Pendahuluan
Di era modern ini, tumor ganas semakin meningkat insidensinya. Sayangnya
keganasan ini seringkali baru terdeteksi pada stadium lanjut dan fatal. Kurangnya gejala
klinis yang jelas terutama pada stadium awal membuat penentuan diagnosis secara klinis
kurang dapat diandalkan. Disinilah pemeriksaan patologis memegang peranan penting
sebagai penunjang untuk memastikan diagnosis.
mungkin dengan mempergunakan beragam alat diagnostik, mulai dari alat sederhana sampai
pada alat canggih. Pemeriksaan fisik merupakan alat diagnostik klasik dan sederhana.
Kombinasi fisik diagnostik dengan biopsi merupakan alat diagnostik yang efektif dan
efisiensi untuk pemeriksaan patologis mikroskopik.
Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi anatomi yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi khususnya yang dicurigai sebagai
suatu keganasan. Pemeriksaan patologi ini juga bermanfaat tidak hanya menegakkan
diagnosis dan rencana pengobatan tetapi juga untuk menentukan prognosis. Berasal dari
bahasa latin yaitu bios:hidup dan opsi: tampilan. Jadi secara umum biopsi adalah
pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan dikirim ke laboratorium untuk
diperiksa.
Biopsi kebanyakan dlakukan untuk mengetahui adanya kanker. Pemeriksaan
penunjang seperti X-ray, CT scan ataupun ultrasound dapat dilakukan terlebih dahulu untuk
mengalokasikan area biopsi. Biopsi dapat dilakukan juga dengan proses pembedahan.
Dengan demikian biopsi adalah pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosa dokter
bukan untuk terapi kanker kecuali biopsi eksisional dimana selain pengambilan sampel juga
mengangkat semua massa atau kelainan yang ada.Kemajuan teknologi radiologi yang pesat
dan merupakan mitra utama biopsi, terutama pada tumor yang terletak di rongga dada dan
rongga abdomen. Keberadaan fluoroskop-TV, ultrasonogram dan CT Scan sangat bermanfaat
dalam menuntun ujung jarum sampai mencapai massa tumor. Kemajuan teknlogi
laboratorium, tersedianya pewarnaan dan ditopanng kerja sama patologist dan radiologist,
sitologi biopsi dapat dilakukan lebih efektif dan efisien.
BAB II
Isi
Representatif,
Daerah
hemoragis-nekrosis
infeksi
dan
hancur
akibat
jepitan/penekanan harus dihindari, Hindari masage dan penekanan pada tumor, Biopsi dari
lesi kulit atau permukaan mukosa harus menyertakan jaringan sehat, Biopsi dengan lesi yang
lebih dalam harus dihindari terjadinya implantasi sel tumor pada jaringan sehat, Pada biopsi
ulang pengambilan lesi yang sama harus dihindari, Lokasi dan arah insisi pada biopi harus
diperhatikan supaya tidak mempersulit prosedur selanjutnya. . Garis insisi harus
memperhatikan rencana terapi definitif (diletakkan dibagian yang akan diangkat saat operasi
definitif), Ahli bedah harus dapat memberikan tanda petunjuk yang tepat untuk ahli patologi,
Hindari penggunaan infiltrasi lokal pada tumor, Blood-less Surgery .1
Carsinoma In Situ
Carsinoma In Situ sinonim dengan dysplasia derajat tinggi sehingga resiko untuk
berubah menjadi kanker sangat tinggi. Carsinoma In Situ merupakan bentuk awal karsinoma
tanpa invasi ke jaringan sekitar atau sel neoplastik berproliferasi hanya pada daerah sekitar
tumor saja.
