Anda di halaman 1dari 33

PENYAKIT JANTUNG REMATIK (PJR)

Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease
(RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa
berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral)
sebagai
akibat
adanya
gejala
sisa
dari
Demam
Rematik
(DR).
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun
(kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus
hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik
demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik serangan ulang.
PATOFISIOLOGI
Gangguan yang disebabkan demam rematik pada katup jantung dapat berupa
penyempitan katup (stenosis) atau kebocoran katup (insufisiensi). Kedua kelainan ini
akan menyebabkan gangguan aliran darah pada jantung. Pada keadaan stenosis, darah
yang dipompa akan sulit melalui katup jantung yang menyempit. Sementara pada
keadaan insufisiensi terjadi semacam kebocoran. Meskipun kuman penyakit ini bisa
menyerang semua katup jantung, yang paling sering terjadi adalah kerusakan pada
katup mitral. Jika pada stenosis katup mitral, lanjut dr. Albertus, darah tidak dapat
dipompa ke luar secara leluasa dari bilik jantung kiri, pada insufisiensi katup mitral
terjadi sebaliknya.
Ketika bilik jantung kiri jantung berkontraksi, katup yang terdapat antara serambi
jantung kiri dan bilik jantung kiri ini tidak dapat menutup rapat. Akibatnya, darah yang
dipompa oleh bilik jantung kiri sebagian menuju pembuluh aorta, dan sebagian lagi
kembali ke bilik jantung kiri melalui katup yang tak menutup rapat tadi. Stenosis
maupun insufisiensi katup mitral yang ringan mungkin tidak menimbulkan gejala.
Namun, dokter yang memeriksa pasien dapat mendengarkan perubahan bunyi jantung
akibat kelainan tersebut, sehingga dapat mendeteksi kelainan ini, tambahnya. Karena
penyumbatan atau kebocoran pada katup jantung, maka bilik jantung kiri harus bekerja
lebih keras untuk memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh (sirkulasi). Akibatnya
terjadi pembesaran bilik jantung kiri hingga menyebabkan gagal jantung.
GEJALA KLINIS
Demam reumatik merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda klinik. Demam
reumatik merupakan penyakit pada banyak sistem, mengenai terutama jantung, sendi,
otak dan jaringan kulit. Tanda dan gejala akut demam reumatik bervariasi tergantung
organ yang terlibat dan derajat keterlibatannya. Biasanya gejala-gejala ini berlangsung
satu sampai enam minggu setelah infeksi oleh Streptococcus. Gejala klinis pada penyakit
jantung reumatik bisa berupa gejala kardiak (jantung) dan non kardiak.
*Gejala non kardiak pada Penyakit Jantung Reumatik antara lain:
*Manifestasi kardiak dari demam reumatik
(infeksi dan peradangan jantung) adalah komplikasi paling serius dan kedua paling
umum dari demam reumatik (sekitar 50 %). Pada kasus-kasus yang lebih lanjut, pasien
dapat mengeluh sesak nafas, dada terasa tidak nyaman, nyeri dada, edema (bengkak),
batuk
atau
ortopneu
(sesak
saat
berbaring)
Pada pemeriksaan fisik, karditis (peradangan pada jantung) umumnya dideteksi dengan
ditemukannya bising jantung (gangguan bunyi jantung) atau takikardia (jantung berdetak
>
100x/menit)
diluar
terjadinya
demam
Manifestasi kardiak lain adalah gagal jantung kongestif dan perikarditis (radang selaput
jantung)
Pasien dengan diagnosis demam reumatik akut harus dikontrol sesering mungkin
karena
progresifitas
penyakitnya
*Murmur (bising jantung) baru atau perubahan bunyi murmur. Murmur yang didengar
pada demam reumatik akut biasanya disebabkan oleh insufisiensi katup (gangguan
katup).
*Gagal jantung kongestif

Gagal jantung dapat terjadi sekunder akibat insufisiensi katup yang berat atau
miokarditis (radang pada sel otot jantung)
*Perikarditis
*Gejala umum non kardiak dan manifestasi lain dari demam rematik akut antara lain:
Poliartritis (peradangan pada banyak sendi) adalah gejala umum dan merupakan
manifestasi awal dari demam reumatik (70 75 %). Umumnya artritis (radang sendi)
dimulai pada sendi-sendi besar di ekstremitas bawah (lutut dan engkel) lalu bermigrasi
ke sendi-sendi besar lain di ekstremitas atas atau bawah (siku dan pergelangan tangan).
Sendi yang terkena akan terasa sakit, bengkak, terasa hangat, eritem dan pergerakan
terbatas. Gejala artritis mencapai puncaknya pada waktu 12 24 jam dan bertahan
dalam waktu 2 6 hari (jarang terjadi lebih dari 3 minggu) dan berespon sangat baik
dengan pemberian aspirin. Poliartritis lebih umum dijumpai pada remaja dan orang
dewasa
muda
dibandingkan
pada
anak-anak.
Khorea Sydenham, khorea minor atau St. Vance, dance mengenai hampir 15%
penderita demam reumatik. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem syaraf
sentral pada proses radang. Penderita dengan khorea ini datang dengan gerakangerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak bertujuan dan emosi labil. Manifestasi ini
lebih nyata bila penderita bangun dan dalam keadaan stres. Penderita tampak selalu
gugup dan seringkali menyeringai. Bicaranya tertahan-tahan dan meledak-ledak.
Koordinasi otot-otot halus sukar. Tulisan tangannya jelek dan ditandai oleh coretan ke
atas yang tidak mantap dengan garis yang ragu-ragu. Pada saat puncak gejalanya
tulisannya tidak dapat dibaca sama sekali.
Erithema marginatum merupakan ruam yang khas untuk demam reumatik dan jarang
ditemukan pada penyakit lain. Karena kekhasannya tanda ini dimasukkan dalam
manifestasi minor. Kelainan ini berupa ruam tidak gatal, makuler dengan tepi erithema
(kemerahan) yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi kulit yang
tampak normal, terjadi pada 5% penderita. Gangguan ini berdiameter 2,5 cm dan paling
sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai bagian atas, tidak melibatkan muka.
Erithema ini timbul sewaktu-waktu selama sakit, meskipun yang tersering adalah pada
stadium awal, dan biasanya terjadi hanya pada penderita demam reumatik dengan
karditis.
Nodul subkutan. Frekuensi manifestasi ini menurun sejak beberapa dekade terakhir,
dan kini hanya ditemukan pada penderita penyakit jantung reumatik khronik.
Frekuensinya kurang dari 5%, namun pada penjangkitan di Utah nodulus subkutan
ditemukan pada sampai 10% penderita. Nodulus (benjolan) ini biasanya terletak pada
permukaan sendi, terutama ruas jari, lutut, dan persendian kaki. Kadang-kadangg
nodulus ini ditemukan pada kulit kepala dan di atas tulang belakang. Ukurannya
bervariasi dari 0,5 sampai dengan 2 cm serta tidak nyeri dan dapat digerakkan secara
bebas; biasanya kecil dan menghilang lebih cepat. Kulit yang menutupi tidak pucat atau
meradang. Nodulus ini muncul hanya sesudah beberapa minggu sakit dan kebanyakan
hanya ditemukan pada penderita dengan karditis.
Manifestasi lain dari demam reumatik antara lain nyeri perut, epistaksis (mimisan),
demam dengan suhu di atas 39 C dengan pola yang tidak karakteristik, pneumonia
reumatik yang gejalanya mirip dengan pneumonia karena infeksi.
*Tromboemboli (sumbatan di pembuluh darah) bisa terjadi sebagai komplikasi dari
stenosis
mitral
(gangguan
katup).
*Anemia hemolitik kardiak bisa terjadi akibat pecahnya sel darah merah karena
bergesekan dengan katup yang terinfeksi. Peningkatan penghancuran trombosit bisa
juga terjadi.
*Aritmia atrium (gangguan irama jantung) biasanya terjadi karena pembesaran atrium
kiri karena gangguan pada katup mitral.
*Gejala kardiak pada Penyakit Jantung Reumatik antara lain:
*Pankarditis (radang pada jantung) adalah komplikasi paling serius dan kedua paling
umum dari demam reumatik (sekitar 50 %). Pada kasus-kasus yang lebih lanjut, pasien
dapat mengeluh sesak nafas, dada terasa tidak nyaman, nyeri dada, edema (bengkak),
batuk.
*Manifestasi kardiak lain adalah gagal jantung kongestif dan perikarditis.
*Kelainan pada bunyi jantung
*Gagal jantung

