikan,
pandangan tabu untuk masuk ke ranah rumah tangga terlebih isu kesehatan
reproduksi juga masih sangat berlaku dimasyarakat luas.
Persebaran tenaga kesehatan baik bidan dan dokter yang belum merata
kesemua wilayah di Indonesia juga merupakan faktor pemicu masih rendahnya
cakupan ibu yang memeriksakan kesehatan ke tenaga kesehatan maupun ke
pelayanan kesehatan. Pemerintah sebetulnya telah mengupayakan pemerataan
tenaga kesehatan tersebut ke wilayah-wilayah yang belum terjamah oleh sistem dan
pelayanan kesehatan untuk menurunkan AKI. Salah satu upaya masif pemerintah
untuk menurunkan AKI adalah Program penempatan bidan di desa, yang telah mulai
dilaksanakan sejak tahun 1990-an. Program ini bertujuan untuk mendekatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir terutama pada
saat kehamilan dan persalinan. Berdasarkan laporan rutin kesehatan ibu dari dinkes
provinsi tahun 2011, sampai saat ini tercatat ada 66.442 bidan yang bertugas di
desa, namun hanya sekitar 54.369 orang, atau 82%, yang tinggal di desa. Selain itu
kemampuan bidan di desa dalam memberikan pertolongan persalinan sesuai
standar terkendala dengan sarana tempat tinggal yang bergabung menjadi
Poskesdes. Selain itu jumlah bidan desa yang telah mendapatkan pelatihan Asuhan
Persalinan Normal (APN) baru mencapai 35.367 orang (52,6%). APN merupakan
pelatihan persalinan yang salah satu komponennya adalah manajemen aktif kala III
(MAK III) untuk mencegah sebagian perdarahan pasca-salin dan penggunaan
Partograf untuk mendeteksi masalah dalam proses persalinan. ( Kemenkes, 2013)
Faktor Kebijakan pemerintah mengenai UU antara lain UU Perkawinan No.1
Tahun 1974 melegalisasi perkawinan dini, UU anti pornografi yang melarang

pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi. Minimnya kebijakan mengenai


pembangunan khususnya penanggulangan kemiskinan yang tidak terintegrasi
dengan penanganan AKI, rendahnya Anggaran kesehatan reproduksi serta masih
banyaknya bias gender yang terjadi. Faktor geografis, sarana, sumber daya manusia
juga menjadi faktor yang memperberat permasalahan AKI.
Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi
menuntut adanya perubahan peran dan tanggung jawab di tingkat propinsi dan
kabupaten/kota. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggung jawab penuh untuk
merencanakan dan melaksanakan pelayanan kesehatan di daerahnya, kesenjangan
dalam penyediaan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir juga kerap kali
terjadi. Selain jumlah fasilitas yang tersedia masih terbatas, kualitas juga dinilai
masih rendah, kesenjangan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir. Pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang tidak
merata sangat erat hubungannya dengan kemiskinan, pendidikan wanita, faktor
geografis dan pembangunan sosial. Pelayanan komplikasi yang tepat waktu dan
adekuat sangat perlu untuk kelangsungan hidup ibu dan bayi baru lahir namun
memerlukan biaya mahal. Keterbatasan dana merupakan masalah utama program
kesehatan kabupaten. Hal ini disebabkan antara lain : kurangnya nakes terlatih,
persyaratan peraturan yang kompleks, atau kurangnya sumber dana, kesenjangan
dalam kerjasama dan koordinasi antara pemerintah dan mitra kerja seperti
kerjasama antar departemen, dengan sektor swasta, LSM dan organisi profesi.
Kurangnya koordinasi di lapangan menciptakan tumpang tindih tanggung jawab
yang tidak dapat dihindari,sistem rujukan yang saling tuding dan tidak terintegrasi
dan

pengawasan yang tidak efektif, kegiatan yang terkotak-kotak, penggunaan

sumber daya yang tidak efektif dan kesulitan dalam memanfaatkan hasil kajian untuk
perbaikan program dan perluasan intervensi. Perlu diakui bahwa masih banyak
wilayah yang memiliki sistem kesehatan yang baik dan bisa dicontoh wilayah lain,
namun itu tak sebanyak dengan wilayah yang masih perlu pengawasan dan
pembinaan bahkan dari level pusat sekalipun.

