Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Pemicu V tentang Kromatografi Kimia
Analitik ini tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas PBL
Kimia Analitik dan juga sebagai media pembelajaran yang mandiri untuk dapat lebih memahami
topik mengenai Spektroskopi beserta isu-isu yang biasa kami hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam proses penulisan makalah ini, kami menemui banyak kesulitan. Namun, berkat
bantuan dan bimbingan berbagai pihak, makalah ini akhirnya dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:

1.

Dr. Dianursanti, S.T., M.T. selaku fasilitator dan pembimbing kami dalam penyusunan
makalah ini.

2.

Teman-teman kelompok 11 yang selalu kompak walaupun dihadapkan oleh situasi


yang sesulit apapun itu.

3.

Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini yang tidak dapat
kami sebutkan satu persatu

Selanjutnya, kami juga menyadari bahwa baik dalam segi sistematika penyusunan maupun
materi yang dipaparkan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami berharap agar
adanya kritik dan saran yang sekiranya dapat membantu kami untuk perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga makalah ini bisa memberikan kebermanfaatan, Amin.

Depok, 4 Desember 2013

Kelompok 11

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................2


DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN GRAFIK...............................................................................2
MIND MAP KROMATOGRAFI ....................................................................................................3

BAB I: PENDAHULUAN ...............................................................................................................4


BAB II: JAWABAN PEMICU ........................................................................................................7
BAB III: KESIMPULAN ..............................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................28

DAFTAR GAMBAR, TABEL, DAN GRAFIK

Gambar 1. Total produksi biofuel dunia ..........................................................................................7


Gambar 2. Perbandingan emisi biodiesel dibandingkan bahan bakar konvensional .....................12
Gambar 3. Komponen dasar HPLC ...............................................................................................13
Gambar 4. Tampilan alat GCMS ...................................................................................................17
Gambar 5. Metode analisis GCMS ................................................................................................20

Tabel 1. Standar Spesifikasi Biodiesel oleh ASTM D6571 .............................................................8

PETA KONSEP
Metode Kromatografi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Biodiesel
Pada saat ini, masalah energi merupakan isu yang seringkali dibahas oleh
masyarakat. Pasokan energi dalam negeri mengalami kendala akibat trend produksi yang
cenderung lebih rendah dibanding tingkat konsumsinya.Total produksi minyak mentah
dalam negeri saat ini sekitar satu juta barel per hari dengan tingkat konsumsi sekitar 1,2
juta barel per hari. [Jusuf Kalla, 7 Mei 2008]. Hal ini menyebabkan masyarakat beralih ke
sumber energi alternative, salah satunya adalah Biodiesel untuk menggantikan bahan bakar
fosil.
Akan tetapi, Biodiesel pun juga memiliki kekurangan dan kelebihan dibandingkan
dengan petrodiesel. Kelebihan dan kekurangan ini disebabkan oleh sifat-sifat dan
karakteristik dari biodiesel sendiri, yang nantinya akan menggambarkan kualitas dari
biodiesel tersebut. Salah satu sifat yang perlu diperhatikan adalah Cetane Number. Yaitu
ukuran performa pembakaran dari biodiesel, tentunya hal ini perlu diperhatikan agar dapat
menentukan suatu biodiesel layak pakai atau tidak. Ada banyak sifat sifat lain yang
mempengaruhi kualitas dari biodiesel, dan sifat sifat tersebut bisa diidentifikasi dengan
beberapa metode analisis, salah satunya dengan menggunakan Gas Chromatography (GC).

Metode Analisis Kromatografi


Dewasa ini, tuntutan akan produk yang berkualitas dan sesuai spesifikasi sangat
tinggi, salah satunya adalah permintaan akan biodiesel yang sesuai spesifikasi. Spesifikasi
kualitas dari biodiesel biasanya ditentukan oleh kandungan suatu senyawa didalam
biodiesel tersebut. Senyawa tersebut dapat diketahui dengan menggunakan metode
analisis, salah satunya adalah metode analisis Kromatografi.
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola
pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen yang berada
pada larutan. Metode kromatografi yang seringkali dibahas adalah Gas Chromatography
(GC), dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Untuk meningkatkan
4

akurasi dari teknik diatas, metode analisis kromatografi digabung dengan metode analisis
lain seperti Mass Spectroscopy (MS), yang nantinya disebut GC-MS.

Hasil Percobaan dengan GC untuk Sampel


Data Percobaan:
1. Flow rate

: 60 mL/min

2. Filament current

: 180 mA

3. Column temperature

: 90 degrees C

4. Column packing

: 10% DC-200 on Chromosorb P

5. Column size

: 30 m, 0.25 mm ID, 0.25 m film thickness

6. Attenuation

:4

7. Sample size

: 5 microliters

8. Suggested column

: DC-200, 10% or Carbowax 20M, 10% on 60-80 mesh


Chromosorb P

Reaktan:
1.

Absolute ethanol

2.

N-Propanol

Hasil yang diperoleh:

Dari 5 L larutan standar ethanol dan n-propanol masing-masing menunjukkan puncak


pada 2.4 dan 7.2 menit.