*Radang pada selaput jantung


PEMERIKSAAN
*Pemeriksaan Fisik
*Pemeriksaan Rontgen
Pada pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan beberapa hal penting yaitu terlihat
pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri, serta mungkin tanda-tanda bendungan paru
pada kasus regurgitasi mitral yang berat. Kadang-kadang terlihat pengapuran pada
anulus mitral. Sedangkan pada kasus ringan tanpa gangguan hemodinamik yang nyata,
besar jantung biasanya normal.
Pada foto rontgen thoraks AP pasien ini didapatkan adanya pembesaran jantung
(kardiomegali) dengan pinggang jantung menghilang dan apeks membulat yang
menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri. Dari. Dari hasil EKG pasien ini
juga terdapat fibrilasi atrium yang sering menjadi temuan penting pada penderita
regurgitasi mitral.
*Pemeriksaan Elektrokardiografi
Elektrokardiografi
Ketika dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) saat istirahat kelihatan normal.
Akan tetapi pada saat melakukan aktifitas fisik atau emosi ketidak seimbangan mulai
terjadi, dan timbullah keluhan-keluhan akibat otot jantung kekurangan oksigen. Itulah
sebabnya, kemudian dikembangkan pemeriksaan elektrokardiografi yang dilakukan pada
saat melakukan aktifitas fisik, pemeriksaan ini disebut uji latih jantung (test treadmill).
EKG pencatatan aktifitas jantung atas dasar perbedaan potensial listrik
Berguna untuk :
Menentukan hipertrofi
Menentukan terdapat gangguan miokard
Membantu diagnosis spesifik disritmia
Membantu diagnosis perikarditis / efusi pericard
Mengetahui efek pelbagai obat terhadap kardiovaskular
Menentukan terdapat gangguan metabolik atau elektrolit
Ada 12 hantaran yang perlu dicatat pada EKG : I, II, III, aVR, aVL, aVF, V1, V2, V3, V4, V5,
V6.
V3R dan V4R disebut hantaran dada kanan penting untuk menggambarkan keadaan
ventrikel kanan.
*Pemeriksaan Ekokardiografi
Menilai beratnya penyumbatan atau kebocoran katup tersebut. Bila penyumbatan atau
kebocoran ringan, tidak diperlukan tindakan khusus, selain pemberian obat untuk
menunjang fungsi jantung. Namun jika penyumbatan atau kebocoran memberat,
diperlukan
pergantian
katup
jantung
dengan
operasi.
Ekokardigrafi Doppler dapat dipergunakan untuk mengetahui morfologi lesi katup mitral,
derajat atau beratnya MR. Hasil ekokardiografi yang telah dilakukan pada pasien ini 1
bulan SMRS menunjukkan adanya mitral regurgitasi dengan fungsi sistolik dari ventrikel
kiri yang telah menurun, selain itu dari gambaran ekokardiografi juga tampak dilatasi
ventrikel kiri dan atrium kiri.
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana bergantung dari tipe dan beratnya penyakit jantung rheuma. Pada
kebanyakan kasus, obat pengencer darah (aspirin) diberikan untuk mencegah
penumpukan. Dokter biasanya juga memberikan beta blocker dan calcium channel
blocker untuk menurunkan kerja jantung. Dan digitalis untuk meningkatkan efisiensi kerja
jantung.
Karena demam rheuma merupakan penyebab dari penyakit jantung rheuma, pengobatan
yang terbaik adalah untuk mencegah relaps dari demam rheuma. Antibiotik seperti
penisilin dan lainnya biasanya dapat mengobati infeksi dari bakteri streptococcus. Dan
menghentikan demam rheuma bermanifestasi. Apabila anda mempunyai riwayat terkena
demam rheuma biasanya kan diberikan terapi antibiotik dalam jangka waktu yang
panjang untuk mencegah demam rheuma timbul kembali dan mengurangi risiko terkena

