Anda di halaman 1dari 12

ERITEMA MULTIFORME

PENDAHULUAN
Eritema multiforme (EM) merupakan penyakit kulit akut dan dapat sembuh dengan
sendirinya yang dicirikan dengan papul merah simetris yang timbul secara tiba-tiba, dan
beberapa menjadi lesi target yang tipikal kadang-kadang atipikal. EM merupakan erupsi
mendadak dan rekuren pada kulit dan kadang-kadang pada selaput lendir dengan gambaran
bermacam-macam spektrum dan gambaran khas berbentuk iris (target lesion). Eritema
menunjukkan perubahan warna kulit yang disebabkan karena dilatasi pembuluh darah,
khususnya pada dermis pars retikularis dan pars papillaris. Pada kasus yang berat disertai
gejala konstitusi dan lesi viseral.(1, 2)
Eritema multiforme kebanyakan ditemukan pada dewasa muda dan sangat tidak
umum terjadi pada masa kanak-kanak. Jumlah penderita laki-laki ditemukan lebih besar,
tetapi tidak berhubungan dengan ras. Angka kejadian pasti dari EM sampai saat ini tidak
diketahui.(1)
Erupsi kulit yang terjadi seringnya dicetuskan oleh infeksi, kebanyakan Herpes
Simplex Virus (HSV). Bentuk EM terdiri dari EM minor dan EM mayor. Keduanya dicirikan
berdasarkan kesamaan pada dasar lesi target, tetapi dibedakan berdasarkan ada atau tidak
adanya keterlibatan mukosa dan gejala sistemik. Pada kebanyakan pasien, EM dapat
dibedakan secara klinis dari SSJ (Sindrom Steven Jhonson) dan NET (Nekrosis epidermal
Toksik) berdasarkan jenis lesi kulit dan distribusinya. (1)
ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Faktor-faktor penyebabnya selain alergi
terhadap obat sistemik, ialah peradangan oleh bakteri dan virus tertentu, rangsangan fisik,
misalnya sinar matahari, hawa dingin, faktor endokrin seperti keadaan hamil atau haid, dan
penyakit keganasan. Pada anak-anak dan dewasa muda, erupsi biasanya disertai dengan
infeksi, sedangkan pada orang dewasa disebabkan oleh obat-obat dan keganasan. (2)
Infeksi HSV yang mendahului adalah faktor presipitasi yang paling sering terjadi,
kadang-kadang juga ada infeksi lain yang mendahului, atau paparan terhadap obat. Berikut
merupakan beberapa faktor presipitasi pada eritema multiforme. (1)

Tabel 1. Faktor Presipitasi Eritema Multiforme (1)


FAKTOR PRESIPITASI PADA ERITEMA MULTIFORME
Infeksi

Virus

Herpes Simplex Virus (HSV-1, HSV-2)

(sekitar 90% dari

Parapoxvirus (orf)

jumlah kasus)

Vaccinia (smallpox vaccine)


Varicella zoster virus (chickenpox)
Adenovirus
Eipstein-Barr virus
Cytomegalovirus
Hepatitis virus
Coxsackievirus
Parvovirus B19
Bakteri

Mycoplasma pneumonia
Chlamydophila (formerly Chlamydia)
psittaci (ornithosis)
Salmonella
Mycobacterium tuberculosis

Fungi

Histoplasma capsulatum
Dermatofita

Obat-Obatan
(<10% kasus)

Primer:
Obat-Obat antiinflamasi non-steroid
Sulfonamida
Antiepileptik
Antibiotik

Paparan

Poison ivy

Penyakit Sistemik

Inflamatory Bowel Disease

(jarang)

Lupus Eryhthematosus (Rowells Syndrome)


Behcets Disease

HSV adalah agen infeksius yang jelas hubungannya, dan Mycoplasma pneumoniae,
Histoplasma capsulatum, dan parapoxvirus (orf) yang ada tetapi jarang ditemukan. EM
terkait-Histoplasmosis telah dikatakan bahwa terjadi lebih sering pada pasien-pasien yang
2

