I.
KONSEP MEDIS
1.
Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen ( membran yang mengelilingi otak dan
media spinalis) yang disebabkan oleh virus, bakteri atau organ organ jamur.
2.
Klasifikasi
Meningitis diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a.
Meningitis Aseptik
Mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang
disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, lomfoma, leukemia atau di darah di ruang
subarakhnoid.
b.
Meningitis Sepsis
Menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh mikro organisme bakteri seperti
meningokokus, stafilokokus,stafilokpkus atau basilus influenza.
c.
Meningitis Tuberkulosa
Disebabkan oleh basilus tuberkel.
Meningitis dalam kondisi lain adalah meningitis pada AIDS. Meningitis Asepsis,
kriptokokus dan tuberkulosa dilaporkan ada pada pasien dengan AIDS. Bentuk meningitis
asepsis akut dan kronis dapat terjadi pada AIDS, keduanya disertai dengan sakit kepala,
tetapi tanda tanda iritasi meningel umumnya terjadi pada bentuk akut. Meningitis asepsis
dengan AIDS disertai dengan kelumpuhan saraf kranial. Meningitis diperkirakan
berhubungan dengan infeksi langsung pada sistem saraf pusat oleh human
immunodeficiency virus (HIV), keadaan ini terpisah dari CSS.
Meningitis kriptokokus merupakan infeksi jamur yang paling banyak pada sistem
saraf pusat pasien dengan AIDS. Pasien dapat mengalami sakit kepala, mual, muntah,
kejang, konfusi, akibat respon radang yang jelas terjadi pada pasien dengan kerjasama
imun ; yang lainnya mengembangkan ciri ciri yang khas.
Meningitis pada penyakit Lyme. Penyakit lyme adalah proses inflamasi
multisystem yang disebabkan oleh pirokheta Borrelia burgdorferi yang ditularkan kutu.
Keadaan abnormal neurologis dihubungkan dengan penyakit yang terlihat pada tingkat
lanjut (tingkat 2 atau 3). Salah satu karakteristik pada tingkat 2 adalah ruang atau dari 1
sampai 6 bulan setelah menghilang. Keadaan abnormal neurologik dihubungkan dengan
tingkat penyakit lyme ini mencakup meningitis asepsis, meningitis limfositikkronik dan
ensefalitis. Pasien pasien ini juga mengalami radang saraf kranial mencakup paralisis
Bell dan neuropati perifer lain. Tingkat3 (bentuk kronik) dimulai bertahun tahun setelah
infeksi kutu dan karakteristik yang muncul berupa arthritis, lesi kulit dan keadaan abnormal
neurologis berat.
3.
Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menybar ke meningen otak dan daerah medula spinalis bagian atas.
Faktor faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit, dan hemoglobinopatis lain, prosedur badan saraf baru,
trauma kepala dan pengaruh immunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring
posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena
vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah, dan menyebabkan reaksi radang di
dalam meningen dan di bawah daerah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metaolisme
akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat furulent dapat menyebar ke
dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan
fisiologi intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah,
daerahpertahanan otak (barrier otak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Iinfeksi terbanyak danri pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi
dan dihubungkan denga meluasnya hemoragi (pada sindrom Waterhouse-Friderichsen)
sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang
disebabkan oleh meningokokus.
4.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang berhasil bergantung pada pemberian antibiotik yang
melewati darah - barier otak ke dalam ruang subrakhnoid dalam konsentrasi yang cukup
untuk menhentikan perkembangbiakan bakteri. Cairan serebrospinal (CSS) dan darah
perlu dikultur, dan terapi antimikroba dimulai segera.Dapat digunakan penisilin, ampisilin
atau khloramfenikel atau satu jenis dari sefalosforin. Antibiotik lain digunakan jika diketahui
streinbakteri resisten. Pasien dipertahankan pada dosis besar antibiotik yang tepat
perintravena.
Dehidrasi atau shok dapat diobati dengan pemberian tambahan volume cairan.