penyakit jantung rheuma. Untuk mengurangi gejala peradangan dapat diberikan aspirin,
kortikosteroid
atau
NSAID(obat
anti
inflamasi
non-steroid).
Terapi pembedahan dapat dilakukan untuk memperbaiki dan mengganti katup jantung
yang rusak.
*PENGOBATAN
*TERAPI DIET
Tujuan diet pada penyakit jantung adalah memberikan makanan secukupnya tanpa
memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air.
Syarat-syarat diet penyakit jantung antara lain: energi yang cukup untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan normal, protein yang cukup yaitu 0,8 gram/kgBB, lemak
sedang yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total (10% berasal dari lemak jenuh dan 15%
lemak tidak jenuh), Vitamin dan mineral cukup, diet rendah garam 2-3 gram perhari,
makanan mudah cerna dan tidakmenimbulkan gas, serat cukup untuk menghindari
konstipasi, cairan cukup 2 liter perhari. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui
makanan dapat diberikan tambahan berupa makanan enteral, parenteral atau sulemen
gizi.
*PENCEGAHAN JANTUNG REMATIK
Jika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya
kejadian awal yaitu demam rematik (DR), Tentu saja pencegahan yang terbaik adalah
bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (DR) (terserang infeksi
kuman
Streptococcus
beta
hemolyticus).
Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut,
diantaranya faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang
berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan
dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam
terjadinya
infeksi
streptokokkus
untuk
terjadi
DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami
demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini
untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan
Penyakit Jantung Rematik.
ENDOKARDITIS
Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada
endokard atau katub jantung. Infeksi endokarditis biasanya terjadi pada jantung yang
telah mengalami kerusakan. Penyakit ini didahului dengan endokarditis, biasanya berupa
penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang didapat. Dahulu Infeksi pada
endokard banyak disebabkan oleh bakteri sehingga disebut endokariditis bakterial.
Sekarang infeksi bukan disebabkan oleh bakteri saja, tetapi bisa disebabkan oleh
mikroorganisme lain, seperti jamur, virus, dan lain-lain.
Klasifikasi
Pengertian mengenai endokarditis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
endokarditis infektif dan endokarditis non infektif.
1. Endokarditis infektif
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada endokardium jantung atau pada
pembuluh darah besar. Penyakit ini ditandai oleh adanya vegetasi. Berdasarkan
gambaran klinisnya, endokarditis infektif dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Endokarditis
bakterial subakut, timbul dalam beberapa minggu atau bulan dan disebabkan oleh
bakteri yang kurang ganas, seperti streptokokus viridans. 2) Endokarditis oakterial akut,
timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu, dengan tanda-tanda klinik yang
lebih berat. Sering disebabkan oleh bakteri yang ganas seperti stafilokokus aureus.
2. Endokarditis non infektif
Penyakit yang disebabkan oleh laktor trombosis yang disertai dengan vegetasi, Penyakit
ini sering didapatkan pada penderita stadium akhir dari proses keganasan. Berdasarkan
jenis katup jantung yang terkena infeksi, endokarditis dibedakan juga menjadi dua yaitu :
1) Native valve endocarditis, yaitu infeksi pada katup jantung alami. 2) Prosthetic Valve
endocarditis, yaitu infeksi pada katup jantung buatan.
Gejala klinis endokarditis, sangat bervariasai dari yang ringan hingga yang
terberat, yaitu Endokarditis Akut, dan Endokarditis Subakut,

1.

Endokarditis Akut biasanya dimulai secara tiba-tiba dengan demam tinggi 38,9-40,9
Celsius, denyut jantung yang cepat, kelelahan dan kerusakan katup jantung yang cepat
dan luas. Vegetasi endokardial (emboli) yang terlepas bisa berpindah dan menyebabkan
infeksi tambahan di tempat lain Penimbunan nanah (abses) dapat terjadi di dasar katup
jantung yang terinfeksi atau di tempat tersangkutnya emboli yang terinfeksi. Katup
jantung bisa mengalami perforasi (perlubangan) dan dalam waktu beberapa hari bisa
terjadi kebocoran besar. Beberapa penderita mengalami syok; ginjal dan organ lainnya
berhenti berfungsi (sindroma sepsis). Infeksi arteri dapat memperlemah dinding
pembuluh darah dan meyebabkan robeknya pembuluh darah. Robekan ini dapat
berakibat fatal, terutama bila terjadi di otak atau dekat dengan jantung
2. Endokarditis Sub Akut bisa menimbulkan gejala beberapa bulan sebelum katup jantung
rusak atau sebelum terbentuknya emboli. Gejalanya berupa kelelahan, demam ringan
37,2-39,2 Celsius, penurunan berat badan, berkeringat dan anemia. Diduga suatu
endokarditis jika seseorang mengalami demam tanpa sumber infeksi yang jelas, jika
ditemukan murmur jantung yang baru atau jika murmur yang lama telah mengalami
perubahan. Limpa bisa membesar, Pada kulit timbul binti-bintik yang sangat kecil, juga di
bagian putih mata atau dibawah kuku jari tangan. Bintik-bintik ini merupakan perdarahan
yang sangat kecil yang disebabkan oleh emboli kecil yang lepas dari katup jantung.
Emboli yang lebih besar dapat menyebabkan nyeri perut, penyumbatan mendadak pada
arteri lengan atau tungkai, serangan jantung atau (stroke).
Etiologi
Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu
mikroorganisme yang hidup dalam saluran pernapasan bagian atas. Sebelum ditemuklan
antibiotik, maka 90-95% endokarditis infeksi disebabkan oleh streptokokus viridans,
tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50% penyebab infeksi endokarditis
yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang
lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut.
Penyebab lainnya adalah stertokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif
aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida.
Faktor-faktor predisposisi dan faktor pencetus.
Faktor Predisposisi diawali dengan penyakit-penyakit kelainan jantung dapat berupa
penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, katub jantung prostetik, penyakit
jantung sklerotik, prolaps katub mitral, post operasi jantung, miokardiopati hipertrof
obstruksi. Endokarditis infeksi sering timbul pada penyakit jantung rematik dengan
fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering pada katub mitral dan katub aorta. Penyakit
jantung bawaan yang terkena endokarditis adalah penyakit jantung bawaan tanpa
ciyanosis, dengan deformitas katub dan tetralogi fallop. Bila ada kelainan organik pada
jantung, maka sebagai faktor predisposisi endokarditis infeksi adalah akibat pemakaian
obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau peritonial dialisis, serosis hepatis,
diabetis militus, penyakit paru obstruktif menahun, penyakit ginjal, lupus eritematosus,
penyakit gout, dan penyalahan narkotik intravena.
2. Faktor pencetus endokarditis infeksi adalah ekstrasi gigi atau tindakan lain pada gigi
dan mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstretrik ginekologik dan radang
saluran pernapasan.
1.