Sebanyak 5 L dari campuran:


0.1 mL of ethanol + 1.9 mL of n-propanol; menghasilkan tinggi 3.75 mm
0.2 mL of ethanol + 1.8 mL of n-propanol; menghasilkan tinggi 7.50 mm
0.3 mL of ethanol + 1.7 mL of n-propanol; menghasilkan tinggi 11.25 mm
0.4 mL of ethanol + 1.6 mL of n-propanol; menghasilkan tinggi 15.00 mm
0.5 mL of ethanol + 1.5 mL of n-propanol; menghasilkan tinggi 18.75 mm

Dari hasil injeksi 5 L sampel diperoleh puncak pada 2.4 menit dengan tinggi senilai
12.5 mm.

Pada salah satu campuran standar ethanol dan n-propanol menunjukkan data: lebar
dasar puncak pada etanol dan n-propanol adalah berturut-turut 1.45 menit dan 3.65
menit.

B. Tujuan Penulisan

Mengetahui isu-isu penting tentang Biodiesel.

Mengetahui kandungan senyawa ethanol dalam sampel.

Mengetahui cara menentukan resolusi kolom yang digunakan (Rs).

Mengetahui cara menentukan jumlah piringan rata-rata (N rata-rata)

Mengetahui cara menentukan tinggi piringan (H) dalam meter (m).

Mengetahui cara menentukan panjang kolom apabila resolusi kolom menjadi 1.5

Mengetahui cara untuk menentukan waktu elusi senyawa etanol pada panjang
kolom yang baru.

C. Rumusan Masalah

Bagaimana cara menentukan kandungan senyawa ethanol dalam sampe?

Bagaimana cara menentukan resolusi kolom yang digunakan (Rs)?

Bagaimana cara menentukan jumlah piringan rata-rata (N rata-rata)?

Bagaimana cara menentukan tinggi piringan (H) dalam meter (m)?

Bagaimana cara menentukan panjang kolom apabila resolusi kolom menjadi 1.5?

Bagaimana cara untuk menentukan waktu elusi senyawa etanol pada panjang
kolom yang baru?

BAB II
JAWABAN PEMICU

1. Bagaimana anda menjelaskan 10 isu-isu penting mengenai biodiesel?


Biodiesel adalah monoalkilester hasil dari transesterfikasi lemak hewan atau
minyak tumbuhan dengan methanol dan katalis NaOH. Pada saat ini, biodiesel sedang
banyak dilirik sebagai sumber energi/bahan bakar untuk menggantikan bahan bakar fosil,
terutama petrodiesel. Tetapi untuk
menggantikan

petrodiesel,

Biodiesel harus mempunyai sifarsifat yang sesuai dengan spesifikasi


standar

dari

biodiesel

yang

ditetapkan oleh beberapa pihak


berwenang, yang mana spesifikasi
tersebut

mencerminkan

kualitas

dari biodiesel tersebut.


Gambar 1. Total produksi biofuel dunia
(sumber: https://lh4.googleusercontent.com/AM.png)

Sifat-sifat yang harus dimiliki dari biodiesel yang layak pakai ditentukan oleh
standar spesifikasi, standar tersebut ditetapkan oleh Negara, dan masing masing Negara
mempunyai standar spesifikasi dengan nama dan konten yang berbeda, salah satunya
adalah Amerika dengan ASTM D6571, dan Eropa dengan EN 14213.Berikut ini adalah
salah satu contoh standar spesifikasi Biodiesel:

Table 1. Standar Spesifikasi Biodiesel oleh ASTM D6571


(sumber: http://chromblog.thermoscientific.com/Portals/49739/docs/AN10215.pdf)

Tiap-tiap sifat pada tabel tersebut mempunyai pengaruh terhadap biodiesel, dan
sifat-sifat dari tabel tersebut dapat dianalisis pada sebuah sampel biodiesel dengan metode
analisis tersendiri. Berikut ini adalah penjelasan 10 sifat yang mempengaruhi kualitas
biodiesel dan metode analisisnya:
1. Total Glycerin & Free Glycerin
Selain memproduksi Biodiesel, reaksi transesterifikasi minyak tumbuhan
dengan methanol juga menghasilkan produk sampingan, yaitu gliserin. Gliserin ini
dapat digunakan sebagai bahan baku produk-produk lainnya, seperti sabun. Tetapi jika
gliserin masih terdapat dalam biodiesel karena pemisahan yang tidak sempurna, akan
mengakibatkan penurunan kualitas pada biodiesel.
Pada suhu tinggi, gliserin dapat membentuk polimer yang berbentuk seperti
gumpalan. Dan ketika hal tersebut terjadi pada mesin, maka akan terjadi
penyumbatan pada fuel injector oleh gumpalan tersebut. Adanya gliserin juga
menyebabkan terjadinya ketidak-stabilan biodiesel pada temperature yang rendah.
Penentuan kadar gliserin pada biodiesel dapat ditentukan dengan menggunakan metode
analisis Gas Chromatography (GC), tetapi karena gliserin itu sendiri adalah bahan yang
kurang volatile, maka perlu penambahan agen seperti MSTFA untuk menaikkan
volatilitas dari gliserin supaya dapat dianalisis.
8