Upaya Pemerintah dalam Penurunan AKI


Tantangan terbesar dalam menghadapi AKI dari segala penjabaran diatas
bisa disimpulkan dalam 3 hal yaitu akses masyarakat ke pelayanan kesehatan yang

cakupanya harus terus dioptimalkan, terbatasnya tenaga ahli yang ada diseluruh
wilayah di Indonesia yang harus lebih di sama ratakan dan peningkatan
kompetensinya harus diperbaiki serta rendahnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan ibu. Perlu kita ketahui bahwa telah banyak upaya
pemerintah dalam menurunkan Angka kematian Ibu saat ini.
Strategi pemerintah dalam penurunan angka kematian ibu yang tercantum
dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan AKI yaitu peningkatan kualitas cakupan
pelayanan ibu, oeningkatan peran pemerintah dan swaasta dalam upaya kesehatan
ibu dan pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan program utamanya yaitu
penjaminan kompetensi bidan desa sesuai standar, penjaminan pelayanan fasilitas
kesehatan yang mampu menjangkau persalinan ibu, penjaminan seluruh RS di
kabupaten/kota telah PONEK, penjaminan terlaksananya rujukan yang efektif bagi
kasus komplikasi, penjaminan dukungan pemerintah daerah terhadap regulasi yang
ada, peningkatan kemitraan dengan lintas sektor dan swasta serta peningkatkan
pemahaman masyarakat dalam pelaksanaan P4K.
Salah satu upaya pelaksanaanya adalah melakukan persalinan yang ditolong
oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, sesuai dengan Standar Pelayanan
Program Kesehatan Ibu dan Anak. Making Pregnancy Safer (MPS) merupakan
pendekatan yang dikembangkan untuk menurunkan angka kematian ibu. Tiga (3)
pesan kunci dalam MPS yang perlu diperhatikan adalah setiap persalinan ditolong
oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat
pelayanan yang adekuat (memadai), setiap wanita subur mempunyai akses
terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran. Program utama pemerintah dalam penurunan AKI adalah penjaminan
kompetensi bidan desa dimana harus semakin diperketatnya uji kompetensi bagi
para lulusan bidan dan diadakanya pelatihan bagi bidan agar siap dalam
menjalankan tugasnya di daerah-daerah yang telah ditetapkan.
Selain itu pula keselamatan nyawa ibu hamil,bersalin dan nifas sangat
dipengaruhi oleh aksesnya setiap saat terhadap pelayanan kebidanan yang
berkualitas, karena setiap kehamilan dan persalinan mempunyai resiko mengalami
komplikasi yang mengancam jiwa. Konsep pelayanan kebidanan berkesinambungan
yang disampaikan di bab sebelumnya mendasari sangat pentingnya peningkatan

cakupan dan kualitas pelayanan, sedemikian rupa sehingga setiap ibu hamil dan
bersalin yang mengalami komplikasi mempunyai akses ke pelayanan kesehatan
berkualitas secara tepat waktu dan tepat guna. Pelayanan berkesinambungan ini
terutama sangat penting pada periode proses persalinan dan dalam 24 jam pertama
pasca-salin oleh karena di dalam waktu yang sangat pendek tersebut sebagian
besar kematian ibu terjadi. Akses terhadap pelayanan untuk kasus-kasus tertentu
yang dapat memperburuk kondisi ibu hamil, bersalin dan nifas, dan kasus-kasus
yang mempunyai implikasi kesehatan dan sosial yang luas di masa mendatang,
yaitu Anemia, Malaria di daerah endemis, HIV/AIDS, Asuhan Paska Keguguran dan
kehamilan pada remaja, sangat perlu mendapatkan perhatian.
Penguatan sistem rujukan perlu mendapatkan dukungan yang kuat dari
PEMDA dan pemangku kepentingan lainnya, sedemikian rupa, sehingga pasien
yang dirujuk segera mendapatkan pertolongan. Dukungan sangat diperlukan
mengingat