D. Patofisiologi
Terjadinya endokarditis karena menempelnya mikro organisme dari sirkulasi darah
pada permukaan endokardial, kemudian mengadakan multiplikasi, terutama pada katupkatup yang telah cacat.
Penempelan bakteri-bakteri tersebut akan membentuk koloni, dimana nutrisinya
diambil dari darah.
Adanya koloni bakteri tersebut memudahkan terjadinya thrombosis, kejadian
tersebut dipermudah oleh thromboplastin, yang ditimbulkan oleh lekosit yang bereaksi
dengan fibrin.
Jaringan fibrin yang baru akan menyelimuti koloni-koloni bakteri dan menyebabkan
vegetasi bertambah.

Daerah endokardium yang sering terkena yaitu katup mitral, aorta. Vegetasi juga
terjadi pada tempat-tempat yang mengalami jet lessions, sehingga endothelnya menajdi
kasar dan terjadi fibrosis, selain itu terjadi juga turbulensi yang akan mengenai
endothelium.
Bentuk vegetasi dapat kecil sampai besar, berwarna putih sampai coklat, koloni dari
mikroorganisme tercampur dengan platelet fibrin dimana disekelilingnya akan terjadi
reaksi radang.
Bila keadaan berlanjut akan terjadi absces yang akan mengenai otot jantung yang
berdekatan, dan secara hematogen akan menyebar ke seluruh otot jantung.
Bila absces mengenai sistim konduksi akan menyebabkan arithmia dengan segala
manifestasi kliniknya.
Jaringan yang rusak tersebut akan membentuk luka dan histiocyt akan terkumpul
pada dasar 3 vegetasi.
Sementara itu endothelium mulai menutupi permukaan dari sisi peripher,
proses ini akan berhasil bila mendapat terapi secara baik.
Makrophage akan memakan bakteri, kemudian fibroblast akan terbentuk diikuti
pembentukan jaringan ikat kolagen.
Pada jaringan baru akan terbentuk jaringan parut atau kadang-kadang terjadi ruptur
dari chordae tendinen, oto papillaris, septum ventrikel. Sehingga pada katup
menimbulkan bentuk katup yang abnormal, dan berpengaruh terahdap fungsinya.
Permukaan maupun bentuk katup yang abnormal/cacad ini akan memudahkan
terjadinya infeksi ulang. Vegetasi tersebut dapat terlepas dan menimbulkan emboli
diberbagai organ.
Pasen dengan endokarditis biasanya mempunyai titer antibodi terhadap
mikroorganisme penyebab, hal tersebut akan membentuk immune complexes, yang
menyebabkan gromerulonephritis, arthritis, dan berbagai macam manifestasi kelainan
mucocutaneus, juga vasculitis.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada endokarditis secara umum dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok, yaitu4:
1 Manifestasi infeksi sistemik:
a Demam; menggigil, malaise, sakit kepala, anoreksia, penurunan BB
2 Manifestasi lesi intravaskular:
a Sesak nafas, nyeri dada, nyeri perut, stroke
b Tanda gagal jantung, murmur, petekiae, roth spots, osler nodes splinter atau
subual hemorrhages, lesi Janeway
3 Manifestasi reaksi imunologis :
a Nyeri sendi dan otot
b Artritis, tanda uremia, fenomena vaskular, clubbing finger
c Proteinuria, hematuria, faktor reumatoid, penurunan komplemen
Demam merupakan gejala dan tanda yang paling sering ditemukan pada
endokarditis infektif. Demam mungkin tak ditemukan atau minimal pada pasien usia
lanjut atau pada gagal jantung kongestif, debilitas berat, gagal ginjal kronik, dan jarang
pada endokarditis infektif katup asli yang disebabkan oleh stafilokokus koagulase negatif.
Pembesaran limpa ditemukan pada 15-50% pasien dan lebih sering pada EI subakut. 3,5,6,7
Petekie merupakan manifestasi perifer tersering, dapat ditemukan pada
konjungtiva palpebra, mukosa palatal dan bukal, ekstremitas dan tidak spesifik pada EI.
Splinter atau subungual hemorrhages merupakan gambaran merah gelap, linear atau
jarang berupa flame-shaped streak pada dasar kuku atau jari, biasanya pada bagian
proksimal. Osler nodes biasanya berupa nodul subkutan kecil yang nyeri yang terdapat
pada jari atau jarang pada jari lebih proksimal dan menetap dalam waktu beberapa jam
atau hari, dan tak patognomonis untuk EI. Lesi Janeway berupa eritema kecil atau
makula hemoragis yang tak nyeri pada telapak tangan atau kaki dan merupakan akibat
emboli septik. Roth spots, perdarahan retina oval dengan pusat yang pucat, jarang
ditemukan pada EI. 3,5,6,7
Gejala muskuloskletal sering ditemukan berupa artralgia dan mialgia, jarang
artritis dan nyeri bagian belakang yang prominen.3

