MODUL 2 KEJANG
KELOMPOK 2
Amalia Devi
(2012730116)
Miranda Audina I.
(2012730140)
(2012730142)
(2012730147)
Rani Meiliana S.
(2012730148)
Trias Murni N.
(2012730158)
(2011730054)
Nursigit
(2010730151)
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya pada kelompok kami, sehingga dapat
menyelesaikan laporan Problem Based Learning sistem Neuropsikiatri modul 2
skenario 3 tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa kami
jungjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta pengikutnya hingga
akhir zaman. Amin ya robbal alamin.
Laporan ini kami buat untuk memenuhi tugas wajib yang dilakukan
sebelum diskusi pleno. Pembuatan laporan ini pun bertujuan untuk meringkas
semua materi yang ada di modul 2 skenario 3 yang berkaitan dengan Kejang.
Terima kasih kami ucapkan pada tutor kami,
Sp.S, DFM, yang telah membantu kami dalam kelancaran pembuatan laporan ini.
Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
mencari informasi, mengumpulkan data dan menyelesaikan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami pada khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Laporan kami masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
keadaan
kejang
umum
disertai
demam
dan
tidak
sadar.
Pada
dilakukan
pemeriksaan
laboratorium
urine
ditemukan
golongan
Laki-laki, 18 tahun
Kejang umum, demam dan tidak sadar
Sering menggunakan narkotika
Pemeriksaan urine
: Amfetamin positif
Pemeriksaan darah
: CD4 menurun
Usia 8 tahun, riwayat TB selama 2 tahun
Rangsang meningeal positif
Punksi lumbal : Nonne dan Pandi positif
I.5 Pertanyaan
1. Jelaskan tipe-tipe kejang dan etiologinya, serta jelaskan mekanisme kejang
umum!
2. Jelaskan hubungan penggunaan narkotika dengan kejang!
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan tipe-tipe kejang dan etiologinya, serta jelaskan mekanisme kejang
umum!
Jawab :
PATOFISIOLOGI KEJANG
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah focus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas
muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks
serebellum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Ditingkat
membran
sel,
focus kejang
memperlihatkan
bebebrapa
pengaktifan
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
pada
depolarisasi
neuron.
Gangguan
keseimbangan
ini
bukan structural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan.
Kelainan fokal pada metabolism kalium dan asetilkolin dijumpa diantara kejang.
Focus
kejang
neurotransmitter
nampaknya
fasilitatorik;
sangat
peka
focus-fokus
terhadap
tersebut
asetilkolinn
lambat
mengikat
suatu
dan
menyingkirkan asetilkolin.
Tumor otak adalah kausa lain kejang didapat, terutama pada pasien pada
pasien berusia antara 35 sampai 55 tahun. Kejang dapat merupakan gejala pada
tumor otak tertentu, khususnya mengioma, glioblastoma, dan astrositoma.
Apakah suatu neoplasma otak menimbulkan kejang bergantung pada jenis,
kecepatan pertumbuhan, dan lokasi neoplasma tersebut. Tumor yang terletak
supratentorium dan mengenai korteks kemungkinan besar menyebabkan kejang.
Insidensi tertinggi terjadi pada tumor yang terletak di sepanjang sulkus sentralis
disertai keterlibatan daerah motorik. Semakin jauh tumor dari bagian ini,
semakin kecil kemungkinannya menyebabkan kejang.
NARKOBA
bekerja
dan
berproses
di
dalam
otak.
Ia
antarneuron
dengan pusat sadar, pusat kejiwaan NARKOBA memberikan rasa tenang bagi
yang gelisah, rasa gairah bagi yang loyo, tergantung jenis obat dan cara
pemakaiannya.
NARKOBA
membawa
si
pemakai
ke
alam
fantasi
yang
sebagai
pusat
koordinasi
yang
mengatur
semua
proses
kegiatan/aktivitas psikologis dan fisiologis. Kegiatan jiwa dan raga. Proses konatif
kejiwaan yang meliputi proses yang bersumber pada perasaan kehendak dan
dorongan
hati
yang
semuanya
ini
merupakan
kompleks
proses
yang
kerja
saraf,
NARKOBA
mengubah
adalah
mempengaruhi
keberadaan
konstalasi
proses
elekrofisiologi
neurotransmitter
dan
Neurotransmitter
dapat
dipengaruhi
pada
proses
sintesis,
suasana
hati
dapat
dirangsang
oleh
stimulansia
dari
hilangnya rasa
sakit, rangsangan
Ada empat macam obat yang berpengaruh terhadap sistem saraf, yaitu:
1. Sedatif, yaitu golongan obat yang dapat mengakibatkan menurunnya
aktivitas normal otak. Contohnya valium.
2. Stimulans, yaitu golongan obat yang dapat mempercepat kerja otak.
Contohnya kokain.
3. Halusinogen, yaitu
golongan
obat
yang
mengakibatkan
timbulnya
tanaman
Papaver
Somniferum
didapat
dengan
mengering
berwarna
coklat
pada
kehitaman
permukaan
dan
buah
sesudah
sehingga
diolah
akan
10
maupun
mental.
Dan
jika
orang
itu
berhenti
obat,
selain
didampingi
dan
dimotivasi
untuk
11
Codein
Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek
codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk
menimbulkan
ketergantungaan
rendah.
Biasanya
dijual
lainnya
adalah
Demerol
adalah
pethidina.
Methadone
Saat
ini
Methadone
banyak
digunakan
orang
dalam
untuk
mengobati
overdosis
opioid
dan
pentazocine,
buprenorphine
butorphanol
(Buprenex).
Beberapa
(Stadol),
dan
penelitian
telah
Peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi
lainnya .
12
Kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea
lakrimasipiloereksi, menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi takikardia
disregulasi temperatur, termasuk pipotermia dan hipertermia.
B. KOKAIN (SHABU-SHABU)
Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan
zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari
tanaman belukar Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana
daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk
setempat untuk mendapatkan efek stimulan. Saat ini Kokain masih digunakan
sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan
tenggorokan,
karena
efek
vasokonstriksifnya
juga
membantu.
Kokain
Menjadi bersemangat, gelisah dan tidak bisa diam, tidak bisa makan,
paranoid, lever terganggu.