Carsinoma invasive
Umumnya disebut kanker , merupakan tahap akhir dari rangkaian perubahan sel Bila
tidak diobati akan menginvasi jaringan tubuh dan menyebabkan kematian.1,2
Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Perancis Piere de
Noix, kemudian dipergunakan dan disempunakan oleh UICC ( Union Internationale
Contre le Cancere ), dan sejak 1958 sistem ini dipergunakan secara luas di berbagai
belahan dunia.Sistem TNM (gambar 1) ini berdasarkan 3 kategori, yaitu : T ( Tumor
primer ), N ( Nodul regional, metastase ke kelenjar limfe regional ), dan M
( Metastase jauh ). Masing masing kategori tersebut dibagi lagi menjadi subkategori
untuk melukiskan keadaan masing masing kategori dengan cara memberi indeks
angka dan huruf di belakang T, N, dan M, yaitu :
T = Tumor Primer
-
Indeks huruf : Mx
Tiap tiap indeks angka dan huruf mempunyai arti klinis sendiri sendiri
untuk setiap jenis atau tipe tumor padat. Jadi arti indeks untuk karsinoma payudara
tidak sama dengan karinoma nasofaring, dsb. Pada umumnya arti sistem TNM
tersebut adalah sebagai berikut :
M2
Syarat
minimal
menentukan
indeks
tidak
terpenuhi.3,4
Lebih mudahnya, sebagai contoh dapat dilihat staging kanker payudara menurut
AJCC pada table / gambar 2. 3,4
4.
Jenis Pemeriksaan
Biopsi harus representative baik secara klinis maupun mikroskopis misalnya memilih
daerah tumor yang tidak ada nekrosis dan tidak terdapat infeksi sekunder. Interpretesi biopsi
untuk diagnosis suatu neoplasma dapat dilakukan berdasarkan :
Pemeriksaan makroskopis
Merupakan pemeriksaan dengan mata biasa untuk menilai/ memperkirakan suatu
jaringan tumor bersifat ganas atau jinak. misalnya
dibawah ini :
Bentuk plaque : melanoma, basalioma
Bentuk nodus : padat, kistik
Bentuk erosi,ulkus
Pemeriksaan mikroskopis
Suatu pertumbuhan neoplastik khususnya keganasan dini tidak dapat
didiagnosis berdasarkan pengamatan klinis semata, karena tidak ada kriteria pasti
untuk menentukan jinak dan ganasnya.Suatu lesi secara klinis selain tidak adanya
gejala karakteristik, seringkali baru terdeteksi pada stadium lanjut setelah timbul
gejala klinis yang mengganggu penderita.Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium penunjang.Pemeriksaan Mikroskopis merupakan cara
yang sangat penting untuk menegakkan suatu neoplasma.5
Terdapat empat tipe besar biopsi di dalam dan sekitar rongga mulut, yaitu:
a. Sitologi Oral
Terdapat dua bentuk utama sitologi oral yang dibedakan berdasarkan metode
pengumpulan seluler dan diagnosisnya, yaitu:
1. Exfoliative cytologic untuk pemeriksaan sel-sel tumor. Pemeriksaan dengan cara ini
sebagai alat bantu untuk biopsi insisi dan eksisi.
Gambar 3. Sitologi oral
2. Oral brush cytology (oral brush biopsy). Pemeriksaan dengan cara ini menggunakan
sikat khusus untuk mengumpulkan sel-sel epitel. Teknik ini lebih baik daripada teknik
exfoliative cytologic karena hasilnya yang sangat akurat dalam mendeteksi sel-sel
prakanker dan kanker.
Teknik oral brush cytology
Sikat disapukan pada epitel mulut dan diputar dengan tekanan sedang 5-10 kali.
Sel-sel yang telah terkumpul dipindahkan ke slide mikroskop lalu diaplikasikan
bahan fiksasi.
Setelah slide kering, slide dikirim ke laboratorium khusus dimana slide itu akan
dievaluasi oleh ahli patologis dan sistem komputer untuk pertama ditentukan
apakah sikat telah berhasil mengumpulkan sel-sel dari ketiga lapisan epitel mulut.