Emboli sistemik merupakan sequellae klinis tersering EI, dapat terjadi sampai 40%
pasien dan kejadiannya cenderung menurun selama terapi pemberian antibiotik yang
efektif. Gejala dan tanda neurologis terjadi pada 20-40% pasien EI dan dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas. Strok emboli merupakan manifestasi klinis tersering. Manifestasi
klinis yang lain yaitu perdarahan intrakranial yang berasal dari ruptur aneurisma mikotik,
ruptur arteri karena arteritis septik, kejang, dan ensefalopati. 3,7,8
Secara ringkas frekuensi manifestasi klinis dan temuan lab pada pasien endokarditis
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:6
Tabel 1. Manifestasi Klinis dan Temuan Laboratorium pada Endokarditis Infektif
Manifestasi Klinis
Frekuensi (%)
Demam
80-90
Berkeringat dan menggigil
40-75
Anoreksia, penurunan berat badan, malaise
25-50
Mialgia dan artralgia
15-30
Sakit pinggang
7-15
Murmur jantung
80-85
Murmur regurgitasi yang baru atau yang semakin berat
10-40
Arterial emboli
20-50
Splenomegali
15-50
Clubbing
10-20
Manifestasi neurologis
20-40
Manifestasi
perifer
(oslers
nodes,
perdarahan 2-15
subungual, lesi janeway, roths spots)
Petekie
10-40
Temuan Laboratorium
Anemia
70-90
Leukositosis
20-30
Hematuria mikroskopis
30-50
Peningkatan LED
>90
Rheumatoid factor
50
Kompleks imun dalam sirkulasi
65-100
Penurunan komplemen serum
5-40
E. Pemeriksaan Diagnostik
Sering penderita tidak mengetahui dengan jelas. Sejak kapan penyakitnya mulai
timbul, misalnya sesudah cabut gigi, mulai kapan demam, letih-lesu, keringat malam
banyak, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit sendi, sakit dada, sakit
perut, hematuria, buta mendadak, sakit pada ekstremitas (jari tangan dan kaki), dan
sakit pada kulit.
1.
Gejala umum
Demam dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur
sama sekali. Suhu 38-40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang disertai menggigil
dan keringat banyak. Anemia ditemukan bila infeksi telah berlangsung lama. pada
sebagian penderita ditemukan pembesaran hati dan limpha.
2.
Gejala Emboli dan Vaskuler
Ptekia timbul pada mukosa tenggorok, muka dan kulit (bagian dada). umumya sukar
dibedakan dengan angioma. Ptekia di kulit akan berubah menjadi kecoklatan dan
kemudian hilang, ada juga yang berlanjut sampai pada masa penyembuhan. Emboli yang
timbul di bawah kuku jari tangan (splinter hemorrhagic).
3.
Gejala Jantung
Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan adanya kelainan katub
atau kelainan bawaan seperti stenosis mitral, insufficiency aorta, patent ductus
arteriosus (PDA), ventricular septal defect (VCD), sub-aortic stenosis, prolap katub mitral.
Sebagian besar endokarditis didahului oleh penyakit jantung, tanda-tanda yang
ditemukan ialah sesak napas, takikardi, palpasi, sianosis, atau jari tabuh (clubbing of the
finger). Perubahan murmur menolong sekali untuk menegakkan diagnosis, penyakit yang
sudah berjalan menahun, perubahan murmur dapat disebabkan karena anemia . Gagal
jantung terjadi pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada

insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan
trikuspid serta penyakit jantung bawaan non valvular .
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Mikrobiologi
Kultur darah diperiksa 3 kali dengan pengambilan darah vena yang terpisah pada hari
pertama dan 2 kali pada hari kedua.10 Pada Endokarditis Infektif dapat ditemukan kultur
darah negatif (5-7%) namun mempunyai gejala dan ekokardiografi menunjukan adanya
EI. Penyebab utama kultur negatif pada EI umumnya disebabkan penderita telah
mendapat terapi antibiotika. Kultur darah sebaiknya diulang 1 sampai 2 kali setelah 8
minggu pengobatan antibiotika selesai untuk memastikan penyembuhan dan mendeteksi
rekurensi.10
Ekokardiografi
Ekokardiografi dapat menunjukkan adanya vegetasi, abses, insufisiensi katup yang baru,
dan perubahan pola aliran intrakardiak.8
Pemeriksaan lain
Dapat ditemukan anemia yang bersifat hemolitik. Leukositosis tidak selalu ditemukan,
pada tipe yang akut leukositosis lebih nyata daripada yang subakut. Pada penderita
dengan glomerulonefritis dapat ditemukan hematuria dan proteinuria.4,5 Pada penderita
EI juga terjadi peningkatan CRP dan hipergamaglobulin.4,14 Pemeriksaan radiologi
berupa foto torak untuk memastikan kardiomegali pada penderita Endokarditis Infektif
dengan gagal jantung
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.
Laboratorium
Leukosit dengan jenis netrofil, anemia normokrom normositer, LED meningkat,
immunoglobulin serum meningkat, uji fiksasi anti gama globulin positf, total hemolitik
komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, kadar bilirubin sedikit meningkat.
2.
Pemeriksaan umum urine ditemukan maka proteinuria dan hematuria secara
mikroskopik. Yang penting adalah biakan mikro organisme dari darah . Biakan harus
diperhatikan, darah diambil setiap hari berturut-turut dua hingga lima hari diambil
sebanyak 10 ml dibiakkan dalam waktu agak lama 1-3 minggu, untuk mencari
mikroorganisme yang mungkin berkembang agak lambat. biakkan bakteri harus dalam
media yang sesuai. NB: darah diambil sebelum diberi antibiotik . Biakan yang positif uji
resistansi terhadap antibiotik.
3.
Echocardiografi
Diperlukan untuk:
a. Melihat vegetasi pada katub aorta terutama vegetasi yang besar ( > 5 mm).
b. Melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif
c. Mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis ( prolap mitral, fibrosis, dan
calcifikasi katub mitral ).
d. Penutupan katub mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destrruktif katub aorta dan
merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katub.
4.
Pemeriksaan (EKG) menunjukkan adanya iskemia, hipertropi, blok konduksi, disritmia
(elevasi ST), PR depresi.
5.
Pemeriksaan Enzim jantung menunjukan, peningkatan CPK, tapi MB inzuenzim tidak
ada.
6.
Pemeriksaan Angiografi memperlihatkan stenosis katup dan regurgitasi atau
menurunnya gerakan.
7.
emeriksaan Rontgen memperlihatkan pembesaran jantung, infiltrat pulmonal.
8.
Pemeriksaan CBC menunjukan terjadinya proses infeksi akut, kronik atau anemia.
9.
Pemeriksaan Kultur darah bertujuan untuk mengisolasi penyebab bakteri, virus dan
jamur.
10. Pemeriksaan ESR menunjukan elevasi secara umum.
11. Pemeriksaan Titer ASO menunjukan demam rematik (kemungkinan faktor pencetus).
12. Pemeriksaan Titer ANA positif dengan penyakit autoimmun contoh : SLE (kemungkinan
faktor pencetus).
13. Pemeriksaan BUN dapat mengevaluasi uremia (kemungkinan faktor pencetus).