13
psikoaktif.
Tanaman
kanabis
Bentuk
yang
paling
poten
berasal
dari
14
Ganja
dianggap
narkoba
yang
aman
sebagian
besar
pecandu
Akibat-akibat
lainnyaganja
adalah:
kehilangan
konsentrasi,meningkatnya
Ganja
dikenal
juga
dengan
sebutan
Nama
lain
untuk
menggambarkan
tipe
15
darah
menyebabkan
pasien
penderita
HIV
mengalami
kedalam
infeksi
dari
tubuh
virus
pasien
tersebut.
yang
dapat
Infeksi
ini
menyebabkan penurunan sel CD4+. Salah satu infeksi yang dapat menyebabkan
kejang adalah Meningitis Viral.
Sedangkan untuk hubungan riwayat penyakit TBC selama 2 tahun pada
pasien dengan kejang adalah bisa disebabkan oleh komplikasi dari penyakit TBC
itu sendiri yang salah satunya menyerang bagian otakMeningitis Bakteri yang
dapat menyebabkan kejang pada pasien. Namun, hubungan ini belum pasti.
Karena kami belum dapat menentukan diagnosis pasti pada pasienapakah
pasien menderita meningitis yang disebabkan oleh virus atau bakteri. Sehingga
harus dilakukannya pemeriksaan penunjang lainnya untuk menyingkirkan
diagnosis diferensial. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
laboratorium dengan preparat cairan intra kranial, dilakukan pemeriksaaan
mikrobiologi seperti kultur bakteri untuk melihat apakah penyakit ini disebabkan
oleh Bakteri Tuberculosis sp.Bisa juga dilakukan tes ELISA untuk memastikan
apakah pasien menderita HIV positif.
17
18
dari
neuron
amphetamine
dan
juga
regulated
sintesis
transcript
neuropeptide
(CART)).
Dua
(kokain,
jenis
dan
obat
paptida
amfetamin,
merupakan
untuk
trace
agonis
full
yang
amine-associated
potensial
reseptor
(senyawa
(TAAR
yang
1)
dan
baik
terhadap
cardiovascular
dan
efek
perifer.
Levoamphetamine
anak-anak
mempunyai
respon
klinik
yang
baik
terhadap
levoamphetamine.
Jika tidak ada amfetamin, VMAT 2 akan secara normal memindahkan
monoamine
(dopamine,
histamine,
serotonin,
norepinefrin)
dari
cairan
Farmakokinetik
Bioavailabilitas
oral
amfetamin
bervariasi
tergantung
dengan
pH
dan
bioavailabilitasnya
lebih
dari
74%
untuk
dextroamphetamine.
Amfetamin adalah basa lemah dengan pKa 9-10; ketika pH usus bersifat basa,
maka obat akan lebih mudah untuk diserap melalui epitel usus. Jika pH usus
bersifat asam, maka obat akan lebih sulit untuk diserap melalui usus. sekitar 1540% amfetamin beredar di aliran darah dengan plasma protein.
Paruh waktu dari amfetamin bervariasi dan berbeda sesuai dengan pH
urin. Saat pH urin normal, paruh waktunya adalah 9-11 jam dan 11-14 jam. Diet
asam akan menurunkan paruh waktu amfetamin menjadi 8-11 jam; dan diet
basa
konsumsi.
Amfetamin
dieliminasi
melalui
ginjal,
dengan
30-40%
20
5. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi CT Scan dan punksi lumbal, serta jelaskan
interpretasi Nonne dan Pandi positif dengan skenario!
Jawab :
CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam
sudut 360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas.
Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek foto akan
tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan tampak sebagai
penampang-penampang melintang dari objeknya. Dengan CT-Scan isi kepala
secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur,
perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun
ukurannya (Sastrodiningrat, 2009). Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus
trauma kepala adalah seperti berikut:
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Indikasi CT Scan adalah :
1) Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obatobatan analgesia/anti muntah.
2) Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dicebandingkan dengan kejang general.
3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock,
febris, dll).
4) Adanya lateralisasi.
5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur
depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru
7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).
mengidentifikasi
luasnya
lesi,
perdarahan,
determinan
ventrikuler,
dan
Untuk
membantu
diagnosa
dengan
penyuntikan
udara
pada
22
jam
danakan
memberikan
warna
cucian
daging
di
dalam
cairan
dan
ventrikel,
sedangkan
jika
penderita
duduk
tekanan
cairan
serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada
ruang subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan
melalui ruang serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal
tekanan akan sedikit naik pada perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah
pada penekanan abdomen dan waktu batuk.. Bila terdapat penyumbatan pada
subarakhnoid,
dapat
dilakukan
pemeriksaan
Queckenstedt
yaitu
dengan
penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena
jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal
dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali
peninggian tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial
juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena peningkatan volume
dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau penurunan absorbsi,
adanya masa intrakranial dan oedema serebri. Kegagalan sirkulasi normal CSS
dapat menyebabkan pelebaran ven dan hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi
menjadi hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus
komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari ventrikel
23
rhematoid
mungkin
juga
ditemukan
kadar
glukosa
cairan
permukaan
tampak
sarang
laba-laba
(pellicle)
atau
bekuan
yang
ditemukan
pada
multiple
sklerosis,
acut
inflamatory
polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan penyakit infeksi
susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis,
arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar
protein di cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai
sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf
pusat.
25
f. Elektrolit Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq,
Cl 120-130 mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal
tidak
menunjukkan
perubahan
pada
kelainan
neurologis,
hanya
terdpat
26
6. Jelaskan tata laksana awal pasien dengan kejang dan penurunan kesadaran!
Jawab :
Kejang atau seizure adalah kondisi aktivitas elektrik tak terkontrol pada
otak yang dapat menghasilan onvulsi fisi, gejala fisik minor, gangguan
pemikiran, atau kombinasi dari beragam gejala. Kejang umumnya terjadi secara
singkat sehingga pada saat berada di tempat layanan kesehatan, seringkali
pasien sedang tidak mengalami kejang. Akan tetapi, ada suatu ondisi yang
disebut sebagai status epileptikus yang membuat ejang masih terjadi saat
pasien sudah berada di layanan kesehatan. SE merupakan suatu kondisi
kegawatadaruratan. Pada kondisi ini, tenaga kesehatan harus segera siap untuk
melaukan tatalaksana segera.
