TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (PERKENI, 2006).
2.1.3 Epidemiologi
Sekitar 18,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM dan diantara
pasien ini 5,2 juta orang tidak terdiagnosa. Risiko mengalami diabetes untuk bayi
yang dilahirkan pada tahun 2000 diperkirakan adalah 32,8% untuk pria dan 38,5%
untuk wanita. DM tipe 1 ditemukan pada 5% sampai 10% pasien dengan diabetes
dan prevalensinya pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun adalah sekitar 1
dalam 400. DM tipe 1 tidak memiliki variasi musiman dan perbedaan jenis
kelamin secara klinis tidak bermakna. DM tipe 2 dijumpai pada 90% sampai 95%
dari semua pasien dengan diabetes. Prevalensinya berbeda di antara kelompok ras
dan etnis yang berbeda (Afrika-Amerika 11,4%, Latino 8,2%, dan Amerika Asli
14,9%) (Cramer dan Manyon, 2007).
Menurut data organisasi Persatuan Rumah Sakit di Indonesia (PERSI)
tahun 2008, Indonesia kini menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah
penderita diabetes mellitus di dunia.
Pada 2006, jumlah penyandang diabetes (diabetasi) di Indonesia mencapai
14 juta orang. Dari jumlah itu, baru 50% penderita yang sadar mengidap, dan
sekitar 30% di antaranya melakukan pengobatan secara teratur. Menurut beberapa
penelitian epidemiologi, prevalensi diabetes di Indonesia berkisar 1,5% sampai
2,3%, kecuali di Manado yang cenderung lebih tinggi, yaitu 6,1 % (PERSI, 2008)
Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Edwin Effendi, penyakit
DM di Medan, sejak September-Oktober 2009 merupakan penyakit dengan
penderita terbanyak, yang terus mengalami peningkatan jumlahnya, jika
dibanding dengan jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau penyakit yang
lainnya. Diperkirakan di Medan terdapat lebih dari 14 juta orang menderita
diabetes, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru
sekitar 30% yang datang berobat teratur (Waspada Online, 2009).
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut PERKENI 2006 dalam dilihat dalam
tabel 2.1 dibawah ini :
Tipe 2
Etiologi
Destruksi sel , umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut
Autoimun
Idiopatik
Bervariasi, mulai dari resistensi insulin yang disertai
defisiensi insulin relatif hingga defek sekresi insulin yang
Tipe lain
Diabetes
Melitus
gestasional
Riwayat Keluarga
Gejala
Ketoasidosis
DM tipe 1
Anak/dewasa muda
(<25 tahun)
<10% dari semua
penyandang DM
Tidak lazim
Akut/sub-akut
Sering sekali
Onset
Proporsi
DM tipe 2
Biasanya setelah usia
pertengahan
>90% dari semua
penyandang DM
Sangat lazim
Lambat
Jarang, kecuali jika
sakit/stress
Biasanya negative
Obes sebelum onset
Ada
Tidak ada
Kadang-kadang ada
Tidak ada
Sangat rendah
Penyelamat nyawa
Penyebab
Kegunaan diet
Rendah/normal/tinggi
Kadang-kadang
diperlukan sebagai
pengawasan gula darah
Produksi insulin masih
ada, tetapi sel target tidak
peka
Menurunkan BB (jadwal
tidak harus ketat, kecuali
kalau insulin juga
diberikan)
c. DM tipe lain
Diabetes jenis ini dahulu kerap disebut diabetes sekunder, atau DM tipe
lain. Etiologi diabetes jenis ini, meliputi : (a) penyakit pada pankreas yang
merusak sel , seperti hemokromatosis, pankreatitis, fibrosis kistik; (b) sindrom
hormonal yang mengganggu sekresi dan/atau menghambat kerja insulin, seperti
akromegali, feokromositoma, dan sindrom Cushing; (c) obat-obat yang
menggangu sekresi insulin (fenitoin [Dilantin]) atau menghambat kerja insulin
(estrogen dan glukokortikoid); (d) kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti
kelainan pada reseptor insulin; dan (e) sindrom genetic (Arisman, 2011).
menetap selepas melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya muncul pada kehamilan
trimester kedua dan ketiga. Kategori ini mencakup DM yang terdiagnosa ketika
hamil (sebelumnya tidak diketahui). Wanita yang sebelumnya diketahui telah
mengidap DM, kemudian hamil, tidak termasuk ke dalam kategori ini (Arisman,
2011).