2. Carbon Residue
Carbon residue adalah jumlah karbon hasil pembakaran dari biodiesel yang
merupakan residu berwarna hitam. Residu karbon terbentuk dari pembakaran tidak
sempurna pada biodiesel oleh oksigen, jika semakin banyak karbon yang tersisa, maka
asap kendaraan akan semakin menghitam dan menggangu lingkungan.
Carbon residue dapat ditentukan dengan cara menghitung jumlah residu karbon
yang dihasilkan akibat pembakaran sejumlah biodiesel sampel (Stoikiometri).
3. Water and Sediment Content
Adanya air dalam biodiesel menyebabkan terciptanya keadaan yang sesuai
untuk mikroba tumbuh didalam biodiesel. Ketika hal ini semakin lama terjadi, maka
mesin bisa terkorosi akibat dari hasil metabolisme mikroba tersebut, yang nantinya
akan membuat mesin cepat rusak. Adanya sedimen dapat menyebabkan terjadinya
penyumbatan pada mesin dan mengganggu pergerakan piston.
4. Calcium & Magnesium Content
Adanya kalsium atau magnesium dalam biodiesel dapat mengakibatkan
terjadinya pembentukkan lapisan soap pada mesin, hal ini terjadi karena kalsium
dapat teremulsi dalam biodiesel ketika terlalu lama terjadi kontak. Adanya soap ini
akan menyebabkan terjadinya penyumbatan pada fuel injector. Kandungan magnesium
dan kalsium dalam biodiesel dapat dideteksi dengan menggunakan teknik spektroskopi
ICP-OES (Inductive Coupling Plasma-Optical Emission Spectroscopy)
5. Flash Point (Titik Nyala)
Flash Point adalah temperature dimana suatu zat cair mulai menguap dan
membentuk gas yang dapat terbakar diudara. Dengan kata lain, Flash Point adalah
ukuran seberapa mudah biodiesel terbakar pada suhu mesin. Semakin tinggi flash point
sebuah biodiesel, maka biodiesel tersebut akan semakin susah terbakar. Biodiesel
memiliki Flash Point sebesar 130oC, dimana petrodiesel berkisar sekitar 90oC. Hal
tersebut membuktikan bahwa biodiesel membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk
terbakar, padahal suhu pada mesin sendiri hanya berkisar 80-90oC, hal ini
menyebabkan mesin harus dimodifikasi ketika memakai biodiesel pada keadaan murni.
Flash point dapat ditentukan dengan GC, ataupun dengan eksperimen.

6. Kinematic Viscosity
Biodiesel harus memiliki viskositas yang sesuai, tidak boleh terlalu besar dan
tidak boleh terlalu kecil. Karena ketika viskositas biodiesel terlalu kecil, maka efek
pelumasan mesin akan berkurang, yang nantinya akan meningkatkan frekuensi
terjadinya gesekan pada mesin dan membuat mesin tidak efisien dan cepat rusak.
Viskositas biodiesel juga tidak boleh terlalu besar juga, karena akan menyebabkan
terjadinya penyumbatan pada fuel injector akibat terlalu kental.
7. Copper Strip Corrosion
Copper Strip Corrosion adalah ukuran korosivitas dari biodiesel, diukur dengan
cara menghitung laju korosi biodiesel pada lempengan plat tembaga yang ditentukan
ukurannya, korosivitas dari biodiesel tinggi ketika jumlah sulfur pada biodiesel
melampaui batas (walaupun jarang terjadi).
8. Cetane Number
Bilangan setana adalah bilangan yang menunjukan respons dari biodiesel ketika
dilakukan pembakaran oleh mesin. Respons nya adalah jumlah waktu yang diperlukan
untuk biodiesel terbakar setelah dilakukan pembakaran kompresi oleh mesin kendaraan
(delay time). Semakin besar bilangan setana dari suatu biodiesel, maka biodiesel
tersebut akan mempunyai delay time yang rendah, sehingga biodiesel dapat langsung
terbakar ketika dilakukan pembakaran oleh mesin. Bilangan setana yang rendah
menggambarkan rendahnya kualitas suatu biodiesel, karena biodiesel tidak langsung
terbakar ketika mesin melakukan pembakaran, pembakarannya tidak bersifat kontinyu
(putus-putus), sehingga akan menyebabkan terjadinya knocking atau timbulnya
suara seperti ketukan pada mesin.
Bilangan setana ditentukan dengan struktur kimiawi dari rantai biodiesel,
semakin banyak rantai lurus pada biodiesel, maka bilangan setana-nya akan semakin
tinggi, hal yang sebaliknya jika biodiesel banyak cabangnya.
Bilangan setana pada suatu biodiesel dapat dicari melalui metode FTIR
Spectroscopy untuk mengetahui struktur kimiawi dari biodiesel, bisa juga dengan
metode GC, dengan cara mengkorelasikan informasi seperti API Gravity, titik didih,
dll, yang akhirnya dapat digunakan untuk mencari nilai bilangan setana-nya.

10

9. Phosporus Content
Untuk mengurangi kadar emisi dari biodiesel, diperlukan katalis yang akan
ditambahkan kedalam biodiesel tersebut. Keberadaan fosfor pada biodiesel
menyebabkan terjadinya deaktivasi katalis tersebut, sehingga kadar emisi dari biodiesel
tidak dapat dikontrol. Kandungan fosfor pada biodiesel dapat ditentukan dengan
metode ICP-OES
10. Keuntungan dan kerugian Biodiesel
Biodiesel memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan petrodiesel,
diantaranya:

Biodiesel tidak beracun dan merupakan bahan bakar biodegradable.

