Anda di halaman 1dari 35

Bab I

Pendahuluan
Di era modern ini, tumor ganas semakin meningkat insidensinya. Sayangnya
keganasan ini seringkali baru terdeteksi pada stadium lanjut dan fatal. Kurangnya gejala
klinis yang jelas terutama pada stadium awal membuat penentuan diagnosis secara klinis
kurang dapat diandalkan. Disinilah pemeriksaan patologis memegang peranan penting
sebagai penunjang untuk memastikan diagnosis.

Penyakit kanker dapat dideteksi sedini

mungkin dengan mempergunakan beragam alat diagnostik, mulai dari alat sederhana sampai
pada alat canggih. Pemeriksaan fisik merupakan alat diagnostik klasik dan sederhana.
Kombinasi fisik diagnostik dengan biopsi merupakan alat diagnostik yang efektif dan
efisiensi untuk pemeriksaan patologis mikroskopik.
Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi anatomi yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi khususnya yang dicurigai sebagai
suatu keganasan. Pemeriksaan patologi ini juga bermanfaat tidak hanya menegakkan
diagnosis dan rencana pengobatan tetapi juga untuk menentukan prognosis. Berasal dari
bahasa latin yaitu bios:hidup dan opsi: tampilan. Jadi secara umum biopsi adalah
pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan dikirim ke laboratorium untuk
diperiksa.
Biopsi kebanyakan dlakukan untuk mengetahui adanya kanker. Pemeriksaan
penunjang seperti X-ray, CT scan ataupun ultrasound dapat dilakukan terlebih dahulu untuk
mengalokasikan area biopsi. Biopsi dapat dilakukan juga dengan proses pembedahan.
Dengan demikian biopsi adalah pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosa dokter
bukan untuk terapi kanker kecuali biopsi eksisional dimana selain pengambilan sampel juga
mengangkat semua massa atau kelainan yang ada.Kemajuan teknologi radiologi yang pesat
dan merupakan mitra utama biopsi, terutama pada tumor yang terletak di rongga dada dan
rongga abdomen. Keberadaan fluoroskop-TV, ultrasonogram dan CT Scan sangat bermanfaat
dalam menuntun ujung jarum sampai mencapai massa tumor. Kemajuan teknlogi
laboratorium, tersedianya pewarnaan dan ditopanng kerja sama patologist dan radiologist,
sitologi biopsi dapat dilakukan lebih efektif dan efisien.

BAB II
Isi

Prinsip- Prinsip Biopsi


Dalam melakukan Biopsi maka harus memperhatikan prinsip-prinsip dari suatu biopsi
seperti;

Representatif,

Daerah

hemoragis-nekrosis

infeksi

dan

hancur

akibat

jepitan/penekanan harus dihindari, Hindari masage dan penekanan pada tumor, Biopsi dari
lesi kulit atau permukaan mukosa harus menyertakan jaringan sehat, Biopsi dengan lesi yang
lebih dalam harus dihindari terjadinya implantasi sel tumor pada jaringan sehat, Pada biopsi
ulang pengambilan lesi yang sama harus dihindari, Lokasi dan arah insisi pada biopi harus
diperhatikan supaya tidak mempersulit prosedur selanjutnya. . Garis insisi harus
memperhatikan rencana terapi definitif (diletakkan dibagian yang akan diangkat saat operasi
definitif), Ahli bedah harus dapat memberikan tanda petunjuk yang tepat untuk ahli patologi,
Hindari penggunaan infiltrasi lokal pada tumor, Blood-less Surgery .1

Terminology pemeriksaan Patologi Anatomi kasus praganas dan ganas


Displasia
Dalam bahasa latin berarti bentuk yang buruk. Merupakan bentuk paling awal dari
prakanker yang dikenal oleh ahli patologi melalui pemeriksaan biopsy. Displasia merupakan
penyimpangan sel dari keadaan normal. Sel yang mengalami dysplasia tampak abnormal
bentuknya karena terjadi gangguan dalam proses pematangan sel. Adanya gambaran
dysplasia epitel merupakan tanda karakteristik utama dari keadaan praganas. Perubahan
hanya terbatas pada jaringan epitel belum menginvasi ke jaringan lebih dalam.

Carsinoma In Situ
Carsinoma In Situ sinonim dengan dysplasia derajat tinggi sehingga resiko untuk
berubah menjadi kanker sangat tinggi. Carsinoma In Situ merupakan bentuk awal karsinoma

tanpa invasi ke jaringan sekitar atau sel neoplastik berproliferasi hanya pada daerah sekitar
tumor saja.
Carsinoma invasive
Umumnya disebut kanker , merupakan tahap akhir dari rangkaian perubahan sel Bila
tidak diobati akan menginvasi jaringan tubuh dan menyebabkan kematian.1,2

Derajat / Stadium Klasifikasi Tumor


Mengetahui stadium tumor sangat penting artinya untuk menentukan tindakan apa
yang akan diberikan dan juga prognosis penyakit. Beberapa cara menentukan stadium dari
tumor, antara lain berdasarkan :
1. Stadium tumor berdasarkan letak topografi tumor beserta ekstensi dan metastasenya
dalam organ
a. Stadium lokal : pertumbuhannya masih terbatas pada organ semula tempatnya
tumbuh.
b. Stadium metastase regional : tumor padat telah metastase ke kelenjar limfe yang
berdekatan ( kelenjar limfe regional )
c. Stadium metastase jauh : tumor padat telah metastase pasa organ yang
letaknya jauh dari tumor primer.Secara klinis kadang kadang dipakai dua sitilah
diatas sekaligus untuk menyebut stadium tumor padat yaitu Stadium lokoregional,
oleh karena pada kenyataannya sering ditemukan stadium lokal dan regional secara
bersamaan pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis.
2. Stadium tumor berdasarkan sistem TNM ( stadium TNM )

Gambar 1. Kalsifiksan TNM

Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Perancis Piere de
Noix, kemudian dipergunakan dan disempunakan oleh UICC ( Union Internationale
Contre le Cancere ), dan sejak 1958 sistem ini dipergunakan secara luas di berbagai
belahan dunia.Sistem TNM (gambar 1) ini berdasarkan 3 kategori, yaitu : T ( Tumor
primer ), N ( Nodul regional, metastase ke kelenjar limfe regional ), dan M
( Metastase jauh ). Masing masing kategori tersebut dibagi lagi menjadi subkategori
untuk melukiskan keadaan masing masing kategori dengan cara memberi indeks
angka dan huruf di belakang T, N, dan M, yaitu :

T = Tumor Primer
-

Indeks angka : Tx, Tis, T0, T1, T2, T3, dan T4

Indeks huruf : T1a, T1b, T1c, T2a, T2b, T3b, dst

N = Nodul, metastase ke kelenjar regional.


-

Indeks angka : N0, N1, N2, N3.

Indeks huruf : N1a, N1b, N2a, N2b, dst

M = Metastase organ jauh


-

Indeks angka : M0, M1

Indeks huruf : Mx

Tiap tiap indeks angka dan huruf mempunyai arti klinis sendiri sendiri
untuk setiap jenis atau tipe tumor padat. Jadi arti indeks untuk karsinoma payudara
tidak sama dengan karinoma nasofaring, dsb. Pada umumnya arti sistem TNM
tersebut adalah sebagai berikut :

Kategori T = Tumor Primer


-

Tx = Syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.

Tis = Tumor in situ

T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer


4

T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm

T2 = Tumor dengan f maksimal 2 - 5 cm

T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm

T4 = Tumor invasi keluar organ.

Kategori N = Nodul, metastase ke kelenjar regional.


-

N0 = Nodul regional negative

N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perlekatan )

N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan

N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.

