Anda di halaman 1dari 5

Wacana dan Ideologi

Hoed (2011) berasumsi bahwa pertama, wacana merupakan hasil manusia


merumuskan pikiran dan perasaannya secara verbal, sehingga menjadi sebuah produk dan
praktik bahasa; kedua, wacana dihasilkan oleh perseorangan atau lembaga dengan didasari
sudut pandang tertentu; ketiga, wacana merupakan produk manusia (perseorangan atau
lembaga) yang dipegaruhi oleh kebudayaan yang melatari orang atau lembaga tersebut;
keempat, ketika wacana, sebagai produk kebudayaan tertentu, diterima orang sebagai
kebudayaan yang berbeda, maka wacana tersebut dapat diterima dan diikuti sepenuhnya baik
secara benar atau salah, dan dapat pula diolak oleh pembacanya.
Dari keempat asumsi tersebut, kita dapat melihat bagaimana teks memberikan
dampak tertentu bagi para pembacanya, terutama jika tulisan tersebut digunakan sebagai
pedoman yang harus diikuti seperti visi dan misi suatu kelompok dan AD/ADRT suatu
organisasi. Bila diikuti, wacana dapat membentuk pikiran pembacanya dan memberikan
dampak terhadap perilaku atau sudut pandang pembacanya. Bila tulisan tersebut merupakan
sebuah sistem pendidikan tertentu, pembaca akan berusaha mengikutinya dalam rangka
tercapainya tujuan dibalik diciptakannya sistem tersebut, sehingga akan diperoleh hasil
pendidikan yang berkualitas.
Selain itu, teks sebagai wacana dapat dibaca atau ditolak, bergantung pada budaya
kelompok sasaran teks tersebut. Bagi masyarakat yang memiliki budaya tulis, tulisan
merupakan media yang utama dan efektif untuk menyampaikan sebuah gagasan, ide, atau
pokok pikiran dan untuk memberikan pengertian atau pemahaman tentang sesuatu kepada
para pembacanya atau kelompok sasaran yang dituju. Pada masyarakat berbudaya lisan
seperti di Indonesia, teks perlu dibuat sesederhana mungkin dan sebaiknya didukung oleh
unsur-unsur lain yang menarik perhatian pembaca seperti gambar dan grafik. Hal tersebut
perlu dilakukan untuk mengefektifkan pemahaman dan pendalaman isi sebuah teks.
Menurut Foucault dalam McHoul dan Grace (2002), terdapat dua konsep sentral yang
tidak dapat dilepaskan dari sebuah wacana. Pertama, kekuasaan yang dikaitkan dan dianalisis
dengan menggunakan filosofi Marxis dari Perancis. Kedua, pengetahuan sebagai titik utama
perhatian dari sejarah sebuah pemikiran atau ide. Foucault menyatakan bahwa wacana
merupakan sebuah pengetahuan, bukan semata-mata ide yang muncul akibat efek yang
ditimbulkan oleh stuktur yang mengkonstruksi sebuah realitas. Selain itu, wacana merupakan
tubuh dari sebuah pengetahuan. Untuk menganalisis sebuah wacana atau pengetahuan,

Foucault tidak menitik beratkan pada bahasa (sistem kebahasaan atau tata bahasa), tetapi
lebih mendekatkan diri pada konsep sebuah disiplin. Kata disiplin merujuk pada dua hal yang
berbeda. Pertama, disiplin merupakan disiplin keilmuan, seperti kedokteran, psikologi, dan
sains. Kedua, disiplin merupakan sebuah institusi yang memiliki kontrol sosial, misalnya
penjara, sekolah, dan rumah sakit. Singkatnya, ide Foucault tentang wacana menunjukkan
hubungan kesejarahan yang spesifik antara disiplin (tubuh sebuah pengetahuan) dan praktek
disipliner (bentuk-bentuk kontrol sosial dan tanggung jawab sosial).
Secara tradisional, pengetahuan didefinisikan sebagai pengetahuan teknis untuk
memahami atau mengetahui bagaimana sesuatu bekerja dan bagaimana cara untuk melakukan
sesuatu. Akan tetapi, pengetahuan menurut Foucault merupakan masalah sosial, secarah, dan
politik yang akan menentukan apakah sebuah pernyataan dapat dinyatakan salah atau benar.
Teks dalam wacana Foucault tidak hanya kolesksi teks atau material (dokumen sejarah atau
transkripsi sebuah percakapan), tetapi juga merupakan sebuah bentuk pengorganisasian
bagian-bagian

dari

sebuah

wacana

(pernyataan-pernyataan).