Kejang dapat terjadi pada awal penyakit, dikontrol dengan menggunakan diazepam atau
fenitonin. Diuretik osmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema
serebral.
Pengobatan meningitis kriptokokus dilakukan dengan pemberian amfoterisin B,
yang digunakan dengan atau tanpa 5-flusitosin. Mempertahankan terapi dengan
amfoterisin adalah penting untuk memcegah ulangan.
Banyak pasien dengan penyakit lyme tingkat 2 dan 3 diobati dengan antibiotik
intravena, biasanya penisilin. Gejala-gejala meningitis dan sistemik akan muncul untuk
meningkat dalam beberapa hari, walaupun gejala lain seperti sakit kepala dan nyeri
radikular muncul pada beberapa minggu.
5.
Pemeriksaan Diagnostik
Analisa CSS dari pungsi lumbal:
Meningitis bakterial
Tekanan meningkat , Cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein
meningkat; glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
Meningitis virus
Tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat dan
protein meningkat, glukosan dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif,
kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus.
Kultur darah/hidung/tenggorok/urine
Dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran atau letak ventrikel; hematom
daerah serebral, hemoragik atau tumor.
II.
KONSEP KEPERAWATAN
1.
Tanda : Status mental/tingkat kesadaran; letalgi sampai kebingungan yang berat hingga
koma, delusi dan halusinasi. Kehilangan memori, sulit dalam mengambil
keputusan (dapat merupakan awal gejala berkembangnya hidrosefalus komunikan
yang mengikuti meningitis bakterial). Afasia, mata (ukuran/reaksi pupil); unisokor
atau tidak berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK), nistagmus, ptosis.
Karakteristik facial (wajah): perubahan pada fungsi motorik dan sensorik (saraf
kranial V dan VII terkena). Kejang lobus temporal. Otot mengalami
hipotonia/flaksid paralisis (pada fase akut). Herniparese atau herniplagia. Tanda
Brudzinski positif dan atau tanda kering positif merupakan indikasi adanya iritasi
meninggal (fase akut). Rigiditas nukal (iritasi meningeal). Refleks tendon dalam
terganggu , babinski positif refleks abdominal menurun/tidak ada, refleks
kremastetik hilang pada laki-laki.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan, leher/punggung kaku, nyeri pada gerakan okuler, fotosensitifitas,
sakit, tenggorok nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi /gelisah,menangis / mengaduh /
mengeluh.
Keamanan
Gejala : Adanya riwayat infeksi saluran nafas atas / infeksi lain meliputi; mastoditis,
telinga tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal.
Pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala, anemia sel sabit, imunisasi
yang baru saja berlangsung terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak,
chikenpox, herpes simpleks, mononukleosis, gigitan binatang, benda asing yang
terbawa. Gangguan pendengaran / perlihatan.
Tanda : Suhu meningkat, diaporesis, mengigil, adanya ras, purpura menyeluruh,
pandarahan subkutan. Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau spastik;
paralisis atau paresis, Gangguan sensasi.
Penyuluhan / pembelajaran
PriorItas Keperawatan
a.
b.
c.
d.
e.
3.
Tujuan Pemulangan
a.
b.
c.
d.
e.
4.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan status cairan tubuh, penekanan
respon inflamasi, pemanjangan terhadap patogen
2. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
edema serebral.
3. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan iritasi korteks serebral
4. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
5. Kerusakan mobiltas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
Intervensi Keperawatan
Resiko tInggi terhadap infeksi berhubungan dengan status cairan tubuh,
2.
Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yan tepat baik pasien
pengunjung maupun staf. Pantau dan batasi pengunjung / staf sesuai kebutuhan
Rasional: Menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol
penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi
( misalnya, individu yangmengalami infeksi saluran nafas)
3.
Pantau suhu secara teratur catat munculnya tanda tanda klinis dan proses
infeksi
Rasional: Terapi obat biasanya akan diberikan terus menerus selama kurang lebih
5 hari setelah suhu turun (normal) dan tanda tanda klinisnya yang jelas.
