PENDAHULUAN
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak, dimana secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah fokal yang terganggu. Keadaan ini sering
merupakan akumulasi penyakit serebrovaskular selama beberapa tahun.
Stroke merupakan penyakit neurologi yang serius, dengan serangan akut yang
dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat ataupun kecacatan seumur hidup.
Pada kasus stroke berat dapat terjadi beberapa kemungkinan, seperti kematian, stroke
berulang, dementia, dan depresi. Stroke iskemik disebabkan oleh sumbatan aliran
darah yang tiba-tiba pada pembuluh darah otak, menyebabkan iskemi jaringan bagian
distal pembuluh darah dan memicu nekrosis bila tidak segera diperbaiki. Penyebab
utama stroke iskemik adalah arterosklerosis yang mengenai arteri besar dan medium
pada leher dan kepala. Trombosis arteri berasal dari hancurnya plak ateroskerotik atau
dapat juga berasal dari emboli yang terbentuk di arteri karotis dan aorta asenden.
Trombus terbentuk karena beberapa faktor yang meliputi pembuluh darah yang tidak
baik, adanya timbunan lemak, kalsium dan faktor pembekuan darah.
Diagnosis stroke iskemik didasarkan pada riwayat penyakit, anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan radiologis
dan laboratoris. Penentuan jenis stroke secara klinis biasanya dilakukan dengan
menggunakan beberapa sistem skoring, diantaranya dengan Siriraj Stroke Score,
tetapi cara tersebut memiliki bias yang sangat tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Stroke
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
baik secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau
kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain kecuali gangguan
vaskuler yang dapat berupa infark maupun hemoragik.
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Stroke dapat juga didefinisikan
sebagai penyakit yang terjadi akibat terganggunya aliran darah ke otak secara
tiba-tiba sehingga menyebabkan kerusakan neurologis dan dapat menimbulkan
cacat dan kematian.
Menurut kriteria WHO, stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau yang dapat
menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan peredaran darah otal.
Termasuk disini perdarahan subarakhnoid, perdarahan intraserebral, dan infark
serebral. Tidak termasuk disini adalah gangguan peredarah darah otak sepintas,
perdarahan oleh karena adanya tumor otak atau stroke sekunder oleh karena
trauma5. Dalam praktek, biasanya stroke digunakan sebagai sinonim dari
Cerebrovascula Disease (CVD), sedangkan pada Kurikulum Inti Pendidikan
Dokter Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat
gangguan peredaran otak (GPDO).
Stroke iskemik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih; pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian. Stroke jenis ini memiliki ciri khas onset defisit neurologis
setempat yang tiba-tiba. Beberapa pasien mengalami perkembangan gejala yang
merupakan
penyebab
stroke
iskemik,
biasanya
berupa
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya stroke. Faktor risiko terjadinya stroke
ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Non-modifiable risk factor (faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan)
Usia (risiko meningkat setiap penambahan dekade)
Ras (risiko lebih tinggi pada bangsa kulit hitam daripada kulit putih0
Jenis kelamin (laki-laki >> perempuan)
Hereditas/genetik/keturunan
Riwayat Transient Ischemic Attack (TIA)
Riwayat stroke terdahulu
Pemakai obat-obatan
Fisiologikal
Hipertensi (merupakan faktor risiko utama, dengan kemungkinan
terserang stroke 5-10 kali dibandingkan individu yang tidak memiliki
riwayat hipertensi)
Diabetes melitus (merupakan faktor risiko utama, dengan kemungkinan
terserang stroke 2 kali dibandingkan individu yang tidak memiliki
riwayat diabetes melitus)
Penyakit jantung
Obesitas (merupakan faktor risiko utama, dengan kemungkinan
terserang stroke 1,5 kali dibandingkan individu yang tidak obesitas)
Kolesterol/hiperlipidemia (merupakan faktor risiko utama, dengan
kemungkinan terserang stroke 1,5 kali dibandingkan individu yang tidak
biasanya
sering pada usia tua (> 50 tahun). Bila infark luas, dapat menyebabkan edema
yang luas dan tekanan intra kranial meningkat, sehingga memungkinkan
terjadinya herniasi tentorial dalam 72 jam yang dapat berujung kepada
kematian. Gejala lain muncul sesuai arteri yang terkena. Nervus cranial VII dan
XII sering terkena, karena dipersarafi satu hemisfer, sedangkan nervus cranial
lain jarang terkena, karena dipersarafi dua hemisfer.
