Anda di halaman 1dari 6

Pengadilan Niaga sebagai

Lembaga Penyelesaian Sengketa Merek


(Commercial Court as Dispute settlement Institution on
Trade Mark)
MRR Tiyas Maheni DK
Staf pengajar jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang
Abstract: Commercial Court is reguired to settle commercial disputes in a shorter
time. Therefore, this kind of court is aimed at settling commercial dispute.
Formerly, the absolute competence of commercial court is limited for the court of
bankruptcy matters. However, since 2001, the competence has been broadened
to cover the authority in the court of intelectual property rights, including trade
mark disputes. The recent bill on trade mark states a strategy in trade mark
dispute settlement, by empowering the role of commercial court. This is done to
accelerate court process in trade mark dispute, due to the fact that trade mark is
closely related to business field.
Kata Kunci: Pengadilan Niaga, Merek

I. Pendahuluan
Keberadaan perusahaan-perusahaan asing (multinasional) mengakibatkan munculnya
desakan kebutuhan internasional, salah satunya adalah tuntutan bagi banyak negara
khususnya terhadap negara berkembang, untuk menyesuaikan diri dan memperbaharui
sistem peradilan mereka. Kondisi ini ditenggarai sebagai salah satu faktor pendorong
perbaikan instrumen badan peradilan di negara berkembang, termasuk di Indonesia.
Gejolak moneter pada pertengahan Tahun 1997 menimbulkan kesulitan besar bagi
perekonomian nasional, terlebih lagi muncul kondisi sebagian pelaku usaha/debitor tidak
mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada para lembaga pembiayaan/
kreditor. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pada 22 April 1998 pemerintah menetapkan
Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan yang
kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan
(selanjutnya disebut UUK) pada 24 Juli 1998. UUK merupakan penyempurnaan dari
Failissement Verordening Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 jo. Staatsblad Tahun 1906
No. 384. UUK diharapkan menjadi sarana efektif yang dapat digunakan secara cepat
sebagai landasan penyelesaian utang-piutang.
Salah satu hal penting setelah penyempurnaan aturan kepailitan adalah pembentukan
Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum.
Pengadilan Niaga (Commercial Court) ditujukan untuk menyelesaikan berbagai sengketa
tertentu di bidang perniagaan. Misalnya perkara-perkara HKI (Hak atas Kekayaan
intelektual) termasuk perkara (sengketa) merek.
Penyelesaian sengketa merupakan hal yang tidak kalah strategis dalam pengelolaan
merek. Undang-Undang Merek yang baru telah melakukan terobosan baru dalam
penyelesaian sengketa merek, yaitu dengan memanfaatkan peranan Pengadilan Niaga
dalam rangka menyelesaikan sengketa perdata di bidang merek. Hal ini dimaksudkan untuk
mempercepat proses peradilan dalam sengketa merek tersebut. Hal ini didasarkan pada
alasan bahwa bidang merek sangat berkaitan dengan dunia usaha, untuk itu dibutuhkan
penyelesaian perkara yang cepat, karenanya membutuhkan institusi peradilan khusus.
Selain itu Undang-Undang Merek yang baru (UU No. 15 tahun 2001) juga mengatur
mengenai tata cara (hukum acara) penyelesaian perkara dengan jangka waktu yang spesifik
dan relatif pendek.

112

Pengadilan Niaga sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Merek (MRR Tiyas Maheni DK)

Ada keinginan kuat dari Undang-Undang Merek agar penyelesaian sengketa melalui
Pengadilan Niaga ini dapat berjalan dalam waktu yang cepat dan tidak bertele-tele. Dengan
semakin cepat selesainya suatu perkara di pengadilan, maka dengan sendirinya biaya yang
akan dikeluarkan untuk menyelesaikan perkara perdata oleh pihak-pihak yang bersengketa
tentu akan berkurang pula, begitu pula beban biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak
pengadilan.

II. Landasan Hukum Pengadilan Niaga


Di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
(UUKK: 4/2004) pada Pasal 2 ditegaskan bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung (MA) dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan
Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (MK).
Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang merupakan pembaharuan dari UndangUndang Nomor 4 Tahun 1998, tidak mengatur Pengadilan Niaga pada bab tersendiri.
Demikian juga dalam penyebutannya pada setiap pasal cukup dengan menyebutkan kata
Pengadilan tanpa ada kata Niaga karena merujuk pada Bab I tentang Ketentuan Umum,
Pasal 1 angka 7 bahwa Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam Lingkungan peradilan
umum.
Mengenai tugas dan wewenang Pengadilan Niaga ini dalam Pasal 300 UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004, disebutkan bahwa:
1.

2.

Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam undang-Undang ini, selain memeriksa dan


memutus permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang,
berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan yang
penetapannya dilakukan dengan undang-undang.
Pembentukan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bertahap dengan Keputusan Presiden, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan
sumber daya yang diperlukan.