Bila sampel telah cukup, sampel akan dianalisa oleh sistem komputer dan ahli
patologis akan mengklasifikasikan spesimen brush cytology dalam tiga kategori
Indikasi
Sebagai alat yang baik untuk memonitor pasien dengan perubahan mukosa kronis,
seperti leukoplakia, lichen planus, postirradiation, dan pasien dengan riwayat kanker
b. Biospsi Aspirasi
Biopsi aspirasi adalah penggunaan jarum dan syringe dalam mempenetrasi lesi untuk
mengaspirasi isi lesinya. Terdapat dua macam biopsi aspirasi utama, yaitu:
1. Biopsi aspirasi untuk menentukan apakah lesi berisi cairan atau udara
2. Biopsi aspirasi untuk mengangkat materi seluler untuk pemeriksaan diagnosis bagi
ahli patologis (teknik fine needle aspiration = FNA). Pasien yang menjalani FNA
umumnya dideteksi memiliki massa jaringan lunak di bawah permukaan kulit atau
mukosa selama pemeriksaan klinis. Massa leher dapat dideteksi dengan teknik ini.
Karena massa yang dalam sulit dibiopsi, FNA biopsi dapat sangat membantu.
-
Radiolusensi pada tulang atau rahang harus diaspirasi sebelum tindakan bedah untuk
mendeteksi adanya lesi vaskular yang mungkin akan menyebabkan perdarahan fatal
apabila diinsisi.
Material yang didapatkan dari aspirasi dapat dikirim untuk pemeriksaan patologis,
analisis kimia, atau kultur mikroba.
Indikasi
Aspirasi dapat dilakukan pada semua lesi yang dicurigai berisi cairan (kecuali mucocele)
ataupun lesi intraosseous sebelum dilakukan tindakan bedah.
Teknik
c. Biopsi Insisi
Biopsi insisi adalah biopsi yang hanya mewakili bagian tertentu dari lesi.
Jika lesinya besar atau memiliki karakteristik berbeda pada lokasi yang berbeda, maka
perlu diambil sampel dari beberapa area yang berbeda.
Indikasi
Untuk area sulit dieksisi karena ukurannya yang besar (diameternya lebih dari 1 cm),
lokasinya berbahaya, atau pada area yang dicurigai klinisi sebagai malignancy.
Prinsip-prinsip
Lebih baik mendapatkan sampel biopsi yang kecil tetapi dalam daripada
sampel yang lebar tetapi dangkal karena perubahan superfisial dapat berbeda
dengan yang terjadi pada jaringan bagian dalam. 5,6
d. Biopsi Eksisi
Biopsi eksisi adalah pengangkatan seluruh lesi pada saat dilakukan prosedur
diagnosis bedah.
Jaringan normal disekitar lesi juga sedikit ikut diangkat untuk memastikan
bahwa seluruh jaringan abnormal telah terangkat.
Indikasi
11
Lesi dengan ukuran kecil (diameter kurang dari 1 cm) yang dalam
pemeriksaan klinis didiagnosis berupa benign.
Prinsip-prinsip
2. Stabilisasi Jaringan
-
Biopsi jaringan lunak mulut biasanya dilakukan pada mukosa yang bergerak, seperti bibir,
palatum lunak, dan lidah. Untuk menginsisi dengan akurat dibutuhkan stabilisasi jaringan.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk menstabilisasi jaringan lunak, diantaranya adalah
dengan:
1)
Jari asisten mencubit bibir pada kedua sisi area yang akan dibiopsi.
2)
13
3. Hemostasis
4. Insisi
Scalpel yang ajam digunakan untuk menginsisi jaringan yang akan dibiopsi.
14
Dua insisi yang membentuk elips pada permukaan, dan bertemu untuk
membentuk huruf V pada dasar lesi menyediakan spesimen yang baik dan
meninggalkan luka yang mudah menutup kembali.
Gambar 7. Insisi
A. Tampak permukaan. Insisi elipsdibuat disekitar lesi. B. Tampak
samping, insisi dibuat dengan kedalaman tertentu untuk mengangkat lesi
dengan sempurna.