Biodiesel lebih aman dipakai dibandingkan dengan diesel konvensional


(petrodiesel).

Biodiesel dapat dengan mudah dicampur dengan diesel konvensional dan saat ini
digunakan di sebagian besar jenis kendaraan, bahkan dalam bentuk biodiesel B100
murni.

Biodiesel dapat membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil serta
meningkatkan keamanan dan kemandirian energy.

Biodiesel dapat diproduksi secara massal di banyak negara, seperti USA yang
memiliki kapasitas untuk memproduksi lebih dari 50 juta galon biodiesel per tahun.

Emisi yang dilepaskan saat produksi dan penggunaan biodiesel lebih sedikit
dibandingkan dengan diesel konvensional, yaitu sekitar 78% lebih sedikit
dibandingkan dengan diesel konvensional.

Biodiesel memiliki sifat pelumas yang sangat baik, secara signifikan lebih baik
daripada bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat memperpanjang masa
pakai mesin.

Biodiesel memiliki delay pengapian lebih pendek dibandingkan dengan diesel


konvensional.

Biodiesel tidak memiliki kandungan sulfur, sehingga dapat mengurangi


kemungkinan terjadinya pembentukan hujan asam.

11

Namun disamping keunggulan diatas, tentunya biodiesel juga memiliki


beberapa kekurangan dibandingkan dengan petrodiesel, diantaranya:

Saat ini sebagian besar biodiesel diproduksi dari jagung yang dapat menyebabkan
kekurangan pangan dan meningkatnya harga pangan. Hal ini juga dapat memicu
meningkatnya kelaparan di dunia.

Biodiesel 20 kali lebih rentan terhadap kontaminasi air dibandingkan dengan diesel
konvensional. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya korosi, rusaknya filter, pitting
di piston, dll.

Biodiesel murni memiliki masalah yang cukup signifikan terhadap suhu rendah.

Biodiesel secara signifikan lebih mahal dibandingkan dengan diesel konvensional.

Kandungan energi yang dimiliki biodiesel jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
diesel konvensional, sekitar 11% lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar
diesel konvensional.

Biodiesel dapat melepaskan oksida nitrogen yang dapat menyebabkan pada


pembentukan kabut asap.

Meskipun biodiesel memancarkan emisi karbon yang secara signifikan lebih aman
dibandingkan dengan diesel konvensional, namun tetap masih berkontribusi
terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.

Gambar 2. Perbandingan emisi biodiesel dibandingkan bahan bakar konvensional


(sumber: http://www.southwestclimatechange.org/files/cc/figures/feature-biodiesel-impacts-750.jpg)

12

2. Bagaimana anda menjelaskan 6 isu-isu penting mengenai HPLC (High Peformances


Liquid Chromatography) dan GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry)?

Enam Isu Penting terkait HPLC

Gambar 3. Komponen dasar HPLC


(sumber: Analabs, Inc. Research Notes. Copyright 1971. Reproduced by permission)

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah tipe elusi yang paling
banyak dan secara luas digunakan. Teknik yang digunakan untuk memisahkan dan
menentukan bayak jenis dari bahan baik organik, inorganik, dan biologis. Dalam
kromatografi cair, fase yang bergerak adalah cairan dari pelarut yang mengandung sampel
sebagai campuran zat terlarut. Tipe dari HPLC sering diklasifikasikan dengan mekanisme
separasinya (pemisahan) atau dari tipe fase stasioner dari HPLC tersebut. Diantaranya
berikut ini yang termasuk dari 6 isu yang dapat dijelaskan oleh Mega dan Budi mengenai
isu tentang HPLC adalah:
13

1. Partisi, atau liquid-liquid chromatography.


Tipe dari HPLC yang paling luas dan banyak digunakan adalah partition
chromatography (kromatografi partisi), yang mana fase stasioner adalah cairan kedua
yang bercampur dengan cairan pada fase gerak. Kromatografi partisi dapat dibagi lagi
menjadi kromatografi liquid-liquid dan kromatografi liquid-bonded-phase. Perbedaan
antara keduanya terletak pada bagaimana fase stasioner diikat pada partikel dukungan
packing. Cairan diikat oleh adsorpsi fisik pada liquid-liquid chromatography,
sedangkan pada bonded-phase chroatography diikat oleh ikatan kimia. Untuk lebih
jelas perbedaan antara keduanya, pada liquid-liquid chromatography fase stasioner
adalah pelarut yang diikat dengan adsorpsi pada permukaan dari packing particles, dan
pada liquid-bonded-phase chromatography fase stasioner adalah dari jenis organik
yang diikat pada permukaan dari packing particles oleh ikatan kimia.
Kromatografi partisi yang sukses dilakukan membutuhkan keseimbangan dari
gaya intermolekular yang tepat diantara tiga komponen yang terlibat dalam proses
pemisahan, yaitu analit, fase gerak, dan fase stasioner. Gaya intermolekular ini
dideskripsikan secara kualitatif dalam hal polaritas relatif yang dimiliki oleh ketiga
komponen ini. Secara umum, polaritas dari fungsional grup dari bahan organik yang
umum, dalam tingkatan yang menaik adalah hidrokarbon alifatik < olefins <
hidrokarbon aromatik < halida < sulfida < eter < senyawa nitro < ester ~ aldehid ~
keton < alkohol ~ amina < sulfone < sulfoksida < amida < asam karboksilat < air.
Kromatografi partisi yang juga dikenal dengan sebutan High-performance
Partition Chromatography banyak digunakan dalam bidang farmasi, biokimia, produk
makanan, industri kimia, polutan, kimia forensi, dan kedokteran klinis.
2. Kromatografi adsorpsi, atau liquid-solid chromatography.
Kromatografi adsorpsi dikenal juga dengan High Performance Adsrption
Chromatography. Prinsip kerja dari penemuan kromatografi adalah berdasarkan pada
adsorpsi dari analit pada permukaan padat. Disini, fase stasioner adalah permukaan
polar padatan yang dibagi secara tepat. Seperti sebuah bungkusan, analit berkompetisi
dengan fase gerak untuk tempat pada permukaan dari packing, dan retensi adalah hasil
dari gaya adsorsi.