Emboli serebri
Terjadi pada lebih dari 90% dari penderita penyakit jantung (atrial fibrilasi,
endocarditis, stenosis, MCI protese katup). Jika partikel atau plaq trombus yang
menempel di katup jantung terlepas dan beredar hingga ke otak, maka akan
menyebabkan oklusi arteri otak. Gejala klinisnya dapat berupa gangguan
motorik sesuai lesi hemiparese atau nervus kranialis, gangguan fungsi luhur,
dan lain-lain seperti gejala-gejala pada trombosis serebri. Bila embolus besar
dan mengenai arteri besar, maka dapat muncul manifestasi berupa delirium,
Disartria
Ataxia
Kelemahan pada ekstremitas
b. Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral (PIS)
Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Tabel 1. Perbedaan Stroke Hemoragik (SH) dan Stroke Non Hemoragik (SNH)
Gejala Klinik
SH
NH
PIS
Berat
Menit/jam
Hebat
PSA
Ringan
1-2 menit
Sangat hebat
Sering
Sering
Hipertensi
Penurunan
Kesadaran
Kaku kuduk
Hampir selalu
Berat-ringan
Pelan (jam/hari)
Ringan
Tidak ada,
kecuali jika lesi
di batang otak
Sering kali
Ada
Ada
Tidak ada
Jarang
Tidak ada
Hemiparesis
Sering di awal
Gangguan bicara
Bisa ada
Ada
Permulaan tidak
ada
Jarang
Likuor
Paresis/
gangguan N.III
Waktu serangan
Kejang
Tanda rangsang
meningeal
Papil edema
Perdarahan retina
Berdarah
Berdarah
Jernih
Tidak ada
Bisa ada
Tidak ada
Lagi aktif
Umum
Lagi aktif
Sering fokus
Bangun pagi
Tidak ada
+
+
+
+
Defisit lokal
Onset
Nyeri kepala
Muntah pada
awalnya
Sering
10
berasal sampai bifurkasio pada fisura sylvian. Pada sistem vertebrobasiler plak sering
ditemukan pada tempat asal arteri vertebral dan arteri basilar. Dengan bertambahnya
usia fatty streak berubah menjadi plak fibrosa, sering ditemukan pada
usiapertengahan dan orang tua. Plak ini terdiri dari inti seluler debris, free
ekstraselular lipid, dan kristal kolesterol, dibagian cap terdiri dari foam cells, otot
polos yang berubah, limfosit dan connective tissue. Aterosklerosis berkembang
menjadi complicated lesion, dimana terjadi kalsifikasi, deposit hemosiderin, dan
gangguan permukaan lumen pembuluh darah.
Aterosklerosis dapat menyebabkan stroke iskemik dengan cara trombosis yang
menyebabkan tersumbatnya artei-arteri besar terutama a.karotis interna, a. Serebri
media atau a. basilaris, dapat juga mengenai arteri kecil yang mengakibatkan
terjadinya infark lakuner. Sumbatan juga dapat terjadi pada vena-vena atau sinus
venosa intra kranial. Dapat juga terjadi emboli, dimana stroke terjadi mendadak
karena arteri serebri tersumbat oleh trombus dari jantung, arkus aorta atau arteri besar
lainnya.
d. Trombosis
Menurut Triad of Virchows, trombosis terjadi karena kumpulan kelainan 3
faktor dari meliputi perubahan dinding pembuluh darah (disfungsi endotel),
perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah. Trombosis arteri banyak
terjadi di daerah percabangan karena ada perubahan aliran darah sehingga mudah
terjadi kerusakan endotel. Hilangnya sifat non-trombogenik menyebabkan aktivasi
trombosit dan system pembekuan darah yang menghasilkan trombus. Trombus arteri
biasanya berupa white trhrombus yang terutama terdiri dari trombosit. Faktor risiko
trombosis arteri adalah berbagai kondisi yang menyebabkan kerusakan endotel atau
adanya kelainan trombosit. Bila ada kerusakan endotel, jaringan subendotel akan
terpapar dan menyebabkan system pembekuan darah diaktifkan. Trombosit melekat
pada jaringan subendotel terutama serat kolagen dan membran basalis. Adhesi
trombosit sangat tergantung pada protein plasma yang disebut faktor von
Willebrands (vWF) yang disintesis oleh endotel dan megakariosit. Faktor ini
berperan sebagai perantara trombosit dan jaringan subendotel.