Insisi harus sedemikian rupa paralel terhadap struktur saraf, arteri, dan vena
normal. Hal ini dilakukan untuk menghindari trauma pada struktur-struktur
tersebut.
15
Insisi yang kecil tetapi dalam lebih baik daripada yang lebar tetapi dangkal.
Jaringan periferal yang terlihat normal harus ikut dieksisi. Jika lesi terlihat benign,
2-3 mm jaringan periferal ikut dieksisi. Jika lesi terlihat malignant, berpigmen,
vaskular, dan berbatas difus maka dibutuhkan eksisi jaringan periferal sebanyak 5
mm. 5,6
Spesimen jaringan yang diambil harus dalam kondisi yang baik agar dapat
dianalisis secara histopatologis.
Spesimen yang rusak tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis dan akan
memperlambat terapi karena akan diperlukan biopsi ulang.
16
tumor.
Orientasi lesi dan penjelasannya harus ditulis pada pathology data sheet.
17
7. Specimen care
Setelah pengangkatan. Jaringan segera disimpan pada larutan formalin 10%
(formaldehyde 4%) dengan volume cairan 20 kali berat specimen. Spesimen harus
terbenam pada larutan. Spesimen tidak boleh menyentuh dinding wadah.
Selanjutnya dilakukan penutupan luka.
8. Surgical Closure
Mukosa diundermined dengan meletakkan gunting yang ujungnya tertutup
pada area submucosal, lalu ujung gunting dibuka untuk melebarkan jaringan
Lalu lakukan ekstensi undermine mukosa, mengikuti bentuk margin dan
ukuran luka.
Pada bibir, pipi, dasar mulut, dan palatum lunak undermining dilakukan
mengikuti margin berbentuk ellips, sehingga diperkirakan dalam penutupan
18
Gambar
11.
Penutupan insisi
hari setelah bedah untuk mengontrol bekas luka dan memberitahu hasil biopsy.
Diagnosis final dibuat sebelum dan setelah biopsi
Jika hasil biopsy tidak menguatkan diagnosis dokter gigi, biopsy ulang dapat
dilakukan. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan specimen biopsy tidak
merepresentasikan seluruh lesi atau pathologist tidak familiar dengan
penampakan oral lesi tersebut. Perlu diingat bahwa pathologist report bisa
saja
terjadi
kesalahan/error. Spesimen
berikutnya
dikirim
kepada
19
Lesi tulang yang berasal dari gigi dapat dihilangkan dengan perawatan dental yang tepat,
namun lesi yang tidak berasal dari gigi atau lesi yang tidak hilang setelah dilakukan
perawatan dental memerlukan pengangkatan lesi secara bedah.
Kasus lesi intraosseous yang sering terjadi adalah granuloma periapical dan kista rahang.
Perawatan dapat berupa pengangkatan kista menggunakan excisional biopsy. Jika lesi lebih
besar atau berpotensi ganas, incisional biopsy merupakan indikasi.
Sebelum melakukan biopsy jaringan keras, dokter gigi berhati-hati melakukan palpasi
area disekitar lesi. Akan lebih mudah dengan membandingkan dengan sisi rahang lain. Tulang
yang halus dan keras mengindikasikan lesi belum menyebar ke kortikal plate. Jika tulang
terasa spongy, mengindikasikan erosi/penipisan tulang kortikal.
Prinsip biopsy jaringan keras hampir sama dengan jaringan lunak.
a. Biopsi Aspirasi dari Lesi Radiolusen
Lesi Radiolusen yang akan dibiopsi harus diaspirasi terlebih dahulu
Hal ini akan member informasi diagnostic dari lesi. Hasil aspirasi dapat menentukan
apakah dokter gigi dapat melakukan perawatan atau merujuk ke dokter ahli
b. Flap Mucoperiosteal
Lokasi lesi yang dekat dengan/pada tulang, mengindikasikan pembukaan flap
mucoperiosteal (seperti pembukaan flap pada gigi impaksi). Lokasi flap
menentukan dimana flap harus dibuat. Penting untuk menghindari struktur major
neurovascular
Desain flap yang optimal berjarak 4-5mm dari tulang sekitar margin lesi. Lesi yang
telah merusak tulang kortikal dapat dilakukan elevation flap pada area dari sekitar
lesi. Insisi dilakukan menembus mukosa, submukosa dan periosteum. Pembedahan
untuk mengekspos tulang dilakukan secara subperiosteal.