14

Pada kromatografi adsorpsi, satu-satunya variabel yang mempengaruhi


distribusi koefisien dari analit adalah komposisi dari fasee gerak. Hal ini berbeda pada
kromatografi partisi dimana polaritas dari fase stasioner juga bermacam-macam.
Saat ini, kromatografi adsorpsi (liquid-solid HPLC) digunakan secara ekstensif
pada pemisahan bahan yang relatif non-polar, senyawa organik yang tdak larut dalam
air dengan berat molekul lebih kecil dari 5000. Kekuatan tertentu dari kromatografi
adsorpsi, yang tidak dimiliki oleh metode lain, apakah kemampuan untuk memisahkan
campuran isomer seperti meta dan para turunan benzena yang tersubtitusi.
3. Ion exchange (pertukaran ion), atau ion chromatography.
Ion-exchange chromatograhy (kromatografi ion) adalah proses pemisahan ion
atau molekul polar berdasarkan muatannya. Dapat digunakan pada banyak molekul
bermuatan termasuk protei yang besar, nukleotida kecil, dan asam amino.
Saat ini ada dua tipe dari kromatogafi yang digunakan, diantaranya: suppressorbased dan single-column. Keduanya berbeda dalam metode penggunaannya untuk
mencegah konduktifitas dari elusi elektrolit dari berinterferesi dengan pengukuran dari
konduktifitas analit.
Pada suppressor-based ion chromatograph, kolom pertukaran ion diikuti leh
kolom supressor yang megubah eluen ionik menjadi non-ionik yang tidak
berinterferensi dengan deteksi konduktometrik dari ion analit. Pada single-column ionexchange chromatography, ion analit dpisahkan pada ion-exchanger kapasitas rendah,
dengan maksud dari sebuah eluen kekuatan ionik rendah yang tidak berinterferensi
dengan deteksi konduktometrik ion analit.
4. Size-exclusion chromatography.
Size exclusion, atau gel, kromatografi adalah prosedur kromatografi cairan
terbaru. Teknik yang powerful yang dapat diaplikasikan unuk jenis molekul dengan
berat molekul yang sangat tinggi.
Pada size-exclusion chromatography, fraksinasi berdasarkan dari ukuran
molekul. Gel filtration adalah tipe dari Size-exclusion chromatography yang mana
packing-nya adalah hidrofilik, dan digunakan untuk memisahkan jenis polar. Gel
permeation adalah tipe dari Size-exclusion chromatography yang mana packing-nya
adalah hidrofilik, dan digunakan untuk memisahkan jenis non-polar.
15

Penggunaan yang penting dari Size-exclusion chromatography adalah


kecepatan dalam penentuan massa moleku atau distribusi massa molekul dari polimer
yang besar atau produk alam Kunci dari penentuan yang cepat tersebut adalah kalibrasi
massa molekul yang akurat
5. Affinity chromatography (Kromatografi affinitas)
Affinity chromatography melibatkan ikatan kovalen suatu reagen, disebut degan
affinity igand, untuk solid support. Affinity ligands Affinity ligands yang tipikal
adalahantibod, inhibitor enzim, atau molekul lain yang secara reversibel atau secara
selektif berikatan dengan moleku analit dalam sampel. Saat sampel melewati kolom,
hanya molekul yang secara

selektif berikatan pada affinity ligand yang

tertahan.Molekul yang tidak berikatan melewati kolom dengan fase gerak. Setelah
molekul yang tidak diinginkan dibuang, analit yang tertahan dapat dielusikan dengan
mengganti kondisi fase gerak.
Affinity chromatography mempunyai keunggulan yang besar pada spesifisitas
yang luar biasa. Kegunaan utama adalah isolasi yang cepat dari biomolekul saat
pekerjaan preparatif.
6. Chiral chromatography
Chiral hromatography merupakan kemajuan luar biasa yang telah dibuat dalam
beberapa

tahun

terakhir

dalam

memisahkan

senyawa

yang

merupakan

nonsuperimposable bayangan cermin satu sama lain. Bayangan cermin disebut


enantiomers. Chiral mobile-phase ataupun chiral stationary phases dibutuhkan dalam
pemisahan ini
Fase stasioner chiral mendapatkan perhatian yang paling lebih. Agen chiral
mengimmobilisasi pada permukaan padat. Beberapa cara berbeda dari interaksi dapat
terjadi antara chiral resolving agent dan larutan. Chiral resolving agent adalah chiral
mobile-phase (fase gerak chiral) additive atau fase chiral stasioner yang merupakan
salah satu enantiomer yang istimewa