Kategori M = Metastase organ jauh


-

M0 = Tidak ada metastase organ jauh

M1 = Ada metastase organ jauh

M2

Syarat

minimal

menentukan

indeks

tidak

terpenuhi.3,4

3. Stadium tumor berdasarkan pentahapan menurut AJCC ( American Joint Committee on


Cancer )
Setelah sistem TNM diperkenalkan dan dipakai secara luas pada tahun 1958,
kelompok para ahli yang menangani kanker di USA, pada tahun 1959 juga
mengemukakan suatu skema pentahapan kanker yang merupan penjabaran lebih lanjut
dari sistem TNM. Kelompok para ahli tersebut semula bernama : The American Joint
Committee for Cancer Staging and End Results Reporting ( disingkat AJC ). AJC tersebut
kemudian berubah nama pada tahun 1980 menjadi American Joint Committee on Cancer (
disingkat AJCC ). Tujuan pembuatan staging kanker tersebut adalah agar lebih praktis dan
lebih mudah pemakaiannya di klinik. Staging menurut AJCC ini pertama harus
menentukan T, N, M dari tumor padat tersebut sesuai ketentuan yang ada, dan selanjutnya
dikelompokkan dalam stadium tertentu yang dinyatakan dalam angka romawi ( I IV )
dan angka arab ( khusus untuk stadium 0 ).

Lebih mudahnya, sebagai contoh dapat dilihat staging kanker payudara menurut
AJCC pada table / gambar 2. 3,4

Gambar 2. Tabel AJCC

4.

Stadium tumor berdasarkan kesepakatan para ahli (Konvensi)


Beberapa jenis tumor padat stagingnya didasarkan pada kesepakatan para ahli
di bidangnya masing masing . Beberapa contohnya antara lain :
Stadium Dukes, untuk karsinoma kolorektal
Stadium Ann Arbor, untuk limfoma maligna
Stadium FIGO, untuk karsinoma serviks dan tumor ginekologi
Staging melanoma maligna menurut Clark, dan Breslow, dll..

Jenis Pemeriksaan
Biopsi harus representative baik secara klinis maupun mikroskopis misalnya memilih
daerah tumor yang tidak ada nekrosis dan tidak terdapat infeksi sekunder. Interpretesi biopsi
untuk diagnosis suatu neoplasma dapat dilakukan berdasarkan :

Pemeriksaan makroskopis
Merupakan pemeriksaan dengan mata biasa untuk menilai/ memperkirakan suatu
jaringan tumor bersifat ganas atau jinak. misalnya

bentuk, ukuran, warna

,permukaan, Batas jelas/tidak ,permukaan rata / berbenjol benjol,tepi meninggi /


tidak, mudah berdarah /tidak, bersimpai / tidak,

rapuh tidaknya tumor, Seperti

dibawah ini :
Bentuk plaque : melanoma, basalioma
Bentuk nodus : padat, kistik
Bentuk erosi,ulkus
Pemeriksaan mikroskopis
Suatu pertumbuhan neoplastik khususnya keganasan dini tidak dapat
didiagnosis berdasarkan pengamatan klinis semata, karena tidak ada kriteria pasti
untuk menentukan jinak dan ganasnya.Suatu lesi secara klinis selain tidak adanya
gejala karakteristik, seringkali baru terdeteksi pada stadium lanjut setelah timbul
gejala klinis yang mengganggu penderita.Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium penunjang.Pemeriksaan Mikroskopis merupakan cara
yang sangat penting untuk menegakkan suatu neoplasma.5

Terdapat empat tipe besar biopsi di dalam dan sekitar rongga mulut, yaitu:
a. Sitologi Oral
Terdapat dua bentuk utama sitologi oral yang dibedakan berdasarkan metode
pengumpulan seluler dan diagnosisnya, yaitu:
1. Exfoliative cytologic untuk pemeriksaan sel-sel tumor. Pemeriksaan dengan cara ini
sebagai alat bantu untuk biopsi insisi dan eksisi.
Gambar 3. Sitologi oral

2. Oral brush cytology (oral brush biopsy). Pemeriksaan dengan cara ini menggunakan
sikat khusus untuk mengumpulkan sel-sel epitel. Teknik ini lebih baik daripada teknik
exfoliative cytologic karena hasilnya yang sangat akurat dalam mendeteksi sel-sel
prakanker dan kanker.
Teknik oral brush cytology
Sikat disapukan pada epitel mulut dan diputar dengan tekanan sedang 5-10 kali.
Sel-sel yang telah terkumpul dipindahkan ke slide mikroskop lalu diaplikasikan

bahan fiksasi.
Setelah slide kering, slide dikirim ke laboratorium khusus dimana slide itu akan
dievaluasi oleh ahli patologis dan sistem komputer untuk pertama ditentukan

apakah sikat telah berhasil mengumpulkan sel-sel dari ketiga lapisan epitel mulut.
Bila sampel telah cukup, sampel akan dianalisa oleh sistem komputer dan ahli
patologis akan mengklasifikasikan spesimen brush cytology dalam tiga kategori

yaitu, negatif, positif, dan atipikal.


Negatif tidak ada abnormalitas epitel mulut yang terdeteksi.
Positif terbukti adanya epitel dysplasia dan karsinoma. Jika hasilnya positif
pasien akan dirujuk untuk dilakukan biopsi dan histologi scalpel untuk

menentukan derajat lesi.


Atipikal telah terjadi perubahan epitel yang abnormal. Sel-sel abnormal
tersebut seringkali berasal dari lesi prakanker dan kanker, namun sel-se tersebut
juga mungkin berasal dari lesi inflamasi benign seperti lichen planus. Karena itu
hasil atipikal memerlukan rujukan biopsi dan histologi scalpel.
8

Indikasi
Sebagai alat yang baik untuk memonitor pasien dengan perubahan mukosa kronis,
seperti leukoplakia, lichen planus, postirradiation, dan pasien dengan riwayat kanker

yang membutuhkan pengawasan jangka panjang terhadap perubahan mukosanya.


Keuntungan terbesar oral cytology adalah tes ini tidak membutuhkan anestesi topikal
atau lokal dan hanya menyebabkan ketidaknyamanan dan perdarahan yang minimal.
Dapat dilakukan hanya dalam beberapa detik dengan frekuensi yang sering bila

dibandingkan dengan biopsi insisi dan eksisi.


Oral cytology bersifat sebagai pemicu bagi biopsi dan histologi scalpel karena
spesimen dari oral bruch cytology tidak dapat menentukan derajat lesi. Derajat lesi
hanya dapat ditentukan oleh biopsi dan histologi scalpel. Karena itu pulalah, hasil
oral brush cytology yang positif dan atipikal memerlukan pemeriksaan biopsi dan
histologi scalpel lanjutan untuk mengevaluasi karakteristik lesi.5,6

b. Biospsi Aspirasi
Biopsi aspirasi adalah penggunaan jarum dan syringe dalam mempenetrasi lesi untuk
mengaspirasi isi lesinya. Terdapat dua macam biopsi aspirasi utama, yaitu:
1. Biopsi aspirasi untuk menentukan apakah lesi berisi cairan atau udara
2. Biopsi aspirasi untuk mengangkat materi seluler untuk pemeriksaan diagnosis bagi
ahli patologis (teknik fine needle aspiration = FNA). Pasien yang menjalani FNA
umumnya dideteksi memiliki massa jaringan lunak di bawah permukaan kulit atau
mukosa selama pemeriksaan klinis. Massa leher dapat dideteksi dengan teknik ini.
Karena massa yang dalam sulit dibiopsi, FNA biopsi dapat sangat membantu.
-

Ketidakmampuan aspirasi cairan atau udara mungkin mengindikasikan bahwa lesi

berisi massa padat.