11
12
Diagnosis klinis stroke dapat ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
neurologis dimana didapatkan gejal-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan
penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh
darah otak tertentu. Pendarahan otak dilayani oleh 2 sistem, yaitu sistem karotis dan
sistem vertebrobasiler, sehingga lesi pada daerah tersebut akan menimbulkan
diagnosis klinis yang berbeda-beda sesuai lesi.
b. Diagnosis topis
Diagnosa topis dapat ditetapkan dari gejala-gejala yang timbul, dimana gejala
klinik tersebut dapat dibedakan berdasarkan letak lesinya, yaitu kortikal, subkortikal
(kapsula interna, ganglia basalis, talamus), dan batang otak.
Bila topis di kortikal, akan terjadi gejala klinik : afasia, gangguan sensoris
kortikal (position, point localization, graphesthesia, stereognosis), muka dan lengan
lebih lumpuh (a.serebri media) atau tungkai lebih lumpuh (a.serebri anterior), eye
deviation (melihat topis di kortikal) dan hemiparesis yang disertai kejang.
Topis di subkortikal akan menimbulkan tanda : muka, lengan, dan tungkai sama
berat lumpuhnya (khas untuk lesi di kapsula interna), dystonic posture (tampak pada
lesi di ganglia basalis), gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka, lengan dan
tungkai (tampak pada lesi di talamus).
Bila topis di batang otak didapatkan gambaran klinis berupa hemiplegi alternans,
tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan sensoris,
gangguan nyeri, suhu, dan kornea wajah ipsilateral dan gangguan nyeri, suhu pada
kontralatera, disartria, gerakan mata abnormal dan deviasi lidah.
Bila topis di medula spinalis akan timbul : muka biasanya tidak tampak kelainan,
brown sequd syndrome, gangguan sensoris dan keringat sesuai tinggi lesi, gangguan
miksi dan defekasi.
c. Diagnosis etiologis
Diagnosis etiologis stroke dibedakan menjadi stroke perdarah dan stroke infark.
Kedua hal ini secara garis besar dibedakan pada gejalanya seprti terlihat pada tabel di
bawah ini:
13
dan
echocardiogram,
foto
thorax,
fungsi
lumbal,
Poin
0
1
2
Nilai
x 2,5
14
Muntah dalam
waktu 2 jam
Tidak ada
Ada
0
1
x2
Nyeri kepala
dalam 2 jam
Tidak ada
Ada
0
1
x2
Ateroma
0
1
x3
Tekanan
diastolik
90
x 0,1
Konstanta
-12
Jumlah
SSS
15
Penurunan kesadaran
Nyeri kepala
Refleks Babinski
Ketiganya atau dua dari
ketiganya (+)
Stroke PIS
Penurunan kesadaran (+)
Nyeri kepala (-)
Refleks Babinski (-)
Stroke PIS
Penurunan kesadaran (-)
Nyeri kepala (+)
Refleks Babinski (-)
Stroke PIS
Penurunan kesadaran (-)
Nyeri kepala (-)
Refleks Babinski (+)
Stroke infark
Penurunan kesadaran (-)
Nyeri kepala (-)
Refleks Babinski (-)
Stroke infark
yang
mencerminkan
gambaran
patologis
lesi
di
otak
perlu
17
selama 48-72 jam pertama setelah onset stroke. Bila ada hipertensi berat obati pasien
dengan obat antihipertensi.
d. Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala strok)
Sekitar 5 % pasien yang dirawat dengan stroke iskemik mengalami serangan
stroke kedua dalam 30 hari pertama. Resiko ini paling tinggi (lebih besar dari 10%)
pada pasien dengan stenosis karotis yang berat dan kardioemboli serta paling rendah
(1 %) pada pasien dengan infark lakuner. Terapi dini dengan heparin dapat
mengurangi risiko stroke berulang dini pada pasien dengan kardioemboli.
Protokol Penatalaksanaan Strok Iskemik Akut:
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB intravena (dosis maksimum 90 mg).
