Makalah Case 3
Makalah Case 3
PEMBUKAAN
Halaman 2
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran
: kompos mentis
: 25 kg TB
Tanda Vital
Mata
: tampak edema dikedua mata dekstra dan sinistra, konjungtiva tidak pucat, sclera
tidak ikterik
Mulut
Thoraks
: - Jantung
gallop.
Abdomen
Paru
: Datar, lemas, bising usus (+), hepar dan lien tidak teraba, ginjal kanan dan kiri
tidak teraba, shifting dullness tidak ada, nyeri ketok kostovertebral tidak ada.
Ekstermitas
Pemeriksaan Penunjang
-
Hb
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Ureum
Kreatinin
ASTO
C3
: 10.2 g/dL
: 35%
: 7000/mm3
: 300.000 mm3
: 40mg/dL
: 2.8 mg/dL
: 400 IU/mL
: 40mg/dL
(N= 10.5-14g/dL)
(N= 33-42%)
(N=6000-15000/ mm3 )
(N=150.000-450.00/ mm3)
(N=20-40mg/dL)
(N=0.3-0.7mg/dL)
(N=<200 IU/mL)
(N=55-120mg/dL)
Urin rutin
BAB II
PEMBAHASAN
3
FILTRASI GLOMERULUS
Fungsi Ginjal
1. Mempertahankan keseimbangan air
2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh melalui regulasi keseimbangan air
3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES
4. Mempertahankan volume plasma yang tepat
5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh
6. Mengeluarkan bnyak senyawa asing
7. Menghasilkan eritropoietin
8. Menghasilkan renin
9. Mengubah vit. D menjadi bentuk aktif
Membran Glomerulus
Fungsi: sebagai saringan molekular halus yang menahan sel darah dan protein plasma tetapi
membolehan HO dan zat terlarut dengan ukuran molekul kecil untuk lewat
5
Sifat:
Proses Filtrasi
Untuk mendorong cairan dari kapiler ke kapsula bowman, diperlukan gaya (tekanan filtrasi/ TF =
Starling forces) yang ditentukan oleh:
1. Tekanan darah kapiler glomerulus tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di
dalam kapiler glomerulus (55mmHg)
2. Tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan oleh distribusi tidak seimbang proteinprotein plasma di kedua sisi membran glomerulus karena tidak dapat di filtrasi
(30mmHg)
3. Tekanan hidrostatik kapsul bowman ditimbulkan oleh cairan dibagian awal tubulus
(15mmHg)
GFR
LFG: Kf X tekanan filtrasi netto
Kf koefisien filtrasi (kolektif sifat2 membran glomerolus)
Control Of GFR
Terdapat 2 mekanisme yang kontrol yang mengatur GFR/ LFG, keduanya diarahkan untuk
menyesuaikan aliran darah glomerolus dengan mengatur jari-jari dan resistensi arteriol aferen.
Kedua mekanisme tersebut adalah:
1. Otoregulasi untuk mencegah perubahan spontan LFG
2. Kontrol simpatis ekstrinsik untuk regulasi jangka panjang tekanan darah arteri
Control Of GFR (1)
Karena tekanan darah arteri adalah gaya utama yang mendorong darah masuk ke dalam
glomerolus maka tekanan darah kapiler glomerolus dan LFG/GFR akan meningkat berbanding
lurus jika tekanan arteri meningkat bila faktor lain tidak berubah
Control Of GFR (1)
Jika LFG meningkat akibat peningkatan tekanan darah arteri maka tekanan filtrasi netto dan LFG
dapat dikurangi ke normal oleh konstriksi arteriol aferen, yang menurunkan aliran darah ke
dalam glomerolus. Penyesuaian lokal ini menurunkan tekanan darah glomerolus dan LFG ke
normal (VASOKONTRISI ARTERIOL ME LFG)
Control Of GFR (1)
Jika LFG turun akibat penurunan tekanan arteri maka tekanan glomerolus dapat ditingkatkan ke
normal oleh vasodilatasi arteriol aferen, yang memungkinkan lebih banyak darah masuk
meskipun tekanan pendorong berkurang (VASODILATASI ARTERIOL ME LFG)
GLOMERULONEFRITIS ACUTE
Definisi
9
Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe
12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus
dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya
glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten
selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim,
keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut
setelah infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut
yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.
Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus
terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien
(95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan
dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit
ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti
keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid
.
1.
Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang
seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom
alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua
pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan
hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita
sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria
mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran
nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak
terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
2.
Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria massif,
sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa
bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering
dijumpai
hematuria
mikroskopis.
Beberapa
kelainan
laboratories
sindrom
nefrotik
(hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan
sindrom nefrotik jenis lainnya.
B. Glomerulonefritis Primer
1.
Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak
spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30%
pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan
gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45%
menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai
riwayat
infeksi
saluran
pernafasan
bagian
atas,
sehingga
penyakit
tersebut
dikira
11
dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan
sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria
terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
3.
Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik,
hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan
gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan
terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria
makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi
misalnya olahraga dan imunisasi.
C. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca
streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A
yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis
pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab
mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
Manifestasi Klinis
1. Hematuria
2. Edema pada wajah terutama periorbita atau seluruh tubuh
3. Oliguria
4. Tanda-tanda payah jantung
5. Hypertensi
6. Muntah-muntah,nafsu makan kurang kadang diare
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi
tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi. Kadangkadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya
edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung.Edema yang terjadi berhubungan
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium,
zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan
aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Di pagi hari sering terjadi edema
pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota GFR
12
biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan
aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.Dipagi hari sering terjadi edema pada
wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh
ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan glomerulus,
apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan
garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian
pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,
maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila
keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali
pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain
yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan
diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya
sedang.Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme
masih belum diketahui dengna jelas.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan urine : adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine dengan
eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder
lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine adanya strptococus
2. Pemeriksaan darah :
kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
analisa gas darah ; adanya asidosis.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah.
kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan erytrosit)adanya anemia
3. Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya streptokokus
4. Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase \
5. Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun
6. Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru atau payah jantung
7. ECG : adanya gambaran gangguan jantung
Urinalisis menunjukkan hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita,
Kadang-kadang dengan tanda gagal ginjal seperti Kadang-kadang tampak adanya proteinuria
masif dengan gejala sindroma nefrotik. pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi
13
C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus
dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan
dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal
kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap
antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain
antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer
anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis,
meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji
terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90%
kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus.Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus,
tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif.
Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer
dilakukan secara seri.Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.kompleks imun
bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu
dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
14
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini
sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan
usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat
dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat
dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).
15
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas
dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
16
GLOMERULONEFRITIS KRONIK
The National Kidney Foundation (NKF) defines CKD on the basis of either of the
following:
Classification
Stage 2 This stage is characterized by kidney damage with a mild decrease in the GFR
(60-90 mL/min); the action plan is estimation of the progression of kidney disease
Stage 3 This stage is characterized by a moderately decreased GFR (to 30-59 mL/min);
the action plan consists of evaluation and treatment of complications
Stage 4 This stage is characterized by a severe decrease in the GFR (to 15-29 mL/min);
the action plan is preparation for renal replacement therapy
17
Stage 5 This stage is characterized by kidney failure; the action plan is kidney
replacement if the patient is uremic
Etiologi
Manifestasi Klinis
The following symptoms suggest uremia:
Pruritus
Peripheral neuropathy
Seizures
Tremors
Physical Examination
Hypertension
18
Tenderness in the epigastric region or blood in the stool (possible indicators of uremic
gastritis or enteropathy)
Pemeriksaan Lab
Urinalisis
Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria)
Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular
dan rasio urin/serum sering 1:1
Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan
glomerulus , terdapat SDM dan fragmen
Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
Darah
Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
SDM: menurun defisiensi eritropoitin
GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2
Protein (albumin) : menurun
Natrium serum : hiponatremia
Kalium: hiperkalemia
19
Magnesium: meningkat
Kalsium : menurun
Penatalaksanaan
The target blood pressure for patients with proteinuria in excess of 1 g/day is less than 125/75
mm Hg; for patients with proteinuria of less than 1 g/day, the target pressure is less than 130/80
mm Hg.