Pernyataan

tersebut

menganduang satuan aturan yang berlaku pada kurun waktu tertentu dan pada masyarakat
tertentu. Wacana juga melihat dan mencoba mengurai apa yang dapat dikatakan oleh sebuah
teks.
McHoul dan Grace (2002) menjelaskan kriteria-kriteria yang harus hadir dalam
wacana Foucault, yaitu formasi, transformasi, dan korelasi (objek, konsep, dll). Kaidah
formasi adalah kondisi-kondisi yang memungkinkan objek-objek dan konsep-konsep menjadi
suatu wacana. Kaidah transformasi merupakan batasan kapasitas sebuah wacana untuk
memodifikasi dirinya sendiri. Sebuah wacana memiliki struktur tertentu yang menandai dan
membedakannya dengan wacana lain, sehingga tidak dapat dengan seenaknya berubah-ubah.
Oleh karena itu, batasan tersebut diperlukan untuk mendefinisikan sebuah wacana. Kaidah
korelasi adalah kumpulan dari relasi-relasi dalam sebuah wacana yang berhungan dengan
wacana-wacana lainnya.
Foucault (1978) menjelaskan bahwa wacana dapat diperlakukan sebagai: (1) bahasa
yang murni digunakan sebagai media penyampaian ide atau ekspresi dan merupakan
reperesentasi awal atau permukaan dari sebuah pemikiran abstrak yang lebih dalam; (2)
psikologi sebuah individu yang menunjukkan properti individu yang khas seperti suatu gaya
atau tema yang dianut oleh suatu individu; dan (3) semata-mata sebagai penghubung pikiran
yang memungkinkan pikiran tersebut diwujudkan sebagai suatu wacana.

Semiotik Teks
Sebelum masuk pada pembahasan semiotik teks, pengertian dan kriteria dari sebuah
teks penting untuk dijelaskan terlebih dahulu. Menurut Hoed (2011), teks adalah suatu satuan
kebahasaan (verbal) yang mempunyai wujud dan isi, atau segi ekspresi dan isi. Untuk dapat
dikatakan sebagai teks, Hoed (2011) lebih lanjut menjelaskan bahwa teks harus memiliki
beberapa kriteria, yaitu kohesi (terdapat kaitan semantis yang ditandai secara formal di antara
unsur-unsur penyusunnya), koherensi (isinya dapat berterima karena memenuhi logika
tektual), intensionalitas (teks diproduksi dengan maksud tertentu), keberterimaan (berterima
bagi pembaca/ masyarakat pembaca), interkontekstualitas (memiliki kaitan secara semantis
dengan teks yang lain), dan informativitas (mengandung informasi dan pesan tertentu).
Menurut Barthes dalam Hoed (2011) teks dilihat (1) sebagai suatu maujud (entity)
yang mengandung unsur kebahasaan; (2) sebagai suatu maujud yang untuk memahaminya
harus bertumpu pada kaidah-kaidah dalam bahasa teks tersebut; dan (3) sebagai suatu bagian
dari kebudayaan sehingga tidak dapat dipisahkan dari konteks budaya dan lingkungan
spasiotemporal, sehingga faktor pemroduksi dan penerima teks juga harus diperhitungkan.
Ricoeur dalam Hoed (2011) menambahkan bahwa teks tidak hanya terikat oleh konteks
spasiotemporal. Akan tetapi, teks harus dipahami melalui hubungan teks tersebut dengan
penulis (pemroduksi teks), lingkungan (fisik, sosial, budaya), dan dengan teks lain
(intertekstualitas). Makna teks juga harus dipahami dalam konteks dialog antara pembaca dan
teks yang dibacanya. Oleh karena itu, pemahaman hanya dapat diperoleh melalui penjelasan
(explanation) dan interpretasi (Ricoeur, 1982: 157-164).
Jika kedua gagasan Barthes dan Ricoeur tersebut digabungkan, akan didapatkan
sebuah model analisis teks yang dalam proses analisisnya harus memperlihatkan:
1. makna unsur-unsur pembentukan teks (bahasa);
2. makna teks berdasarkan latar belakang pemroduksi teks;
3. makna teks berdasarkan lingkungan teks (termasuk gambar dan suasana serta
kelompok sasaran);
4. makna teks berdasarkan kaitan dengan teks lain;
5. makna teks berdasarkan dialog teks dengan pembaca (Hoed, 2011).