PENATALAKSANAAN
Stadium
Stadium I
(0-10 menit)
Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik
Memperbaiki jalan napas, pemberian
oksigen,
resusitasi
Memasang infus di pembuluh darah besar
Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan
laboratorium
Pemberian OAE darurat : diazepam 10-20 mg IV
(kecepatan pemberian < 2-5 mg/menit atau per
Stadium III
(0-60-90 menit)
thiamin 250 mg IV
Menangani asidosis
Menentukan etiologi
Bila kejang terus berlangsung 30 menit setelah
pemberian diazepam pertama, beri fenitoin IV 15-
Stadium IV
(30-90 menit)
tekanan
28
Kesadaran,
Tekanan darah,
Suhu,
Pernapasan
Fungsi Jantung
Airway:
Longgarkan pakaian pada daerah leher penderita.
Jangan coba menahan atau menindih penderita pada area dada, ini bisa
menimbulkan cedera/perlukaan.
Breathing:
Adequate Oxygenation
Untuk mencegah hipoksia dan perburukan neurologis.Penyebab tersering
gangguan oksigenasi diantaranya obstruksi jalan nafas partial, hipoventilasi,
pneumonia aspirasi ataupun atelektasis.Pasien dengan kesadaran menurun dan
stroke batang otak beresiko mengalami gangguan oksigenasi.Tindakan intubasi
harus dilakukan pada pasien dengan ancaman gagal nafas.Secara umum, pasien
yang memerlukan tindakan intubasi mempunyai prognosis yang buruk, kurang
lebih 50% nya meninggal dalam 30 hari. Monitoring dengan oksimetri sebaiknya
dilakukan dengan target saturasi oksigen > 95%.
Kepala setinggi 30
Hiperventilasi
pCO2 25 mmHg
Jangan coba memasukkan benda ke dalam mulut penderita, ini juga bisa
menimbulkan cedera.
Yakinkan (tenangkan) orang-orang di sekitar, mereka mungkin akan panik,
minta mereka untuk memberikan ruang bagi penderita.
Kejang
Kejang
Status konvulsif
30
31
Kejang Tonik-Klonik
1. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ektremitas, batang
tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.
2. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.
3. Tidak adan respirasi dan sianosis
4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
5. letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah focus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas
muatan yang berlebihan tersebut.Lesi diotak tengah, thalamus, dan korteks
serebellum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Ditingkat membran sel, focus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut:
pengaktifan
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
keseimbangan
asam-basa
atau
pada
depolarisasi
neuron.
Gangguan
keseimbangan
ini
neuron.Selama
kejang,
kebutuhan
metabolic
secara
drastis
meningkat; lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 perdetik.Aliran darah otak meningkat, semikian juga respirasi dan glikolisis
jaringan.Asetilkolin muncul dicairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah
kejang.Asam glutamate mungkin mengalami deplesi selama aktifitas kejang.
Terapi Medika Mentosa Kejang
32
lobus
temporalis,
sendiri
atau
kombinasi
dengan
bangkitan
Asam valproat dipakai untuk berbagai jenis serangan atau bangkitan. Efek
sedasinya minimal, efek terhadap SSP lain juga minimal. Terhadap Pentilen
tetrazol, potensi asam valproat lebih besar daripada etosuksimid, tapi lebih
kecil pada fenobarbital.Asam valproat lebih bermanfaat untuk bangkitan
absence daripada terhadap bangkitan umum tonik-klonik.
Terapi obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis. Terapi obat
tunggal adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbang kontrol
kejang dan efek samping yang
kejang
mioklonik.
Kejang
tonik-klonik,
status
epileptikus;
kadar terapeutik:15-40 mcg/ml.
2. Fenitoin (Dilantin) indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik, status
epileptikus; kadar terapeutik10-20mcg/ml.
3. Karbamazepin (Tegretol) indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik;
kadartapeuretik: 4-12 mcg/ml
4.
Asam
valproat
(Depakane)indikasi:
kejang
absens
atipik,
kejang
34
Diagnosis
Anamnesis
usia, status imunisasi, infeksi virus -gejala
sistemis yang mendahului, status imunologik,
Exposures 2-3 minggu terakhir
Pemeriksaan fisik
Mukosa, kulit-ruam, jaringan limfe.
Neurologik
Cairan serebrospinal
35
PCR
Pencitraan
Nilai tingkat kerusakan SSP
Biasanya normal, tidak spesifik, subtle
Edema otak, tanda radang
CT scan - Negatif
MRI : Pemeriksaan pilihan
HSV: lesi lobus temporal
ADEM: demielinisasi multifokal massa putih
Demam
Asetaminofen/parasetamol
10-15 mg/kg/kali, 4-5 kali/hari
Ibuprofen
5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali/hari
36
37
masalah secara instan, praktis atau membutuhkan waktu yang singkat. Mereka
tidak terbiasa bersikap sabar, telaten, ulet atau berpikir konstruktif, sehingga
akan memilih cara-cara yang simple yang dapat memberikan kesenangan
melalui penyalahgunaan narkoba yang dapat memberikan rasa euphoria
secara berlebihan.
2. FAKTOR KELUARGA
Kurangnya kontrol keluarga.
Orang tua terlalu sibuk sehingga jarang mempunyai waktu mengontrol
anggota keluarga.Anak yang kurang perhatian dari orang tuanya cenderung
mencari perhatian dari luar, biasanya mereka juga mencari "kesibukan"
bersama teman-temannya.
Kurangnya penerapan disiplin dan tanggung jawab
Tidak semua penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh remaja dimulai dari
keluarga yang broken home, semua anak mempunyai potensi yang sama
untuk terlibat dalam penyalahangunaan narkoba. Penerapan disiplin dan
tanggung jawab kepada anak akan mengurang resiko anak terjebak kedalam
penyalahgunaan narkoba. Anak yang mempunyai tanggung jawab terhadap
dirinya
dan
orangtua
dan
juga
masyarakat,
akan
mempertimbangkan
dengan
orang
lain,
sehingga
setiap
orang
hanya
memikirkan
permasalahan dirinya tanpa peduli dengan orang sekitarnya. Biasanya orangorang seperti ini selalu beranggapan bahwa yang penting dirinya, saudara
atau familinya tidak terlibat narkoba, maka ia tidak mau ambil pusing
karenanya. Akibatnya banyak individu dalam masyarakat kurang peduli
dengan penyalahangunaan narkoba yang semakin meluas di kalangan remaja
dan anakanak.