juga mengalami eritema nodosum. Saat ini, bukti bahwa virus EpsteinBarr adalah faktor
presipitasi masih tidaklah sempurna. Lebih jarang lagi, EM juga dihubungkan dengan
penyakit sistemik atau akibat obat. Bagaimanapun, kemungkinan SSJ, erupsi obat
generalisata, erupsi obat polimorfik eksantematosa, atau urtikaria juga harus diperhitungkan
jika didiagnosis awal dengan EM akibat induksi obat. Sebagai catatan, beberapa agen fisik
seperti trauma, dingin, sinar UV, dan iradiasi orthovoltage telah digambarkan sebagai pemicu
dari penjangkitan EM terkait-agen infeksius, penyakit sistemik atau obat. (1)
PATOGENESIS
Pemahaman terbaru mengusulkan bahwa kebanyakan EM, pada kebanyakan pasien,
timbul sebagai manifestasi mukokutaneus dari reaksi imun langsung yang nyata terhadap
kulit yang terjadi akibat adanya satu infeksi pada individu yang memiliki faktor presipitasi.
Penelitian menunjukkan bahwa pembentukan kompleks imun dan deposisinya pada
mikrovaskulatur kutaneus memiliki peran dalam patogenesis EM. Kompleks imun yang
bersirkulasi dan deposisi dari C3, IgM, dan fibrin di sekitar bagian atas pembuluh darah
dermal telah ditemukan pada kebanyakan pasien EM. (1, 3)
Secara histologis, infiltrat sel mononuklear ditemukan di sekitar bagian atas pembuluh
darah dermal; dimana halnya pada vaskulitis kutaneus yang dimediasi oleh kompleks imun
juga ditemukan leukosit polimorfonuklear. EM menunjukkan infiltrat inflamasi yang
lichenoid dan nekrosis epidermal yang kebanyakan mempengaruhi lapisan basalis.
Keratinosit yang mengalami nekrosis bervariasi mulai dari individu sel sampai nekrosis
epidermal yang konfluen. Epidermo-dermal junction menunjukkan perubahan struktur
bervariasi mulai dari perubahan vaskuler sampai subepidermal yang melepuh. Infiltrat di
dermal kebanyakan berada perivaskuler.(3)
Bila dibandingkan dengan SSJ, SSJ menunjukkan lebih banyak jaringan yang
nekrotik dan infiltrat inflamasi yang minimal. Konsentrasi acrosyringeal pada keratinosit
yang mengalami inflamasi pada EM terjadi pada kasus-kasus yang behubungan dengan obatobatan dan kebanyakan dihubungkan dengan infiltrat inflamasi pada dermis yang
mengandung eosinofil. EM memiliki infiltrat dengan densitas yang kaya akan limfosit T.
Sebaliknya, nekrosis epidermal toksik dicirikan dengan infiltrat yang miskin sel dan
mengandung kebanyakan makrofag dan dendrosit. Perbedaan ini menunjukkan patogenesis
yang jelas untuk penyakit-penyakit tersebut.(3)

DIAGNOSIS
EM didiagnosis berdasarkan klinikopatologik, tidak hanya dengan pemeriksaan
histologis semata. Temuan histologik EM memiliki ciri tapi tidak spesifik, dan sangat
berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding yang lain seperti lupus eritematosus dan
vaskulitis. Pada EM, keratinosit adalah target utama dari proses inflamasi, dimana apoptosis
dari keratinosit sebagai temuan patologis dini. Seiring dengan perkembangannya, ditemukan
spongiosis dan degenerasi vakuolar fokal pada keratinosit basal. Edema dermis superfisialis
dan infiltrat perivaskuler dari leukosit mononuklear dan limfosit-T dengan eksositosis ke
epidermis juga ditemukan pada EM.(1)

Gambar 1. Gambaran histologis lesi target pada eritema multiforme(1)

Anamnesis
Pada EM, riwayat lesi kulit yang muncul akut dengan hampir seluruh lesi muncul
dalam 24 jam dan berkembang sempurna dalam 72 jam. Pruritus dan sensasi terbakar pada
lesi dapat digambarkan oleh pasien. Lesi-lesi individual menetap pada tempat yang sama
selama 7 hari atau lebih. Pada kebanyakan individu dengan EM, episode penyakit bertahan 2
minggu dan sembuh tanpa sekuele; kecuali sekuele pada mata yang jarang tapi mungkin
terjadi pada EM mayor, dimana dapat terjadi jika tidak ada penanganan dini terhadap mata.
Kadang-kadang, ditemukan gambaran hipo/hiperpigmentasi post-inflamasi. Pasien dengan
EM biasanya memiliki gejala yang tidak berat, meskipun rekurensi dapat terjadi. Pada kasus
EM terkait-HSV, rekurensi agak sering terjadi. Satu rekurensi biasanya terjadi pada musim
semi, seperti yang dideskripsikan oleh von Hebra, ahli dermatologi berkebangsaan Austria
yang menemukan penyakit ini. Kebanyakan individu dengan EM terkait-HSV rekuren
mengalami satu atau dua episode serangan dalam setahun, kecuali orang-orang yang
mengonsumsi obat-obat imunosupresif. Penggunaan obat-obat imunosupresif seperti
kortikosteroid oral dapat dihubungkan dengan frekuensi dan lamanya episode EM. Orang4