Dan sebelumnya menurut Pasal 280 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998,
dinyatakan juga bahwa: Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), selain
memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban
pembayaran utang, berwenang pula memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang
perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan pada pasal tersebut, maka ada dua hal penting yang perlu
dicermati dalam rangka pembentukan Pengadilan Niaga yaitu:
1.
2.

Pengadilan Niaga ditetapkan berada di lingkungan peradilan umum


Kompetensi Pengadilan Niaga meliputi permohonan pernyataan pailit, penundaan
kewajiban pembayaran utang, dan perkara lain di bidang perniagaan, misalnya tentang
sengketa dibidang HKI termasuk sengketa Merek.

III. Kompetensi Pengadilan Niaga Menurut UU No. 15 Tahun 2001 tentang


Merek
Ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 menggunakan saluran Pengadilan Niaga sebagai
lembaga untuk menyelesaikan sengketa merek. Tidak seperti dalam sistem Undang-Undang
Merek sebelumnya, yang menggunakan saluran Pengadilan Negeri biasa (Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat).
Hal ini dimaksudkan agar pemeriksaan perkara merek dapat berjalan secara lebih
cepat dan singkat dengan ketentuan-ketentuan yang dikenal dalam Pengadilan Niaga, yang
semula dimaksudkan untuk permohonan kepailitan. Pemerintah bermaksud bahwa soal-soal
yang termasuk komersil akan diselesaikan melalui Commercial Courts atau Pengadilan
Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 2, Agustus 2011

113

Niaga. Karena Pengadilan Negeri biasa dianggap terlalu lamban kerjanya dan terlalu penuh
dengan formalitas yang menghambat pemeriksaan dan pemutusan di bidang bisnis secara
cepat. (Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, 2001)
Penggunaan Pengadilan Niaga untuk menyelesaikan sengketa HKI perkara merek,
bertujuan agar pihak-pihak yang bersengketa bisa segera mendapatkan keadilan.
Pengadilan Niaga terdapat dua jenis hakim yaitu hakim karir dan hakim ad hoc, oleh karena
itu hakim yang duduk di Pengadilan Niaga dianggap lebih menguasai masalah-masalah
hukum bisnis (termasuk HKI) dibanding hakim-hakim di Pengadilan Negeri.
Paulus Effendie Lotulung (2004) dalam makalahnya tentang penyelesaian sengketa
merek dan Pengadilan Niaga, menyebutkan bahwa Kompetensi Pengadilan Niaga terkait
dengan beberapa sengketa merek menurut Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001
adalah sebagai berikut:
1.

Berkenaan dengan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding oleh Komisi
Banding.
2. Berkenaan dengan keberatan terhadap penolakan permohonan perpanjangan jangka
waktu perlindungan hukum terhadap merek terdaftar.
3. Berkenaan dengan gugatan atas keputusan Komisi Banding mengenai penolakan
permohonan pendaftaran indikasi geografis.
4. Berkenaan dengan gugatan pemegang hak atas indikasi geografis terhadap pihak yang
menggunakan secara tanpa hak.
5. Berkenaan dengan gugatan yang dilakukan oleh pemegang hak atas indikasi asal
terhadap pihak yang tanpa hak.menggunakan indikasi asal miliknya.
6. Berkenaan dengan keberatan atas Keputusan Direktorat Jenderal HKI tentang
Penghapusan Pendaftaran Merek dari daftar Umum Merek. Di mana Penghapusan
Merek ini adalah atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI (Direktorat Merek).
7. Berkenaan dengan gugatan penghapusan pendaftaran Merek oleh pihak ketiga.
8. Berkenaan dengan gugatan penghapusan pendaftaran Merek Kolektif oleh pihak ketiga.
9. Berkenaan dengan gugatan pembatalan pendaftaran Merek yang diajukan oleh pihak
yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 5
atau 6.
10. Berkenaan dengan gugatan pembatalan terhadap Merek Kolektif terdaftar.
11. Berkenaan dengan gugatan oleh pemilik merek terdaftar terhadap pihak lain yang
secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis.

IV. Prosedur penyelesaian Sengketa Merek di Pengadilan Niaga Menurut UU


No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
Penyelesaian sengketa Merek di Pengadilan Niaga diatur dalam Bab XI UndangUndang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, akan tetapi Undang-Undang Merek ini, hanya
menjelaskan tentang tata cara gugatan pembatalan pendaftaran merek (Pasal 80), meskipun
dalam Pasal 81 disebutkan bahwa ketentuan Pasal 80 juga berlaku secara mutatis mutandis
terhadap gugatan atas pelanggaran merek (Pasal 76), padahal sengketa yang terdapat
dalam ketentuan Undang-Undang Merek No 15 Tahun 2001 tidak hanya masalah gugatan
pembatalan merek dan gugatan atas pelanggaran merek saja. Masih ada bentuk sengketasengketa merek yang lain misalnya sengketa yang melibatkan Direktorat Merek secara
langsung sebagai pihak dalam sengketa merek, yaitu sengketa tentang keberatan atas
penolakan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar atau keberatan
terhadap penghapusan merek terdaftar atas prakarsa Direktorat Merek. Hal ini merupakan
salah satu kekurangan dari UU Merek No.15 Tahun 2001 yang perlu sekiranya menjadi
perhatian dari pemerintah (pembuat undang-undang).
Pasal 80 UU No. 15 Tahun 2001, menjelaskan tentang tata cara gugatan pada
Pengadilan Niaga sebagai berikut:
1.