Pengaruh teman sebaya.
Pengaruh teman atau kelompok juga berperan penting terhadap penggunaan
narkoba, hal ini disebabkan antara lain karena menjadi syarat kemudahan
39
untuk dapat diterima oleh anggota kelompok. Kelompok atau genk mempunyai
kebiasaan perilaku yang sama antar sesama anggota. Jadi tidak aneh bila
kebiasaan berkumpul ini juga mengarahkan perilaku yang sama untuk
mengkonsumsi narkoba bersama pula.
4. FAKTOR PENDIDIKAN
Pendidikan di sekolah
Pendidikan akan bahaya penyalahgunaan narkoba di sekolah-sekolah juga
merupakan salah satu bentuk kampanye anti penyalahgunaan narkoba.
Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh siswa-siswi akan bahaya narkoba
juga dapat memberikan andil terhadap meluasnya penyalahgunaan narkoba di
kalangan pelajar. Remaja yang memiliki guru yang mampu memotivasi secara
positif, belajar dan bersosialisasi dengan baik dalam hal kesehatan mental
akan memiliki daya tahan terhadap penyalahgunaan narkoba.
40
yuriidusy
syaithoonu
an
yuuqia
bainakumul
adaawata
wal
fahal
sesungguhnya
antum
minuman
muntahuuna
keras,
Hai
berjudi,
orang-orang
berkurban
yang
untuk
beriman
berhala
dan
Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan
itu agar
kamu mendapat
1. Sebagai Pengawas
Untuk menghidari anak dari bahaya narkoba, orangtua juga harus meningkatkan
peranannya sebagai pengawas.Pembatasan (bouderis) sangat membantu untuk membuat anak
merasa aman.Keluarga perlu menyusun peraturan yang jelas. Dengan peraturan rumah yang
jelas, anak akan tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Peraturan
rumah tersebut selain harus diketahui juga harus dimengerti sehingga yang melanggar akan
dihukum sesuai kesepakatan.
Setiap anak hendak pergi, orangtua perlu bertanya dengan rincian kemana tujuan,
kapan pulang, dengan siapa mereka pergi dan yang lain-lain yang dirasakan perlu.Kontrol
disini untuk menunjukkan bahwa orangtua punya perhatian khusus kepada anak, dan tidak
membiarkan anak untuk bertindak semuanya sendiri.Yang perlu diingat adalah sekalipun
kotrol dijalankan dengan ketat, tetapi harus selalu berdialog dengan anak dan menerima
keberatan-keberatan yang disampaikan anak.
41
2. Sebagai Pembimbing
Peranan sebagai pembimbing anak terutama dalam membantu anak mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi dan memberikan pilihan-pilihan, saran yang realistis bagi
anak.Orang tua harus dapat membimbing anaknya secara bijaksana dan jangan sampai
menekan harga diri anak. Anak harus dapat mengembangkan kesadaran, bahwa ia adalah
seorang pribadi yang berharga, yang dapat mandiri, dan mampu dengan cara sendiri
menghadapi persoalan-persoalannya. Bila si anak tidak mampu menghadapi persoalanpersoalannya yang susah seperti masalah narkoba, orangtua harus dapat membantu
membahas masalah tersebut dalam bentuk dialog. Dalam hal ini termasuk bantuan bagi anak
untuk mengatasi tekanan dan pengaruh negatif teman sebayanya. Sehingga si anak akan
memiliki pegangan dan dukungan dari orangtuanya.
3. Mengenal dengan baik temantemannya
Orangtua perlu tahu siapa saja teman anaknya; kemana mereka pergi, dan apa saja
kegiatan mereka. Bila anak membawa teman kerumah, bergabunglah dengan mereka.
Tanyailah dimana mereka tinggal, apa saja kegiatan mereka pada waktu luang dan bagaimana
kabar orangtua mereka. Pembiasaan-pembiasaan ini akan membuat anak maupun temantemannya menjadi akrab dengan orangtua dan menganggap orangtua sebagai bagian dari
kelompok mereka. Dan tetaplah bangun sampai saat anak pulang pada waktu malam. Dengan
cara seperti ini si anak akan merasa bahwa orangtuanya memperhatikan dan mengetahui
semua kegiatan dan teman-temannya. Ini akan membuat si anak akan berfikir untuk
melakukan kesalahan-kesalahan kepada orangtuanya.
4. Bekerjasama dengan pihak lain
Orangtua juga perlu berkonsultasi dan bekerjasama dengan orang lain, khususnya
Guru Bimbingan Konseling. Sebab berada di sekolah, gurulah yang menjadi pendidik, dan
pengawas anak. Guru adalah sebagai pengganti orangtua di Sekolah. Dari pagi hingga siang
anak dalam pengawasan guru di Sekolah. Guru akan mengetahui anak yang terlibat masalah
dan membantu mereka untuk menyelesaikannya. Guru akan berperan untuk menjadi tempat
curhat bagi anak/siswa yang mempunyai masalah, baik dirumah maupun di tempat lain,
dengan begitu guru bisa mengetahui dan membantu si anak bisa menyelesaikan masalahnya.
Agar orangtua tidak merasa sendiri menghadapi masalahnya dan akan merasa optimis dapat
42
menyelesaikannya. Hal ini sangat bermanfaat bagi pemantauan anak agar sedini mungkin
dapat diketahui gejala-gejala awal manakala seorang anak terlibat penyalahgunaan narkoba.
meningkatkan
pemukiman
/nongkrong
bersama-sama
anak
di
lingkungantersebut.
Mengajak Masyarakat supaya tidak mengkonsumsi obatsembarangan
D. PERAN PEMERINTAH
Pemerintah perlu peran serta masyarakat dalam upaya mencegah dan
memberantas
pencegahan
berpartisipasi
penyalahgunaan
ini
terus
dalam
narkoba
digalakkan
program
agar
ini.