c. Osseous Window
20
Lesi pada rahang memerlukan dibuatnya kortikal window. Lesi yang merusak tulang
kortikal akan memperlihatkan daerah yang merupakan kortikal window, lalu
window dibuang menggunakan round bur. Window kemudian dilebarkan
menggunakan rongeur.
Spesimen osseous window juga disertakan dalam pemeriksaan histopathologic.
d. Removal Specimen
Teknik untuk pengangkatan specimen biopsy tergantung pada jenis biopsy
(insisi/eksisi) dan konsistensi jaringan yang terlibat. Lesi kecil seperti kista yang
dikelilingi kapsul jaringan diangkat secara keseluruhan.
Jaringan diangkat menggunakan kuret. Bagian konkaf dari kuret harus berkontak
dengan tulang osseous. Bagian yang konveks memisahkan specimen dari tulang.
Teknik ini digunakan hingga specimen dapat diangkat. Lalu diirigasi menggunakan
larutan saline steril. Sisa fragment jaringan lunak diangkat, lalu flap dikembalikan
dan dijahit.
Ketika melakukan biopsy insisi, sebagian jaringan diangkat, sisanya dibiarkan, lalu
flap ditutup dan dijahit.
e. Specimen Care
Sama seperti jaringan lunak
Disertakan foto radiograf jika perlu
Diperlukan waktu lebih dari 2 minggu sebelum report pathology diterima karena
menunggu jaringan mengalami dekalsifikasi
Lesi jinak yang diangkat menggunakan prosedur biopsy, memerlukan monitoring
radiograph untuk memantau penyembuhan osseous.5,6,7
Surgical Difficulties
Jika basic surgical principle (akses, lighting, anesthesia, stabilisasi jaringan) menjadi
lebih sulit pada pasien, prosedur biopsy juga akan semakin sulit. Ukuran lesi yang besar, atau
posisinya yang mendekati struktur anatomis, dan berpotensi komplikasi pasca bedah
(perdarahan), prosedur biopsy akan semakin susah. Dokter gigi harus bisa menentukan
apakah biopsy yang diindikasikan ada dalam lingkup kemampuan skill bedahnya. Jika tidak
harus dirujuk
Potential for Malignancy
Dokter gigi yang mencurigai keganasan, memiliki dua pilihan perawatan. Pertama,
biopsy dapat dilakukan setelah pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan kelenjar limfa.
Kedua, pasien dirujuk kepada dokter ahli, sebelum dilakukan biopsy dimana dokter ahli
tersebut dapat merawat pasien jika lesi tersebut merupakan keganasan. Sebelum melakukan
rujukan ke dokter ahli, lesi tidak boleh dilakukan prosedur bedah apapun, agar dokter ahli
dapat mengevaluasi pasien apa adanya sehingga memberikan informasi yang akurat dan
mendapatkan diagnosis serta perawatan yang tepat.8
minggu
Setiap penonjolan yang dicurigai sebagai suatu neoplasma
Lesi tulang yang tidak diidentifikasi setelah pemeriksaan klinis dan radiologis
Lesi hiperkeratotik yang menetap
Biakan tenggorok
Biakan tenggorok terutama digunakan untuk menemukan dan mengenali patogen. Hasil
biakan dipertimbangkan sesuai keadaan klinis pasien, terapi antimikroba saat ini dan mumlah
flora normal. Prosedur pemeriksaannya sebagai berikut:
-
Temuan normal. Flora tenggorok normal adalah streptokokus alfe hemolitik dan non
hemolitik, spesies Neisseria, stafilokokus, difterioid.
