Anda di halaman 1dari 6

Tanaman dari tanah Mars. 2016 Merdeka.

com / Food for Mars and Moon

Merdeka.com - Dalam salah satu adegan film 'The Martian,' yang booming pada tahun lalu,
seorang astronot bertahan hidup di Mars dengan menanam kentang di tanah Mars.
Ternyata hal ini tidak selamanya fiksi.
Dilansir dari Daily Mail (9/3), para peneliti di Belanda berhasil memanen tanaman
eksperimen mereka, dan akhirnya tomat berhasil dipanen di medium tanah Mars dan tanah
Bulan. Tim dari Wageningen University and Reseach Centre, telah melakukan eksperimen
dengan menanam berbagai spesies tanaman di tanah ruang angkasa tersebut. Namun
tanah ini adalah tanah buatan, yang sebenarnya hanya dibuat menyerupai struktur tanah di
planet merah tersebut.
Buah dari tanaman tersebut mungkin saja bisa dimakan, namun para peneliti masih ingin
menunggu 'tanaman Mars' tersebut untuk diteliti lebih lanjut, apakah buah dan sayur itu
bebas dari racun maupun logam berbahaya yang mungkin terdapat dari tanah eksperimen.
Dalam eksperimen ini, para peneliti berhasil menumbuhkan dan memanen tomat, kacang
polong, gandum hitam, daun rocket, lobak, dan selada. Selain itu, beberapa tumbuhan lain
yang dicoba untuk ditumbuhkan antara lain daun bawang, bayam, biji gandum, dan kucai.
Meski menggunakan tanah Mars, pot dan kompos Bumi masih tetap digunakan sebagai
kontrol dan pembanding.
Tanah Mars dan tanah Bulan buatan ini dibuat oleh NASA, yang dibentuk dari tanah yang
ada di gurun Arizona, yang terbentuk dari lava gunung api di Hawaii.
Dr. Wieger Wamelink, yang merupakan salah satu peneliti, menyatakan bahwa
perkembangan telah terjadi semenjak pertama kali tanaman ini ditanam. Produksi biomass
yang diperoleh dari tanah simulan Mars ini tidak jauh berbeda dengan Bumi yang
digunakan sebagai kontrol. Di penanaman pertama, hampir semua tanaman di tanah Bulan
mati. Namun perkembangan terjadi dan akhirnya tanaman di 3 tanah, Bulan, Mars dan
Bumi, tumbuh bersamaan.
Untuk menanam tanaman ini, tidak digunakan pot, namun menggunakan sebuah
lempengan untuk menambah material organik seperti rumput kepada tanah simulan Mars.
"Ini mengejutkan bagi kami," ungkap Wamelink. "Hal ini menunjukkan bahwa tanah Mars
juga memiliki potensi yang baik, asal dipersiapkan dan diberi air dengan baik," imbuhnya.

Merdeka.com - Jika berbicara soal pencemaran tanah dan air, salah satu bahan yang
paling bersalah adalah plastik. Setiap harinya di seluruh dunia berton-ton plastik diproduksi,
dan masalahnya, mereka tidak bisa hancur dengan sendirinya di alam.
Untungnya, ilmuwan Jepang sudah menemukan solusi dari masalah pencemaran pelik,
yakni bakteri bernama Ideonella sakaiensis 201-F6. Bakteri ini sangat spesial karena
mampu 'makan' plastik sebagai sumber energi utama tubuh mereka.
Berdasarkan penelitian dari Universitas Keio, Ideonella sakaiensis mampu mengancurkan
lapisan tipis polyethylene terephthalate (bahan utama plastik) dalam 6 minggu dalam suhu
30 derajat Celsius. Bakteri tersebut mampu menghasilkan enzim ISF6-4831 dan ISF6-0224
yang terbukti bisa menguraikan limbah plastik.

