Anda di halaman 1dari 3

1995

Sudah dua jam berlalu semenjak jam sekolah usai, suasana sekolah yang ramai
dipagi haripun kini sudah mulai sepi. Tak terlihat lagi anak-anak yang sedari tadi
berkeliaran dihalaman sekolah. Matahari yang terik membuat beberapa anak mulai
malas untuk berkejar-kejaran.
Keluar dari halaman sekolah dengan bangunan Belanda kuno tersebut,
terdapat sebuah pohon beringin tua yang berdaun lebat di muka sekolah. Beberapa
kendaraan masih saja berkeliaran di tengah hari nan terik tersebut. Dari pintu
sekolah, terlihat seorang gadis memakai gaun ala-ala noni Belanda yang sedang
menanti dengan gelisah. Wajah gadis itu sangat manis, dari sini tampak terlihat raut
wajahnya yang lembut berwarna merah muda tertimpa oleh teriknya sinar
matahari. satu tangannya tengah memengan seikat buku pelajaran yang baru saja
ia pelajari di sekolah. Rambutnya yang hitam terurai memanjang dengan sebuah
kepang manis di bagian sisi wajahnya. Dengan sebuah pita berwarna putih berenda
kepangan tersebut menambah manis si empunya wajah.
Dengan sabar ia menanti, sesekali terlihat ia sedang memandangi jalanan di
sekitarnya yang mulai kehabisan kendaraan. Tak menemukan apa yang dicarinya ia
kembali menunduk, menyembunyikan wajahnya yang kini mulai merona merah.
Sambil

memainkan

tali

pengikat

buku

tersebut

ia

pun

menghilangkan

kebosanannya.
Tak lama seorang anak laki-laki yang sebaya dengannya muncul membuat
gadis tersebut kembali gelisah.
apa panas ini mengganggumu nona? tanya anak laki-laki itu. Gadis itu
memalingkan wajahnya dan menggeleng pelan. ini kenakan topi ini ucapnya
seraya menyerahkan sebuah topi berwarna coklat lusuh kepada gadis tersebut.
maaf jika topi ini jelek dan berbau, namun topi ini dapat meneduhkanmu saat
panas jelasnya sekali lagi. Gadis itu menatap topi itu dengan ragu. tidak masalah
jika nona tidak menghendakinya, maafkan aku yang lancang telah mendekatimu
terimakasih ucap gadis itu dengan pelan saat ia menerima topi tersebut.
Laki-laki itupun tersenyum saat melihat gadis itu mengenakan topi tersebut.

baiklah, aku harus segera pergi ucap anak laki-laki itu dengan sungkan.
Gadis itu masih tertunduk sambil menatap langkah kaki laki-laki itu.
tunggu! ucap gadis itu dengan pelan. kemana saya harus mengembalikan
topi ini? tanyanya. Laki-laki itu tersenyum dan berjalan dengan perlahan.
jika

kita

ditakdirkan

untuk

kembali

bertemu,

di

situlah

kamu

harus

mengembalikannya anak laki-laki itu berlari kecil sambil melambaikan tangan


kearahnya.
Gadis itu hanya menatap kepergian laki-laki itu sambil mengingat-ingat wajah
laki-laki. Seketika ia teringat sesuatu. namaku Vidia! Namamu siapa! teriak gadis
itu sesaat ketika anak laki-laki itu mulai berbelok arah. Namun ia tahu anak laki-laki
itu tidak akan pernah mendengar pertanyaan. Ia kembali tertegun menatap jalanan
yang masih saja kosong.
Tak lama sebuah mobil hitam berhenti dihadapannya. Dengan cepat ia menarik
topi coklat tersebut dari kepalanya dan menyelipkannya di balik buku-buku yang
dibawanya. Pintu mobil terbuka dan seorang laki-laki paruh baya tersenyum
kepadanya. maafkan ayah terlambat, sayang
Gadis itu hanya mengeleng pelan dan masuk kedalam kendaraan tersebut.
bagaimana sekolahmu? tanya laki-laki itu setelah pintu mobil di tutup.
baik-baik saja ucap gadis itu singkat.
ayah harap kamu benar-benar serius belajar ucap laki-laki yang tak lain
adalah ayah dari gadis bernama Vidia tersebut.
10 tahun kemudian.
Kota masih terlihat sangat terik di siang hari, beberapa orang mulai
berkeluyuran mencari sebuah tempat untuk beristirahat sambil mengisi makan
siang.
Suasana tampak begitu ramai di sebuah kafetaria di salah satu rumah sakit
terbesar di kota ini. Beberapa tampak begitu senang dan beberapa tampak begitu
murung. Dari sisi jendela kaca, seorang wanita berusia 28 tahun tengah termenung

menatap makanan yang ada dihadapannya. Kemeja biru yang ia kenakan dan
sebuah jas putih menandakan ia adalah seorang dokter di rumah sakit ini.
Tak lama seorang dengan jas putih yang sama tiba di hadapannya. nah,
mikirin apa lagi kamu? tanya wanita itu berharap temannya terkejut.
Wanita itu hanya mendengus dan berpaling dari tatapan temannya. aku
bingung,
ada apa lagi?
ayahku memintaku untuk pulang minggu, suara itu sangat lemah mungkin
tidak akan terdengar oleh orang di sekitarnya.
lalu kenapa kamu sedih?
Wanita itu mengambil sendok dan mulai menyuap makanannya. kamu tahu
bagaimana ayahku, setiap kali aku pulang, ia selalu saja memintaku untuk mau
dijodohkan dengan pilihannya
Wanita dihadapannya terdiam, apa?! bentaknya. apa ayahmu masih saja
hidup di jaman Siti Nurbaya?
Ia hanya menggeleng dan kembali memakan makan siangnya. Tak lama
seorang wanita lainnya tiba dan mengebrak meja dengan gembira. Vidia! Clarisa!
Dengar-dengar!
Wanita yang bernama Vidia itupun hanya menatap tajam kearah wanita yang
mengebrak

meja

dan

mengganggu

ketenangannya.

hei!

Hentikan

kamu

mengganggu Vidia, apa kamu ingin di bunuh? suara Clarisa tampak mengecil
sambil melirik kearah Vidia.
maaf ucapnya. tapi, apa kalian sudah mendengarnya? tanyanya kembali.
apa? tanya Clarisa.

Anda mungkin juga menyukai