Temuan abnormal. Patogen yang dibiak antara lain streptokokus beta hemolitik grup A (S.
Pyogenes), yang dapat menyebabkan demam dan faringitis; C.albican yang dapat
menyebabkan
sariawan;
C.dipteriae
yang
menyebabkan
difteri;
B.pertussis
yang
23
Biakan nasofaring
Biakan nasofaring digunakan untuk mengevaluasi adanya organisme patogen dalam
sekret nasofaring. Prosedur ini memerlukan pemeriksaan mikroskop langsung pada apus
spesimen dan pewarnaan geimsa. Prosedur pemeriksaan sebagai berikut:
-
swan dekat dengan septum dan dasar hidung. Putar swab denga cepat dan keluarkan
Tuliskan label pada spesimen
Idealnya spesimen untuk B. Pertusis harus disuntikkan kemedium biakan segar langsung
segera setelah diambil dari pasien karena organismenya peka terhadap perubahan
lingkungan
Temuan normal. Flora yang sering ditemukan dalam nasofaring adalah streptokokus non
hemolitik, streptokokus alfe hemolitik, spesies Neisseria, S epidermidis, kadang-kadang S.
Aureus.
Temuan abnormal. Patogen antara lain streptokokus beta hemolitik grup A kadang-kadang
grup B, C, D. B.pertussis, C.diphteriae, S.aureus; sejumlah besar pneumokokus.7
Peranan klinis
Pada umumnya, pasien pertama kali diperiksa oleh klinisi. Seperti biasanya,
pemeriksaan dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis singkat dan
terarah diikuti dengan pemeriksaan fisik tumor anatra lain letak dan besarnya, konsistensi
serta mobilitas tumor yang merupakan prosedur sederhana, tetapi sangat bernilai dalam
diagnosis serta prediksi jenis dan sifar berbagai tumor. Pada beberapa rumah sakit atau
institus, pemeriksaan klinis segera diikuti biopsi aspirasi dengan atau tanpa didahului
pemeriksaan radiologi karena diagnosis terobosan ini dianggap sebagai bagian dari rangkaian
diagnosis klinis yang mampu menjembatani klinis dan patologi dalam menyelesaikan
masalah diagnostik dari sebagian tumor.
Pada umumnya, biopsi aspirasi pada tumor palpable dilakukan tanpa pemeriksaan
radiologis, sedangkan tumor non palpable yaitu yang terletak di intra abdomen, intra torakal,
maka biopsi dilakukan dengan bantuan image method seperti fluroskopi, USG, CT Scan.
25
Biopsi aspirasi struma difus, non toksik sering didahului dengan pemeriksaan
radiologi seperti scan tiroid atau USG. Tujuannya adalah untuk melihat area cold nodul
sebagai tempat insersi jarum pada waktu biopsi aspirasi. Insersi jarum didaerah tersebut
mempunyai ari dalam memeroleh sediaan aspirat yang respresentatif. Namun, sarana
diagnostik image method tidak selalu tersedia dan biaya pemeriksaanya sering tidak
terjangkau. 5,6,9
kalkulasi
Kaminsky,
biaya
pengobatan
berbagai
tumor
dengan
mempergunakan prosedur biopsi aspirasi jauh lebih murah dibandingkan denga biaya
menurut prosedur konvensional biopsi bedah.
3. Dalam beberapa menit, sebagian besar tumor dapat ditentukan jenis tumor jina atau
tumor ganas dan pada waktu yang hampir bersamaan, rencana pengobatan dapat
ditentukan. Dengan demikian keterlambatan pengobatan dapat dihindari atau
dikurangi.
4. Diagnosis cepat memberi damapt menguntungkan secara psikis bagi pasien karena
kecemasan yang berkepanjangan dapat dikurangi. Pada diagnosis sitologi benigna
pasien dan keluarganya segera menjadi lega dan apabila maligna, pasien ataupun
keluarganya dapat mempersiapkan mental dan biaya pengobatan lebih lanjut.