10% diberikan bolus intravena dan sisanya diberikan per drips dalam waktu 1 jam
jika onset gejala stroke dapat dipastikan kurang dari 3 jam dan hasil CT Scan otak
tidak memperlihatkan infark dini yang luas.
b. Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung
atau iskemia miokard. Bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat
diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh terlalu cepat
diturunkan.Akibat penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke
iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Aliran darah
yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang meningkat bermanfaat bagi
daerah otak yang mendapat perfusi marginal (Penumbra iskemik). Tetapi tekanan
darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat
edema serebri. Oleh sebab itu, pedoman untuk penatalaksanaan hipertensi pada
stroke iskemik akut adalah bila terdapat salah satu hal berikut ;
Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan
hipertensi
non
neurologis :
Iskemia miokard akut
Edema paru kardiogenik
Hipertensi maligna (retinopati)
Neuropati hipertensif
Diseksi aorta
18
Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali pengukuran
selang 15 menit :
Sistolik > 220 mmHg
Distolik > 120 mmHg
Tekanan arteri rata-rata > 140 mmHg
Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan
darah sistolik > 180 mmHg dan diastolik > 110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi golongan penyekat alfa beta (labetolol),
penghambat ACE (kaptopril atau sejenisnya) atau antagonis kalsium yang
bekerja perifer (nifedipin atau sejenisnya) penurunan tekanan darah pada
stroke iskemik akut hanya boleh maksimal 20 % dari tekanan darah
sebelumnya. Nifedipin sublingual harus diberikan dengan hati-hati dan
dengan pemantauan tekanan darah ketat setiap 15 menit atau dengan alat
monitor kontinus sebab dapat terjadi penurunan tekanan darah secara drastis.
Oleh sebab itu, sebaiknya dimulai dengan dosis 5 mg sublingual dan dapat
dinaikkan menjadi 10 mg tergantung respons sebelumnya.
Pada tekanan darah yang sulit diturunkan dengan obat diatas atau bila
diastolik > 140 mmHg secara persisten maka harus diberikan natrium
nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml)
dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah
yang diinginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drips 10-20
ug/menit.
Tekanan darah yang rendah pada stroke akut adalah tidak lazim. Bila
dijumpai maka tekanan darah harus dinaikkan dengan dopamine atau
dobutamin drips serta mengobati penyebab yang mendasarinya.
Pertimbangan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis
atau radiologis adanya infark hemisfer atau serebellum yang massif, kesadaran
19
pada CT Scan.
Pertimbangkan pemberian heparin intravena dimulai dosis 800 unit/jam,
20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai
masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi berikut ini :
Kemungkinan besar stroke kardioemboli
Iskemia otak sepintas (TIA) atau infark karena stenosis arteri karotis
Stroke dalam evolusi
Diseksi arteri
Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada pasien dengan infark luas
yang berhubungan dengan efek massa atau konversi/transformasi hemoragik.
Pasien stroke dengan infark miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup
jantung atau trombus intrakardia harus diberi antikoagulan oral (warfarin)
minimal 1 tahun dengan mempertahankan masa protrombin 1,5-2,5 kali
kontrol atau INR2-3.
enerterektomi karotis.
Pemeriksaan berikut ini dilakukan selektif pada pasien tertentu :
Ultrasonografi Doppler transkranial dapat dipakai untuk mendiagnosis oklusi
atau stenosis arteri intrakranial besar. Gelombang intrakranial yang abnormal
20
dan pola aliran kolateral dapat juga dipakai untuk menentukan apakah suatu
intermitten.
Pertimbangkan pemeriksaan darah berikut ini pada kasus-kasus penyebab
stroke yang tidak lazim, terutama pada usia muda :
Kultur darah jika dicurigai endokarditis..
Pemeriksaan prokoagulan : aktivitas protein C, aktivitas protein S, aktivitas
antitrombin III, antikoagulan lupus, antibody antikardiolipin.
Pemeriksaan untuk vaskulitis : antibody antinuklear (ANA), factor
rheumatoid, regain plasma cepat (RPR), serologi virus hepatitis, laju endap
darah, elektroforesis protein serum, krioglobulin, dan serologi virus herpes
simpleks.
Profil koagulasi untuk menyingkirkan koagulasi intravaskular disseminata
(DIC).
Beta gonadotropin khorionik manusia (b-HCG) untuk menyingkirkan
kehamilan pada wanita muda dengan stroke.
21
jangan sampai menjadi mati. Diupayakan agar aliran darah di daerah yang iskemik
dapat dipulihkan kembali. Demikian juga metabolismenya.