2.1.5 Patofisiologi
Keadaan normal kadar glukosa darah berkisar antara 70-110 mg/dl, setelah
makan kadar glukosa darah dapat meningkat 120-140 mg/dl dan akan menjadi
normal dengan cepat. Kelebihan glukosa dalam darah disimpan sebagai glikogen
dalam hati dan sel-sel otot (glicogenesis) yang diatur oleh hormon insulin yang
bersifat anabolik. Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan
puasa karena glukosa dilepaskan dari cadangan-cadangan tubuh (glycogenolisisi)
oleh hormon glucagon yang bersifat katabolik (Arisman, 2011)
Mekanisme regulasi kadar glukosa darah, hormon insulin merupakan satusatunya hormon yang menurunkan glukosa darah (PERKENI, 2006).
Insulin adalah hormon protein dibuat dari dua rantai peptida (rantai A dan
rantai B) dihubungkan pada dua lokasi melalui jembatan disulfida. Dalam bentuk
ini lah insulin dilepaskan ke dalam darah dan beraksi pada sel target. Insulin
disintesa di dalam sel di reticulum endoplasmik, sebagai rantai peptida lebih
besar yang disebut proinsulin (Mardiati, 2000).
Pada diabetes melitus defisiensi atau resistensi hormon insulin
menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi karena menurunnya ambilan
glukosa oleh jaringan otot dan adiposa serta peningkatan pengeluaran glukosa
oleh hati, akibatnya otot tidak mendapatkan energi dari glukosa dan membuat
alternatif dengan membakar lemak dan protein (Mardiati, 2000). Dampak lebih
jauh terjadi komplikasi-komplikasi yang secara biokimia menyebabkan kerusakan
jaringan atau komplikasi tersebut akibat terdapatnya : (1) Glikosilasi, kadar gula
yang tinggi memudahkan ikatan glukosa pada berbagai protein yang dapat
ireversibel yang sering mengganggu fungsi protein; (2) Jalur poliol (peningkatan
aktifitas aldose reductase), jaringan mengandung aldose reductase (saraf, ginjal,
lensa mata) dapat menyebabkan metabolisme kadar gula yang tinggi menjadi
sorbitol dan fructose. Produk jalur poliol ini berakumulasi dalam jaringan yang
terkena menyebabkan bengkak osmotik dan kerusakan sel (Salzler, Crawford dan
Kumar, 2007).
Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM
Kadar glukosa darah
sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa darah
Puasa (mg/dl)
Plasma vena
Darah kapiler
Plasma vena
Darah kapiler
< 100
<90
< 100
<90
Belum pasti
DM
100-199
90-199
100-125
90-99
DM
200
200
126
100
b.
1.
2.
3.
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Diabetes
Melitus
dapat
dilakukan
dengan
cara
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti :
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan (PERKENI, 2006).
menggunakan
d. Pengelolaan Farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes mellitus dapat berupa Obat
Hipoglikemik Oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4
golongan, antara lain (Soegondo,2007) :
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid
1.
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang
tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
2.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat
asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
sehingga
meningkatkan
ambilan
glukosa
di
perifer.
dipakai
pada
penyandang
diabetes
gemuk.
Metformin
2.1.8
b. Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin,
atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang
digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya.
Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka
pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam
setahun.
c. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini
banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering
yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi
dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara
standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara
reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.
PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu
sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada
terapi. Waktu yang dianjurkan, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah
makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk
menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai
adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala, atau ketika
mengalami gejala seperti hypoglicemic spells. Prosedur PGDM dapat
dilihat pada tabel 2.7.