orang ini dapat mengalami lima atau enam episode serangan dalam setahun bahkan hampir
dapat berlanjut dimana serangan pertama belum sembuh kemudian disusul oleh serangan
selanjutnya. Infeksi bakteri sekunder juga meningkatkan frekuensi dan lama penggunaan
kortikosteroid.(1)
Manifestasi Klinis
Eritema multiforme, yang awalnya ditemukan oleh Hebra, merupakan penyakit yang
dengan penyebab yang tidak diketahui yang dicirikan dengan bentuk iris merah atau makula
bull's eye-like, papul, atau bulla yang terutama terbatas pada ekstremitas, wajah, dan bibir.
Penyakit ini biasanya ditemani oleh adanya demam ringan, malaise, dan artralgia. Biasanya
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda pada musim semi, dengan durasi sekitar 2-4
minggu, dan sering terjadi rekurensi dalam beberapa tahun. (4)
Disebabkan karena kesamaannya secara klinis, EM minor, EM major, SSJ dan NET
diputuskan sebagai bagian dari satu spektrum penyakit tunggal. Akan tetapi, seperti yang
telah dibicarakan sebelumnya, saat ini sudah ditemukan bukti kuat yang mendukung bahwa
EM adalah penyakit yang berbeda dari SSJ dan NET dalam banyak tingkatan gejala klinis,
prognosis, dan etiologi. Kriteria klinis memungkinkan untuk membedakan kedua bentuk EM
dari SSJ dan NET pada pasien dengan jumlah yang besar. Kriteria klinis ini mencakup (1)
tipe lesi dasar kulit; (2) distribusi lesi; (3) ada/tidaknya keterlibatan lesi pada mukosa yang
jelas; dan (4) ada/tidaknya gejala-gejala sistemik. (1)
1.

Tipe Lesi Kulit


Tipe lesi kulit yang khas pada EM berupa lesi target tipikal. Lesi berdiameter
<3cm, bentuk bulat dengan batas tegas, dan terdiri dari tiga zona, dimana dua cincin
konsentris dengan perubahan warna di sekitar zona pusat lesi merupakan bukti kerusakan
epidermis dalam pembentukan bulla atau krusta. Lesi target tipikal ini kadang-kadang
ditemukan sebagai lesi iris dikarenakan tampakannya yang seperti pelangi (rainbow-like
appearance).(1)
Lesi target yang muncul dini seringnya memiliki zona yang gelap di tengah dan
zona merah di bagian luarnya, tetapi dapat berubah menjadi tiga zona dengan perubahan
warna. Setiap cincin konsentris pada lesi target kebanyakan menunjukkan urutan
kejadian dari proses patologis serupa yang sedang terjadi. Hal ini dapat menjelaskan
mengapa hanya pada beberapa pasien yang memiliki jumlah lesi yang berkembang
penuh, dimana lesi target tipikal belum tampak atau terbentuk sepenuhnya, sementara
pada pasien lain semua lesi memiliki perkembangan yang sama, sehingga menunjukkan
5

tampakan klinis yang monomorfik. Tidak menutup kemungkinan bahwa hanya beberapa
lesi target yang ditemukan, sehingga pemeriksaan kulit lengkap sangatlah penting. (1)
Pada EM, lesi target atipikal juga dapat menemani lesi target tipikal atau sebagai
lesi kutanues primer. Kebanyakan lesi ini ditemukan sebagai bentuk yang bulat, edema,
palpable, serupa dengan EM, tetapi hanya memiliki dua zona dengan/tanpa tepi yang
jelas. Lesi ini harus dapat dibedakan dengan lesi target yang rata (makula) atipikal yang
ditemukan pada SSJ atau NET, dan kelainan lain selain EM. Diagnosis lain tersebut
ditemukan sebagai lesi bulat yang juga serupa dengan EM, tetapi hanya memiliki dua
zona dengan/tanpa tepi yang jelas, tetapi non-palpable (dengan pengecualian inti bentuk
vesikel/bulla).(1)

Gambar 2. Variasi Lesi Eritema Multiforme.