5. Aplikasi biopsi aspirasi sebagai diagnosis pendahuluan terhadap
tumor
6. Bagi pasien dengan kondisi tidak mengijinkan untuk biopsi bedah, antara lain karena
kondisi umumnya kurang baik atau wanita hamil; biopsi aspirasi merupakan pilihan
terbai
7. Kesempatan menemukan kanker sedini mungkin.9
27
Indikasi
Biopsi aspirasi dapat dilakukan pada hampir semua tumor dengna berbagai indikasi yaitu:
1. Diagnosis preoperatif dengan sangkaan klinis tumor maligna operable
28
Tindakan seperti ini sering dilakukan pada tumor mamma dan tiroid. Diagnosis
sitologi biopsi aspirasi preoperatif mempunyai nilai dalam nenetukan pola tindakan
bedah selanjutnya. Kadang-kadang biopsi aspirasi didahului oleh pemeriksaan
radiologik seperti mamografi atau USG
2. Dignosa komfirmatif dengan sangkaan klinis tumor maligna inoperable
3. Dignosis konfirmatif dengan sangkaan klinis tumor reccurent
Keadaan ini sering dijumpai antara lain pada karsinoma mamma, kasinoma tifoid dan
limfoma
4. Diagnosis komfirmatif tumor metastasis
Sitologi biopsi aspirasi pada limfadenopati di leher bagian proksimal pada penderita
karsinoma nasofaring atau tumor ganas di leher dan kepala lainnya, dinilai sebagai
konfirmatif. Pada limfadenopari di leher bagian distal atau supraklavikuler, antara lain
pada penderita karsinoma paru; biopsi aspirasi dilakukan dengan indikasi diagnosis
konfirmatif sekaligus menentukan stadium tumor. Pada melanoma di kaki disertai
limfadenopati inguinal, maka pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi kelenjar ditah
bening dilakukan untuk konfirmasi metastasis melanoma.
5. Diagnosis tumor neoplasma atau non neoplasma
Tumor neoplasma seperti displasia mamma, mastitis, nekrosis lemak, hiperplasia
reaktif kelenjar getah bening, tiroiditis, secara klinis tidak selalu mudah dibedakan
dengan neoplasma. Kelainan ini dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan sitologi
biopsi aspirasi
6. Diagnosisi kista, benigna, maligna
Tumor kistik benigna, secara klinis kadang-kadang sulit dibedakan dengan tumor
kistik maligna; sekalipun dengan mempergunakan image method. Namun kedua jenis
tumor ini dapat dibedakan berdasarkan kondisi aspirat dan gambaran sitologinya.
Aspirat encer jernih biasanya dijumpai pada kista benigna.
7. Mengambil bahan untuk pemeriksaan mikrobiologi
Biopsi aspirasi proses radang atau abses sering dipergunakan untuk memeroleh bahan
pemeriksaan biakan dan uji coba sensitivitas terhadap antibiotika.
8. Mengambil bahan penelitian jaringan
Analisis sel banyak dipergunakan untuk menentukan hormon reseptor karsinoma
mamma, keganasan sel dari jaringa; seperti kelenjar tiroid dan mamma dengan
mempergunakan
alat
cangih
cytomorphometry,
pewarnaan
khusus
29
Kelenjar tiroid
Leher
Kelenjar saliva
Rongga mulut
Benigna
Maligna
Hipeplasia reaktif
Limfoma
Linfadenitis spesifik dan
aspesifik
Tiroiditis akut
Tiroiditis hashimoto
Kista
Grave disease
Goiter
Kista krakial
Paraganglioma
Adenoma pleumorfik
Adenoma monomorfik
Tumor warthon
Kista
Adamantinoma
Limfoma
Karsinoma
folikuler,
papile,
karsinoma
metastasis
Karsinoma metastasis
Karsinoma kista adenoid
Karsinoma sel asinus
Karsinoma
kumoepidermoid
Karsinoma epidermoid
Limfoma
Jarum halus
Tabung suntik
Pemegang tabung suntik
30
Anamnesis
Pemeriksaan besar dan ukuran (diameter terpanjang), konsistensi dan batas tumor
dengan jaringan sekitarnya dilakukan dengan cermat. Pemeriksaan fisik tumor ini
jarum. Alkohol yang masuk kedalam kulit akan menimbulkan rasa nyeri
Tumor yang terletak supervisial, biopsi aspirasinya dilakukan tanpa anastesi lokal.