16

Enam Isu Penting terkait GCMS


GCMS merupakan metode pemisahan
senyawa organik yang menggunakan dua
metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas
(GC) untuk menganalisis jumlah senyawa
secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS)
untuk menganalisis struktur molekul senyawa
analit.
Gas kromatografi merupakan salah satu
teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip
pemisahan campuran berdasarkan perbedaan
kecepatan
penyusunnya.

migrasi
Gas

komponen-komponen
kromatografi

Gambar 4. Tampilan alat GCMS


(sumber: http://www.chem.agilent.com/enUS/products-services/PartsSupplies/Chromatography-Spectrometry/GCand-GC-MS)

biasa

digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan
juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.
Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan
cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui
dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam.
Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa. Paduan
keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian senyawa
yang dilengakapi dengan struktur molekulnya.
Diantaranya berikut ini yang termasuk dari 6 isu yang dapat dijelaskan oleh Mega
dan Budi mengenai isu tentang GCMS adalah:
1. Instrumentasi Gas Kromatografi
a. Carrier Gas Supply
Gas pembawa (carrier gas) pada kromatografi gas sangatlah penting. Gas
yang dapat digunakan pada dasarnya haruslah inert, kering, dan bebas oksigen.
Kondisi seperti ini dibutuhkan karena gas pembawa ini dapat saja bereaksi dan
dapat mempengaruhi gas yang akan dipelajari atau diidentifikasi.
b. Injeksi Sampel

17

Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin


menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebal
(Lempengan karet ini disebut septum) yang mana akan mengubah bentuknya
kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar dari lempengan karet tersebut.
c. Kolom
Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas-cair. Tipe pertama, tube
panjang dan tipis berisi material padatan; Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki fase
diam yang berikatan dengan pada bagian terdalam permukaannya. Ada tiga hal
yang dapat berlangsung pada molekul tertentu dalam campuran yang diinjeksikan
pada kolom:

Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.

Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam

Molekul dapat tetap pada fase gas

2. Instrumentasi Spekstroskopi massa


a. Sumber Ion
Setelah melewati rangkaian gas kromatografi, sampel gas yang akan diuji
dilanjutkan melalui rangkaian spekstroskopi massa. Molekul-molekul yang
melewati sumber ion ini diserang oleh elektron, dan dipecah menjadi ionion
positifnya. Tahap ini sangatlah penting karena untuk melewati filter, partikelpartikel sampel haruslah bermuatan.
b. Filter
Selama ion melui rangkaian spekstroskopi massa, ion-ion ini melalui
rangkaian elektromagnetik yang menyaring ion berdasarkan perbedaan masa. Para
ilmuwan memisahkan komponen-komponen massa untuk kemudian dipilih yang
mana yang boleh melanjutkan yang mana yang tidak (prinsip penyaringan). Filter
ini terus menyaring ion-ion yang berasal dari sumber ion untuk kemudian
diteruskan ke detektor.
c. Detektor
Ada beberapa tipe detektor yang biasa digunakan. Detektor ionisasi nyala
dijelaskan pada bagian bawah penjelasan ini, merupakan detektor yang umum dan
lebih mudah untuk dijelaskan daripada detektor alternatif lainnya.
18

3. Prinsip Kerja Gas Kromatografi


Kromatografi gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam
kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk menguji
kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari campuran.
Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi sebuah senyawa
kompleks.
Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau "mobile phase") adalah
sebuah operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak reactive
seperti gas nitrogen. Stationary atau fasa diam merupakan tahap mikroskopis lapisan
cair atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa
kaca atau logam yang disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan
kromatografi gas disebut gas chromatograph (atau "aerograph", "gas pemisah").
4. Prinsip Kerja Spektoskopi Massa
Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sample
menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa
terhadap muatan.
Spektroskopi massa mampu menghasilkan berkas ion dari suatu zat uji,
memilah ion tersebut menjadi spektum yang sesuai dengan perbandingan massa
terhadap muatan dan merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion yang ada. Umumnya
hanya ion positif yang dipelajari karena ion negative yang dihasilkan dari sumber
tumbukan umumnya sedikit.
5. Kombinasi GCMS
Saat GC dikombinasikan dengan MS, akan didapatkan sebuah metode analisis
yang sangat bagus. Peneliti dapat menganalisis larutan organik, memasukkannya ke
dalam instrumen, memisahkannya menjadi komponen tinggal dan langsung
mengidentifikasi larutan tersebut. Selanjutnya, peneliti dapat menghitung analisa
kuantitatif dari masing-masing komponen. Pada Gambar 4, sumbu z menyatakan
kelimpahan senyawa, sumbu x menyatakan spektrum kromatografi, dan sumbu y
menyatakan spektrum spektroskopi massa. Untuk menghitung masing-masing metode
dapat divisualisasikan ke dalam grafik dua dimensi.

