Paper 7 Aug 2011
Paper 7 Aug 2011
I. Pendahuluan
Keberadaan perusahaan-perusahaan asing (multinasional) mengakibatkan munculnya
desakan kebutuhan internasional, salah satunya adalah tuntutan bagi banyak negara
khususnya terhadap negara berkembang, untuk menyesuaikan diri dan memperbaharui
sistem peradilan mereka. Kondisi ini ditenggarai sebagai salah satu faktor pendorong
perbaikan instrumen badan peradilan di negara berkembang, termasuk di Indonesia.
Gejolak moneter pada pertengahan Tahun 1997 menimbulkan kesulitan besar bagi
perekonomian nasional, terlebih lagi muncul kondisi sebagian pelaku usaha/debitor tidak
mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada para lembaga pembiayaan/
kreditor. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pada 22 April 1998 pemerintah menetapkan
Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan yang
kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan
(selanjutnya disebut UUK) pada 24 Juli 1998. UUK merupakan penyempurnaan dari
Failissement Verordening Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 jo. Staatsblad Tahun 1906
No. 384. UUK diharapkan menjadi sarana efektif yang dapat digunakan secara cepat
sebagai landasan penyelesaian utang-piutang.
Salah satu hal penting setelah penyempurnaan aturan kepailitan adalah pembentukan
Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum.
Pengadilan Niaga (Commercial Court) ditujukan untuk menyelesaikan berbagai sengketa
tertentu di bidang perniagaan. Misalnya perkara-perkara HKI (Hak atas Kekayaan
intelektual) termasuk perkara (sengketa) merek.
Penyelesaian sengketa merupakan hal yang tidak kalah strategis dalam pengelolaan
merek. Undang-Undang Merek yang baru telah melakukan terobosan baru dalam
penyelesaian sengketa merek, yaitu dengan memanfaatkan peranan Pengadilan Niaga
dalam rangka menyelesaikan sengketa perdata di bidang merek. Hal ini dimaksudkan untuk
mempercepat proses peradilan dalam sengketa merek tersebut. Hal ini didasarkan pada
alasan bahwa bidang merek sangat berkaitan dengan dunia usaha, untuk itu dibutuhkan
penyelesaian perkara yang cepat, karenanya membutuhkan institusi peradilan khusus.
Selain itu Undang-Undang Merek yang baru (UU No. 15 tahun 2001) juga mengatur
mengenai tata cara (hukum acara) penyelesaian perkara dengan jangka waktu yang spesifik
dan relatif pendek.
112
Pengadilan Niaga sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Merek (MRR Tiyas Maheni DK)
Ada keinginan kuat dari Undang-Undang Merek agar penyelesaian sengketa melalui
Pengadilan Niaga ini dapat berjalan dalam waktu yang cepat dan tidak bertele-tele. Dengan
semakin cepat selesainya suatu perkara di pengadilan, maka dengan sendirinya biaya yang
akan dikeluarkan untuk menyelesaikan perkara perdata oleh pihak-pihak yang bersengketa
tentu akan berkurang pula, begitu pula beban biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak
pengadilan.
2.
Dan sebelumnya menurut Pasal 280 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998,
dinyatakan juga bahwa: Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), selain
memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban
pembayaran utang, berwenang pula memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang
perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan pada pasal tersebut, maka ada dua hal penting yang perlu
dicermati dalam rangka pembentukan Pengadilan Niaga yaitu:
1.
2.
113
Niaga. Karena Pengadilan Negeri biasa dianggap terlalu lamban kerjanya dan terlalu penuh
dengan formalitas yang menghambat pemeriksaan dan pemutusan di bidang bisnis secara
cepat. (Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, 2001)
Penggunaan Pengadilan Niaga untuk menyelesaikan sengketa HKI perkara merek,
bertujuan agar pihak-pihak yang bersengketa bisa segera mendapatkan keadilan.
Pengadilan Niaga terdapat dua jenis hakim yaitu hakim karir dan hakim ad hoc, oleh karena
itu hakim yang duduk di Pengadilan Niaga dianggap lebih menguasai masalah-masalah
hukum bisnis (termasuk HKI) dibanding hakim-hakim di Pengadilan Negeri.
Paulus Effendie Lotulung (2004) dalam makalahnya tentang penyelesaian sengketa
merek dan Pengadilan Niaga, menyebutkan bahwa Kompetensi Pengadilan Niaga terkait
dengan beberapa sengketa merek menurut Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001
adalah sebagai berikut:
1.