Banyak macam tindakan serta macam obat yang telah diselidiki, namun banyak
yang hasilnya belum meyakinkan, masih kontroversial. Masih dibutuhkan penelitian
lebih lanjut. Perlu disadari bahwa untuk meneliti khasiat terapi pada stroke bukanlah
hal yang mudah. Antara lain disebabkan karena perjalanan penyakit stroke beragam,
penyebab dan faktor resikonya juga bermacam-macam. Demikian juga daerah yang
mengalami iskemia serta beratnya iskemia berbeda-beda. Semua hal ini ikut
mempengaruhi perjalanan penyakit. Hal ini menyulitkan peneliti untuk memastikan
apakah terapi yang diberikan ada manfaatnya.
Sekiranya terjadi perbaikan, sulit memastikan apakah perbaikan tersebut
diakibatkan oleh obat atau tindakan yang diberikan. Mungkin saja perbaikan tersebut
akan terjadi tanpa terapi yang diberikan. Untuk memastikan hal yang demikian
dibutuhkan penelitian terhadap sangat banyak jumlah pasien. Mencapai ratusan
jumlahnya, hal yang sulit dilakukan dengan mengingat fasilitas yang tersedia.
Berikut ini beberapa macam obat yang digunakan pada stroke iskemik :
a. Obat untuk edema otak
Pada fase akut stroke dapat terjadi edema di otak. Bila edema ini berat akan
mengganggu sirkulasi darah di otak dan dapat juga mengakibatkan herniasi
(peranjakan) jaringan otak. Herniasi ini dapat mengakibatkan keadaan lebih buruk
atau dapat juga menyebabkan kematian.
Obat antiedema otak ialah cairan hiperosmolar (misalnya larutan Manitol 20%;
larutan gliserol 10%). Membatasi jumlah cairan yang diberikan juga membantu
mencegah bertambahnya edema di otak. Obat dexametasone, suatu kortikosteroid,
dapat pula digunakan.
b. Obat antiagregasi trombosit
Ada obat yang dapat mencegah menggumpalnya trombosit darah dan dengan
demikian mencegah terbentuknya thrombus (gumpalan darah) yang dapat menyumbat
pembuluh darah. Obat demikian dapat digunakan pada stroke iskemik, misalnya pada
TIA. Obat yang banyak digunakan ialah asetosal (Aspirin). Dosis asetosal berkisar
22
dari 40 mg sehari sampai 1,3 gram sehari. Akhir-akhir ini juga digunakan obat
tiklopidin untuk maksud yang sama, dengan dosis 2 x 250 mg atau Klopidogrel
dengan dosis 1 x 75 mg sehari. Pada TIA, untuk mencegah kambuhnya, atau untuk
mencegah terjadinya stroke yang lebih berat, lama pengobatan dengan antiagregasi
berlangsung 1 2 tahun atau lebih.
c. Antikoagulansia
Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi thrombus.
Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke dengan kelainan
jantung yang dapat menimbulkan embolus. Obat yang digunakan ialah heparin,
kumarin, sintrom.
d. Obat Trombolitik (obat yang dapat menghancurkan thrombus)
Terapi trombolitik pada stroke iskemik didasari anggapan bahwa bila sumbatan
oleh thrombus dapat segera dihilangkan atau dikurangi (rekanalisasi), maka sel-sel
neuron yang sekarat dapat ditolong.
Penelitian yang cukup besar, yang membuktikan efektivitas penggunaan rt-PA
pada stroke iskemik, ialah penelitian HINDS, yang melibatkan 624 penderita dan
pengobatan dimulai dalam kurun waktu 3 jam setelah mulainya stroke. Terjadinya
perdarahan sebagai akibat pengobatan ini cukup tinggi (6,4 % dibanding 0,6% pada
kelompok tanpa trombolitik (plasebo). Namun demikian, pasien yang dapat pergi
pulang ke rumah lebih banyak pada kelompok yang mendapat rt-PA, yaitu 48%
dibanding 36% pada plasebo. Terapi trombolitik pada stroke iskemik merupakan
terapi yang poten, dan cukup berbahaya bila tidak dilakukan dengan seksama.
e. Obat atau tindakan lain
Berbagai obat dan tindakan telah diteliti dan dilaporkan di kepustakaan dengan
tujuan memperbaiki atau mengoptimalisasi keadaan otak, metabolisme dan
sirkulasinya. Obat-obat ini misalnya : kodergokrin mesilat (Hydergin), nimodipin
(Nimotop), pentoksifilin (Trental), sitikolin (Nicholin).