Aspirasi lesi memberikan informasi yang sangat penting mengenai asal lesi tersebut.
Lesi radiolusen rahang yang mengandung cairan berwarna kekuningan umumnya
merupakan lesi cystis. Jika aspirasinya berisi pus maka lesi tersebut merupakan
abses. Aspirasi udara menunjukkan adanya trauma rongga tulang. Aspirasi darah
menunjukkan beberapa lesi, yang paling penting adalah adanya malformasi vaskular
dalam rahang. Aneurysmal bone cysts, central giant cell granuloma, dan lesi lain juga
dapat menunjukkan aspirasi darah. Massa fluktuan juga perlu untuk diaspirasi untuk
mendeteksi isinya sebelum dilakukan perawatan.

Radiolusensi pada tulang atau rahang harus diaspirasi sebelum tindakan bedah untuk
mendeteksi adanya lesi vaskular yang mungkin akan menyebabkan perdarahan fatal

apabila diinsisi.
Material yang didapatkan dari aspirasi dapat dikirim untuk pemeriksaan patologis,
analisis kimia, atau kultur mikroba.

Indikasi
Aspirasi dapat dilakukan pada semua lesi yang dicurigai berisi cairan (kecuali mucocele)
ataupun lesi intraosseous sebelum dilakukan tindakan bedah.
Teknik

Sebuah 18-gauge needle dihubungkan dengan 5-10 ml syringe.


Area lesi dianestesi dan 18-gauge needle dimasukkan ke dalam massa selama aspirasi.
Ujung jarum seringkali harus direposisi untuk menentukan lokasi pusat cairan.
Untuk lesi intraosseous, jika telah terjadi ekspansi dan penipisan tulang kortikal,
jarum harus diaplikasikan melewati mucoperiosteum tulang lalu dibelokkan (twisted)
ketika telah menembus tulang kortikal. Jika hal tersebut gagal, maka sebuah flap
mucoperiosteal kecil dielevasi dan bur digunakan untuk mempenetrasi tulang kortikal.
Jarum lalu dimasukkan melalui lubang-lubang kortikal.

c. Biopsi Insisi
Biopsi insisi adalah biopsi yang hanya mewakili bagian tertentu dari lesi.
Jika lesinya besar atau memiliki karakteristik berbeda pada lokasi yang berbeda, maka
perlu diambil sampel dari beberapa area yang berbeda.
Indikasi
Untuk area sulit dieksisi karena ukurannya yang besar (diameternya lebih dari 1 cm),
lokasinya berbahaya, atau pada area yang dicurigai klinisi sebagai malignancy.
Prinsip-prinsip

Area biopsi adalah area yang paling menunjukkan perubahan jaringan


(lesinya meluas ke jaringan normal pada dasar dan atau tepi lesi).

Jaringan nekrosis harus dihindari karena jaringan tersebut tidak berguna


dalam diagnosis.
10

Materinya diambil dari tepi lesi untuk mendapatkan juga jaringan


normalnya.

Lebih baik mendapatkan sampel biopsi yang kecil tetapi dalam daripada
sampel yang lebar tetapi dangkal karena perubahan superfisial dapat berbeda
dengan yang terjadi pada jaringan bagian dalam. 5,6

d. Biopsi Eksisi

Gambar 4. Biopsi eksisi

Biopsi eksisi adalah pengangkatan seluruh lesi pada saat dilakukan prosedur
diagnosis bedah.

Jaringan normal disekitar lesi juga sedikit ikut diangkat untuk memastikan
bahwa seluruh jaringan abnormal telah terangkat.

Indikasi
11

Lesi dengan ukuran kecil (diameter kurang dari 1 cm) yang dalam
pemeriksaan klinis didiagnosis berupa benign.

Lesi yang dapat diangkat seluruhnya tanpa memutilasi pasien, misalnya


lesi vaskular kecil.

Prinsip-prinsip

Seluruh lesi dengan 2-3 mm jaringan normal disekitarnya dieksisi.6

Teknik Biopsi Jaringan Lunak dan Dasar-dasar Bedah


Alat-alat yang diperlukan adalah:

Seluruh mukosa mulut dapat dibiopsi, tekniknya dibedakan dari anatomi


lokal, ukuran dan tipe lesi.

Urutan tekniknya adalah sebagai berikut:


1. Anestesi
12

Gunakan anestesi blok lokal di tempat yang memungkinkan.

Bila anestesi blok tidak memungkinkan, gunakan anestesi infiltrasi lokal,


tetapi larutan diinjeksikan paling tidak 1 cm dari lesi.

2. Stabilisasi Jaringan
-

Biopsi jaringan lunak mulut biasanya dilakukan pada mukosa yang bergerak, seperti bibir,
palatum lunak, dan lidah. Untuk menginsisi dengan akurat dibutuhkan stabilisasi jaringan.

Beberapa cara dapat dilakukan untuk menstabilisasi jaringan lunak, diantaranya adalah
dengan:
1)

Jari asisten mencubit bibir pada kedua sisi area yang akan dibiopsi.

2)

Heavy retraction suture atau towel clips dapat digunakan untuk


membantu menstabilisasi lidah dan palatum lunak.

Gambar 5. Stabilitas jaringan


Jari asisten digunakan untuk menstabilisasi jaringan sebelum dilakukan biopsi
eksisi mucocele. Insisi elips dibuat disekitar lesi. Ahli bedah membuat eksisi
submukosa pada kelenjar saliva minor yang terlibat. Mukosa kembali ditutup.

13

Gambar 6. Stabilitas jaringan menggunakan alat


Stabilisasi jaringan dengan alat mekanis. Stabilisasi jaringan dengan traksi
suture. Dua suture silk digunakan untuk menstabilisasi lidah sebelum biopsi
eksisi. Lesi diangkat setelah insisi elips dibuat disekelilingnya. Mukosa
ditutup kembali dengan resorbable suture.

3. Hemostasis

Gauze yang membungkus ujung low-volume suction devise cukup untuk


beberapa kasus, kecuali perdarahan yang hebat telah terjadi.

4. Insisi

Scalpel yang ajam digunakan untuk menginsisi jaringan yang akan dibiopsi.

14

Dua insisi yang membentuk elips pada permukaan, dan bertemu untuk
membentuk huruf V pada dasar lesi menyediakan spesimen yang baik dan
meninggalkan luka yang mudah menutup kembali.

Modifikasi ukuran elips dan porsi V tergantung pada kedalaman lesi.

Gambar 7. Insisi
A. Tampak permukaan. Insisi elipsdibuat disekitar lesi. B. Tampak
samping, insisi dibuat dengan kedalaman tertentu untuk mengangkat lesi
dengan sempurna.

Palpasi akan membantu menentukan kedalaman lesi di bawah mukosa.

Insisi harus sedemikian rupa paralel terhadap struktur saraf, arteri, dan vena
normal. Hal ini dilakukan untuk menghindari trauma pada struktur-struktur
tersebut.
15

Insisi yang kecil tetapi dalam lebih baik daripada yang lebar tetapi dangkal.

Gambar 8. Terdapat sel maligna


A. Jika terdapat sel-sel malignant, insisi yang lebar tetapi dangkal tidak akan
memberikan spesimen diagnostik yang cukup. B. Pengambilan spesimen meluas ke
jaringan normal disekitarnya akan meberikan informasi diagnostik yang lebih banyak
daripada spesimen yang hanya diambil dari tengah lesi.