Timbulnya tanda klinis yang terus menerus merupakan indikasi perkembangan
dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai Berminggu minggu atau
berbulan bulan atau terjadi penyebaran patogen salama hematogen / sepsis.
4.
Teliti adanya keluhan nyeri dada berkembangnya nadi yang tidak tertur /
disritmia atau demam yang terus menerus
Rasional: Infeksi sekunder seperti miokarditis / perikarditis dapat berkembang dan
memerlukan intervensi lanjut
5.
Rasional: Adanya rochi atau mengi, takipnea dan peningkatan kerja pernafasan
mungkin mencerminkan adanya akumulasi sekret dengan risiko terjadinya infeksi
pernafasan
6.
Ubah posisi pasien dengan teratur dan anjurkan untuk melakukan nafas
dalam
Rasional: Memobilisasi sekret dan mwningkatkan kelancaran sekret yang akan
menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernafasan
7.
8.
4. Pantau tanda vital seperti tekanan darah. Catat serangan dari hipertensi sistolik
yang terus menerus, dan tekanan nadi yang melebar
Rasional: Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral
dengan konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada tekanan darah sistemik.
Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin mengikuti kerusakan vaskuler serebral
lokal atau difus yang menimbulkan peningkatan TIK. Fenomena yang dapat
ditunjukkan oleh peningkatan tekanan darah sistemik yang bersamaan dengan
penurunan tekanan darah diastolik ( tekanan nadi yang melebar)
5. Pantau frekwensi irama jantung
Rasional: Perubahan pada frekwensi ( tersering bradikardia) dan distritmia dapat
terjadi, yang mencerminkan trauma / tekanan batang otak pada tidak adanya
penyakit jantung yang mendasari
6. Pantau pernafasan, catat pola dan irama pernafasan, seperti adanya periode
apnea setelah hiperventilasi ( pernafasan Cheyne-Stokes)
Rasional: Tipe dari pola pernafasan merupakan tanda yang berat dari adanya
peningkatan TIK / daerah serebral yang terkena dan mungkin merupakan indikasi
perlunya untuk melakukan intubasi dengan disertai pemasangan ventilator
makanik
7. Pantau suhu dan juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi
penggunaan selimut, lakukan kompres hangat jika ada demam. Tutupi ekstremitas
dengan selimut ketika selimut hipotermia digunakan
Rasional: Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin
merupakan komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus. Terjadi peningkatan
kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen (terutama dengan menggigil),
yang dapat meningkatkan TIK
8. Pantau masukan dan haluaran. Catat karakteristik urine, turgol kulit, dan keadaan
membran mukosa
Rasional: Hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata dan
meningkatkan resiko dehidrasi, tertutama jika tingkat kesadaran menurun /
munculnya mual menurunkan pemasukan nmelalui oral.
serebral
Intervensi:
1.
Pantau adanya kejang/kedutan pada tangan, kaki ,dan mulut atau otot wajah
yang lain.
Rasional : Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan
evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi
2.
3.
4.
kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin (dilantin), diazepam (valium),
fenobarbital (luminal)
Rasional : Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang
Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
Intervensi
1.
Rasional : Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada
cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi
2.
5.
6. Kolaborasi
Berikan analgetik ;seperti asetarninofen, kodein
Rasional: Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
Intervensi
1.
2.
3.
sensorik, integrasi.
Intervensi
1.
2.
3.
4.
Pendekatan
antar
disiplin
dapat
menciptakan
rencana
Intervensi
1.
2.
Meningkatkan
pemahaman,
mengurangi
rasa
takut
karena
4.
5.
2.
Diskusikan
mengenai
kemungkinan
proses
4.
5.
mengubah terapi yang diberikan dan untuk menentukan adanya penurunan fungsi
neurologis
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3,
EGC, Jakarta
Doengoes dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Price AS dan Lorraine MW, 1995, Patofisiologi, Volume 2, EGC, Jakarta