- ACE-inhibitors
- ARB
Fibrosis inhibition
pirfenidone, an inhibitor of transforming growth factor beta and hence of collagen synthesis, has
emerged as the best candidate.
Roles of Antioxidants
Bardoxolone, an oleanolic acid derivative, blocks Keap and has been postulated as a potential
mechanism to retard progression of CKD
Preliminary studies using aliskiren, a direct renin inhibitor, show reductions in proteinuria over 6
months, but larger studies did not show benefit
20
SINDROM NEFROTIK
Definisi
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang
ditandai dengan proteinuria masif >3,5 gram/24jam/1.73 m3 disertai hipoalbuminemia, edema
anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas. [1,2,3]
Epidemiologi
Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%)
dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih
banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%),
umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 23 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun. Sindrom nefrotik
sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus. [3]
Etiologi
21
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau toksin,
dan akibat penyakit sistemik seperti berikut:
A. glomerulonefritis (GN) primer:
-
GN membranosa (GNMN)
GN membranoproliferatif (GNMP)
GN proliferatif lain
B. GN sekunder akibat:
i. infeksi: - HIV, hepatitis virus B dan C
- sifilis, malaria, skistosoma
- tbc, lepra
ii. keganasan: - adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma hodgki, mieloma
multiple, dan karsinoma ginjal
iii. penyakit jaringan penghubung: - SLE, artritis reumatoid
iv. efek obat dan toksin: obat NSAID, preparat emas, penisilinamin, probenesid, captopril
v. lain-lain: diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklamsi, sengatan lebah
GN primer atau idiopatik merupakan penyebab SN yang paling sering. Dalam kelompok
GN primer, GN lesi minimal (GNLM), Glomerulosklerosis fokal (GSF), GN membranosa
(GNMN), GN membranoproliperatif (GNMP) merupakan kelainan histopatologik yang sering
ditemukan.
22
Penyebab sekunder akibat infeksi yang paling sering ditemukan misalnya pada GN pasca
infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat mislnya obat NSAID atau preperat
emas, dan akibat penyakit sistemik misalnya pada SLE dan diabetes melitus.
Perbedaan Sindrom Nefrotik dan Nefritik
Klasifikasi
Sindrom nefrotik secara klinis dibagi menjadi 3 kelompok:
23
I.
II.
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,
racun oak, air raksa.
III.
Kelainan minimal
Glomerolus tampak normal (mikroskop biasa) atau tampak foot processus sel epitel
berpadu (mikroskop elektron)
Dengan imonufluoresensi tidak ada IgG atau imunoglobulin beta-IC pada dinding
kapiler glomerolus
Lebih banyak terdapat pada anak
Prognosis baik
b.
Nefropati membranosa
Glomerolus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel
Prognosis kurang baik
c.
Glomerulonefritis proliferatif
Eksudatif difus
24
Prognosis buruk
25
26
o Proliferatif glomeruler dan atau kerusakan yang terbatas pada segmen glomerulus individual
(segmental) dan mengenai hanya beberapa glomerulus (fokal).
o Lebih sering ada dengan sindrom nefritik.
Patofisiologi
27
plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya
mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu aktivitas sistem
renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), hormon katekolamin serta ADH (anti diuretik hormon)
dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan
kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan
bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia.
Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut.
Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan
penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang
disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme
intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal
primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema
terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat
menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah
sebagai akibat hipervolemia.
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan
suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya -glikoprotein sebagai perangsang lipase.
Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian
infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Pada status nefrosis, hampir semua
kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Peningkatan kadar
kolesterol disebabkan meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein utama
pengangkut kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL ( very
low density lipoprotein).