(A. Edematous/urticarial. B. Urtikaria dengan inti krusta. C. Plak eritematosa dengan inti
yang gelap; Perpaduan lesi-lesi membentuk batas polisiklik yang jelas. D, E. lesi target
tipikal (klasik) pada volar dan dorsum manus, dengan tiga zona dengan warna yang
berbeda, perhatikan vesikel inti di tengah (D). F. Respon isomorfik. Distribusi Lesi) (1)

2.

Distribusi Lesi
Meskipun ada variasi dari tiap individu, lesi-lesi yang banyak biasanya sering
ditemukan. Pada umumnya, lesi pada EM timbul lebih sering pada ekstremitas dan
wajah; lesi target kebanyakan pada ekstremitas superior, sama halnya dengan erupsi
lainnya secara keseluruhan pada EM. Dorsum manus dan region antebrachium adalah
lokasi lesi yang paling banyak ditemukan, tetapi volar manus, leher, wajah, dan badan
juga lokasi umum dari lesi. Keterlibatan lesi pada kaki jarang ditemukan. Lesi EM juga
dapat muncul pada arena yang terpapar sinar matahari. Sebagai tambahan, lesi cenderung
membentuk kelompok, terutama pada siku dan lutut.(1)
Fenomena Koebner dapat ditemukan, dengan lesi target yang muncul di sekitar
3.

area yang mengalami trauma kutis seperti goresan (perhatikan gambar 1F), atau sebagai
eritema dan pembengkakan dari lipatan proksimal kuku pada lokasi yang sering
mengalami trauma. Trauma harus mendahului onset erupsi EM karena fenomena
Koebner tidak akan muncul ketika lesi EM sudah ada. (1)
Lesi Mukosa
Keterlibatan mukosa yang berat adalah ciri dari EM mayor. Keterlibatan mukosa
biasanya tidak ada pada EM minor, dan jika ditemukan biasanya lesi hanya beberapa dan
sedikit bergejala. Lesi mukosa primer EM berbentuk vesikobullosa dan sangat cepat
berkembang menjadi erosi yang sangat sakit yang melibatkan mukosa buccal dan bibir,
seperti halnya mukosa pada mata dan genitalia. Pada bibir, erosi sangat cepat
berkembang menjadi krusta yang perih. Erosi pada mukosa anogenitalia seringnya lebih
besar dan polisiklik dengan permukaan yang basah.(1)

Gambar 3. Lesi Mukosa Eritema Multiforme(5)

4.

Gejala-Gejala Sistemik
Gejala-gejala sistemik hampir selalu muncul pada EM mayor dan tidak ada atau
terbatas pada EM minor. Pada EM mayor, gejala sistemik biasanya mendahului dan
menemani lesi kulit berupa demam dan asthenia dengan derajat yang bervariasi.
Artralgia dengan pembengkakan sendi kadang-kadang ditemukan, sama halnya
keterlibatan pneumonia atipikal, dimana manifestasi pulmonal dari EM dengan penyakit
lain terkait infeksi seperti M. pneumoniae tidaklah jelas. Ginjal, hepar, dan kelainan
hematologi pada EM mayor jarang ditemukan.(1)
Dengan mengintegrasikan keempat kriteria klinis ini, perbedaan antara EM mayor,
EM minor, dan SSJ dapat dijabarkan (perhatikan tabel 2). (2)

Tabel 2. Perbandingan EM Mayor, EM Minor, dan Sindrom Steven Jhonson(1)