19

6. Metode Analisis GCMS


Pada metode analisis GCMS (Gas Cromatografy Mass Spektroscopy) adalah
dengan membaca spektra yang terdapat pada kedua metode yang digabung tersebut.
Pada spektra GC jika terdapat bahwa dari sampel mengandung banyak senyawa, yaitu
terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam spektra GC tersebut. Berdasarkan data
waktu retensi yang sudah diketahui dari literatur, bisa diketahui senyawa apa saja yang
ada dalam sampel.
Selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga tersebut ke
dalam instrumen spektroskopi massa. Hal ini dapat dilakukan karena salah satu
kegunaan dari kromatografi gas adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu
sampel. Setelah itu, didapat hasil dari spektra spektroskopi massa pada grafik yang
berbeda.
Informasi yang

diperoleh dari kedua teknik ini yang digabung dalam

instrumen GC/MS adalah tak lain hasil dari masing-masing spektra. Untuk spektra GC,
informasi terpenting yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-tiap senyawa dalam
sampel. Sedangkan untuk spektra MS, bisa diperoleh informasi mengenai massa
molekul relatif dari senyawa sampel tersbut.

Gambar 5. Metode analisis GCMS


(sumber: http://www.fao.org/docrep/009/a0691e/A0691E09.gif)

20

3. Cara-cara menentukan informasi sampel dari percobaan dengan Gas Chromatography


(GC).

Volume Ethanol

Volume n-Propanol

Tinggi Puncak (mm)

0.1

1.9

3.75

0.2

1.8

7.5

0.3

1.7

11.25

0.4

1.6

15

0.5

1.5

18.75

a. Kandungan senyawa ethanol dalam sampel tersebut


Terdapat suatu persamaan yang menghubungkan antara konsentrasi suatu analit
dalam suatu campuran tertentu dengan tinggi atau luas area puncak analit yang dihasilkan
pada kromatogram, yaitu menyerupai suatu persamaan garis lurus:
= +
Dimana: konsentrasi bertindak sebagai x, sedangkan tinggi puncak analit (H) atau
luas area pita bertindak sebagai y. Dalam kasus ini yang bertindak sebagai analit adalah
senyawa etanol. Konsentrasi dinyatakan dalam persen volume (%V) dan tinggi puncak
digunakan untuk menyatakan y.
Dibuat kurva kalibrasi antara %volume ethanol dengan data tinggi puncak

%V (x)

H (y)

5%

3.75

10%

7.5

15%

11.25

20%

15

25%

18.75

21

Dari tabel di atas dapat dibuat suatu tabel least square sebagai berikut:
No.

x2

y2

Xy

0.05

3.75

0.0025

14.0625

0.1875

0.1

7.5

0.01

56.25

0.75

0.15

11.25

0.0225

126.5625

1.6875

0.2

15

0.04

225

0.25

18.75

0.0625

351.5625

4.6875

0.75

56.25

0.1375

773.4375 10.3125

Kurva kalibrasi dari plot data ini adalah sebagai berikut.

GRAFIK TINGGI PUNCAK VS


PERSENTASE VOLUME ETHANOL
20
18

y = 0,75x

16
14
12
10
8
6
4
2
0
0

10

15

20

25

30

Gradient (m)

=
=

(xi yi ) xi yi
xi 2 (xi )2

5(10.3125) (0.75 56.25)


5(0.1375) (0.75)2
= 0.75

Konstanta (c)
=

xi 2 yi xi (xi yi )
xi 2 (xi )2

22

(0.1375 56.25) (0.75 10.3125)


5(0.1375) (0.75)2
=0

Persamaan garis yang diperoleh dari kurva di atas adalah:


y = 0,75x
Dari data yang lain diketahui pula bahwa dari 5 L sampel yang tidak diketahui
teramati adanya puncak pada 2,4 menit dengan tinggi senilai 12,5 mm. Maka langkah
kedua yang dilakukan untuk menentukan komposisi metal propionat adalah dengan
mensubstusi nilai y pada persamaan tersebut dengan tinggi puncak sampel yang diketahui
(12,5 mm).
y 0,75 x
y
x
0,75
12,5
x
0,75
x 16,67%

Jadi, komposisi ethanol dalam sampel adalah 16,67% volume. Karena volume
sampel adalah 5 L, maka terdapat 16,67%.5 L = 0,833 5 L ethanol.
b. Resolusi Kolom (Rs) [tanpa satuan]
Dari data diketahui larutan standar ethanol dan n-propanol masing-masing
menunjukkan puncak pada 2,4 dan 7,2 menit-(trA dan trB); lebar dasar puncaknya berturutturut adalah 1,45 menit dan 3,65 menit-(WA dan WB). Maka, resolusi kolom dapat
ditentukan menggunakan persamaan

23

Rs

2t r
2.t rB t rA

WB W A
WB W A

27,2 2,4 menit


(3,65 1,45)menit
9,6
Rs
5,1
R s 1,88
Rs

Jadi, resolusi kolomnya 1,88.

c. Jumlah piringan rata-rata (N rata-rata)


Data: (tr)ethanol

= 2.4 menit

(tr)ethanol

= 7.2 menit

Wn-propanol

= 1.45 menit

Wn-propanol

= 3.65 menit

Dari data-data di atas, besaran nilai jumlah piringan rata-rata (N) dapat dicari
dengan beberapa tahap berikut ini:

Mencari nilai jumlah piringan rata-rata (N) ethanol


=

( )