28
Hiperkolesterolemia
Restriksi protein dengan diet protein 0,8 g/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam
urin/24jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan hingga 0,6 g/kgBB
ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam.
Pembatasan asupan cairan terutama pada penderita rawat inap 900 sampai 1200 ml/ hari
Medikamentosa:
31
Pemberian albumin i.v. secara bertahap yang disesuaikan dengan kondisi pasien hingga kadar
albumin darah normal kembali dan edema berkurang seiring meningkatnya kembali tekanan
osmotik plasma.
Diuretik: diberikan pada pasien yang tidak ada perbaikan edema pada pembatasan garam,
sebaiknya diberikan tiazid dengan dikombinasi obat penahan kalsium seperti spirinolakton,
atau triamteren tapi jika tidak ada respon dapat diberikan: furosemid, asam etakrin, atau
butematid. Selama pengobatan pasien harus dipantau untuk deteksi kemungkinan komplikasi
seperti hipokalemia, alkalosis metabolik, atau kehilangan cairan intravaskuler berat. Perlu
diperhatikan bahwa pemberian diuretikum harus memperhatikan kadar albumin dalam darah,
apabila kadar albumin kurang dari 2 gram/l darah, maka penggunaan diuretikum tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan syok hipovolemik. Volume dan warna urin serta
muntahan bila ada harus dipantau secara berkala.
Kortikosteroid: prednison 1 - 1.5 mg/kg/hari po 6 - 8 minggu pada dewasa. Pada pasien yang
tidak respon dengan prednisone, mengalami relap dan pasien yang ketergantungan dengan
kortikosteroid, remisi dapat diperpanjang dengan pemberian cyclophosphamide 2 - 3
mg/kg/hari selama 8-12 minggu atau chlorambucil 0.15 mg/kg/hari 8 minggu. Obat-obat
tersebut harus diperhatikan selama pemberian karena dapat menekan hormon gonadal
(terutama pada remaja prepubertas), dapat terjadi sistitis hemorrhagik dan menekan produksi
sel sumsum tulang.
Suatu uji klinik melibatkan 73 pasien dengan minimal change nephritic syndrome secara acak
32
menimbulkan
aktivasi
trombosit
lewat
tromboksan
A2,
paparan
matriks
subendotel
pada
kapiler
glomerolus
yang
selanjutnya
33
Anemia
Anemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi Fe yang tipikal, namun resisten terhadap
pengobatan preparat Fe.Hal ini disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serum yang
menurun akibat proteinuria.
6.
Peritonitis
Adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik untuk perkembangan kumankuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi streptokokus pneumonia, E.coli.
7.
34
Prognosis makin baik jika dapat di diagnosis segera. Pengobatan segera dapat
mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi ginjal maupun
proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit memberikan respons yang baik terhadap
kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat
infeksi, tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.
Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun dengan
kortikosteroid.
Kelainan minimal (minimal lesion):
Prognosis lebih baik daripada golongan lainnya; sangat baik untuk anak-anak dan orang dewasa,
bahkan bagi mereka yang tergantung steroid.
Nefropati membranosa (glomrolunefritis membranosa)
Prognosis kurang baik 95% pasien mengalami azotemia dan meninggal akibat uremia dalam
waktu 10-20 tahun.
Glomerulosklerosis fokal segmental
Lebih jarang menyebabkan sindroma nefrotik.
Prognosis buruk
Glomerolunefritis proliferatif membranosa (MPGN)
Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang progresif dan pada
sindrom nefrotik.
Definisi
35
Nekrosis Tubulus Akut secara definisi hampir sama dengan istilah Gagal Ginjal Akut, tapiNTA mengacu pada
temuan histologik yaitu dua sebab utama gagal ginjal intrinsik akut adalahischemia ginjal (hipoperfusi ginjal) yang
berkepanjangan karena keadaan-keadaan prarenal dancedera nefrotoksik.
