Anda di halaman 1dari 10

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Posted by Mahmuddin pada Agustus 31, 2010


A. Prinsip Kerja
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi (perbanyakan) primer
oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu
memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam
latar belakang besar pada sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik).
Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki
pengetahuan, urutan segmen unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga
oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan
intervening antara primer. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA
polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan
pengatur siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30
atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR,
produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung
divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi)
potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer
oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah
DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut
mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.
PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di dalam tabung
reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan
DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat) yang mengandung DNA-target
(yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase,
deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi
tertentu, kedua primer akan mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya
yang terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan
menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon 3. Setelah kedua primer menempel pada
DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan
menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templat. DNA
polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3 dengan
gugus 5 fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis
oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 53 dan disebut reaksi
polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen
dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.
PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu
pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan (annealing) pasangan primer pada
DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikaalisis oleh
DNA polimerase. Baca entri selengkapnya

Biotechnology, PCR May 7, 2009 at 2:28 pm

Mengenal PCR (Polymerase Chain Reaction)


by Yepy Hardi Rustam

Tentu Anda sudah mengenal yang namanya DNA.


DNA ini sering disebut-sebut terutama berkaitan dengan kriminalitas, diagnosa penyakit,
penentuan keabsahan keturunan, dll. Mungkin Anda bingung bagaimana caranya polisi bisa
mengungkap pelaku kejahatan dengan berbekal sehelai rambut pelaku yang tercecer di TKP,
atau dari tetesan sperma pemerkosa yang mengering di tubuh korban. Padahal kan sampel
yang dianalisa jumlahnya sangat sedikit, ajaib!
Ternyata hal ini gak lepas dari yang namanya PCR alias Polymerase Chain Reaction. Proses
yang berlangsung secara in vitro dalam tabung reaksi sebesar 200 l ini mampu
menggandakan atau mengkopi DNA hingga miliaran kali jumlah semula. Maka pantes aja
dengan berbekal DNA yang terkandung dalam sampel yang cuma secuil itu bisa diperoleh
banyak sekali informasi sesuai kebutuhan kita.
Reaksi PCR meniru reaksi penggandaan atau replikasi DNA yang terjadi dalam makhluk
hidup. Secara sederhana PCR merupakan reaksi penggandaan daerah tertentu dari DNA
cetakan (template) dengan batuan enzim DNA polymerase.
PCR terdiri atas beberapa siklus yang berulang-ulang, biasanya 20 sampai 40 siklus. Nah,
sekarang bayangkan bahwa pada setiap siklus DNA polymerase akan menggandakan DNA
sebanyak 2 kali, dan coba hitung berapa salinan utas ganda DNA yang akan dihasilkan
setelah 30 siklus? Yup, 2 pangkat 30 alias 1.073.741.824 kali! Tentu saja nilainya tidak tepat

seperti itu, kita masih harus memperhitungkan efisiensi reaksi, tapi tetap saja hasilnya akan
sangat banyak.
[simage=201,512,y,left]
Komponen PCR

Selain DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase, komponen lain
yang dibutuhkan adalah:
Primer

Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi
sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. Jadi jangan
membayangkan kalau PCR mampu menggandakan seluruh DNA bakteri E. coli yang
panjangnya kira-kira 3 juta bp itu. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada daerah
tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai 40000
bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA template, jadi
dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang kita inginkan.
dNTP (deoxynucleoside triphosphate)

dNTP alias building blocks sebagai batu bata penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri atas 4
macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.
Buffer

Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar
berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase.
Ion Logam

Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi


enzim DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat
bekerja.

Ion logam monovalen, kalsium (K+).