Diagnosis eritema multiforme membutuhkan korelasi klinikopatologik dan tidak


hanya berdasar pada temuan histologis.(1)
DIAGNOSIS BANDING
Banyak klinisi yang bukan ahli dermatologi berlebihan dalam mendiagnosis EM
dengan menganggap pasien datang dengan giant urticaria padahal EM. Kriteria klinis dari
Brice et al. untuk membedakan EM dan urtikaria haruslah diperhatikan. Kriteria klinis
tersebut termasuk jika ditemukan papul merah simetris yang menetap atau lesi papular target
atipikal, yang beberapa berkembang menjadi lesi target tipikal. Perhatian lebih harus
diberikan pada durasi lesi pada tempat yang spesifik dan kerusakan epidermal pada inti lesi.
Papul EM bersifat menetap pada kulit yang sama selama minimal 7 hari, dimana lesi urtika
bertahan hanya sampai kurang dari 24 jam pada lokasi khusus. Inti lesi EM menunjukkan
kerusakan epitel dengan pembentukan krusta dan blister, dimana inti pada giant urticaria
berupa kulit normal atau eritema tanpa kerusakan epitel. (1)
Pemberian epinefrin subkutan dapat mengatasi urtikaria dalam 20 menit, tetapi tidak
pada lesi EM. Edema pada wajah, tangan, dan kaki dapat dihubungkan dengan urtikaria,
tetapi tidak biasa pada EM.(1)
Banyak keadaan-keadaan yang menunjukkan gambaran lesi target dan menyerupai
EM, termasuk giant urticaria, fixed drug eruptions, lupus eritematosa kutaneus subakut, dan
beberapa bentuk vaskulitis. Biopsi kulit dapat dilakukan untuk membantu menyingkirkan
kondisi ini. Akan tetapi, terdapat perbedaan klinis signifikan antara EM dengan fixed drug
eruption. Jumlah seluruh lesi sangatlah membantu, khususnya jika jumlahnya sangat banyak,
tetapi sangat penting untuk menghitung jumlah lesi pada awal onset penyakit (pada fixed
drug eruption jumlah lesi lebih sedikit).(1)
EM rekuren selama masa kanak-kanak dapat menyerupai erupsi cahaya polimorfik
atau juvenile spring eruption dimana hal ini diinduksi oleh sinar matahari dan berkembang
pada paparan pertama terhadap matahari di musim semi. Pada pasien dengan sistemik lupus
eritematosa (SLE), kadang-kadang lesi pada individu menyerupai lesi target pada EM, tetapi
juga ditemukan lesi yang khas pada SLE. Lesi awal pada vaskulitis, biasanya vaskulitis
urtikaria, dapat menyerupai lesi target pada EM. Biposi kulit diperlukan untuk

menyingkirkan SLE dan vaskulitis; ditambah dengan peningkatan laju endap darah,
autoantibodi, dan penurunan kadar komplemen serum. (1)
PENATALAKSANAAN
Untuk semua bentuk eritema multiforme, penanganan yang paling penting adalah
penanganan simtomatik, yaitu antihistamin oral, analgesik, perawatan kulit, dan soothing
mouthwashes (yaitu dengan membilas mulut dengan warm saline water atau dicampur
dengan difenhidramin, xylocaine, dan kaopectate).(6)
Pada kasus ringan diberi pengobatan simtomatik, meskipun sedapat-dapatnya perlu
dicari penyebabnya. Pada penyakit ini biasanya dapat diberikan pengobatan kortikosteroid
per oral, misalnya berupa prednison 3 x 10 mg sehari. (2, 7)
Manajemen eritema multiforme melibatkan penentuan etiologi bila mungkin.
Langkah pertama adalah untuk mengobati kecurigaan penyakit menular atau untuk
menghentikan obat kausal.(7)
Penanganan terhadap infeksi seharusnya setelah kultur dan/atau pemeriksaan
serologis dilakukan. Pengobatan topikal berupa antiseptik topikal untuk lesi kulit yang telah
erosi dan bilasan antiseptik/antihistamin dan anestetik lokal untuk lesi mukosa. Penggunaan
cairan antiseptik, seperti klorhexidin 0.05% saat mandi dapat mencegah superinfeksi.
Pengobatan topikal, termasuk yang melibatkan organ genitalia, harus dilakukan dengan gauze
dressing atau hidrokoloid. Pemberian preparat topikal mata harus diberikan oleh ahli
oftalmologi, seperti lubrikan untuk mata kering, usapan pada forniks konjungtiva, dan
pembersihan perlengkatan yang masih baru.(1, 5, 6)
Antihistamin oral dan steroid topikal dapat digunakan untuk gejala relief.
Antihistamin oral selama 3-4 hari dapat mengurangi rasa perih dan terbakar pada kulit. Pada
kasus-kasus yang berat dengan gangguan fungsi, terapi awal dengan kortikosteroid sistemik
(prednison [0.51 mg/kg/hr]) atau metilprednisolon [1 mg/kg/hr untuk 3 hari]) haruslah
dipertimbangkan. Prednison dapat digunakan pada pasien dengan lesi banyak dengan dosis
40 sampai 80 mg per hari selama satu sampai dua minggu kemudian dosis diturunkan.
Namun, penggunaannya masih kontroversial. Belum ada studi terkontrol dari efektivitas
prednison, dan penggunaannya pada pasien dengan herpes terkait eritema multiforme dapat
menurunkan resistensi pasien untuk HSV dan mempromosikan infeksi HSV berulang diikuti
oleh eritema multiforme berulang. (1, 7)
Terapi simtomatik hanya digunakan jika terbentuk bulla dan papul yang terlokalisir.
Terapi antivirus dengan asiklovir pada EM yang timbul akibat infeksi HSV cenderung
10