Tindakan yang perlu penelitian lebih lanjut ialah : hemodilusi (mengencerkan
darah). Hal ini dilakukan bila darah kental pada fase akut stroke. Bila darah kental,
misalnya hematokrit lebih dari 44 50 %, maka darah dikeluarkan sebanyak 250 cc,
23
diganti dengan larutan dekstran 40 atau larutan lainnya. Bila masih kental juga, dapat
dikeluarkan lagi 250 cc keesokan harinya.
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny.N
Umur
: 68 Tahun
Alamat
: Bulat Payung
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Menikah
Tanggal Masuk
B. ANAMNESIS
: 14 September 2014
: Alloanamnesis/autoanamnesis
I.
II.
2 hari yang lalu pasien terjatuh saat berkebun, setelah terjatuh pasien
III.
24
IV.
V.
C. PEMERIKSAAN FISIK
I.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran
: Komposmentis
GCS
: E4M6VAphasia Global
Tinggi badan
:-
Berat badan
:-
Tanda Vital
-
Tekanan darah
: 150/90 mmHg
Irama Jantung
: 88 x/menit, reguler
Frekuensi nadi
: 88 x/menit, reguler.
Suhu
: 38.2 oC
Rambut
Leher
Aksila
Inguinal
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
25
Leher
: spasme otot-otot leher (-), spasme otot bahu (-), nyeri (-)
Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
sinistra.
Auskultasi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien
Perkusi
: Timpani.
Ekstremitas
II.
Superior
Inferior
Status Neurologis
A. Tanda Rangsang Selaput Otak:
Kaku Kuduk
: Negatif
Brudzinski I
: Negatif
Brudzinski II
: Negatif
Kernig Sign
: Negatif
26
: Isokor
Refleks cahaya
: +/+
Kanan
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Kiri
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Kanan
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Kiri
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Kanan
Normal
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kiri
Normal
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bentuk
Normal
Normal
Refleks cahaya
Positif
Positif
Rrefleks akomodasi
Normal
Normal
Refleks konvergensi
Normal
Normal
27
N. IV (N. Trochlearis)
Gerakan mata ke bawah
Kanan
Tidak dinilai
Kiri
Tidak dinilai
Sikap bulbus
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Diplopia
Tidak dinilai
Tidak dinilai
N. V (N. Trigeminus)
Kanan
Kiri
Motorik :
Membuka mulut
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Menggerakkan rahang
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Menggigit
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Positif
Positif
Mengunyah
Sensorik :
Divisi Optalmika
Refleks kornea
Sensibilitas
Divisi Maksila
Refleks masseter
Sensibilitas
Divisi Mandibula
Sensibilitas
Nyeri TMJ
N. VI (N. Abduscen)
Gerakan mata lateral
Sikap bulbus
Diplopia
Kanan
Normal
Normal
Tidak ada
Kiri
Normal
Normal
Tidak ada
28
Kanan
Tidak Simetris
Tidak dinilai
Kiri
Simetris
Tidak dinilai
Fisura palpebral
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Menggerakkan dahi
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Menutup mata
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Mencibir/bersiul
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Memperlihatkan gigi
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Hiperakusis
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Suara berbisik
Kanan
Tidak dinilai
Kiri
Tidak dinilai
Detik arloji
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Rinne test
Scwabach test
Webber test :
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Memanjang
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Memendek
Nistagmus :
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Pendular
Tidak ada
Tidak ada
Vertikal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
tidak ada
Siklikal
Pengaruh posisi kepala
N. IX (N. Glossopharingeus)
Kanan
Kiri
29
Sensasi
belakang
Refleks
reflek
lidah
1/3
Tidak dinilai
Tidak dinilai
muntah/Gag
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Arkus faring
Kanan
Tidak dinilai
Kiri
Tidak dinilai
Uvula
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Menelan
Artikulasi
Normal
Tidak dinilai
Normal
Tidak dinilai
Suara
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Nadi
88 x/menit
88 x/menit
Menoleh ke kanan
Kanan
Tidak dinilai
Kiri
Tidak dinilai