Berbagai
nantinya
pemerintah
macam
masyarakat
ini.Metode
metode
dapat
ikut
pencegahan
dan
Promotif
Program promotif ini kerap disebut juga sebagai program preemtif atau program
pembinaan. Pada program ini yang menjadi sasaran pembinaanya adalah para
anggota masyarakat yang belum memakai atau bahkan belum mengenal
narkoba sama sekali. Prinsip yang dijalani oleh program ini adalah dengan
meningkatkan peranan dan kegitanan masyarakat agar kelompok ini menjadi
lebih sejahtera secara nyata sehingga mereka sama sekali tidak akan pernah
berpikir untuk memperoleh kebahagiaan dengan cara menggunakan narkoba.
Bentuk program yang ditawrkan antara lain pelatihan, dialog interaktif dan
lainnya pada kelompok belajar, kelompok olah raga, seni budaya, atau kelompok
43
Preventif
Program promotif ini disebut juga sebagai program pencegahan dimana program
ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang
menjadi lebih efektif. Pada program ini pengenalan narkoba akan dibahas lebih
mendalam yang nantinya akan disertai dengan simulasi penanggulangan,
termasuk latihan pidato, latihan diskusi dan latihan menolong penderita.
Program ini biasa dilakukan dilebaga pendidikan seperti sekolah atau kampus
dan melibatkan narasumber dan pelatih yang bersifat tenaga profesional.Upaya
mengawasi dan mengendalikan produksi dan upaya distribusi narkoba di
masyarakat.
Pada program ini sudah menjadi tugas bagi para aparat terkait seperti
polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM),
Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan dan sebagainya.Tujuannya adalah
agar narkoba dan bahan pembuatnya tidak beredar sembarangan didalam
masyarakat.namun
melihat
keterbatasan
julah
dan
kemampuan
petugas,
Kuratif
Program ini juga dikenal dengan program pengobatan dimana program ini
ditujukan kepada para peakai narkoba.Tujuan dari program ini adalah mebantu
mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari
pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan peakaian narkoba.Tidak sembarang
pihak dapat mengobati pemakai narkoba ini, hanya dokter yang telah
mempelajari narkoba secara khususlah yang diperbolehkan mengobati dan
menyembuhkan pemakai narkoba ini.Pngobatan ini sangat rumit dan dibutuhkan
kesabaran
dala
menjalaninya.Kunci
keberhasilan
pengobatan
ini
adalah
kerjasama yang baik antara dokter, pasien dan keluarganya. Bentuk kegiatan
yang yang dilakukan dalam program pengobat ini adalah:
1. Penghentian secara langsung.
2. Pengobatan gangguan kesehatan akibat dari penghentian dan pemakaian
narkoba (detoksifikasi).
3. Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat pemakaian narkoba.
4. Pengobatan terhadap penyakit lain yang dapat masuk bersama narkoba
seperti HIV/AIDS, Hepatitis B/C, sifilis dan lainnya.
Pengobatan ini sangat kompleks dan memerlukan biaya yang sangat
mahal. Selain itu tingkat kesembuhan dari pengobatan ini tidaklah besar karena
keberhasilan penghentian penyalahgunaan narkoba ini tergantung ada jenis
narkoba yang dipakai, kurun waktu yang dipakai sewaktu menggunakan
45
narkoba, dosis yang dipakai, kesadaran penderita, sikap keluarga penderita dan
hubungan penderita dengan sindikat pengedar. Selain itu ancaman penyakit
lainnya seperti HIV/AIDS juga ikut mempengaruhi, walaupun bisa sembuh dari
ketergantungan narkoba tapi apabila terjangkit penyakit seperti AIDS tentu juga
tidak dapat dikatakan berhasil.
Rehabilitatif
Program ini disebut juga sebagai upaya pemulihan kesehatan jiwa dan
raga yang ditujukan kepada penderita narkoba yang telah lama menjalani
program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai dan bisa bebas dari penyakit
yang ikut menggerogotinya karena bekas pemakaian narkoba. Kerusakan fisik,
kerusakan mental dan penyakit bawaan macam HIV/AIDS biasanya ikut
menghampiri para pemakai narkoba.Itulah sebabnya mengapa pengobatan
narkoba tanpa program rehabilitasi tidaklah bermanfaat. Setelah sembuh masih
banyak masalah yang harus dihadapi oleh bekas pemakai tersebut, yang
terburuk adalah para penderita akan merasa putus asa setelah dirinya tahu telah
terjangit penyakit macam HIV/AIDS dan lebih memilih untuk mengakhiri dirinya
sendiri. Cara yang paling banyak dilakukan dalam upaya bunuh diri ini adalah
dengan
cara
menyuntikkan
dosis
obat
dalam
jumlah
berlebihan
yang
mengakibatkan pemakai mengalami Over Dosis (OD). Cara lain yang biasa
digunakan
untuk
bunuh
diri
dalah
dengan
melompat
dari
ketinggian,
46
pada
cairan
otak
yaitu
meningitis
serosa
dan
meningitis
Tuberculosis
oleh
Haemophilus
influenzae,
Neisseria
meningitidis
dan
untuk
membentuk
falks
serebrum,
tentorium
serebelum
dan
diafragma sella.
Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat.Ruangan diantara
durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan
jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta
dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah
48
kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini
melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak.Ruangan
diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid.Pada reaksi radang
ruangan ini berisi sel radang.Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke
sumsum tulang belakang.
Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen
sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput
otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus
dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.Invasi kuman-kuman ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear
ke
dalam
ruang
subarakhnoid,
kemudian
terbentuk
bakteri
biasanya
didahului
oleh
gejala
gangguan
alat
penyebab
Haemophilus
influenzae,
25
oleh
Streptococcus
gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang
hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak.Tandatanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku,
terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah
lebih hebat.Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma.Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana
mestinya.
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
dan rotasi kepala.Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu
tidak
dapat
disentuhkan
ke
dada
dan
juga
didapatkan
tahanan
pada
tekanan intrakranial.
a.Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b.Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.
c.
Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a.Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b.Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
a.Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b.Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
Epidemilogi Meningitis
Distribusi Frekuensi Meningitis
a. Orang/ Manusia
Umur
dan
daya
tahan
tubuh
sangat
mempengaruhi
terjadinya
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi
rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah
haji), dan penyakit ISPA.Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang
sedang berkembang dibandingkan pada negara maju.
Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African Meningitis
belt, yang luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia
meliputi 21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan
InsidensRate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara
periodik.Di daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus- kasus
infeksi saluran pernafasan juga meningkat.Di Eropa dan Amerika utara insidensi
infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi
sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi
selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen
pengantar virus.Di Amerika Serikat pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis
virus sebesar 10,9 per 100.000 Penduduk dan sebagian besar kasus terjadi pada
musim panas.
Determinan Meningitis
a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerang bayi di
bawah usia dua tahun.Meningitis yang disebabkan oleh bakteri Pneumokokus 3,4
kali
lebih
besar
pada
anak
kulit
hitam
dibandingkan
yang
berkulit
penurunan resiko terjadinya meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72 kali bila
penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak pernah diberikan
BCG.
Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan
dewasa muda (12-18 tahun).Meningitis virus dapat terjadi waktu orang
menderita
campak,
Gondongan
(Mumps)
atau
penyakit
infeksi
virus
sedangkan
meningitis
serosa
disebabkan
oleh
Mycobacterium
dengan
penderita
infeksi
saluran
pernafasan.Risiko
penularan
tuberculosa
selalu
sebanding
dengan
frekuensi
infeksi
virus.Lebih
sering
dijumpai
pada
anak-anak
daripada
orang
penyakit,
banyaknya
organisme
dalam
selaput
otak,
jenis
oleh
umur
dan
pada
stadium
berapa
penderita
mencari
kesadaran
jarang
ditemukan.
Meningitis
viral
memiliki
prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu
dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.
55
Pencegahan Meningitis
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis
bagi
individu
yang
belum
mempunyai
faktor
resiko
dengan
Meningococcus
dapat
dicegah
dengan
pemberian
kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah
dengan penderita.Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C,
W135 dan Y.meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian
imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over
crowded (luas lantai > 4,5 m2/orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan
pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak
langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan
perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal.Meningitis
juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci
tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal,
56
saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat
menghentikan
dengan
perjalanan
diagnosis
dini
penyakit.Pencegahan
dan
pengobatan
sekunder
segera.Deteksi
dapat
dini
dilakukan
juga
dapat
neurologis
jangka
panjang
misalnya
tuli
atau
ketidakmampuan
57
evaluasi
klinis,
keduanya
mempunyai
tanda
dan
gejala
inflamasi
B. ETIOLOGI
58
Penyebab ensefalitis biasanya bersifat infektif tetapi bisa juga yang noninfektif seperti pada proses dimielinisasi pada Acute disseminated encephalitis.
Ensefalitis bisa disebabkan oleh virus, bakteria, parasit, fungus dan riketsia.
Agen virus, seperti virus HSV tipe 1 dan 2 (hampir secara eksklusif pada
neonatus), EBV, virus campak (PIE dan SSPE), virus gondok, dan virus rubella,
yang menyebar melalui kontak orang-ke-orang. Virus herpes manusia
juga
dapat menjadi agen penyebab. CDC telah mengkonfirmasi bahwa virus West Nile
dapat ditularkan melalui transplantasi organ dan melalui transfusi darah. Vektor
hewan penting termasuk nyamuk, kutu (arbovirus), dan mamalia seperti rabies.
C. KLASIFIKASI
1. A. ENSEFALITIS SUPURATIVA
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,
streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
Patogenesis: Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis
media,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasal dari radang, abses
di dalam paru, bronchiektasis, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur
terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi
dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti
yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling
daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang
membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk
ventrikel.
Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;
1) Demam
2) Kejang
3) Kesadaran menurun : Bila berkembang menjadi abses serebri akan
timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan
intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan
mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda defisit neurologis tergantung
pada lokasi dan luas abses.
59
1. B. ENSEFALITIS SIFILIS
Patogenesis: Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi
melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui
kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini
berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat.
Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat.
Manifestasi klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :
1) Gejala-gejala neurologis :
Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia, apraksia,
hemianopsia, kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai pupil ArgryllRobertson,nervus opticus dapat
Virus RNA
o Paramikso virus : virus parotitis, virus morbili
o Rabdovirus : virus rabies
o Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus
dengue)
o Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
o Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
virus
herpes
zoster-varisella,
herpes
simpleks,
sitomegalivirus,
o virus Epstein-barr
o Poxvirus : variola, vaksinia
o Retrovirus : AIDS
Manifestasi klinis
60
menurun,
timbul
serangan
kejang-kejang,
kaku
kuduk,
para-infeksiosa,
yaitu
ensefalitis
yang
timbul
sebagai
zoster,
parotitis
epidemika,
mononucleosis
infeksiosa
dan
vaksinasi.
Menurut statistik dari 214 ensefalitis,54% (115 orang) dari penderitanya
ialah anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan ialah virus herpes simpleks
(31%) yang disusul oleh virus ECHO (17%). Statistik lain mengungkapkan bahwa
ensefalitis primer yang disebabkan oleh virus yang dikenal mencakup 19%.
Ensefalitis primer dengan penyebab yang tidak diketahui dan ensefalitis parainfeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41% dari semua kasus ensefalitis
yang telah diselidiki.
Ensefalitis primer : ensefalitis viral herpes simpleks
Virus herpes simpleks tidak berbeda secara morfologik dengan virus
varisela, dan sitomegalovirus. Secara serologik memang dapat dibedakan
dengan tegas. Neonatus masih mempunyai imunitas maternal. Tetapi setelah
umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi dapat mengidap gingivo-stomatitis
virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan berlokalisasi pada
perbatasan mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi tersebut jinak
sekali. Tetapi apabila neonatus tidak memperoleh imunitas maternal terhadap
virus herpes simpleks atau apabila pada partus neonatus ketularan virus herpes
simpleks dari ibunya yang mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat
berkembang menjadi viremia. Ensefalitis merupakan sebagian dari manifestasi
viremia yang juga menimbulkan peradangan dan nekrosis di hepar dan glandula
adrenalis.
Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks
merupakan manifestasi reaktivitasi dari infeksi yang laten. Dalam hal tersebut
61
infeksi
virus
beberapa
contoh
termasuk
virus
herpes;
arbovirus
satu
sama
lainnya
sehingga
menimbulkan
penyumbatan-
neoformans,Coccidiodis,
Aspergillus,
Fumagatus
dan
Mucor
mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat
ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi
adalah daya imunitas yang menurun.
IV. RIKETSIOSIS SEREBRI
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang
terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh
darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan
63
D. PATOFISIOLOGI 2
Virus / Bakteri
Mengenai CNS
Ensefalitis
Kejaringan susuna saraf pusat
TIK meningkat
Kerusakana
susunan
saraf
pusat
nyeri kepala
- gangguan penglihatan
kejang spastic
- gangguan bicara
mual, muntah
- gangguan pendengaran
resiko cedera
- kelemahan gerak
BB turun
- gangguan sensorik
motorik
nutrisi kurang
Gambar 4. Patofisiologi Ensefalitis
( Dikutip dari kepustakaan 6 )
64
E. DIAGNOSIS
Anamnesa
65
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilihat tanda-tanda penyakit sistemik seperti dijumpai
adanya
rash,
limfeadenopati,
meningismus,
penurunan
kesadaran,
Pemeriksaan penunjang
carcinomatous.
Pungsi
lumbal
harus
dilakukan
hanya
setelah
pseudotumor cerebri
66
Koagulopati
Abses otak
Pemeriksaan rutin dari CSF mencakup pengamatan visual warna dan kejelasan
dan tes untuk glukosa, protein, laktat, laktat dehidrogenase, jumlah sel darah
merah, jumlah sel darah putih dengan diferensial, serologi sifilis (tes antibodi
menunjukkan sifilis), Gram stain dan bakteri budaya. Pemeriksaan lebih lanjut
mungkin diperlukan tergantung pada hasil tes awal dan diagnosis dicurigai.
Nilai normal:
CSF glucose: 50 - 80 mg/100 mL (atau lebih besar dari 2/3 kadar gula
dalam darah)
CSF cell count: 0 - 5 sel darah putih (semua mononuclear), dan tiada sel
darah merah
Penyakit
Tekanan LCS
Protein
Meningitis bakteri
Hitung sel
Glukosa
sedang-tinggi
> 50 PMN
Rendah
Meningitis virus
sedikit sd normal
limfosit
Normal
Meningitis
sedang
Pleositosis,
Rendah
tuberkulosis
limfositosis
Ensefalitis
/N
sedikit sd normal
limfositosis
normal
Glukosa: CSF glukosa biasanya sekitar dua-pertiga dari glukosa plasma puasa.
Sebuah tingkat glukosa di bawah 40 mg / dL adalah signifikan dan terjadi pada
meningitis bakteri dan jamur dan keganasan.
Protein: Tingkat total protein dalam CSF biasanya sangat rendah, dan albumin
membuat sampai sekitar twothirds dari total. Tinggi tingkat yang terlihat dalam
berbagai kondisi termasuk meningitis bakteri dan jamur, multiple sclerosis,
tumor, perdarahan subarachnoid, dan tap traumatis.
Laktat:
CSF
laktat
digunakan
terutama
untuk
membantu
membedakan
meningitis bakteri dan jamur, yang menyebabkan laktat yang lebih besar,
meningitis virus, tidak ada.
Laktat dehidrogenase: Enzim ini meningkat pada meningitis bakteri dan jamur,
keganasan, dan perdarahan subarachnoid.
Sel darah putih (WBC count): Jumlah sel darah putih dalam CSF sangat rendah,
biasanya memerlukan jumlah pengguna WBC. Peningkatan leukosit dapat terjadi
dalam berbagai kondisi termasuk infeksi (virus, bakteri, jamur, dan parasit),
alergi, leukemia, multiple sclerosis, perdarahan, tekan traumatis, ensefalitis, dan
sindrom Guillain-Barr. Perbedaan WBC membantu untuk membedakan banyak
penyebab. Misalnya, infeksi virus biasanya berhubungan dengan limfosit
meningkat, sementara infeksi bakteri dan jamur terkait dengan peningkatan
leukosit polimorfonuklear (neutrofil). Diferensial juga dapat mengungkapkan
eosinofil berhubungan dengan alergi dan shunt ventrikel; makrofag dengan
bakteri yang tertelan (menunjukkan meningitis), sel darah merah (menunjukkan
perdarahan), atau lipid (menandakan infark serebral mungkin); blasts (sel belum
matang) yang mengindikasikan leukemia, dan karakteristik sel-sel ganas dari
jaringan asal. Sekitar 50% kanker metastatik yang menyusup sistem saraf pusat
68
dan sekitar 10% dari tumor sistem saraf pusat akan menumpahkan sel ke dalam
CSF.
Sel darah merah (RBC count): Meskipun tidak biasanya ditemukan dalam CSF,
sel darah merah akan muncul setiap kali perdarahan telah terjadi. Merah sel
dalam subarachnoid hemorrhage sinyal CSF, stroke, atau tekan traumatis.
Karena sel darah putih dapat masuk CSF dalam menanggapi infeksi lokal,
peradangan, atau perdarahan, jumlah RBC digunakan untuk memperbaiki jumlah
WBC sehingga mencerminkan kondisi selain perdarahan atau tekan traumatis.
Hal ini dilakukan dengan sel darah merah dan jumlah leukosit dalam darah dan
CSF. Rasio sel darah merah dalam CSF ke darah dikalikan dengan jumlah darah
WBC. Nilai ini dikurangi dari CSF WBC count untuk menghilangkan leukosit
berasal dari perdarahan atau tap traumatis.
Gram stain: Pewarnaan Gram dilakukan pada sedimen dari CSF dan positif
sekitar setidaknya 60% dari kasus meningitis bakteri. Budaya dilakukan untuk
bakteri aerobik dan anaerobik. Selain itu, noda lainnya (Pewarnaan kultur
misalnya untuk Mycobacterium tuberculosis, kultur jamur dan tes identifikasi
cepat [tes untuk antigen bakteri dan jamur]) dapat dilakukan secara sistematis.