(Davidson, 1984)
Etiologi
Penyebab utama Necrosis Tubular Akut yaitu:
1. Iskemia ginjal (hipoperfusi ginjal yang berkepanjangan karena keadaan-keadaan prarenal)
2. Cedera nefrotoksik (terdapat material-material yang beracun pada ginjal)
Berdasarkan etiologinya, ATN dapat dibedakan atas :
a) Tipe iskemik, yang merupakan kelanjutan GGA prarenal.
b) Tipe nefrotoksik yang terjadi karena bahan nefotoksik seperti : merkuri, karbontetraklorid, neomisin,
kanamisin, gentamisin dan lain-lain.
c) Tipe kombinasi antara tipe-tipe iskemik dan nefrotoksik seperti yang terjadi akibat :mioglobinaria,
hemolisis intravascular, malaria, sepsis dan lain sebagainya.
Cedera iskemik diduga merupakan penyebab yang paling sering dari gagal ginjal akutintrinsik. ATN terjadi akibat
ischemi ginjal dalam waktu lama (ATN ischemia) maupun terpajan akibatnefrotoksin (ATN
nefrotoksik).penyebab nefrotoksik pada ATN mencakup nefrotoksik oksigen(missal, CCI4, merkuri, siklosporin,
bahan kontras). Dan endogen (misalnya, hemoglobin, mioglobin,asam urat, protein bencejones). Selain itu
penyebab lain dari hipoperfusi ginjal, mekanismepatogenik penyebab ATN adalah vasokonstriksi intrarenal
khususnya arteriol aferen, kebocorancairan tubular melewati dasar membrane, obstruksi tubulus oleh silinder dan
umpan baliktubuloglomerular.
Cedera tubulus nefrotoksik dapat terjadi secara sengaja atau tidak sengaja dengantermakannya merkuri biklorida,
etilen glikol (antibeku), atau karbon tetraklorida. Inhalasi dari gaskarbon tetraklorida (CCI4) yang biasa terdapat
dalam cairan penghilang noda atau cairanpembersih, dan terminumnya etil alcohol (CH3CH2OH) khususnya
berbahaya karena reaksi kimiaantara dua senyawa ini membentuk racun nefrotoksik yang kuat. Keadaan yang
dijelaskan diatas(minum alcohol sewaktu pesta dan menghilangkan noda pakaian dengan cairan penghilang
noda)dapat mengakibatkan gagal ginjal akut secara tidak terduga pada beberapa orang. Dengan alasanyang sama,
orang-orang yang mempunyai hobi menggunakan pelarut dan perekat organik harusbekerja pada ruangan dengan
ventilasi yang baik dan menjauhkan diri dari alkohol pada saat yangsama.
36
Sejumlah obat-obatan bersifat nefrotoksik, beberapa dapat mengakibatkan nefritisinterstisial, sedangkan yang lain
bersifat nefrotoksik langsung. Beberapa obat-obatan yang bisamenyebabkan nefrotoksik ATN antara lain :
systemfungal)
Dye yang merupakan bahan untuk radiografik (x-ray)
Radioisotopik (x-ray)
D. Patofisiologi
Dari ketiga etiologi diatas akan mengakibatkan penurunan perfusi ginjal, kenaikan sekresi ADH
dan aldosteron serta kenaikan reabsorbsi natrium ditubuli proksimal. Mekanisme
adaptasi inibertujuan untuk mempertahankan volume intravascular dengan mencegah kehilangan natrium
danair dalam urine.Istilah nekrosis tubular akut (NTA) biasanya digunakan baik untuk lesi nefrotoksik
maupuniskemik pada ginjal, sekalipun tidak mencerminkan sifat serta beratnya perubahan pada tubulus.Dua jenis
lesi histologik yang sering ditemukan pada NTAadalah :
(1) Nekrosis epiteltubulus sedangkan membran basalis tetap utuh, biasanya akibat menelan bahan kimia
nefrotoksik.
(2) Nekrosis epitel tubulus dan membrane basalis yang sering menyertai iskemia ginjal.