Menoleh ke kiri
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Mengangkat bahu ke
kanan
Mengangkat bahu ke kiri
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
N. X (N. Vagus)
N. XI (N. Assesorius)
Kanan
Defiasi ke kanan
Kiri
Normal
Defiasi ke kiri
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
30
D. Pemeriksaan Koordinasi
Tandem walking
Romberg test
Ataksia
Rebound phenomen
Tes tumit-lutut
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Disatria
Disgrafia
Supinasi-pronasi
Tes jari-hidung
Tes hidung-hidung
Negatif
Sulit dinilai
Normal
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea
Ekstremitas
Gerakan
Kekuatan
Trofi
Tonus
Kanan
Tidak dinilai
Kiri
Tidak dinilai
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Superior
Kanan
Kiri
Lemah
Normal
Sulit dinilai Sulit dinilai
Normotrofi
Hipotonus
Normotrofi N Normotrofi
Normotonus
Hipotonus
F. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil
Sensibilitas nyeri
Sensibilitas termis
Sensibilitas kortikal
Stereognosis
Pengenalan 2 titik
Pengenalan rabaan
G. Sistem Refleks
Refleks Fisiologis
Kornea
Inferior
Kanan
Kiri
Lemah
Normal
Sulit dinilai Sulit dinilai
Normotrofi
Normotonu
s
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Kanan
Normal
Kiri
Normal
31
Berbangkis
Laring
Masseter
Dinding perut
Atas
Bawah
Tengah
Biseps
Triseps
APR
KPR
Bulbokavernosus
Kremaster
Sfingter
Tidak dinilai
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
+2
+2
+2
+2
+2
+2
+2
+2
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Refleks Patologis
Lengan
Hoffman-Tromner
Tungkai
Babinski
Chaddoks
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Klonus kaki
3.
Fungsi Otonom
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat
4. Fungsi Luhur
Kesadaran
Reaksi bicara
Fungsi intelek
Reaksi emosi
Tidak dinilai
Normal
Normal
Kanan
Kiri
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
: Normal
: Normal
: Normal
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tanda Demensia
Reflek glabella
Reflek snout
Reflek menghisap
Reflek memegang
Refleks palmomental
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
32
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Laboratorium:
- Darah rutin (Hb 14,5, Leukosit 5,4 x 103, Ht 32,7%, Trombosit 215.000)
- Profil lipid (HDL, LDL, kolestrol total)
- Gula darah (91mg/dl)
- Fungsi hati
- Fungsi ginjal(creatinin 1,1 mg/dl, ureum 38,3 mg/dl)
Radiologi:
- Thorax (menyingkirkan kemungkinan adanya pembesaran jantung)
EKG
Rencana Pemeriksaan Tambahan :
CT SCAN kepala
E. MASALAH
-
Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topik
Diagnosis Etiologi
: Iskemik serebri
F. PEMECAHAN MASALAH
Terapi Umum
-
Terapi Khusus
-
mg/hari)
Paracetamol 500mg 3x1 (antipiretik)
Nonfarmakologi
33
Fisioterapi
34
BAB IV
PEMBAHASAN
Ny. N usia 68 tahun, mengalami jatuh saat berkebun dan pasien mengalami
kelumpuhan pada anggota gerak bagian kanan, pasien dibawa kerumah sakit oleh
keluarganya. Selain tidak bisa menggerakkan anggota gerak bagian kanan, pasien
juga mengalamai kesulitan untuk berbicara dan memahami perkataan, keluhan
nyeri kepala (-), keluhan mual muntah (-), keluhan penurunan kesadaran (-),
demam (-), BAB dan BAK normal, makan minum masih mampu dilakukan,
Ny. N mempunyai riwayat hipertensi dan nyeri sendi pada lutut 2 tahun
yang lalu dengan riwayat senang mengkonsumsi makanan asin yang
meningkatkan tekanan darah. Hipertensi yang tidak terkontrol merupakan faktor
risiko utama yang bisa menyebabkan kejadian stroke, dengan kemungkinan
terserang stroke 5-10 kali dibandingkan individu yang tidak memiliki riwayat
hipertensi.
Pada Ny. N, terjadi kelemahan pada wajah, lengan dan tungkai sebelah
kanan yang disebut dengan hemiparesis. Stroke akan menyebabkan terjadinya
hemiparesis yaitu terjadinya kelemahan pada separuh anggota gerak.
Hemiparesis terjadi karena adanya kerusakan pada daerah korteks piramidalis
satu sisi yang menimbulkan kelemahan pada upper motor neuron pada tubuh sisi
kontra lateral. Kerusakan pada korteks motorik primer akan mengganggu sistem
piramidalis dalam memberikan impuls gerak pada jaras kortikospinal dan
kortikobulbar sehingga perintah gerak tidak bisa dihasilkan oleh otot.