Serologi sifilis: Hal ini melibatkan pengujian untuk antibodi yang menunjukkan
neurosifilis. Antibodi fluorescent treponemal penyerapan (FTA-ABS) tes sering
digunakan dan positif pada orang dengan sifilis aktif dan diobati. Tes ini
digunakan bersama dengan tes VDRL untuk antibodi nontreponema, positif pada
paling dengan sifilis aktif, tetapi negatif dalam kasus dirawat.
Pengukuran kadar klorida dapat membantu dalam mendeteksi adanya meningitis
tuberkulosis.
Table-2. Chemical Examination of CSF.
69
Test Nonne
Percobaan ini juga dikenal dengan nama test Nonne-Apelt atau test Ross- Jones,
menggunakan larutan jenuh amoniumsulfat sebagai reagens (ammonium sulfat
80 gr : aquadest 100 ml : saring sebelum memakainya). Test seperti dilakukan di
bawah ini terutama menguji kadar globulin dalam cairan otak.
Catatan :
Seperti juga test Pandy, test Nonne ini sering dilakukan sebagai bedside test
pada waktu mengambil cairan otak dengan lumbal pungsi. Dalam keadaan
normal hasil test ini negative, artinya : tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan.
Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin keruh yang terjadi. Laporan
hasil test ini sebagai negative atau positif saja. Test Nonne memakai lebih
banyak bahan dari test Pandy, tetapi lebih bermakna dari test Pandy karena
dalam keadaan normal test ini berhasil negative : sama sekali tidak ada
kekeruhan pada batas cairan.
Test Pandy
Reagen Pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air (phenolum liquefactum 10 ml :
aquadest 90 ml : simpan beberapa hari dalam lemari pengeram 37 oC dengan
sering dikocok-kocok) bereaksi dengan globulin dan dengan albumin.
Catatan :
Test Pandy ini mudah dapat dilakukan pada waktu melaukan punksi dan
memang sering dijalankam demikian sebagai bedside test. Dalam keadaan
normal tidak akan terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang sangat ringan
berupa kabut halus. Sedemikian tinggi kadar protein, semakin keruh hasil
reaksi ini yang selalu harus segera dinilai setelah pencampuran LCS dengan
70
reagen ini. Tidak ada kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus berupa
kabut menandakan hasil reaksi yang negatif.
Elektroensefalograf
Prosedur pemeriksaan ini merupakan suatu cara untuk mengukur aktivitas
gelombang
listrik
dari otak.
Pemeriksaan
ini
biasanya
digunakan
untuk
F. PENATALAKSANAAN
Dengan pengecualian dari ensefalitis herpes simplex dan varicella-zoster,
bentuk ensefalitis virus tidak dapat diobati. Tujuan utama adalah untuk
mendiagnosa pasien secepat mungkin sehingga mereka menerima obat yang
tepat untuk mengobati gejala. Hal ini sangat penting untuk menurunkan demam
71
gejala-gejala
neurologik.
Tujuan
penatalaksanaan
adalah
II.
III.
IV.
V.
Pengobatan kausatif.
Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak
(ensefalitis
bakterial),
maka
harus
diberikan
pengobatan
antibiotik
72
bergantung
pada
kecepatan
dan
ketepatan
pertolongan.
73
74
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan skenario yang kami peroleh, kelompok kami menyimpulkan
bahwa laki-laki pada skenario mengalami Meningitis, dari hasil keterangan klinis
dan hasil laboratorium dimana ditemukan golongan amfetamin positif, jumlah
CD4 menurun, serta pemeriksaan fisik menunjukkan terdapat tanda-tanda
rangsang meningeal. Setelah dilakukan punksi lumbal didapatkan hasil Nonne
dan Pandi positif.
III.2 Penutup
Demikianlah laporan ini kami susun. Semoga dengan tersusunya laporan
ini, pengetahuan atau wawasan menjadi semakin luas. Dan kami berharap,
laporan ini dapat berguna tidak hanya untuk kami, tetapi juga untuk pembaca.
Jika ada kesalahan dalam penulisan pada laporan ini, kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Segala kesalahan datangnya dari kami dan segala
kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
75
DAFTAR PUSTAKA
Baehr. Mathias. Diagnosis Topik Neurologi DUUS : Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala.Edisi 4. 2010. Jakarta : EGC
Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. 2012. Imunologi Dasar Edisi
ke-10. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Behrman RE, Vaughan, V.C, Ensefalitis Viral dalam Nelson Ilmu Kesehatan
Anak, edisi 12, Bag 2, EGC, Jakarta: 42-48.
Brillman, Jon and scott kahan. 2005. In a Page: Neurology. Australia;
Blackwell Publishing
Budiman, Gregory. Basic Neuroanatomical Pathways. Second Edition. FKUI.
Jakarta: 2009. Dewanto, George, et al. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata
Laksana Penyakit Saraf. 2009. Jakarta : EGC
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Ed. 29. Jakarta:
EGC
James D.C., Shields W.D., Encephalitis and meningoencephalitis in Text
Book of Pediatric Infectious Disease, Vol. 1 by Saunders. United States of
America. 2004: 505- 509, 512- 514.
James D. C., Recognition and Management of Encephalitis in Children in
Hot Topics in Infections and Immunity in Children V, Vol. 634 by Springer. United
States of America, 2009 : 53-60.
Limited. 1998. Anatomi Fisiologi Ed. 2. Jakarta: EGC
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta.Dian Rakyat; 2000
PERDOSSI. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University
Press,2008
Perhimpunan dokter syaraf indonesia. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinik.
Yogyakarta : UGM press.
Price, A. Sylvia.2012.PATOFISIOLOGI konsep klinis dasar penyakit volume
2:Jakarta, EGC
Snell, Richard. 2007. Anatomi Klinis. Jakarta: EGC
Soedarmo,Poerwo S. Sumarno. Buku ajar Ilmu kesehatan anak infeksi dan
penyakit tropis edisi pertama .Ikatan Dokter Anak Indonesia .Jakarta. 2000.
Utama, Hendra. 2012. Kamus Kedokteran Ed. 6. Jakarta : FKUI.
Website :http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/Chapter
%20II.pdf. Diakses pada 10 Maret 2015.
76