Umpan balik tubuloglomerular adalah proses yang menyebabkan perubahan aliranglomerular pada ATN :
Reabsorbsi natrium klorida (NaCl) Yang tidak adekuat dalam tubulus proksimal yangrusak,
menyebabkan peningkatan NaCl ke tubulus distal.
Peningkatan NaCl dalam tubulus ginjal dirasakan oleh macula densa
Sebaliknya, macula densa menyebabkan konstriksi arteriol aferen yang nantinya akan berpengaruh pada
perfusi glomerulus.
Derajat kerusakan tubulus pada NTA akibat nefrotoksin sangat bervariasi dan prognosis berbedasesuai dengan
perbedaan kerusakan tersebut. Epitel tubulus proksimal dapat saja mengalaminekrosis, tetapi dapat sembuh
sempurna dalam 3-4 minggu.
37
Lesi jenis ini sering ditimbulkan oleh merkuri biklorida atau karbon tetraklorida. Prognosisbiasanya baik apabila
ditangani secara konservatif atau dengan dialysis suportif. Sebaliknya, racun-racun lain seperti glikol dapat
menimbulkan gagal ginjal ireversibel, disertai infark seluruh nefronyang disebut sebagainekrosis korteks akut.
Kerusakan tubulus akibat iskemia ginjal juga sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada luas danlamanya waktu
pengurangan aliran darah ginjal dan iskemia. Kerusakan dapat berupa destruksiberbecak atau luas pada epitel
tubulus dan membran basalis, atau nekrosis korteks.
Perjalanan klinis terjadinya ATN dicirikan dengan tiga tahap :
1. Stadim oliguria
Fase ini umumnya berlangsung pada 7 sampai 21 hari biasanya kurang dari 4minggu, kemungkinan
akan terjadi nekrosis kortikal akut.Biasanya timbul dalam waktu 24 jam sampai 48 jam sesudah trauma,
meskipungejala sudah biasa timbul sampai beberapa hari sesudah kontak dengan bahan
kimianefrotoksik. Oliguria biasanya disertai azotemia. Oliguria Karena serangan akut gagal ginjalkronik
biasanya jelas diketahui dari riwayat penyakit. Riwayat oliguria yang lama, hipertensi,penyakit sistemik
dari lupus eritematosus sistematik atau diabetes mellitus, ginjal mengisut,dan tanda-tanda penyakit ginjal
yang lama seperti osteodisropi ginjal.
2. Stadium poliuria
Pada fase ini terjadi diuresis. Dimana volume urine lebih dari 1liter / 24 jam kadang-kadang sampai 4-5
liter / 24 jam. Poliuria terjadi karena efek diuretic ureum. Disampingadanya gangguan faal tubuli dalam
mereabsorsi garam dan air. Pada fase ini akan banyak kehilangan cairan dan elektrolit sehingga
diperhatikan kemungkinan terjadinya dehidrasiserta gangguan keseimbangan elektrolit.
3. Stadium Penyembuhan
Penyembuhan secara sempurna faal ginjalnya akan berlangsung sampai 6-12bulan. Faal ginjal yang
paling akhir menjadi normal faal konsentrasi. Stadium penyembuhan ATN yang telah menjadi
GGA berlangsung sampai satu tahun.dan selama masa itu anemiadan kemampuan
pemekatan ginjal semakin membaik.
Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh syok sirkulasi atau gangguan lain apapun yangsangat menurunkan
suplai darah keginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat sampaimenyebabkan penurunan yang serius terhadap
pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-selepitel tubulus ginjal dan jika gangguan ini terus berlangsung,
kerusakan atau penghancuran sel-selepitel dapat terjadi. Kelainan ini mengikuti beberapa kondisi klinis, seperti
trauma, terbakar, daninfeksi yang penderitanya mengalami syok. Ginjal menjadi bengkak dan pucat.