14.

Pemeriksaan Perikardiosentesis, cairan perikardial diperiksa untuk mengetahui


penyebab infeksi, bakteri, TBC, virus atau infeksi jamur, SLE, penyakit rematik.

Penatalaksanaan
Prinsip dasar dalam pengobatan endokarditis adalah membasmi kuman penyebab
secepat mungkin, tindakan operasi pada saat yang tepat bila diperlukan dan mengobati
kompliikasi yang terjadi.
Saran pengobatan adalah eradikasi total organisme penyerang melalui dosis adekuat
agen antimicrobial yang sesuai.
1.
Isolisasikan organisme penyebab melalui seri kultur darah. Kultur darah dilakukan
untuk membantu perjalanan terapi.
2.
Setelah pemulihan dari proses infeksi, kerusakan katub serius mungkin membutuhkan
pengganti katub.
3.
Suhu tubuh pasien dipantau untuk keefektifan pengobatan.
Penatalaksanaan medis umum:
1.
Tirah baring.
2.
Farmakoterapi : antibiotik (penicillin, streptomycin vancomycyn, gentamicyn).
3.
Penderita dirawat di rumah sakit dan mendapatkan antibiotik intravena dosis tinggi
selama minimal 2 minggu. Pemberian antibiotik saja tidak cukup pada infeksi katub
buatan. Mungkin perlu dilakukan pembedahan jantung untuk memperbaiki atau
mengganti katub yang rusak dan membuang vegetasi. Sebagai tindakan pencegahan,
kepada penderita kelainan katub jantung, setiap akan menjalani tindakan gigi maupun
pembedahan sebaiknya diberikan antibiotik.
PENYAKIT JANTUNG KORONER, ANGINA PEKTORIS, INFARK MIOKARD
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat adanya kelainan pada
pembuluh koroner yakni pembuluh nadi yang mengantarkan darahke aorta ke jaringan
yang melindungi rongga-rongga jantung (Kartohoesodo, 1982). Penyakit jantung koroner
diakibatkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. Penyempitan
atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering
ditandai dengan rasa nyeri
Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan
sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali
menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila
aktifitas berhenti. (Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996).
Infark Miokard Akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
karena sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan akut terjadi
oleh karena adanya ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat
aliran darah ke jaringan oto jantung.
Penyebab Jantung Koroner
Penyakit jantung yang diakibatkan oleh penyempitan pembuluh nadi koroner ini
disebut penyakit jantung koroner. Penyempitan dan penyumbatan ini dapat
menghentikan aliran darah ke otot jantung yang
sering ditandai dengan rasa nyeri. Dalam kondisi lebih parah kemampuan jantung
memompanya darah dapat hilang. Hal ini akan merusak system golongan irama jantung
dan berakibat dengan kematian (Krisatuti dan
Yenrina, 1999). Salah satu penyakit jantung koroner adalah kebiasaan makanmakanan
berlemak tinggi terutama lemak jenuh. Agar lemak mudah masuk dalam peredarah
darah dan diserap tubuh maka lemak harus diubah oleh enzim lipase menjadi gliserol.
Sebagian sisa lemak akan disimpan di hati dan metabolisme menjadi kolesterol
pembentuk asam empedu yang berfungsi sebagai pencerna lemak, berarti semakin
meningkat pula kadar kolesterol dalam darah. Penumpukan tersebut dapat menyebabkan
(artherosklerosis) atau penebalan pada pembuluh nadi koroner (arteri koronoria).
Kondisi ini menyebabkan kelenturan pembuluh nadi menjadi berkurang, serangan
jantung koroner akan lebih mudah terjadi ketika pembuluh nadi mengalami
penyumbatan ketika itu pula darah yang membawa oksigen ke jaringan dinding jantung
pun terhenti (Sulistiyani, 1998).

1.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Gejala Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner sering ditandai dengan rasa tidak nyaman atau sesak di
dada, gejala seperti ini hanya dirasakan oleh sepertiga penderita. Rasa nyeri terasa pada
dada bagian tengah, lalu menyebar keleher, dagu dan tangan. Rasa tersebut akan
beberapa menit kemudian. Rasa nyeri muncul karena jantung kekurangan darah dan
supplay oksigen. Gejala ini lain menyertai jantung koroner akibat penyempitan pembuluh
nadi jantung adalah rasa tercekik (angina pectoris). Kondisi ini timbul secara tidak
terduga dan hanya timbul jika jantung dipaksa bekerja keras. Misal fisik dipaksa bekerja
keras atau mengalami tekanan emosional.
Pada usia lanjut gejala serangan jantung sering tidak disrtai keluhan apapun,
sebagian hanya merasa tidak enak badan. Gejala penyakit jantung koroner pada
umumnya tidak spesifik untuk didiagnosa angina pectoris (masa tercekik). Biasanya
diperoleh riwayat penyakit orang bersangkutan, sedangkan pemeriksaan fisik kurang
menunjukkan data yang akurat. Pada keadaan tenang eletro diagram pada orang yang
menghidap angina pectoris akan terlihat normal pada keadaan istirahat. Sebaliknya
menjadi normal saat melakukan kerja fisik. Riwayat angina pectoris tidak stabil lebih sulit
dikendalikan karena terjadi secara tidak terduga kasus ini menjadi mudah terdeteksi jika
disertai dengan nyeri sangat hebat di dada, disertai dengan gejala mual, takut dan
merasa sangat tidak sehaT
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis penyekit jantung koroner :
Beberapa hari atau minggu sebelumnya tubuh terasa tidak bertenaga, dada tidak enak,
waktu olahraga atau bergerak jantung berdenyut keras ,napas tersengal-sengal, kadangkadang disertai mual, muntah dan tubuh mengeluarkan banyak.
Dalam kondisi sakit :
Sakit nyeri terutama di dada sebelah kiri tulang bagian atas dan tengah sampai ke
telapak tangan. Terjadinya sewaktu dalam keadaan tenang
Demam, suhu tubuh umumnya sekitar 38 derajat celcius
Mual-mual dan muntah, perut bagian atas kembung dan sakit
Debar jantung banormal
Tekanan darah rendah atau stroke
Mua pucat pasi
Kulit menjadi basah dan dingin badan bersimbah peluh
Gerakan menjadi lamban (kurang semangat)
Pingsan
Tenaga dan pikiran menjadi lemah, ketakutan yang tidak ada alasannya perasaan mau
mati saja.