proses

rujukan

memerlukan

keterlibatan

berbagai

pihak

yaitu

masyarakat, tenaga dan fasilitas kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan dasar,


Rumah Sakit (pemerintah maupun swasta). Perlu dipertimbangkan upaya-upaya
regionalisasi daerah yang disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing, agar
ada kejelasan dalam tujuan tempat rujukan. Upaya regionalisasi tersebut antara lain
klaster pulau, klaster daerah pantai, klaster wilayah kota dengan kabupaten terdekat,
dsb.Untuk hal ini, dukungan melalui Peraturan Gubernur mungkin dapat membantu
mempermudah upaya regionalisasi rujukan.
Usulan Terhadap Program Penurunan AKI di Indonesia
Pemerintah telah bekerja keras dalam melaksanakan program penurunan angka
kematian ibu dengan berbagai program yang telah digulirkanya. Mulai dari
penetapan Rencana Aksi Nasional yang dilaksanakan oleh Kemenkes untuk tahun
2013-2015 sampai dengan penguatan dari sisi kebijakan yang memprioritaskan
kesehatan ibu. Namun beberapa hal tersebut belum berdampak signifikan dalam
penurunan angka kematian ibu sendiri. Hal ini disebabkan masih lemahnya
pengawasan dari level pusat sampai level daerah. Hal-hal yang perlu menjadi
pertimbangan pemerintah dalam perbaikan sistem yang telah ada terkait penurunan
angka kematian ibu saat ini adalah

1. Harus dipertimbangkan efektivitas dari sistem Desentralisasi


Kalau kita cermati salah satu tantangan yang ada saat ini adalah
ketidakberhasilan penerapan desentralisasi sektor kesehatan. Pemerintah
daerah belum semuanya mampu menyediakan akses layanan kesehatan
yang terjangkau dan dapat diakses oleh semua pihak baik yang kaya ataupun
yang miskin dengan sama rata.Hanya pihak-pihak yang memiliki uang
berlebih yang dapat mendapatkan akses layanan kesehatan yang berkualitas.
Masih belum meratanya kompetensi tenaga kesehatan di tiap daerah. Ada
daaerah yang memiliki tenaga kesehatan yang sangat kompeten, ada pula
daerah yang memiliki tenaga yang kurang kompeten. Hal ini juga
mempengaruhi terhadap pelayanan kesehatan yang ada. Dan cita-cita
penurunan AKI akan semakin susah terwujud jika dari pemberi pelayanan
kesehatan pun tidak mampu melayani masyarakat dengan baik. Upaya
menurunkan AKI merupakan salah satu wujud nyata komitmen pemerintah
terkait upaya meningkatkan kesejahteraan kaum perempuan. Pemerintah dari
tingkat pusat hingga daerah harus berperan menyediakan fasilitas dan
layanan kesehatan berkualitas yang dapat diakses oleh ibu hamil dengan
biaya yang terjangkau bahkan gratis.Fasilitas dan layanan kesehatan ini
harus tersebar rata di seluruh wilayah Indonesia.Pemerintah juga harus
terlibat dalam usaha pemerataan tenaga kesehatan agar hanya tidak
berpusat di perkotaan saja melalui regulasi yang jelas.Tentu kita tidak
menginginkan pula setiap ibu Indonesia yang menjalani persalinan terus
dihadapkan pada sebuah kawan bernama kematian.
2. Pengawasan terhadap pelayanan kesehatan serta Sistem Pencatatan dan
Pelaporan masih kurang efektif
Kita tahu bahwa program pemerintah dalam hal penurunan AKI ini
sudah sangat komprehensif dan bagus. Namun pelaksanaan di lapangan
masih sangatlah sulit untuk diwujudkan. Seperti contohnya pencatatan dan
pelaporan mengenai cakupan pemeriksaan ibu, dikarenakan beban pekerjaan
tenaga kesehatan di daerah sangat tinggi dan masih terdapat keharusan
melaporkan data-data cakupan yang ada seperti halnya PWS KIA, maka