Jaringan periferal yang terlihat normal harus ikut dieksisi. Jika lesi terlihat benign,
2-3 mm jaringan periferal ikut dieksisi. Jika lesi terlihat malignant, berpigmen,
vaskular, dan berbatas difus maka dibutuhkan eksisi jaringan periferal sebanyak 5
mm. 5,6

5. Penanganan Jaringan (Handling of Tissue)

Spesimen jaringan yang diambil harus dalam kondisi yang baik agar dapat
dianalisis secara histopatologis.

Spesimen yang rusak tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis dan akan
memperlambat terapi karena akan diperlukan biopsi ulang.

Penggunaan tang jaringan dengan ceroboh akan merusak arsitektur seluler


spesimen, terutama untuk biopsi kecil.

Penggunaan traksi suture adalah metode yang terbaik untuk menghindari


trauma pada spesimen.

16

Gambar 9. Pengambilan jaringan


Saat lesi diinsisi, traksi suture digunakan untuk mengangkat spesimen
dari dasar lukanya

6. Identifikasi Margin Bedah


Spesimen jinak yang telah diambil, harus diberi tanda dengan benang sutera

pada marginnya untuk memberi orientasi specimen kepada pathologist.


Jika lesi didiagnosis memerlukan perawatan tambahan, pathologist dapat
menentukan margin mana yang memiliki residual tumor sehingga perawatan
bedah berikutnya dispesifikkan pada area margin yang memiliki residual

tumor.
Orientasi lesi dan penjelasannya harus ditulis pada pathology data sheet.

17

Gambar 10. Identifikasi margin bedah

7. Specimen care
Setelah pengangkatan. Jaringan segera disimpan pada larutan formalin 10%
(formaldehyde 4%) dengan volume cairan 20 kali berat specimen. Spesimen harus
terbenam pada larutan. Spesimen tidak boleh menyentuh dinding wadah.
Selanjutnya dilakukan penutupan luka.
8. Surgical Closure
Mukosa diundermined dengan meletakkan gunting yang ujungnya tertutup

pada area submucosal, lalu ujung gunting dibuka untuk melebarkan jaringan
Lalu lakukan ekstensi undermine mukosa, mengikuti bentuk margin dan

ukuran luka.
Pada bibir, pipi, dasar mulut, dan palatum lunak undermining dilakukan
mengikuti margin berbentuk ellips, sehingga diperkirakan dalam penutupan

jaringan hanya terdapat sedikit tegangan.


Insisi kemudian ditutup dengan jahitan secukupnya.
Insisi pada permukaan mukosa cekat (palatum dan gingival) tidak ditutup
namun penyembuhan dilakukan dengan periodontal dressing dan selanjutnya

diberi acrylic splint


Luka biopsy pada dorsum dan lateral lidah memerlukan jahitan yang dalam
dan jumlah jahitan yang banyak. Hal ini dilakukan dikarenakan pergerakan
lidah yang menyulitkan retensi jahitan.

18

Gambar

11.

Penutupan insisi

9. Biopsy Data Sheet


Riwayat dan deskripsi klinis (margin dan lokasi) lesi ditulis dalam biopsy data
sheet. Kadang juga dilampirkan foto radiografik lesi. Spesimen harus
diletakkan pada wadah dengan label yang tepat sesuai lesinya. Informasi harus

jelas diberikan pada pathologist untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.


Dokter gigi selanjutnya membuat follow up appointment pada pasien 10-14

hari setelah bedah untuk mengontrol bekas luka dan memberitahu hasil biopsy.
Diagnosis final dibuat sebelum dan setelah biopsi
Jika hasil biopsy tidak menguatkan diagnosis dokter gigi, biopsy ulang dapat
dilakukan. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan specimen biopsy tidak
merepresentasikan seluruh lesi atau pathologist tidak familiar dengan
penampakan oral lesi tersebut. Perlu diingat bahwa pathologist report bisa
saja

terjadi

kesalahan/error. Spesimen

berikutnya

dikirim

kepada

pathologist yang lebih ahli dalam oral pathology.


Hasil diagnosis berupa kanker harus ditangani secara hati-hati. Dokter harus
berhati-hati dalam merujuk pasien ke dokter ahli/pusat terapi. Dalam
penyampaian hasil biopsy juga harus berhati-hati, pasien bias saja menjadi
panic dan akhirnya menjadi depresi. Hal ini akan memperburuk prognosis.7

Teknik Biopsi Intraosseous atau Jaringan Keras dan Dasar-dasar Bedah

19

Lesi tulang yang berasal dari gigi dapat dihilangkan dengan perawatan dental yang tepat,
namun lesi yang tidak berasal dari gigi atau lesi yang tidak hilang setelah dilakukan
perawatan dental memerlukan pengangkatan lesi secara bedah.
Kasus lesi intraosseous yang sering terjadi adalah granuloma periapical dan kista rahang.
Perawatan dapat berupa pengangkatan kista menggunakan excisional biopsy. Jika lesi lebih
besar atau berpotensi ganas, incisional biopsy merupakan indikasi.
Sebelum melakukan biopsy jaringan keras, dokter gigi berhati-hati melakukan palpasi
area disekitar lesi. Akan lebih mudah dengan membandingkan dengan sisi rahang lain. Tulang
yang halus dan keras mengindikasikan lesi belum menyebar ke kortikal plate. Jika tulang
terasa spongy, mengindikasikan erosi/penipisan tulang kortikal.
Prinsip biopsy jaringan keras hampir sama dengan jaringan lunak.
a. Biopsi Aspirasi dari Lesi Radiolusen
Lesi Radiolusen yang akan dibiopsi harus diaspirasi terlebih dahulu
Hal ini akan member informasi diagnostic dari lesi. Hasil aspirasi dapat menentukan
apakah dokter gigi dapat melakukan perawatan atau merujuk ke dokter ahli

b. Flap Mucoperiosteal
Lokasi lesi yang dekat dengan/pada tulang, mengindikasikan pembukaan flap
mucoperiosteal (seperti pembukaan flap pada gigi impaksi). Lokasi flap
menentukan dimana flap harus dibuat. Penting untuk menghindari struktur major
neurovascular
Desain flap yang optimal berjarak 4-5mm dari tulang sekitar margin lesi. Lesi yang
telah merusak tulang kortikal dapat dilakukan elevation flap pada area dari sekitar
lesi. Insisi dilakukan menembus mukosa, submukosa dan periosteum. Pembedahan
untuk mengekspos tulang dilakukan secara subperiosteal.

c. Osseous Window

20

Lesi pada rahang memerlukan dibuatnya kortikal window. Lesi yang merusak tulang
kortikal akan memperlihatkan daerah yang merupakan kortikal window, lalu
window dibuang menggunakan round bur. Window kemudian dilebarkan
menggunakan rongeur.
Spesimen osseous window juga disertakan dalam pemeriksaan histopathologic.

d. Removal Specimen
Teknik untuk pengangkatan specimen biopsy tergantung pada jenis biopsy
(insisi/eksisi) dan konsistensi jaringan yang terlibat. Lesi kecil seperti kista yang
dikelilingi kapsul jaringan diangkat secara keseluruhan.
Jaringan diangkat menggunakan kuret. Bagian konkaf dari kuret harus berkontak
dengan tulang osseous. Bagian yang konveks memisahkan specimen dari tulang.
Teknik ini digunakan hingga specimen dapat diangkat. Lalu diirigasi menggunakan
larutan saline steril. Sisa fragment jaringan lunak diangkat, lalu flap dikembalikan
dan dijahit.
Ketika melakukan biopsy insisi, sebagian jaringan diangkat, sisanya dibiarkan, lalu
flap ditutup dan dijahit.