2.

Gambaran klinis penyakit angina pectoris :


Nyeri seperti diperas atau tertekan di daerah perikardium atau substemum dada,
kemungkinan menyebar ke lengan, rahang atau thoraks.
Pada angina stabil dan tidak stabil, nyeri biasanya berkurang dengan istirahat. Angina
prinzmental tidak mereda dengan istirahat tetapi biasanya menhilang dalam 5 menit.

3.

Gambaran klinis penyakit infark miokard akut :


Nyeri dengan awitan yang biasanya mendadak, sering di gambarkan memiliki sifat
meremukkan dan patah.
Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat. Perasaan lemas
yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka. Kulit yang dingin, pucat
akibat vasokontriksi simpatis. Pengurangan urine berkurang karena penurunan aliran
darah ginjal serta penignkatan aldosteron dan ADH. Takikardi akibat peningkatan
stimulasi simpatis jantung. Keadaan mental berupa keadaan sangat cemas disertai
perasaan mendekati kematian, berhubungan dengan pelepasan hormone stress dan ADH
(vasopressin).
ETIOLOGI
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan atau penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Penyakit
jantung koroner adalah ketidak seimbangan antara demand dan supplay atau kebutuhan

1.
2.
3.

1.

a.
b.
c.
d.
e.

dan penyediaan oksigen otot jantung dimana terjadi kebutuhan yang meningkat atau
penyediaan yang menurun, atau bahkan gabungan diantara keduanya itu, penyebabnya
adalah berbagai faktor.
Denyut jantung yang meningkat, kekuatan berkontraksi yang meninggi, tegangan
ventrikel yang meningkat, merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan
kebutuhan dari otot-otot jantung. Sedangkan faktor yang mengganggu penyediaan
oksigen antara lain, tekanan darah koroner meningkat, yang salah satunya disebabkan
oleh artheroskerosis yang mempersempit saluran sehingga meningkatkan tekanan,
kemudian gangguan pada otot regulasi jantung dan lain sebagainya. Manifestasi klinis
dan penyakit jantung koroner ada berbagai macam, yaitu iskemia mycocard akut, gagal
jantung disritmia atau gangguan irama jantung dan mati mendadak (Margaton, 1996).
Salah satu penyakit jantung koroner adalah kebiasaan makan makan makanan
berlemak tinggi terutama lemak jenuh. Agar lemak mudah masuk dalam peredarah
darah dan di serap tubuh maka lemak harus diubah oleh enzim lipase menjadi gliserol
(Yenrina, Krisnatuti, 1999).
Aterosklerosis adalah suatu keadaan arteri besar dan kecil yang ditandai oleh
endapan lemak, trombosit, makrofag dan leukosit di seluruh lapisan tunika intima dan
akhirnya ke tunika media (Elizabeth J. Corwin, 2009, 477).
Penyakit jantung koroner dapat disebabkan oleh beberapa hal :
Penyempitan (stenosis) dan penciutan (spasme) arteri koronaria, tetapi penyempitan
terhadap akan memungkinkan berkembangnya koleteral yang cukup sebagai pengganti.
Aterosklerosis, menyebabkan sekitar 98% kasus PJK
Penyempitan arteri koronaria pada sifilis, aortitis takayasu, berbagai jenis arteritis yang
mengenai arteri coronaria, dll.
Salah satu penyakit jantung akibat insufiensi aliran darah koroner yaitu, Angina pectoris
dan infark miokardium.
Angina pectoris
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respon,
terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat
menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen (Elizabeth
J .corwin, 2009, 492).
Ateriosklirosis
Spasmearterikoroner
Anemia berat
Artritis
Aorta insufisiensa

Adapun jenis-jenis angina :


Angina stabil
Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat.
Peningkatan jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolahraga atau naik tangga.
b.
Angina prinzmental
Terjadi tampa peningkatan jelas beban kerja jantung pada kenyataannya sering timbul
pada waktu beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmental terjadi spasme arteri koroner
yang menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme
berkaitan dengan arterosklerosis.
c.
Angina tak stabil
Adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmental ; dijumpai pada individu
dengan perburukan penyakit arteri koroer. Angina ini biasanya menyertai peningkatan
beban kerja jantung; hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis koroner, yang
ditandi oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme.
2. Infark miokardium
Terlepasnya plak arteriosklerosis dari salah satu arteri koroner dan kemudian tersangkut
di bagian hilir sehingga menyumbat aliran darah ke seluruh miokardium yang di
perdarahi oleh pembuluh tersebut. Infark miokardium juga dapat terjadi jika lesi
trombosit yang melekat di arteri menjadi cukup besar untuk menyumbat total aliran ke
bagian hilir, atau jika suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga
kebutuhan oksigen tidak dapat terpenuhi. (Elizabet J. Corwin, 2009, 496)
a.

PATOFISIOLOGI
Penyakit jantung koroner terjadi bila ada timbunan (PLAK) yang mengandung
lipoprotein, kolesterol, sisa-sisa jaringan dan terbentuknya kalsium pada intima, atau
permukana bagian dalam pembuluh darah. Plak ini membuat intima menjadi kasar,
jaringan akan berkurang oksigen dan zat gizi sehingga menimbulkan infark, penyakit
jantung koroner menunjukkan gejala gizi terjadi infark miokard atau bila terjadi iskemia
miokard seperti angina pectoris.
Kolesterol serum dibawa oleh beberapa lipoprotein yang diklasifikasikan menurut
densitasnya. Lipoprotein dalam urutan densitas yang meningkat adalah kilomikron. VLDL
(Very Low Density Lopoprotein). LDL (low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density
Lipoprotein) membawa hampir seluruh kolesterol dan merupakan yang paling aterojenik.
HDL menurunkan resiko penyakit jantung ke hati, tempat kolesterol di metabolisme dan
di ekskresikan. Orang dewasa dapat diklasifikasikan sebagai beresiko penyakit jantung
koroner berdasarkan jumlah total dan kadar kolesterol LDL-nya (Moore, 1997).
1.