banyak terjadi kesalahan input data atau data yang justru tidak sempat diisi.
Hal ini mendorong tenaga kesehatan sendiri untuk mengisi data yang tidak
sesuai dengan apa yang ada dilapangan. Pengawasan terhadap sistem
pencatatan dan pelaporan di Indonesia cenderung sangat lemah dan sudah
seharusnya ada upaya masiv baik dari pemerintah pusat dan daerah untuk
mereformasi sistem pendataan kesehatan tersebut. Pengawasan terhadap
pelaksanaan kegiatan/program yang dicanangkan pun kerap kali kurang.
3. Pemerintah Masih Fokus Pada Permasalahan di Hilir
Program yang digulirkan pemerintah masih berfokus pada permasalahan hilir.
Mulai dari menangani komplikasi ibu secara langsung sampai penyiapan
pelayanan kesehatan bagi ibu. Namun yang terpenting adalah mengantisipasi
permasalahan yang mungkin terjadi di hulu. Penyiapan remaja perempuan
agar siap menjadi calon ibu yang sehat juga diperlukan. Dicanangkannya
pusat kesehatan peduli remaja belum bisa merata disemua puskesmas yang
ada. Padahal dari sini lah kita bisa menanamkan ilmu-ilmu kesehatan
semenjak calon ibu ini masih muda sehingga mengurangi risiko dalam
terjadinya kematian ibu karena adanya peningkatan pengetahuan dan pola
hidup yang benar.Bukan hanya remaja putri saja yang disiapkan, namun juga
diperlukan penyuluhan pada orang tua terlebih di daerah-daaerah pelosok
untuk menghindari pernikahan dini, budaya patriarki yang harus terus ditekan.
Pentingnya pengetahuan hak-hak reproduksi bagi perempuan juga harus
ditanamkan pada diri remaja perempuan dan orang tua.

Daftar Pustaka
Depkes RI, FKM UI, WHO.1999.Materi Ajar Modul Safe Motherhood.Jakarta :
Depkes
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.

Riset

Kesehatan

Dasar

2013

Available

at

<http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/book/64>[
[Diakses tanggal 10 September 2015]
Kemenkes RI.Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan AKI 2013-2015.
Available at < http://www.gizikia.depkes.go.id/category/download-pedomankesehatan-ibu/> [Diakses tanggal 2 Juni 2015]
Kemenkes

RI.Pedoman

PWS

KIA.

Available

at

<

http://www.gizikia.depkes.go.id/category/download-pedoman-kesehatan-ibu/>
[Diakses tanggal 2 Juni 2015]
Kemenkes RI.Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi .
Available at < http://www.gizikia.depkes.go.id/category/download-pedomankesehatan-ibu/> [Diakses tanggal 2 Juni 2015]
Survey Demografi Kesehatan Indonesia, tahun 2012
Budiarti, Tri.tanpa tahun. Akselerasi Penurunan AKI di Indonesia. Avalilable at<
http://tribudiarti01.blogspot.co.id/2015/01/problematika-akselerasipenurunan.html> [Diakses tanggal 5 November 2015]
Undang-Undang

Perkawinan

No

Tahun

1974

Available

at

<

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm> [ Diakses tanggal 6 November


2015]

Anda mungkin juga menyukai