e. Specimen Care
Sama seperti jaringan lunak
Disertakan foto radiograf jika perlu
Diperlukan waktu lebih dari 2 minggu sebelum report pathology diterima karena
menunggu jaringan mengalami dekalsifikasi
Lesi jinak yang diangkat menggunakan prosedur biopsy, memerlukan monitoring
radiograph untuk memantau penyembuhan osseous.5,6,7

Referrals For Biopsy


Kesehatan Pasien
Pasien dengan kondisi sistemik yang menyulitkan prosedur bedah/ menimbulkan
bahaya bagi kesehatan pasien. Jika dokter tidak nyaman/tidak siap dalam melakukan biopsy
pada pasien yang memerlukan pendekatan medis spesifik, pasien dapat dirujuk.
21

Surgical Difficulties
Jika basic surgical principle (akses, lighting, anesthesia, stabilisasi jaringan) menjadi
lebih sulit pada pasien, prosedur biopsy juga akan semakin sulit. Ukuran lesi yang besar, atau
posisinya yang mendekati struktur anatomis, dan berpotensi komplikasi pasca bedah
(perdarahan), prosedur biopsy akan semakin susah. Dokter gigi harus bisa menentukan
apakah biopsy yang diindikasikan ada dalam lingkup kemampuan skill bedahnya. Jika tidak
harus dirujuk
Potential for Malignancy
Dokter gigi yang mencurigai keganasan, memiliki dua pilihan perawatan. Pertama,
biopsy dapat dilakukan setelah pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan kelenjar limfa.
Kedua, pasien dirujuk kepada dokter ahli, sebelum dilakukan biopsy dimana dokter ahli
tersebut dapat merawat pasien jika lesi tersebut merupakan keganasan. Sebelum melakukan
rujukan ke dokter ahli, lesi tidak boleh dilakukan prosedur bedah apapun, agar dokter ahli
dapat mengevaluasi pasien apa adanya sehingga memberikan informasi yang akurat dan
mendapatkan diagnosis serta perawatan yang tepat.8

Efek Samping dan indikasi / kontraindikasi Biopsi


Infeksi akan terjadi bila tidak memperhatikan teknik aseptik antisepsis, Perdarahan,
bisa terjadi pada lesi neoplasma karena adanya hipervaskularisasi.
Indikasi suatu tindakan Biopsi adalah sebagai berikut :

Lesi yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa diketahui penyebabnya


Ulserasi yang menetap tidak menunjukkan tanda tanda kesembuhan sampai 3

minggu
Setiap penonjolan yang dicurigai sebagai suatu neoplasma
Lesi tulang yang tidak diidentifikasi setelah pemeriksaan klinis dan radiologis
Lesi hiperkeratotik yang menetap

Sedangkan Kontra Indikasi Biopsi antara lain :

Infeksi pada lokasi yang akan dibiopsi (relatif)


Gangguan faal hemostasis berat (relatif)
Biopsi diluar daerah yang direncanakan akan dieksisi saat operasi.7
22

Biakan tenggorok
Biakan tenggorok terutama digunakan untuk menemukan dan mengenali patogen. Hasil
biakan dipertimbangkan sesuai keadaan klinis pasien, terapi antimikroba saat ini dan mumlah
flora normal. Prosedur pemeriksaannya sebagai berikut:
-

Beritahu pasien untuk mendongakkan kepalanya dan memejamkan mata


Tenggorokan harus mendapat cahaya yang cukup. Periksa adanya daerah yang meradang.

Dengan mengguanakan spatel


Usap daerah tonsil dari sisi ke sisi; termasuk daerah yang meradang atau bernanah
Jangan menyentuh lidah, pipi, atau gigi dengan swab
Segera letakan swab dalam tabung biakan.
Kirim spesimen ke labolatorium segera

Temuan normal. Flora tenggorok normal adalah streptokokus alfe hemolitik dan non
hemolitik, spesies Neisseria, stafilokokus, difterioid.
Temuan abnormal. Patogen yang dibiak antara lain streptokokus beta hemolitik grup A (S.
Pyogenes), yang dapat menyebabkan demam dan faringitis; C.albican yang dapat
menyebabkan

sariawan;

C.dipteriae

yang

menyebabkan

difteri;

B.pertussis

yang

menyebabakan batuk rejan. 7

Gambar 12. Pengambilan spesimen tenggorok

23

Biakan nasofaring
Biakan nasofaring digunakan untuk mengevaluasi adanya organisme patogen dalam
sekret nasofaring. Prosedur ini memerlukan pemeriksaan mikroskop langsung pada apus
spesimen dan pewarnaan geimsa. Prosedur pemeriksaan sebagai berikut:
-

Pakai sarung tangan


Basahi swan dengan akuades salin
Letakkan pasien denga kepala mendongan kebelakang
Dengan menggunakan senter dan spatel lidah, lihat daerah nasofaring.
Masukkan swab perlahan melalui lubang hidung dan kedalam nasofaring, denag menjaga

swan dekat dengan septum dan dasar hidung. Putar swab denga cepat dan keluarkan
Tuliskan label pada spesimen
Idealnya spesimen untuk B. Pertusis harus disuntikkan kemedium biakan segar langsung
segera setelah diambil dari pasien karena organismenya peka terhadap perubahan
lingkungan

Temuan normal. Flora yang sering ditemukan dalam nasofaring adalah streptokokus non
hemolitik, streptokokus alfe hemolitik, spesies Neisseria, S epidermidis, kadang-kadang S.
Aureus.
Temuan abnormal. Patogen antara lain streptokokus beta hemolitik grup A kadang-kadang
grup B, C, D. B.pertussis, C.diphteriae, S.aureus; sejumlah besar pneumokokus.7

Gambar 12. Pengambilan spesimen nasofaring

Biopsi Aspirasi Jarum Halus


24

Keikutsertaan disiplin ilmu patologi anatomi dalam tatalaksana diagnostiki berbagai


penyakit, terutama berkaitan dengan bidang onkologi dilakukan melalui pemeriksaan
histopatologi jaringan, sitologi lepas dan sitologi biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH).
Biopsi aspirasi merupakan alat diagnostik jaringan dengan cara memeriksa sejumlah
sel dari ekstrak tumor atau nodul yang diambil dengna mempergunakan jarum dan tabung
suntik. Berbeda dengan pap smear dimana sediaan harus diperoleh dari sel lepas dan
dipergunakan sebagai alat skrining kanker, pada biopsi aspirasi sediaan diperoleh dengna cara
invasi dan model ini berfungsi sebagai alat diagnostik.
Nomenklatur yang dipergunakan pada alat diagnostik ini sering diperbebatan
dikalangan berbagai penulis. Istilah aspiration biopsy dipergunakan oleh Martin dan Ellis.
Beberapa penulis menganjurkan istilah aspiration cytolog untuk menghindari perkataan
byopsi yang sering diasosiasikan dengan tindakan bedah dan dikahwatirkan akan menambah
biaya pemeriksaan.
Thomsom menganjurkan istilah thin neddle aspiration selective sampling yang
mengambarkan alat serta mekanisme pengambilan sediaan aspirat.