(=) = 16

(2,4)2
(1,45)2

(=) = 43,833 ~ 44

Mencari nilai jumlah piringan rata-rata (N) n-propanol


=

( )

= 16

(7,2)2
(3,65)2

= 62,258 ~ 62

24

Mencari nilai jumlah piringan rata-rata (N)


=

+
2
44 + 62
=
2
= 53

Didapatkan nilai jumlah piringan rata-rata yaitu sebesar 53.

d. Tinggi Piringan (H) (dalam meter)


Data: L = 30 m (asumsi)
N =53
Dari data-data diatas, maka nilai tinggi piringan dapat dicari melalui persamaan berikut:

30
=
53
=

= 0.566
Jadi, didapatkan nilai tinggi piringan yaitu sebesar 0,566 m.

e. Panjang Kolom bila resolusi kolom diharapkan menjadi 1,5


Data: Rs1 = 32/17 = 1,88
Rs2= 1,5
N1= 53
H = 0.566 m
Nilai jumlah piringan rata-rata jika resolusi kolom 1,5 dapat dicari melalui
persamaan berikut:
1 1
=
2 2
1,88 53
=
1,5
2
2 = 33,73
25

Setelah itu, besarnya panjang kolom jika resolusi kolom 1,5 dapat dicari sebagai
berikut:
=

0.566 =

33,73

= 19,091

Jadi, didapatkan nilai panjang kolom yang baru yaitu 19,091 m.

f. Waktu elusi senyawa ethanol pada kolom yang telah diperpanjang


1 (2 )2
=
2 (1 )2
(1,5)2
2,4
=
2 (1,88)2
2 = 3,77
Didapatkan waktu elusi yang baru yaitu sebesar 3,77 menit.

26

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran di
mana cuplikan berkesetimbangan di antara dua fasa, fasa gerak yang membawa cuplikan dan fasa
diam yang menahan cuplikan secara selektif. Kadar alcohol dalam darah dapat di analisa melalui
metode analisis kromatografi gas.
Pada kromatograf, jumlah peak (puncak) menunjukkan jumlah komponen yang terdapat
dalam cuplikan, sedang luas peak menunjukkan konsentrasi komponen. Terdapat beberapa
parameter yang digunakan dalam menganalisis suatu campuran melalui metode kromatografi,
diantaranya yaitu waktu retensi. Waktu retensi yaitu lamanya cuplikan berada pada kolom
kromatografi hingga cuplikan tersebut terelusi dan terdeteksi oleh detektor dan dicatat oleh
kromatograf dalam bentuk suatu puncak. Berikutnya yaitu resolusi kolom, yaitug ukuran
kuantitatif dari kolom yang menunjukkan kemampuan kolom tersebut untuk memisahkan dua zat
terlarut.
Analisis dalam kromatografi gas dapat bersifat analisis kualitatif maupun kuantitatif.
Analisis kualitatif berupa pengidentifikasian senyawa yang terkandung dalam suatu campuran
dengan menggunakan perbandingan waktu retensi antara analit standar dengan sampel. Sedangkan
analisis kuantitatif dapat diaplikasikan untuk mengetahui nilai-nilai yang berhubungan dengan
kromatogram. Nilai-nilai yang dapat diketahui adalah resolusi kolom, konsentrasi sampel (dengan
metode kurva kalibrasi), efisiensi, dan lain-lain.
Penggunaan Gas kromatografi dapat dipadukan dengan spektroskopi massa guna
memperoleh data yang lebih akurat dalam mengidentifikasi senyawa gas. Banyaknya variasi hasil
mendukung pengolahan data sehingga pengidentifikasian berlangsung lebih mudah dan baik.

27

DAFTAR PUSTAKA

Christian, Gary D., J.E. OReilly. 1986. Instrumental Analysis. Allynan Bacon Inc: USA.
Day, R.A. dan Underwood,A.L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif (terjemahan). Edisi kelima.
Jakarta: Erlangga.
Hendayana, Sumar.1995. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.
Skoog, D.A., et.al., Fundamentals of Analytical Chemistry Sixth Edition. Saunders College
Publishing:London.
Anonim. Kromatografi. http://file.upi.edu/Direktori/D%20-%20FPC.pdf (di akses pada 2
Desember 2013)
Anonim. Kromatografi. http://id.wikipedia.org/wiki/Kromatografi (di akses pada 2 Desember
2013)
Anonim.

Kromatografi.

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/pemurnian-

material/kromatografi/ (di akses pada 2 Desember 2013)


Anonim, Analysis of Blood Plasma for Ethanol by Gas Chromatography
http://www.oberlin.edu/chem/ForChemLab/Alcohol/AlcoholPStudents.pdf
(di akses pada 2 Desember 2013)
Anonim, About Alcohol
http://www.intox.com/about_alcohol.asp?selectedText=AboutAlcohol
(di akses pada 2 Desember 2013)
Anonim, Analysis of Blood Plasma for Ethanol by Gas Chromatography
http://www.oberlin.edu/chem/ForChemLab/Alcohol/AlcoholPStudents.pdf
(di akses pada 2 Desember 2013)
Anonim, Chromatography
http://orgchem.colorado.edu/hndbk/support/chrom.html (di akses pada 2 Desember 2013)

28

Anda mungkin juga menyukai