Anda di halaman 1dari 3

BAB VI

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 50 responden di Akademi
Kebidanan Brawijaya Husada Malang yang IMT (indeks massa tubuh) dengan
berat badan kurang sebanyak 20 orang (40,0%) yang mengalami derajat nyeri
dysmenorrhea ringan, dan 3 orang (6,0%) yang mengalami derajat nyeri
dysmenorrhea sedang dan 4 orang (8,0%) yang mengalami derajat nyeri
dysmenorrhea berat. Dan IMT (indeks massa tubuh) dengan berat badan normal
sebanyak 3 orang (6,0%) yang mengalami derajat nyeri dysmenorrhea sedang dan
9 orang (18,0%) yang mengalami derajat nyeri dysmenorrhea berat dan tidak ada
yang mengalami derajat nyeri dysmenorrhea ringan. Sedangkan IMT (indeks
massa tubuh) dengan Pre Obes ada 2 orang (4,0%) yang mengalami derajat nyeri
dysmenorrhea ringan dan 2 orang (4,0%) yang mengalami derajat nyeri
dysmenorrhea sedang, dan 6 orang (12,0%) yang mengalami derajat nyeri
dysmenorrhea berat dan dari hasil penelitian IMT (indeks massa tubuh) dengan
obes tingkat I 1 orang (2,0%) yang mengalami derajat nyeri dysmenorrhea berat
dan tidak ada yang mengalami derajat nyeri dysmenorrhea ringan dan sedang.
Beberapa penelitian menemukan hubungan IMT dengan derajat nyeri
dysmenorrhea. Mc Clain (2011), Yu dan Yueh (2009) serta Firts dan Speroff
(2011) menyebutkan bahwa nilai IMT yang rendah merupakan faktor resiko
dysmenorrhea, penelitian yang dilakukan oleh Tangchai et al (2004) menyatakan
bahwa nilai IMT yang rendah juga berhubungan dengan dysmenorrhea.
Sedangkan nilai IMT yang tinggi tidak dapat dianalisis karena hanya sedikit
responden yang termasuk kedalam kategori tersebut.
45

46

Medicastroe (2004), menyatakan bahwa berat badan kurus dapat


mempengaruhi gangguan haid dan berat badan lebih juga dapat mempengaruhi
nyeri haid di akibatkan timbunan
prostaglandin

meningkat.

lemak yang berlebih memicu hormon

Prostaglandin

yang

meningkat

menyebabkan

peningkatan aktivias uterus dan serabut-serabut saraf terminal rangsangan nyeri.


Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan
miometrium menimbulkan tekanan intrauterus dan menyebabkan kontraksi
miometrium yang hebat. Sehingga, kontraksi miometrium yang disebabkan oleh
prostaglandin akan mengurangi aliran darah, dapat terjadi iskemia sel-sel
miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri pada saat menstruasi. Oleh
karena itu diharapkan responden agar lebih memperhatikan status gizi mereka
agar IMT (Indeks Massa Tubuh) responden normal dan dapat terhindar dari nyeri
haid dan responden lebih tenang dalam menghadapi menstruasi.
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk
memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat menimbulkan
resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan berlebih dapat
menimbulkan resiko terhadap rangsangan nyeri. Oleh karena itu, mempertahankan
berat badan normal seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang
(Soetjiningsih, 2010).
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian dan teori menurut Medicastroe
(2004), tidak terdapat kesenjangan, karena apabila IMT (indeks massa tubuh)
semakin berat (overweight) maka semakin besar terjadi derajat nyeri

47

dysmenorrhea berat, karena timbunan lemak yang berlebih dapat memicu


peningkatan prostaglandin. Peningkatan prostaglandin dan peningkatan kepekaan
miometrium menimbulkan tekanan intrauterus dan menyebabkan kontraksi uterus
semakin hebat. Tetapi bertentangan dengan Mc Clain (2011), Yu dan Yueh (2009)
serta Firts dan Speroff (2011) yang menyatakan bahwa nilai IMT yang rendah
merupakan faktor resiko dysmenorhea.

Anda mungkin juga menyukai