Peranan klinis
Pada umumnya, pasien pertama kali diperiksa oleh klinisi. Seperti biasanya,
pemeriksaan dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis singkat dan
terarah diikuti dengan pemeriksaan fisik tumor anatra lain letak dan besarnya, konsistensi
serta mobilitas tumor yang merupakan prosedur sederhana, tetapi sangat bernilai dalam
diagnosis serta prediksi jenis dan sifar berbagai tumor. Pada beberapa rumah sakit atau
institus, pemeriksaan klinis segera diikuti biopsi aspirasi dengan atau tanpa didahului
pemeriksaan radiologi karena diagnosis terobosan ini dianggap sebagai bagian dari rangkaian
diagnosis klinis yang mampu menjembatani klinis dan patologi dalam menyelesaikan
masalah diagnostik dari sebagian tumor.
Pada umumnya, biopsi aspirasi pada tumor palpable dilakukan tanpa pemeriksaan
radiologis, sedangkan tumor non palpable yaitu yang terletak di intra abdomen, intra torakal,
maka biopsi dilakukan dengan bantuan image method seperti fluroskopi, USG, CT Scan.

25

Biopsi aspirasi struma difus, non toksik sering didahului dengan pemeriksaan
radiologi seperti scan tiroid atau USG. Tujuannya adalah untuk melihat area cold nodul
sebagai tempat insersi jarum pada waktu biopsi aspirasi. Insersi jarum didaerah tersebut
mempunyai ari dalam memeroleh sediaan aspirat yang respresentatif. Namun, sarana
diagnostik image method tidak selalu tersedia dan biaya pemeriksaanya sering tidak
terjangkau. 5,6,9

Keuntungan biopsi aspirasi


Biopsi aspirasi merupakan prosedur diagnostik yang sederhana, murah, cepat, aman dan
akurat serta memberi dampak menguntungkan bagi pasien, menejemen klinis, pengelola
rumah sakit dan patologi.
Keuntungan pasien:
1. Toleransi pasien terhadap biopsi aspirasi lebih baik dibandingkan dengan biopsi
bedah; karena prosedurnya sederhana, tidak menimbulkan rasa sakit atau komplikasi
yang berarti dan tidak meninggalkan parut. Biopsi bedah sering menimbulkan parut
pada bekas luka biopsi yang memberi dampak negatif ditinjau dari segi kosmetis
terutama didaerah terbuka seperti di kulit leher
2. Biaya pemeriksaan lebih murah dan dapat dilakukan tanpa rawat inap dirumah sakit.
Menurut

kalkulasi

Kaminsky,

biaya

pengobatan

berbagai

tumor

dengan

mempergunakan prosedur biopsi aspirasi jauh lebih murah dibandingkan denga biaya
menurut prosedur konvensional biopsi bedah.
3. Dalam beberapa menit, sebagian besar tumor dapat ditentukan jenis tumor jina atau
tumor ganas dan pada waktu yang hampir bersamaan, rencana pengobatan dapat
ditentukan. Dengan demikian keterlambatan pengobatan dapat dihindari atau
dikurangi.
4. Diagnosis cepat memberi damapt menguntungkan secara psikis bagi pasien karena
kecemasan yang berkepanjangan dapat dikurangi. Pada diagnosis sitologi benigna
pasien dan keluarganya segera menjadi lega dan apabila maligna, pasien ataupun
keluarganya dapat mempersiapkan mental dan biaya pengobatan lebih lanjut.
5. Aplikasi biopsi aspirasi sebagai diagnosis pendahuluan terhadap

tumor

memungkinkan tindakan bedah pada berbagai organ menjadi selektif


26

6. Bagi pasien dengan kondisi tidak mengijinkan untuk biopsi bedah, antara lain karena
kondisi umumnya kurang baik atau wanita hamil; biopsi aspirasi merupakan pilihan
terbai
7. Kesempatan menemukan kanker sedini mungkin.9

Keuntungan manajemen klinis


1. Dengan latihan dan waktu tertentu, tehnik biopsi aspirasi dapat dikuasai
2. Peralatnnya sederhana dan mudah diperoleh. Tabung suntik plastik dengan jarum
banyak dipasarkan dengan harga murah. Alat pemegang tabung dapat dipesan dan
tidak mahal, bahkan dapat dibuat sendiri
3. Berdasarkan sitologi biopsi aspirasi, klinis dapat memberi pengobatan segera dan
akurat.
4. Diagnosis preoperatif biopsi aspirasi dapat membantu ahli bedah menentukan jadwal,
memilih tehnik operasi, mempersiapkan anestesi dan personalia yang profesional
sehingga tindakan bedah dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
5. Pada sebagian besar tumor, biopsi aspirasi dapat mengurangi pemeriksaan
histopatologi preoperatif potongan beku, sehingga alokasi waktu penggunaan kamar
bedah dibatasi dan biaya pemeriksaan dapat ditekan
6. Biopsi aspirasi dapat membantu para klinisi menegakan diagnosis berbagai jenis
penyakikt dimana biopsi bedah sulut dilakukan atau merupakan kontra indikasi
7. Biopsi aspirasi dapat membantu klinisi untuk menentukan stadium tumor. Penentuan
stadium tumor erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis
8. Berdasarkan sitologi biopsi aspirasi dari tumor metastasis, tumor primer dapat
ditentukan.

Keuntungan pengelola rumah sakit:


1. Diagnosis biopsi aspirasi cepat, memungkinkan pelayanan onkologi dirumah sakit
dapat ditingkatkan
2. Biaya operasionil rumah sakit dapat ditekan karena pengunaan peralatan canggih lebi
hselektif, penggunaan kamar bedah dapat dilakukan lebih efektif dan efisin serta
pasien rawat inap berkurang
3. Biopsi aspirasi tidak memerlukan kamar khusus seperti kamar bedah, bahkan dapat
dilakukan beside

27

Keuntungan dari aspek patologi:


1. Ahli patologi yang memerlukan biopsi aspirasi tidak lagu hanya duduk menghadapi
mikroskop atau sebagai invisible man didalam suatu tim onkologi, akan tetapi juga
dapat menangani langsung pasien.
2. diagnosis sitologi biopsi aspirasi saling memperbaiki. Namum biopsi aspirasi bukan
ditujukan untuk menggantikan biopsi bedah.

Keterbatasan biopsi aspirasi


1. pada sediaan ekstrak tumor atau aspirat dapat dilihat kerangka dan populasi tumor
yang tersusun berkelompok atau berserak, sedangkan arsitektur tumor tidka dikenal
lagi. Oleh sebab itu, invasi kedalam jaringan dan pembuluh getah bening atau
pembuluh darah tidak dapat ditentukan. Identifikasi invasi sel tumor pada jaringan
dan pembuluh limfe atau pembuluh darah mempunyai nilai diagnostik dan prognostik
pada berbagai tumor.
2. Diagnosis sitologi maligna negatif, belum merupakan diagnosis akhir sebab
kemungkinan negatif palsu dapat terjadi walaupun dalam jumlah kecil. Kegagalan
biopsi aspirasi mengambil sediaan yang representatif atau adekuat merupakan
penyebab utama hasil negatif palsu. Kegagalan ini dapat terjadi karena kesalahan
tehnik atau keadaan tumor.
3. Ketepatan diagnostik biopsi aspirasi sering tergantung pada keterangan klinis.
Keterangan klinis yang salah atau terbatas memberi efek terhadap resiko kesalahan
diagnosis sitologi. Dengan kerjasama yang erat antara klinisi dan ahli patologi, resiko
kesalahan diagnostik dapat dikurangi.
4. Diagnosis sitologi biopsi aspirasi tidak selalu dapat menentukan subtipe dari berbagai
tumor.
5. Untuk memeroleh sediaan aspirat yang adekuat memerlukan latihan dan pengalaman
6. Ketepatan diagnosis sitologi aspirasi tergantung juga pada pengalaman ahli patologi.