Hemiparesis juga berarti kelemahan satu sisi tubuh termasuk wajah, lengan, dan
tungkai.
Selain masalah motorik pada Ny. N, juga didapati aphasia global
disebabkan adanya iskemik pada daerah otak kiri yaitu area broca dan wernicke
(area 44 dan 39 broadman) sehingga pasien sulit untuk berbicara dan mengerti
akan apa yang diperintahkan kepasien. Area broca memiliki fungsi sebagai motor
35
area untuk berbicara dan wernicke area berfungsi sebagai area pemahaman atau
pengertian bahasa dan tulisan.
Asimetris wajah terjadi karena terganggunya nervus kranial VII tipe UMN
ditandai dengan kelemahan otot-otot wajah sehingga dari pemeriksaan wajah
terlihat asimetris, sedangkan deviasi lidah pada Ny.N terjadi karena adanya
gangguan pada nervus kranial XII hypoglossus yang mengatur gerakan lidah
yang terlihat berupa adanya defiasi lidah ke sisi yang sama saat diam tetapi
defiasi kesisi yang berlawanan saat dijulurkan.
Farmakoterapi yang diberikan pada Tn. B adalah berupa pemberian
Citicoline tab 500 mg 2 x 1, merupakan vasodilator perifer dan aktivator serebral
yang meningkatkan kesadaran karena kerusakan otak, trauma serebral, atau
infark serebral, aspilet tab 80 mg 2 x 1, merupakan obat antiagregasi trombosit
yang akan mencegah terbentuk nya trombus dari agregasi trombosit yang akan
mencoba untuk memperbaiki keadaan pembuluh darah, dan paracetamol
memiliki fungsi untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara mengatur termostat
yang ada di otak.
36
: Ny. N
: 68 tahun
Jenis Pemeriksaan
Kesadaran
Composmentis
Somnolen
Semi koma &
koma
Muntah dalam
waktu 2 jam
Nyeri kepala
dalam 2 jam
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
0
1
2
Poin
x 2,5
Nilai
0
0
1
0
1
x2
x2
Ateroma
0
1
x3
Tekanan
diastolik
100
x 0,1
100
Konstanta
-12
-12
Jumlah
SSS
-3
= (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (3 x
ateroma) + (0,1 x tekanan darah diastolik) 12
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (3 x 0) + (0,1 x 90) 12
= 9 12
= -3
Keterangan :
Jika nilai >1
: Perdarahan otak
<-1
: Infark otak
-1 (SSS)
: Diagnosis meragukan ( gunakan kurva/CT scan)
Pada pasien ini SSS= -3 kesimpulan : Infark otak
37
BAB V
38
KESIMPULAN
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya atau terhamabatnya suplai darah ke bagian otak, dimana
secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam)
timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal yang terganggu. Keadaan ini
sering merupakan akumulasi penyakit serebrovaskular selama beberapa tahun.
Stroke merupakan penyakit neurologi yang serius, dengan serangan akut yang
dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat ataupun kecacatan seumur hidup.
Pada kasus stroke berat dapat terjadi beberapa kemungkinan, seperti kematian, stroke
berulang, dementia, dan depresi. Seseorang yang pernah terserang stroke mempunyai
kecenderungan lebih besar akan mengalami stroke berulang, terutama jika faktor
risiko yang ada tidak ditanggulangi dengan baik.
Stroke juga bisa menyebabkan gangguan berbicara baik itu ekspresive aphasia
(kerusakan pada area broca) ataupun receptive aphasia (kerusakan pada area
wernicke), sehingga bisa disimpulakn stroke bisa menyebabkan kerusakan bagian
otak tertentu sesuai dengan letak sumbatan pembuluh darahnya.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing S.M. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit UI. 2008.
2. Mardjono, Mahar. Neurologi Klinik Dasar: Balai Penerbit UI. Jakarta, 2007.
3. Mardjono, Mahar. Mekanisme Gangguan Vaskuler Susunan Saraf dalam
Neurologi Klinis Dasar Edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006.
4. Makmur T, Anwar Y, Nasution D. Gambaran Stroke Berulang di RS H.Adam
Malik Medan.Nusantara.2002.
5. Noerjanto M. Stroke Non Hemoragis dalam
Mutakhir.Semarang: Badan Penerbit UNDIP.1992.
Stroke
Pengelolaan
40