Tahapan Reaksi
[simage=200,512,y,left]

Setiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu:

Denaturasi

Denaturasi dilakukan dengan pemanasan hingga 96oC selama 30-60 detik. Pada suhu ini
DNA utas ganda akan memisah menjadi utas tunggal.
Annealing

Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-60oC selama 20-40 detik
untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA template di tempat
yang komplemen dengan sekuen primer.
Ekstensi/elongasi

Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA polymerase,
biasanya 70-72oC. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai
pada pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang dNTP, begitu
seterusnya (ingat pasangan A adalah T, dan C dengan G, begitu pula sebaliknya). Enzim akan
memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada
panjang daerah yang akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1 menit untuk setiap 1000
bp.
Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:
Pra-denaturasi

Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan
mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih
dahulu).
Final Elongasi

Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk
memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna.
Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir
PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat menaikkan dan
menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan siklus PCR. Pada awalnya orang
menggunakan tiga penangas air (water bath) untuk melakukan denaturasi, annealing dan
ekstensi secara manual, berpindah dari satu suhu ke suhu lainnya menggunakan tangan. Tapi
syukurlah sekarang mesin Thermal Cycler sudah terotomatisasi dan dapat diprogram sesuai
kebutuhan.

Aplikasi teknik PCR

Kita harus berterima kasih kepada Kary B Mullis yang telah menemukan dan
mengaplikasikan PCR pada tahun 1984. Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk
berbagai macam kebutuhan, diantaranya:
Isolasi Gen

Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia saja
panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen. Oh ya, gen itu
apaan ya?
Sebagaimana kita tahu bahwa fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai
panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA
kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari sekian
panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya
tidak menyandikan protein atau disebut junk DNA, DNA sampah yang fungsinya belum
diketahui dengan baik.
Kembali ke pembahasan isolasi gen, para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk
diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pancreas sapi
atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal
serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan
insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin dari
DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri
dapat memproduksi insulin juga [http://www.littletree.com.au/dna.htm]. Dan ajaib! Hasilnya
insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin
tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara
konvensional yang harus mengorbankan sapi atau babi.
Nah, untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama probe yang
memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat
dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.

DNA Sequencing

Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang
umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah
dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi
PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa
menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent.
Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak
diketahui bisa ditentukan.
Forensik

Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban
kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak
mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil
dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagianbagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik
bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki
pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat
tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud.
Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang
tua sesungguhnya dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
Diagnosa Penyakit

Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini,
bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa
yang cepat dan akurat.
PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa
dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah
tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh
virus atau makhluk lainnya.
Masih banyak aplikasi PCR lainnya yang sangat bermanfaat. Maka tak salah panitia Nobel
menganugrahkan hadiah Nobel bidang kimia yang bergengsi ini kepada Kary B Mullis hanya
9 tahun setelah penemuannya (1993).

Polymerase Chain Reaction (PCR)


Posted by Mahmuddin pada Agustus 31, 2010
A. Prinsip Kerja
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi (perbanyakan) primer
oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu
memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam
latar belakang besar pada sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik).
Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki
pengetahuan, urutan segmen unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga
oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan
intervening antara primer. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA
polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan
pengatur siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30
atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR,
produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung
divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi)
potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer
oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah
DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut
mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.
PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di dalam tabung
reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan
DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat) yang mengandung DNA-target
(yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase,
deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi
tertentu, kedua primer akan mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya
yang terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan
menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon 3. Setelah kedua primer menempel pada
DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan
menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templat. DNA
polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3 dengan
gugus 5 fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis
oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 53 dan disebut reaksi
polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen
dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.
PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu
pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan (annealing) pasangan primer pada
DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikaalisis oleh
DNA polimerase.