Tabel 2.7 Kriteria Pengendalian DM
Baik
Sedang
Buruk
80-<100
100-125
126
80-144
145-179
180
A1C (%)
<6,5
6,5-8
>8
<200
200-239
>240
<100
100-129
130
Pria: > 40
Wanita: >50
<150
150-199
200
IMT (kg/m2)
18,5-<23
23-25
>25
130/80
>130-140/
>80-90
>140/90
Trigeliserida (mg/dl)
Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah < 60 mg/dl. Gejala hipoglikemia terdiri dari
gejala adrinergic (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan
gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai
koma). Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemia
oral golongan sulfonilurea, khususnya klorpropamida dan glibenklamida.
Penyebab tersering lainnya antara lain : makan kurang dari aturan yang
ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan dan
lain-lain.
b.
Ketoasidosis Diabetik
ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut
dari suatu perjalanan penyakit DM yang ditandai dengan trias
hiperglikemia, asidosi dan ketosis. Timbulnya KAD merupakan ancaman
kematian pada pasien DM.
c.
Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus menerus
yang dikarenakan tidak dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan
sel dan juga kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar itu terjadi pada
endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel masingeal
ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kematian sel
yang akhirnya akan menjadi komplikasi vaskular DM. Struktur pembuluh darah,
saraf dan struktur lainnya akan menjadi rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula
di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan
mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang,
terutama menuju kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan
beberapa komplikasi antara lain (Waspadji, 2006) :
a.
Retinopati
Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan
terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan
kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan
meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang
selanjutnya akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang
menyebabkan glaukoma. Hal inilah yang menyebabkan kebutaan.
b.
Nefropati
Hal-hal yang dapat terjadi antara lain : peningkatan tekanan glomerular
dan disertai dengan meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan
terjadinya
penebalan
membran
basal
yang
akan
menyebabkan
Neuropati
Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa
hilangnya sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri dan lebih terasa sakit dimalam hari.
d.
e.
2.2
adalah hepar, pankreas, adenohipofise dan kelenjar adrenal. Pengaruh lain berasal
dari : kelenjar tiroid, kerja fisik, serta faktor imunologi dan herediter.
a. Hepar
Setelah absorbsi makanan oleh usus, glukosa dialirkan kehepar melalui
vena porta. Sebagian dari glukosa tersebut disimpan sebagai glikogen. Pada saat
itu kadar glukosa dalam vena porta lebih tinggi daripada vena hepatik. Setelah
absorbsi selesai, glikogen dalam hepar dipecah lagi menjadi glukosa. Pada saat ini
kadar glukosa dalam vena hepatik lebih tinggi daripada dalam vena porta. Jadi
jelaslah bahwa hepar dalam hal ini berperan sebagai glukostat.
Dalam keadaan biasa, persediaan glikogen dalam hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa darah selama beberapa jam.
b. Pankreas
Sekresi insulin kedalam darah diatur oleh berbagai faktor yaitu :
Jumlah makanan yang masuk
Hormon saluran cerna
2.3
dan disertai pengurangan total lemak terutama lemak jenuh. Pengetahuan porsi
makanan sedemikian rupa sehingga supan zat gizi tersebar sepanjang hari.
Penurunan berat badan ringan atau sedang (5 10 kg), sudah terbukti dapat
meningkatkan kontrol diabetes, walaupun berat badan idaman tidak dicapai
(Hiswani, 2007).
Penurunan berat badan dapat diusahakan dicapai dengan baik dengan
penurunan asupan energi yang moderat dan peningkatan pengeluaran energi.
Dianjurkan pembatasan kalori sedang yaitu 250-500 Kkal lebih rendah dari
asupan rata-rata sehari (Hiswani).
Kebutuhan zat gizi dapat diuraikan dibawah ini (Hiswani, 2007) :
1. Protein
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang
asupan protein orang dengan diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan
mengkonsumsi 10% sampai 20% energi dari protein total. Menurut konsensus
pengelolaan diabetes di Indonesia kebutuhan protein untuk orang dengan diabetes
adalah 10 15% energi. Perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg perhari
atau 10% dari kebutuhan energi dengan timbulnya nefropati pada orang dewasa
dan 65% hendaknya bernilai biologi tinggi.