Bakteri pemakan plastik 2016 Shosuke Yoshida


Sayangnya, waktu 6 minggu masih diangap terlalu lama bagi ilmuwan. Oleh sebab itu,
mereka sedang mencari cara untuk meningkatkan kecepatan penguraian bakteri Ideonella

sakaiensis. Dari banyak penelitian lain pula, untuk saat ini hanya bakteri Ideonella
sakaiensis yang mampu menguraikan plastik.
Plastik memang terus tumbuh menjadi masalah pencemaran utama planet ini sejak
pertama kali digunakan di abad ke-20. Bayangkan saja, saat ini penggunaan plastik per
orang di Eropa dan Amerika mencapai 60-80 kilogram per tahun. Plastik yang notabene
dibuat melalui proses kimia tidak banyak memiliki zat organik atau enzim bawaan, sehingga
sangat sulit untuk diurakan mikroba di alam bebas.

Merdeka.com - Mungkin sebagian dari Anda sudah mengetahui bahwa gen adalah yang
berperan penting dalam menentukan warna rambut serta menentukan Anda akan botak
atau tidak. Namun sebuah studi menemukan rahasia dibalik rumitnya bulu-bulu yang
menghiasi tubuh kita tersebut.
Dilansir dari Medical Daily (1/3), sebuah studi yang dihelat di University College London
telah mengidentifikasi penyebab berbagai perbedaan jenis rambut. Mulai dari mengapa
rambut bisa berwarna tertentu, mengapa seseorang bisa berambut keriting dan mengapa
ketebalan jenggot seseorang bisa berbeda-beda. Bahkan bentuk alis pun bisa diidentifikasi
penyebabnya. Secara sederhana, hal ini adalah DNA yang turun temurun mengalir di
keluarga.

Gen bernama IRF4, adalah yang mempengaruhi berubannya rambut serta warna rambut.
peneliti menyatakan bahwa gen ini membantu mengatur produksi dan penyimpanan
melanin di tubuh, yang merupakan pigmen yang mempengaruhi warna rambut, kulit
maupun warna mata. Uban sendiri disebabkan oleh hilangnya melanin, jadi penemuan gen
ini dapat membantu pengembangan kosmetik baru yang dapat mencegah uban secara dini.
Selain gen tersebut, peneliti juga menemukan gen yang dinamakan PRSS53,yang dapat
mempengaruhi keriting atau lurusnya rambut; EDAR, yang mempengaruhi ketebalan
jenggot; FOXL2, mempengaruhi ketebalan alis; serta PAX3 yang menyebabkan seseorang
memiliki alis yang menggandeng.

Beijing (ANTARA News) - Petani di timurlaut Tiongkok dilaporkan menanam jagung transgenik secara
ilegal yang dapat menghasilkan ketidakpercayaan lebih lanjut terhadap kemampuan pemerintah dalam
menjamin pasokan makanan yang aman.
Beijing telah menghabiskan miliaran dolar untuk mengembangkan tanaman transgenik yang diharapkan
akan menjamin pasokan makanan untuk 1,4 miliar penduduknya tetapi penanaman secara komersial
belum disetujui di tengah sentimen anti-GMO yang meningkat.
Temuan baru tersebut tampaknya mengkonfirmasi kekhawatiran bahwa Beijing tidak dapat mengawasi
penanaman tanaman transgenik jika budidaya secara komersial diizinkan, yang bisa menyebabkan
kontaminasi luas dari rantai makanan dengan varietas rekayasa genetika.

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan
pengembangan sel punca harus dipercepat agar menjadi modal dalam mempertahankan produktivitas
guna memaksimalkan bonus demografi.
"Ini akan benar-benar menghasilkan sumber daya manusia dengan produktivitas yang tinggi dan sehat
dalam bonus demografi sampai 2030," katanya setelah mengunjungi fasilitas laboratorium Stem Cell and
Cancer Institute (SCI) milik PT Kalbe Farma Tbk di Jakarta, Rabu.

Menurut Ketua Dewan Riset Nasional (DRN) Bambang Setiadi, sel punca adalah lompatan riset bermodal
sumber daya manusia yang kuat dan teknologis.

Anda mungkin juga menyukai