Tetapi pada tumor yang letaknya jauh dibawah kulit atau intra abdomen dan intra
torakal biopsi aspirasinya dilakukan dibawah anastesi lokal untuk mencegah
kemungkinan refleks vagal.
Nodul atau tumor difiksasi diantara jari tangan, sambil kulit diatasnya direngangkan.
Pada posisi piston tabung suntuk dibagian distal, jarum diinsersi kedalam masa tumor
Apabila jarum sudah berada didalam masa tumor, piston ditarik kearah proksimal dan
31
32
Pada biopsi kelenjar tiroid harus hati-hati dengna pasien yang dengan defek koagulasi,
33
ditutupi oleh jaringan ikat kolagen dan dibagi mejadi lobus-lobus yang lebih kecil oleh
benang jaringan yang disebut trabekula. Kelenjar getah bening memiliki korteks luar yang
terdiri atas sel limfosit, dan medula bagian dalam, yang tersusun dari sel fagositik
retikular yang mengumpulkan dan mengalikan cairan. 7
Komplikasi BAJAH
1. Perdarahan dan hematom
Biopsi pada tumor yang terletak seperfisial terutama pada mamma dan tiroid sering
menimbulkan hematom akibat tekana yang terlalu kuat pada wkatu biopsi aspirasi.
Namun setelah beberapa hari mnghilang
2. Infeksi sekunder
Infeksi pasca bipsi jarang terjadi.
3. Penyebaran tumor
Sejak dikenalnya biopsi aspirasi, masalah yang sering diperdebatkan adalah kemungkinan
adanya penyebaran sel tumor secara lokal atau diseminasi sel tumor ke organ lain melalui
pembuluh limfen atau pembuluh darah. Namun denga jarum halus kemungkinan
penyebaran sel tumor kecil.5,6,9
BAB III
Kesimpulan
Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi anatomi yang dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi khususnya yang dicurigai sebagai suatu
keganasan. Interpreteasi biopsi untuk diagnosis suatu neoplasma dapat dilakukan berdasarkan
pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis. Terdapat 2 jenis biopsy yaitu biopsy terbuka dan
tertutup Tujuan biopsy antara lain mengetahui morfologi tumor ,mengetahui , grading sel
tumor dan untuk merencanakan sampai sejauh mana radikalitas operasi. Indikasi biopsy
dilakukan pada suatu lesi yang menetap selama kurang lebih 2 minggu , pada suatu lesi yang
dicurigai neoplasma, ulkus yang tidak sembuh . Kontra indikasi biopsy yaitu adanya infeksi
di tempat yang akan diambil sampelnya, gangguan faal hemostasis , dilakukan pada diluar
daerah yang akan dilakukan eksisi.
34
Daftar pustaka
1. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2000
2. Underwood. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: EGC; 2004
3. Sjamsuhidajat R. Karnadihardja W. Prasetyo T, Rudiman. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke3. Jakarta: EGC; 2010
4. Sabiston C David jr. Buku Ajar Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC:1995
5. Janti Sudiono. Pemeriksaan Patologi Untuk Diagnosis Neoplasma. Jakarta:
EGC;2008
6. Suyatno, Emir P. Diagnostik dan terapi Bedah Onkologi. Jakarta: Sagung
Seto; 2009
7. Holmes HN. Buku pegangan uji diagnostik. Edisi ke-3 jakarta: EGC; 2009
8. Neville Woolf . Pathology Basic and Systemic. London: Saunders; 2004
9. Norwitz Errol R, Schorge John O. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Erlangga; 2008
35