2. Total Lemak.
Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih
10% energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya yaitu 60 70%
total energi dari lemak tidak jenuh tunggak dan karbohidrat. Distribusi energi dari
lemak dan karbohidrat dapat berbeda-beda setiap individu berdasarkan pengkajia
gizi dan tujuan pengobatan. Anjuran persentase energi dari lemak tergantung dari
hasil pemeriksaan glukosa, lipid, dan berat badan yang diinginkan.
Untuk individu yang mempunyai kadar lipid normal dan dapat
mempertahankan berat badan yang memadai (dan untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal pada anak dan remaja) dapat dianjurkan tidak lebih dari
30% asupan energi dari lemak total dan < 10% energi dari lemak jenuh. Dalam
hal ini anjuran asupan lemak di Indonesia adalah 20 25% energi.
Apabila peningkatan LDL merupakan masalah utama, dapat diikuti
anjuran diet dislipidemia tahap II yaitu < 7% energi total dari lemaj jenuh, tidak
lebih dari 30% energi dari lemak total dan kandungan kolesterol 200 mg/hari.
Apabila peningkatan trigliserida dan VLDL merupakan masalah utama,
pendekatan yang mungkin menguntungkan selain menurunkan berat badan dan
peningkatan aktivitas adalah peningkatan sedang asupan lemak tidak jenuh
tunggal 20% energi dengan < 10% masing energi masing-masing dari lemak
jenuh dan tidak jenuh ganda sedangkan asupan karbohidrat lebih rendah.
Perencanaan makan tinggi lemak tidak jenuh tunggal dapat dilakukan antara lain
dengan penggunaan nuts, alpukat dan minyak zaitun. Namun demikian pada
individu yang kegemukan peningkatan asupan lemak dapat memperburuk
kegemukannya. Pasien dengan kadar trigliserida > 1000 mg/dl mungkin perlu
penurunan semua tipe lemak makanan untuk menurunkan kadar lemak plasma
dalam bentuk kilomikron.
5. Sukrosa
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari
perencanaan makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada individu
dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa
harus diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat makanan lain dan tidak hanya
dengan menambahkannya pada perencanaan makan. Dalam melakukan substitusi
ini kandungan zat gizi dari makanan-makanan manis yang pekat dan kandungan
zat gizi makanan yang mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, demikian
juga adanya zat gizi-zat gizi lain pada makanan tersebut seperti lemak yang sering
dimakan bersama sukrosa. Mengkonsumsi makanan yang bervariasi memberikan
lebih banyak zat gizi dari pada makanan dengan sukrosa sebagai satu-satunya zat
gizi.
6. Pemanis
a. Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa
dan kebanyakannya karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal
ini fruktosa dapat memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis
pada diet diabetes. Namun demikian, karena pengaruh penggunaan
dalam jumlah besar (20% energi) yang potensial merugikan pada
kolesterol dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya menguntungkan
sebagai bahan pemanis untuk orang dengan diabetes. Penderita
dislipidemia hendaknya menghindari mengkonsumsi fruktosa dalam
jumlah besar, namun tidak ada alasan untuk menghindari makanan
seperti buah dan sayuran yang mengnadung fruktosa alami ataupun
konsumsi sejumlah sedang makanan yang mengandung pemanis
fruktosa.
b. Sorbitol, mannitol dan xylitol adalah gula alkohol biasa (polyols)
yang menghasilkan respon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa
dan karbohidrat lain. Penggunaan pemanis tersebut secra berlebihan
dapat mempunyai pengaruh laxatif.
c. Sakarin, aspartam, acesulfame adalah pemanis tak bergizi yang dapat
diterima sebagai pemanis pada semua penderita DM.
7. Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan
untuk orang yang tidak diabetes. Dianjurkan mengkonsumsi 20 35 g serat
8. Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa
yaitu tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan
sampai sedang, dianjurkan 2400 mg natrium perhari.