B. Kegunaan
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:
1. amplifikasi urutan nukleotida.
2. menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.
3. bidang kedokteran forensik.
4. melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan finger print.
C. Waktu yang Dibutuhkan
1. 1-2 hari
2. PCR: 3-6 jam atau semalam
3. Polyacrylamide gel electrophoresis using Mighty-small II gel apparatus: 2.5 hours
poliakrilamid gel elektroforesis menggunakan Mighty-small II bahan gel: 2,5 jam
4. Etidium bromide staining dan fotografi: 45 menit
D. Reagen Khusus
1. Pasangan primer oligonukleotida sintetik mengapit urutan yang akan diamplifikasi
2. Buffer PCR 5X (250 mM KCl, 50 mM Tris-HCl pH 8,3, 7,5 mM MgCl2)
3. Campuran dari empat dNTP (dGTP, dATP, dTTP, dCTP) masing-masing sebesar 2,5
mM (ultra murni DNTP set, Pharmacia # 27-2035-01). DNTP campuran dibuat
dengan volume 10 mM larutan dari masing-masing empat dNTP terpisah yang
digabung.
4. Taq DNA Polymerase (AmpliTaqTM, Perkin-Elmer/Cetus)
5. Minyak mineral ringan
6. Akrilamida (grade elektroforesis)
7. N, N-Methylenebisacrylamide (grade elektroforesis, Ultra-Pure/BRL, # 5516UB)
8. Amonium persulfat (Ultra-Pure/BRL, # 5523UA)
9. TEMED (N, N, NN Tetramethylethylenediamine, Ultra-Murni / BRL, # 5524UB)
E. Peralatan Khusus
1. Mighty-small II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Hoefer)

2. Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycler


3. Sterile Thin-wall 0.5 ml Thermocycler microfuge tubes: (TC-5, Midwest Scientific)
Komponen PCR lainnya:
1) Enzim DNA Polymerase
Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment DNA Polimerase
I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini ternyata tidak aktif secara termal selama proses
denaturasi, sehingga peneliti harus menambahkan enzim di setiap siklusnya. Selain itu, enzim
ini hanya bisa dipakai untuk perpanjangan 200 bp dan hasilnya menjadi kurang spesifik.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam perkembangannya kemudian dipakai enzim Taq
DNA polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya, penambahan
enzim tidak perlu dilakukan di setiap siklusnya, dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu
mesin
2) Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan
komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 2030 basa. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutannukleotida pada awal dan
akhir DNA target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu alat yang disebut
DNA synthesizer.
3) Reagen lainnya
Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan keberhasilan
reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer yang
mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi merupakan hal yang sangat
kritis. Konsentrasi ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses primer annealing, denaturasi,
spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas reaksi.
F. Tahapan PCR
1) Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal
ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen
diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan,
misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan
antara suhu 90 oC 95 oC.
2) Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang
komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk
antara primer dengan urutan komplemen pada template. Proses ini biasanya dilakukan pada
suhu 50 oC 60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen

tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi
polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.
3) Reaksi polimerisasi (extension)
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72 oC. Primer
yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan penambahan
dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan
diamplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga
mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus
dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus
berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4,
sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan
berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase
pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3
dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning
dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5-nya.
Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
G. Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr)
RT-PCR merupakan singkatan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction. Seperti
namanya, proses RT-PCR merupakan bagian dari proses PCR biasa. Perbedaanya dengan
PCR yang biasa, pada proses ini berlangsung satu siklus tambahan yaitu adanya perubahan
RNA menjadi cDNA (complementary DNA) dengan menggunakan enzim Reverse
Transkriptase. Reverse Transcriptase adalah suatu enzim yang dapat mensintesa molekul
DNA secara in vitro menggunakan template RNA.
Seperti halnya PCR biasa, pada pengerjaan RT-PCR ini juga diperlukan DNA Polimerase,
primer, buffer, dan dNTP. Namun berbeda dengan PCR, templat yang digunakan pada RTPCR adalah RNA murni. Oleh karena primer juga dapat menempel pada DNA selain pada
RNA, maka DNA yang mengkontaminasi proses ini harus dibuang. Untuk proses amplifikasi
mRNA yang mempunyai poly(A) tail pada ujung 3, maka oligo dT, random heksamer,
maupun primer spesifik untuk gen tertentu dapat dimanfaatkan untuk memulai sintesa cDNA.
H. Metoda Deteksi Produk PCR
Produk PCR adalah segmen DNA (amplikon) yang berada dalam jumlah jutaan copy, tetapi
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu PCR perlu diikuti dengan suatu
tahap akhir yang bertujuan untuk memvisualisasikan produk PCR serta sekaligus bertujuan
untuk mengetahui ukuran produk PCR dan mengetahui apakah produk yang dihasilkan
adalah benar seperti yang diinginkan. Salah satu metoda deteksi yang umum dilakukan
adalah elektroforesis gen agarosa.

Anda mungkin juga menyukai