Analisis Konten Laman BlankOn


Teks yang akan dianalisis dalam tesis ini adalah teks-teks yang terdapat pada laman
resmi

komunitas

blankOn,

terutama

pada

tautan

Misi

BlankOn,

yaitu

http://dev.blankonlinux.or.id/wiki/Misi. Misi BlankOn tersebut terbagi dalam tiga bagian


penting, yakni (1) Misi Proyek BlankOn, (2) Proses Transformasi Blank menjadi On, dan (3)
Daftar Singkat Indikator Keberhasilan. Teks-teks tersebut kemudian dianalisis sebagai
wacana karena mereka merupakan hasil rumusan pikiran manusia yang dituangkan secara
verbal melalui bahasa, sehingga menjadi sebuah produk dan praktik bahasa. Selain itu, teksteks tersebut dihasilkan kumpulan individu yang bergabung menjadi sebuah komunitas
BalnkOn yang didasari sudut pandang tertentu. Sudut pandang tersebut dipegaruhi oleh
kebudayaan yang melatari komunitas tersebut.
Pada bagian Misi Proyek BlankOn, teks yang dikemukakan oleh komunitas BlankOn
memiliki tujuan untuk memberikan gambaran kepada pembaca tentang misi jangka panjang
mereka dan bagaimana mereka mewujudkannya. Misi tersebut juga mengungkapkan harapanharapan mereka, penjabaran sistem kerja, dan pendapat atau komentar mereka sendiri
terhadap misi tersebut. Tujuan Komunitas BlankOn seperti yang dinyatakan dalam Misi
Proyek BlankOn adalah untuk mengembangkan ekosistem baru dalam konteks perangkat
lunak bebas dan terbuka. Mereka menggunakan istilah ekosistem yang menurut mereka
adalah kumpulan perorangan, entitas pendidikan, perusahaan, dan organisasi baik nirlaba,
komersial maupun pemerintahan, yang menggunakan BlankOn sebagai landasan dalam
melakukan kegiatannya.
Ekosistem inilah yang pada dasarnya menjadi tujuan utama komunitas BlankOn.
Salah satu pernyataan mereka yang penting untuk dianalisis adalah ketika mereka
mengatakan, Di sini, terdapat orang-orang yang semula berjiwa konsumtif namun setelah
terjun dan terlibat dalam ekosistem, menjadi orang-orang yang berjiwa produsen dan
inovatif. Pertanyaan tersebut menunjukkan adanya kekuatan dalam komunitas BlankOn
yang mampu mengubah perilaku dan sudut pandang manusia, dalam hal ini anggota mereka
menjadi individu-individu yang berjiwa produsen dan inovatif. Mereka mempertentangkan
kata konsumtif degan produktif yang dapat dijadikan sebuah indikasi ideologi yang mereka
anut.
Pada bagian Proses Transformasi Blank menjadi On, komunitas blankon membuat
dua bagan yang menuntun dan membantu pembaca untuk memahami secara utuh mekanisme

produksi dan konsumsi yang bekerja baik di dalam Indonesia maupun di luar negeri. Selama
ini sebagian besar penduduk di Indonesia dianggap oleh mereka bermental konsumtif yang
selalu meyerap segala produk-produk asing. Oleh karena itu, komunitas BlankOn ingin
berpartisipasi dalam mengubah mental tersebut menjadi mental produsen dan penghasil
dengan membentuk ekosistem BlankOn. Kata transformasi digunakan karena mereka
menginginkan perubahan total dengan arah yang berlawanan, yang mengubah bangsa
Indonesia sebagai bangsa konsumen menjadi bangsa produsen. Komunitas tersebut
menginginkan bangsa Indonesia berproduksi secara aktif, sehingga produk-produknya dapat
dipasarkan dan digunakan oleh masyarakat dunia.
Pada

bagian

Daftar

Singkat

Indikator

Keberhasilan,

komunitas

BlankOn

menyebutkan 12 (dua belas) indikator keberhasilan mereka. Akan tetapi, tidak kesemua dua
belas contoh tersebut harus dicapai atau terpenuhi. Proyek BlankOn sudah dapat dikatakan
berhasil, apabila sudah terdapat dua sampai tiga indikasi yang terpeuhi. Dengan demikian,
BlankOn sudah dapat mengatakan bahwa mereka telah membawa perubahan baru di
Indonesia dengan cukup signifikan. Indikator-indikator tersebut mencakup kemudahan akses
BlanOn, cakupan pengguna BlankOn (petani, penyandang cacat, pengusaha, pemerintah,
masyarakat luar negeri), fungsi BlankOn dalam komunikasi dan keadaan darurat/ bencana.

Analisis latar belakang komunitas, lingkungan, sasaran teks, dan kaitannya dengan teks lain
yg lebih luas Cuma kamu yg tahu.

Anda mungkin juga menyukai