Berkenaan dengan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding oleh Komisi
Banding.
2. Berkenaan dengan keberatan terhadap penolakan permohonan perpanjangan jangka
waktu perlindungan hukum terhadap merek terdaftar.
3. Berkenaan dengan gugatan atas keputusan Komisi Banding mengenai penolakan
permohonan pendaftaran indikasi geografis.
4. Berkenaan dengan gugatan pemegang hak atas indikasi geografis terhadap pihak yang
menggunakan secara tanpa hak.
5. Berkenaan dengan gugatan yang dilakukan oleh pemegang hak atas indikasi asal
terhadap pihak yang tanpa hak.menggunakan indikasi asal miliknya.
6. Berkenaan dengan keberatan atas Keputusan Direktorat Jenderal HKI tentang
Penghapusan Pendaftaran Merek dari daftar Umum Merek. Di mana Penghapusan
Merek ini adalah atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI (Direktorat Merek).
7. Berkenaan dengan gugatan penghapusan pendaftaran Merek oleh pihak ketiga.
8. Berkenaan dengan gugatan penghapusan pendaftaran Merek Kolektif oleh pihak ketiga.
9. Berkenaan dengan gugatan pembatalan pendaftaran Merek yang diajukan oleh pihak
yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 5
atau 6.
10. Berkenaan dengan gugatan pembatalan terhadap Merek Kolektif terdaftar.
11. Berkenaan dengan gugatan oleh pemilik merek terdaftar terhadap pihak lain yang
secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis.
114
2.
Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut
diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
3. Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan
diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani
panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.
4. Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
5. Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan
pembatalan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari
sidang.
6. Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu
paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
7. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah
gugatan pembatalan didaftarkan.
8. Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (Sembilan puluh)
hari setelah gugatandidaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari
atas persetujuan ketua Mahkamah Agung.
9. Putusan atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang memuat
secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun
terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
10. Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (9) wajib disampaikan
oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas
gugatan pembatalan diucapkan.
2.
3.
4.
5.
6.
115
7.
PENGGUGAT
GUGATAN
PANITERA
KETUA
PENGADILAN NIAGA
PEMANGGILAN
PENGGUGAT
TERGUGAT
SIDANG
PUTUSAN
PEMOHON
PERMOHONAN
TERMOHON
PANITERA
MAHKAMAH AGUNG
SIDANG PEMERIKSAAAN
116
Pengadilan Niaga sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Merek (MRR Tiyas Maheni DK)
DITERIMA ATAU
DITOLAK
PUTUSAN
PARA PIHAK
DITJEN HKI
DAFTAR UMUM
MEREK BERITA
RESMI MEREK
VI. Penutup
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Pengadilan Niaga adalah pengadilan
yang khusus menyelesaikan perkara-perkara di bidang perniagaan. Pengadilan Niaga pada
awalnya dibentuk untuk menyelesaikan perkara-perkara kepailitan dan akhirnya
kompetensinya diperluas untuk menyelesaikan perkara HKI termasuk Merek. Penye-lesaian
sengketa merek melalui Pengadilan Niaga berjalan lebih cepat dibandingkan ketika di
pengadilan Negeri biasa. Undang-Undang Merek mengatur bahwa gugatan harus telah
diputuskan dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak gugatan diterima Pengadilan Niaga,
dan hanya dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) hari dengan persetujuan Mahkamah
Agung. Putusan Pengadilan Niaga dapat dilakukan upaya hukum Kasasi yang telah diputus
oleh Mahkamah Agung dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan Kasasi
diterima. Oleh karena itu proses penyelesaian sengketa perdata melalui Pengadilan Niaga
adalah lebih kurang 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan adanya putusan
Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian para pihak yang
bersengketa memiliki kepastian waktu dalam penyelesaian perkaranya.
DAFTAR PUSTAKA
Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, 2002, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti.
Paulus Effendie Lotulung, 2004, Penyelesaian Sengketa Merek dan Pengadilan Niaga, makalah
disampaikan dalam Lokakarya tentang Penegakan HaKI di Bidang Merek Sebagai Sarana
Peningkatan Investasi di Indonesia, Jakarta, 18 September 2004.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, tentang Merek.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, tentang Kepailitan.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang
117