mengecewakan ketika erupsi telah muncul, sehingga terapi ini bermanfaat untuk profilaksis.
Pada pasien yang hidup bersama atau baru terinfeksi HSV, pengobatan dini dengan asiklovir
oral (Zovirax) dapat mengurangi jumlah dan durasi lesi kulit. Pada individu dengan EM
terkait-HSV dengan tingkat rekurensi yang tinggi, profilaksis minimal 6 bulan dengan
asiklovir oral (10 mg/kg/hr dalam dosis terbagi, biasanya 200mg dalam 5 kali sehari selama 5
hari), valasiklovir (500-1000 mg/hr, dengan dosis tergantung frekuensi rekurensi), atau
famsiklovir (250 mg dua kali sehari) haruslah dipikirkan. Hasil penelitian double-blind,
placebo-controlled pada dewasa muda menunjukkan efektivitas asiklovir sebagai profilaksis.
Tentu saja, EM yang dipresipitasi selain oleh infeksi HSV tidak memberi respon terhadap
pemberian antivirus.(1, 5, 8)
Jika tetap terjadi rekurensi, dibutuhkan dosis rendah berlanjut dari asiklovir oral.
Asiklovir oral telah ditunjukkan efektif dalam mencegah EM terkait-HSV yang rekuren dan
protokol pengobatannya berupa 200-800 mg/hari selama 26 minggu. Jika asiklovir gagal,
valasiklovir dapat digunakan (500 mg, dua kali sehari). Penggunaan yang terakhir ini
memiliki bioavaliabilitas oral yang lebih besar dan lebih efektif dalam menekan EM terkait
HSV yang rekuren.(8)
PROGNOSIS
Kebanyakan kasus eritema multiforme bersifat self-limited. Pada EM minor, lesi
berkembang lebih 1-2 minggu dan pada akhirnya mereda dalam 2-3 minggu tanpa jaringan
parut. Bagaimanapun, rekurensi EM minor umum terjadi dan kebanyakan diawali oleh
infeksi subklinis dari HSV.(6)
Eritema multforme mayor memiliki angka kematian kurang dari 5% dan
perlangsungannya lebih lama dimana penyembuhan membutuhkan 3-6 minggu. Lesi kulit
biasanya sembuh dengan meninggalkan lesi hipo/hiperpigmenatasi. Jaringan parut biasanya
tidak ada, kecuali setelah infeksi sekunder.(6)
Rekurensi ditemukan sekitar 20-25% dari kasus EM. Meskipun penyakit ini dapat
sembuh secara spontan dalam 10-20 hari, beberapa pasien dapat mengalami 2-24 kali episode
dalam setahun.(8)

11

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.

French LE, Prins C. Erythema multiforme, Stevens-Jhonson Syndrome and Toxic


Epidermal Necrolysis. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology.
2 ed. UK: Elsevier Inc; 2008.
Hamzah M. Eritema Multiforme. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. p. 162.
Habif TP. Hipersensitivity Syndromes and Vasculitis, Erythema Multiforme. In:
Hodgson S, Cook L, editors. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and
Therapy. 4 ed. USA: Mosby; 2004. p. 626-9.
Kligora CJ. Vascular Dermatoses. In: Hall JC, editor. Sauer's Manual of Skin
Diseases. 9 ed. UK: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
Breathnach SM. Erythema Multiforme, Stevens-Jhonson Syndrome and Toxic
Epidermal Necrolysis. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's
Textbook of Dermatology. 8 ed. Singapore: Wiley-Blackwell Publishing; 2010. p. 1-7.
Plaza JA. Erythema Multiforme. USA: WebMD, LLC; 2012 [updated July 29, 2011;
cited 2012 June 3]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1122915overview.
Matoka NaM. Penatalaksanaan Eritema Multiforme pada Pasien Usia 43 tahun.
Yogyakarta: UMY eCase; 2012 [updated May 16, 2012; cited 2012 June 3]; Available
from:
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Penatalaksanaan+Eritema+Multifor
me+pada+Pasien+Usia+43+tahun++.
Osterna RLV, Brito RGdM, Pacheco IA, Alves APNN, Sousa FB. Management of
Erythema Multiforme Associated with Recurrent Herpes Infection. JCDA.
2009;75(8):597-601.

12

Anda mungkin juga menyukai