Indikasi
Biopsi aspirasi dapat dilakukan pada hampir semua tumor dengna berbagai indikasi yaitu:
1. Diagnosis preoperatif dengan sangkaan klinis tumor maligna operable

28

Tindakan seperti ini sering dilakukan pada tumor mamma dan tiroid. Diagnosis
sitologi biopsi aspirasi preoperatif mempunyai nilai dalam nenetukan pola tindakan
bedah selanjutnya. Kadang-kadang biopsi aspirasi didahului oleh pemeriksaan
radiologik seperti mamografi atau USG
2. Dignosa komfirmatif dengan sangkaan klinis tumor maligna inoperable
3. Dignosis konfirmatif dengan sangkaan klinis tumor reccurent
Keadaan ini sering dijumpai antara lain pada karsinoma mamma, kasinoma tifoid dan
limfoma
4. Diagnosis komfirmatif tumor metastasis
Sitologi biopsi aspirasi pada limfadenopati di leher bagian proksimal pada penderita
karsinoma nasofaring atau tumor ganas di leher dan kepala lainnya, dinilai sebagai
konfirmatif. Pada limfadenopari di leher bagian distal atau supraklavikuler, antara lain
pada penderita karsinoma paru; biopsi aspirasi dilakukan dengan indikasi diagnosis
konfirmatif sekaligus menentukan stadium tumor. Pada melanoma di kaki disertai
limfadenopati inguinal, maka pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi kelenjar ditah
bening dilakukan untuk konfirmasi metastasis melanoma.
5. Diagnosis tumor neoplasma atau non neoplasma
Tumor neoplasma seperti displasia mamma, mastitis, nekrosis lemak, hiperplasia
reaktif kelenjar getah bening, tiroiditis, secara klinis tidak selalu mudah dibedakan
dengan neoplasma. Kelainan ini dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan sitologi
biopsi aspirasi
6. Diagnosisi kista, benigna, maligna
Tumor kistik benigna, secara klinis kadang-kadang sulit dibedakan dengan tumor
kistik maligna; sekalipun dengan mempergunakan image method. Namun kedua jenis
tumor ini dapat dibedakan berdasarkan kondisi aspirat dan gambaran sitologinya.
Aspirat encer jernih biasanya dijumpai pada kista benigna.
7. Mengambil bahan untuk pemeriksaan mikrobiologi
Biopsi aspirasi proses radang atau abses sering dipergunakan untuk memeroleh bahan
pemeriksaan biakan dan uji coba sensitivitas terhadap antibiotika.
8. Mengambil bahan penelitian jaringan
Analisis sel banyak dipergunakan untuk menentukan hormon reseptor karsinoma
mamma, keganasan sel dari jaringa; seperti kelenjar tiroid dan mamma dengan
mempergunakan

alat

cangih

cytomorphometry,

pewarnaan

khusus

immunocytochemistry dan biakan jaringan. Pada tumor yang dianggap mempunyai


tingkat keganasan tinggi seperti melanoma di kulit jika memungkinkan dilakukan
langsung tindakan bedah. Namun keadaan demikian bukan merupakan kontra indikasi
tindakan aspirasi.5,6

29

Tumor sasaran BAJAH


1. Tumor palpable
Tumor palpable biasanya terletak didaerah superfisial, mudah dicapat dan dapat
dipalpasi. Biopsi aspirasi pada kelompk ini biasanya dilakukan tanpa bantuan
pemeriksaan radiologi. Namun beberapa jenis tumor pada kelenjar tiroid seperti
struma dufusa non toksik, dan tumor difus terletak jauh dibawah kulit, kadang-kadang
memerlukan pemeriksaan radiologi untuk menentukan tempat insersi jarum. Pada
tumor mama, biopsi aspirasi sering disertai mammografi.
Kelompok tumor palpable
Tumor
Kelenjar getah bening

Kelenjar tiroid

Leher
Kelenjar saliva

Rongga mulut

Benigna
Maligna
Hipeplasia reaktif
Limfoma
Linfadenitis spesifik dan
aspesifik
Tiroiditis akut
Tiroiditis hashimoto
Kista
Grave disease
Goiter
Kista krakial
Paraganglioma
Adenoma pleumorfik
Adenoma monomorfik
Tumor warthon
Kista
Adamantinoma

Limfoma
Karsinoma
folikuler,

papile,
karsinoma

metastasis
Karsinoma metastasis
Karsinoma kista adenoid
Karsinoma sel asinus
Karsinoma
kumoepidermoid
Karsinoma epidermoid
Limfoma

2. Tumor non palpable


Tumor ini biasanya terletak didalam rongga tubuh, tidak teraba, hanya dapat dilihat
dengan mempergunakan image method. Pada kelompok ini biopsi dilakukan denga
bantuan radiologi.

Tehnik biopsi aspirasi


Persiapan peralatan:
-

Jarum halus
Tabung suntik
Pemegang tabung suntik

30

Pendekatan dan persiapan pasien:


-

Anamnesis
Pemeriksaan besar dan ukuran (diameter terpanjang), konsistensi dan batas tumor
dengan jaringan sekitarnya dilakukan dengan cermat. Pemeriksaan fisik tumor ini

mempunyai nilai dalam memperkirakan sitologi biopsi aspirasi.


Posisi pasien dibuat sedemikian rupa, sehingga pasien tenang dan biopsi aspirasi

dapat dilakukan dengna baik.


Kulit yang menutupi tumor didensifeksi dengan alkohol, kemudian dikeringkan deng
akasa steril untuk mencegah masuknya alkohol kedalam kulit pada waktu insersi

jarum. Alkohol yang masuk kedalam kulit akan menimbulkan rasa nyeri
Tumor yang terletak supervisial, biopsi aspirasinya dilakukan tanpa anastesi lokal.
Tetapi pada tumor yang letaknya jauh dibawah kulit atau intra abdomen dan intra
torakal biopsi aspirasinya dilakukan dibawah anastesi lokal untuk mencegah
kemungkinan refleks vagal.

Pelaksanaan biopsi aspirasi


-

Nodul atau tumor difiksasi diantara jari tangan, sambil kulit diatasnya direngangkan.

Pada posisi piston tabung suntuk dibagian distal, jarum diinsersi kedalam masa tumor
Apabila jarum sudah berada didalam masa tumor, piston ditarik kearah proksimal dan

tekanan didalam tabung menjadi negatif


Pada posisi piston dibagian proksimal, jarum dirangangkan mundur maju, sehingga
ekstrak/aspirat yang mengandung sejumlah sel tumor masuk kedalam luman jarum

atau tabung suntik


Sebelum jarum dicabut, piston dalam tabung suntik dikembalikan pada tempat semula
dengan melepaskan pegangan piston, sehingga tekanan didalam tabung kembali
seperti semula. Tujuannya untuk mencegah masuknya ekstrak jaringan yang berada
disepanjang needle tract diluar masa tumor pada waktu jarum dicabut, yang dapat

mengacaukan pemeriksaan sitologi aspirasi tumor.