114

Gugatan pembatalan pendaftaran Merek diajukan kepada Pengadilan Niaga dalam


wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat.
Pengadilan Niaga sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Merek (MRR Tiyas Maheni DK)

2.

Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut
diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
3. Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan
diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani
panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.
4. Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
5. Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan
pembatalan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari
sidang.
6. Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu
paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
7. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah
gugatan pembatalan didaftarkan.
8. Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (Sembilan puluh)
hari setelah gugatandidaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari
atas persetujuan ketua Mahkamah Agung.
9. Putusan atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang memuat
secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun
terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
10. Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (9) wajib disampaikan
oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas
gugatan pembatalan diucapkan.

V. Upaya Hukum atas Putusan Pengadilan Niaga


Terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut hanya dapat diajukan upaya hukum
kasasi di Mahkamah Agung (Pasal 82 UU No 15 Tahun 2001), adapun prosedur
permohonan kasasi tersebut dapat dilihat dalam Pasal 83 UU No 15 Tahun 2001 tentang
Merek, yang menyebutkan bahwa:
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 diajukan paling lama 14


(empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau
diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada panitera yang telah
memutus gugatan tersebut,
Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan
diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan
pendaftaran,
Pemohon kasasi sudah harus menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam
waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah
permohonan kasasi didaftarkan,
Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama
7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada
pemohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh
panitera,
Panitera wajib menyampaikan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada
Mahkamah Agung paling lama 7 (tujuh) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (5),

Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 2, Agustus 2011

115

7.

Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi sebagaimana dimaksud


pada ayat (6) dan menetapkan hari siding paling lama 2 (dua) hari setelah tanggal
permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung,
8. Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lama 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung,
9. Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 (Sembilan puluh)
hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung,
10. Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) yang memuat
secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasarai putusan tersebut harus
diucapkan dalam siding yang terbuka untuk umum,
11. Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan isi putusan kasasi kepada panitera
paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan kasasi diucapkan,
12. Juru sita wajib menyampaikan isi putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah putusan
kasasi diterima.
Gambar Proses Beracara Merek di Pengadilan Niaga

PENGGUGAT

GUGATAN

PANITERA

KETUA
PENGADILAN NIAGA

PEMANGGILAN

PENGGUGAT

TERGUGAT

SIDANG

PUTUSAN
PEMOHON
PERMOHONAN
TERMOHON
PANITERA

MAHKAMAH AGUNG

SIDANG PEMERIKSAAAN

116

Pengadilan Niaga sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Merek (MRR Tiyas Maheni DK)

DITERIMA ATAU
DITOLAK

PUTUSAN

PARA PIHAK
DITJEN HKI

DAFTAR UMUM
MEREK BERITA
RESMI MEREK

Sumber: Yayasan Klinik HKI

VI. Penutup
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Pengadilan Niaga adalah pengadilan
yang khusus menyelesaikan perkara-perkara di bidang perniagaan. Pengadilan Niaga pada
awalnya dibentuk untuk menyelesaikan perkara-perkara kepailitan dan akhirnya
kompetensinya diperluas untuk menyelesaikan perkara HKI termasuk Merek. Penye-lesaian
sengketa merek melalui Pengadilan Niaga berjalan lebih cepat dibandingkan ketika di
pengadilan Negeri biasa. Undang-Undang Merek mengatur bahwa gugatan harus telah
diputuskan dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak gugatan diterima Pengadilan Niaga,
dan hanya dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) hari dengan persetujuan Mahkamah
Agung. Putusan Pengadilan Niaga dapat dilakukan upaya hukum Kasasi yang telah diputus
oleh Mahkamah Agung dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan Kasasi
diterima. Oleh karena itu proses penyelesaian sengketa perdata melalui Pengadilan Niaga
adalah lebih kurang 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan adanya putusan
Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian para pihak yang
bersengketa memiliki kepastian waktu dalam penyelesaian perkaranya.

DAFTAR PUSTAKA
Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, 2002, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti.
Paulus Effendie Lotulung, 2004, Penyelesaian Sengketa Merek dan Pengadilan Niaga, makalah
disampaikan dalam Lokakarya tentang Penegakan HaKI di Bidang Merek Sebagai Sarana
Peningkatan Investasi di Indonesia, Jakarta, 18 September 2004.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, tentang Merek.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, tentang Kepailitan.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang

Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 2, Agustus 2011

117

Anda mungkin juga menyukai