38
Menunjukkan adanya cedera pada seluruh panjang tubulus sel menjadi gepeng disertai vakuolasi.sel radang
berkelompok padat pada vas rekta sebagai respon terhadap adanya selnefrotik. Jika hal ini terjadi maka selsel tubulus hancur terlepasdan menempel pada banyak
nefron, sehingga tidak terdapat pengeluaran urine dari nefron yang tersumbat. Nefron yang terpengaruh sering
gagal mengeksresi urine bahkan ketika aliran darah ginjal kembali pulih normal,selama tubulus masih baik.
Penyebab tersering dari kerusakan epitel tubulus akibat iskemia adalahpenyebab prerenal dari gagal ginjal akut
yang berhubungan dengan syok sirkulasi. Ada banyaksekali racun obat ginjal yang dapat merusak epitel tubulus
dan menyebabkan GGA. Beberapa diantaranya adalah;
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
anestetik-metoksifluran)
Medium kontras iddinated radiografik
Fenol
Pertisida
Parakuat
Manifestasi Klinis
Tanda-tanda ATN :
o
o
o
o
o
Pemeriksaan Diagnostik
Azotemia diluar prarenal dan pascarenal, intrarenal penyakit ginjal tubulointerstinal, vascular,dan
glomerolus). diagnostik ATN ditegakkan berdasarkan penyakit biasanya segera dilakukanpemeriksaan.
39
Diantaranya :
i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
o
o
o
o
o
o
viii.
Kadar ureum
Kreatinin serum
Biopsy ginjal (biasanya menunjukkan NTAtapi jarang digunakan)
Urinalisis dan mikrosopik
Sel-sel tubular menunjukkan adanya nekrosis tubular akut.Proteinuri dapat juga menunjukkan nefritis
interstitial akut, nekrosis tubular, penyakitvascular.
Osmolaritas Urine
Osmolaritas urine lebih dari 500 mOsm/kg jika sebabnya adalah prerenal dan 300 mOsm/kgatau kurang
jika sebabnya renal.
Elektrolit urinary
Dapat memberikan indikasi aktivitas tubulus renal
Pemeriksaan darah
Darah lengkap dan darah tepi dapat menunjukkan gambaran anemia hemolitik atautrombositopeni.
Ureum darah , elektrolit, dan kreatinin
Tes fungsi hati: abnormal pada sindrom hepatorenal
Serum amylase
Kultur darah
Imonologi : tes autoantibody untuk SLE termasuk antinuclear antibody dan antineutrophil.
Renal ultrasound :
Penatalaksanaan
Setelah terjadi ATN, maka pertimbangan primer dalam penanganan adalahmempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit. Penggunaan hemodialisis dini untukmencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit perlu
diperhatikan dengan cermat, tidak sajaselama stadium oliguria, tetapi juga selama stadium dieresis, dimana
mungkin akan terjadikekurangan natrium dan kalium yang berat.
Komplikasi tersering pada gagal ginjal yang mengakibatkan kematian adalah infeksi. Infeksiikut berperan sebagai
penyebab kematian pada sekitar 70% pasien dan merupakan penyebabprimer pada sekitar 30% pasien. Seorang
penderita uremia tidak saja mudah terserang infeksi,tetapi bila terjadi infeksi maka akan sulit diatasi. Infeksi yang
sudah ada mungkin tidak diketahuikarena tidak adanya gejala-gejala demam yang biasanya menyertai infeksi,
oleh sebab ituhipotermia sering terjadi pada gagal ginjal. Setelah infeksi diketahui, maka harus segera
diobatidengan antibiotik yang tidak nefrotoksik.
40
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
System perkemihan merupakan jaringan organ yang sangat penting karena system tersebut mengatur banyak
fungsi tubuh . apabila terdapat suatu masalah diantara bagian organ dijaringan tersebut, maka fungsi system ini
akan mengganggu organ lainnya.
41
DAFTAR PUSTAKA
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Medscape
Ipd
Dasar-dasar Urologi
Scrib.com
Fisiologi Sherwood
Fisiologi Guyton
Nelson
42