Untuk mengeluarkan aspirat, jarum dibebaskan dari tabung suntik, piston ditarik
kearah proksimal kemudian jarum disatukan kembali dengna tabung. Tekanan diruang
tabung menjadi positif. Lalu ujung jarum diletakan diatas kaca objek, piston didorong
pelan-pelan dan aspirat diteteskan diatas kaca objek dan dibuat sediaan hapus.6,7

31

Membuat sediaan hapus


Sediaan hapus dari aspirat encer samapt sesperti membuat sediaan hapus darah. Kaca
penutup diletakkan diatas kaca objek denga posisi membentuk sudut 45 derajad.
Kemudian kaca penutup digeser pada pinggir aspirat, sehingga aspiret menyebar kedua
sisi dan segera digeser menjauhi aspirat. Tehnik membuat sediaan hapus dari aspirat
kental sedikit berbeda dibandingkan dengan aspirat encer. Satu tangan memegang kaca
objek dan satu tangan lagi meletakkan kaca penutup atau kaca objek lain diatas sediaan
aspirat. Dengan tekanan lembut pada salah satu sisi, kaca penutup pada posisi hampir
mendatar digesek dengan cepat melalui aspirat, sehingga diperoleh sediaan yang adekuat.
Kesalahan dalam membuat sediaan hapus aspirat terletak pada tekanan gesekan.
Tekanan gesekan terlalu lemah menghasilkan sediaan hapus tebal yang menimbulkan
kesulitan dalam pewarnaa. Pada gesekan terlalu kuat, sediaan hapus tipis, namun populasi
sel sebagian besar mengalami distorsi dan sulit diinterpretasikan. Keadaan seperti ini
banyak dijumpai pada populasi sel yang rapuh seperti limfoma limfoblastik
Aspirat bercampur darah segar dibuat sediaan hapus untuk menghindari
penggumpalan darah. Sediaan aspirat kelenjar tiroid yang mengandung koloid segera
dibuatkan sediaan hapus untuk mencegah perlekatan koloid pada kaca objek. Sediaan
hapus pada kista dibuat secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung seperti
prosedur biasa dan tidka langsung, setelah melalui milipore filter atau cysto spine.
Sediaan hapus segera dikeringkan di udara untuk pewarnaan geimsa dan sediaan
hapus basah segera dimasukkan kedalam bahan fiksasi alkohol selama 30 menit,
kemudian dikeringkan untuk pewarnaan papanicolao. Sebelum diwarnai, sediaan hapus
dilihat dengan mata telanjang didepan cahaya atau dibawah mikroskop, apakah sediaan
mengandung banyak sel, terutama sel yang bersasal dari tumor. Dengan cara demikian
dapat diketahui dengan segera apakah sediaan adekuat atau tidak adekuat. Apabila
populasi sel sedikit, biopsi aspirasi dapat segera diulang. Kadang-kadang dari endapan
sediaan sentrifuge aspirat, dibuat sediaan blok parafin pemeriksaan histopatologi aspirat.

Biopsi pada lekenjar tiroid

32

Pada biopsi kelenjar tiroid harus hati-hati dengna pasien yang dengan defek koagulasi,

seperti ditujukan pemanjangan PT atau PTT.


Spesimen harus diletakan segera dalam larutan formalin karena pemecahan sel dalam

spesimen jaringan terjadi segera setelah eksisi


Temuan normal : pemeriksaan histologik jaringan normal memperlihatkan jaringan
fibrosa yang membagi kelenjar ini menjadi beberapa pseudolobulus yang terbuat dari
folikel dan kapiler. Epitel kuboid melapisi dinding folikel dan mengandung protein

tiroglobulin, yang menyimpan T3 dan T4.


Temuan abnormal: tumor ganas tampak sebagai nodus soliter yang berkapsul tegas
denga struktur yang seragam tapi abnormal. Karsinoma papiler merupakan kanker
tiroid yang paling sering. Karsinoma folikular, suatu bentuk yang lebih jarang, sangat
menyerupai sel normal. Tumor jinak seperti goiter nodular nontoksik, menunjukkan
hipertiorid, hiperplasia, dan hipervaskularitas. Pola histologik yang khas mencirikan

tiroiditis granulomatosa subakut, tiroiditis hashimoto, hipertiroidisme.


Karena tumor tiroid multisentrik dan kecil, laporan histologik yang negatif tidak
menyingkirkan kanker.7

Biopsi kelenjar getah bening


Biopsi kelenjar getah bening merupakan eksisi bedah kelenjar getah bening aktif atau
aspirasi jarum spesimen kelenjar untuk pemeriksaan histologik. Kedua teknik ini biasanya
menggunakan anastesi lokal dan sampel kelenjar superfisial dalam regio servikal,
supraklavikula, aksilaris, atau inguinal. Eksisi lebih dipilih karena menghasilkan
spesimen yang lebih besar. Meskipun kelenjar getah bening membengkak selama infeksi,
biopsi diindikasikan bila pemebsaran kelenjar lama dan disertai nyeri pungung, edema
tungkai, kesukaran bernapa, menelan, serta yang lebih lanjut penurunan berat badan,
kelemahan, gatal berat, demam, keringat malam, batuk, hemoptisis, dan suara serak.
Pembesaran kelenjar geta bening generalisata atau setempat khas untuk pneyakit seperti
leukimia, linfatik kronis, penyakit hodgkin, reumatoid artritis, mononukleosis.
Penyimpanan spesimen jaringan dalam larutan salin normal dan bukan formalin 10%
memungkinkan bagian spesimen digunakan untuk apusan impresi sitologi, yang diperiksa
bersamaan dengan spesimen biopsi. Temuan normal: kelenjar getah bening normal

33

ditutupi oleh jaringan ikat kolagen dan dibagi mejadi lobus-lobus yang lebih kecil oleh
benang jaringan yang disebut trabekula. Kelenjar getah bening memiliki korteks luar yang
terdiri atas sel limfosit, dan medula bagian dalam, yang tersusun dari sel fagositik
retikular yang mengumpulkan dan mengalikan cairan. 7

Komplikasi BAJAH
1. Perdarahan dan hematom
Biopsi pada tumor yang terletak seperfisial terutama pada mamma dan tiroid sering
menimbulkan hematom akibat tekana yang terlalu kuat pada wkatu biopsi aspirasi.
Namun setelah beberapa hari mnghilang
2. Infeksi sekunder
Infeksi pasca bipsi jarang terjadi.
3. Penyebaran tumor
Sejak dikenalnya biopsi aspirasi, masalah yang sering diperdebatkan adalah kemungkinan
adanya penyebaran sel tumor secara lokal atau diseminasi sel tumor ke organ lain melalui
pembuluh limfen atau pembuluh darah. Namun denga jarum halus kemungkinan
penyebaran sel tumor kecil.5,6,9

BAB III
Kesimpulan

Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi anatomi yang dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi khususnya yang dicurigai sebagai suatu
keganasan. Interpreteasi biopsi untuk diagnosis suatu neoplasma dapat dilakukan berdasarkan
pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis. Terdapat 2 jenis biopsy yaitu biopsy terbuka dan
tertutup Tujuan biopsy antara lain mengetahui morfologi tumor ,mengetahui , grading sel
tumor dan untuk merencanakan sampai sejauh mana radikalitas operasi. Indikasi biopsy
dilakukan pada suatu lesi yang menetap selama kurang lebih 2 minggu , pada suatu lesi yang
dicurigai neoplasma, ulkus yang tidak sembuh . Kontra indikasi biopsy yaitu adanya infeksi
di tempat yang akan diambil sampelnya, gangguan faal hemostasis , dilakukan pada diluar
daerah yang akan dilakukan eksisi.

34

Daftar pustaka
1. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2000
2. Underwood. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: EGC; 2004
3. Sjamsuhidajat R. Karnadihardja W. Prasetyo T, Rudiman. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke3. Jakarta: EGC; 2010
4. Sabiston C David jr. Buku Ajar Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC:1995
5. Janti Sudiono. Pemeriksaan Patologi Untuk Diagnosis Neoplasma. Jakarta:
EGC;2008
6. Suyatno, Emir P. Diagnostik dan terapi Bedah Onkologi. Jakarta: Sagung
Seto; 2009
7. Holmes HN. Buku pegangan uji diagnostik. Edisi ke-3 jakarta: EGC; 2009
8. Neville Woolf . Pathology Basic and Systemic. London: Saunders; 2004
9. Norwitz Errol R, Schorge John O. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Erlangga; 2008

35

Anda mungkin juga menyukai