Angina pectoris
Jika beban kerja suatu jaringan menigkat maka kebutuhan oksigen juga meningkat pada
jantung yang sehat, arteria koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan
oksigen ke oto jantung namun jika arteria koroner mengalami kekauan atau menyempit
akibat arterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon peningkatan kebutuhan
akan oksigen, maka terjadi iskemi miokardium, sel- sel miokardium mulai menggunakan
glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Cara ini tidak efesien dan
menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan
menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan nagina pectoris. Apabila kebutuhan energi
sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali
ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan
asam laktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pectoris
mereda. Dengan demikian angina pectoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung
singkat.( Elizabeth J. Corwin, 2009, 492)
2. Infark miokardium
Tanpa ATP, pompa natrium kalium berhenti dan sel terisi ion natrium dan air yang
akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis sel melepaskan simpanan kalium
intra sel dan enzim intra sel yang menyederai sel-sel di sekitarnya. Protein intra sel mulai
mendapat akses ke sirkulasi sistemik dan ruang intertisial dan ikut menyebabkan edema
dan pembengkakan intertisial di sekitar miokardium, akibat kematianj sel, tercetus reaksi
inflamsi . di tempat inflamsi, terjadi penimbunan trombosit dfan pelepasan faktor
pembekuan. Terjadi degranulasi sel mast yang menyebabkan pelepasan histamine dan
berbagai prostaglandin. Sebagian bersifat vasokontriktif dan sebagian merangsang
pembekuan (tromboksan). (Elizabeth J. Corwin, 2009, 495)
Secara singkat semakin bayak arah (peningkatan preload) di salurkan ke jantung,
jantung akan memompa lebih cepat untuk melawan arteri yang menyempit (peningkatan
afterload). Hasil netto dari pengaktifan semua refleks tersebut, terjadi akibat penurunan
kontaktilitas jantung dan tekanan darah, adalah meningkatnya beban kerja jantung yang
telah rusak. Kebutuhan oksigen jantung meningkat. Apabila kebutuhan oksigen dari lebih
banyak sel tidak dapat di penuhi, maka terjadi peluasan daerah sel yang cedera dan
iskemia di sekitar zona nekrotik (mati). Sel- sel yang mengalami cedera dan iskemia ini
beresiko ikut mati. Kemampuan memompa jantung semakin berkurang dan terjadi
hipoksia semua jaringan dan organ, termasuk bagian jantung yang masih sehat. Akhirya,
karena darah di pompa secara tidak efektif, dan kacau maka darah mulai mengalir
secara lambat dalam pembuluh jantung. Hal ini, disertai akumulasi trombosit dan factor
pembekuan lainnya yang meningkatkan resiko pembentukan bekuan darah. (Elizabeth J.
Corwin, 2009, 496)
1.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Pengkajian keadaan umum meliputi kesan secara umum pada keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah (cemberut, grimace, lemas), dan posisi pasien. Kesadaran yang
meliputi penilaian secara kualitatif (komposmentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma,

2.

3.

4.

5.

6.

7.

koma) dapat juga menggunakan GCS. Lihat juga keadaan status gizi secara umum
(kurus, ideal, kelebihan berat badan).
Pemeriksaa tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi
(frekuensi, kualitas, irama), pernapasan (frekuensi, kedalaman, irama pola pernapasan),
suhu tubuh, skala nyeri.
Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening
Kulit meliputi warna (adanya pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema), turgor,
kelembaban edema, bekas luka dll.
Rambut dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi, bau keadaan, kusut dan
kering dll.
Kelenjar getah bening dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda radang yang
ada di daerah sevikal anterior, inguinal oksipital dan retroaurikular.
Pemeriksaan kepala dan leher
Periksa bentuk dan ukuran kepala, rambut dan kepala, ubun-ubun ( fontenal),
struktur wajah (simetris atau tidak), ada tidaknya pembengkakan, dll.
Pada mata dapat dilihatdari visus, palpebra, alis bulu mata, konjungtiva, sklera,
kornea, pupil dan lensa.dll
Pada telinga dapat dilihat dari daun telinga, liang telinga, membran timpani,
mastoid, ketajaman pendengaran.dll
Hidung dan mulut, ada atau tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir,
gusi atau tidaknya tanda radang, perdarahan lidah, salvias, faring, laring dll.
Periksa ada atau tidaknya kaku kuduk, massa di leher (jika ada periksa ukuran,
bentuk, posisi, konsistensi) dan ada atau tidaknya nyeri telan dll.
Pemeriksaan dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung. Secara umum periksa bentuk
dada dan keadaan paru (simetris atau tidak), pergerakan napas, ada atau tidaknya
fremitus suara, krepitasi, perkusi daerah dada untuk menentukan batas kelainan, dan
auskultasi untuk menentukan abnormalitas sistem pernapasan. Pada saat pemeriksaan
jantung, periksa denyut apeks 9dikenal dengan iktus kordis) dan aktivitas ventrikel,
getaran bising (thrill) bunyi jantung tambahan atau bising jantung dll.
Pemeriksaan abdomen
Data yang dikumpulkan antara lain adalah ukuran atau bentuk perut, dinding
perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut, atau adanya nyeri tekan.
Selanjutnya lakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing untuk
memeriksa ada aau tidaknya nyeri dan pembesaran pada organ tersebut. Kemudian
periksa anus, rektum dan genetalia.
Pemeriksaan ekstremitas dan neurologis
Pemeriksaan anggota gerak ini meliputi adanya rentang gerak, keseimbangan dan
gay berjalan, genggam tangan, dan otot kaki. Periksa apakah ada kontraktur atau tidak
dll.
Kemudian, pada pemeriksaan neurologis periksa tanda-tanda gangguan neurologis
seperti kejang, tremor, parese, dan paralisis, pemeriksaan reflek, kaku kuduk,
pemeriksaan brudzinzki, dan tanda keming ( hambatan atau rasa sakit daerah
ekstremitas bawah ketika dilakukan flesksi), uji kekuatan otot tonus, periksa sarah otak
dll.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG : Menunjukan peninggian gelombang S-T, iskemia berarti penurunan atau datanya
gelombang T, menunjukan cedera dan adanya gelombang Q, nekrosis berarti.
2.
Enzim jantung dan iso enzim : CPK-MB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung),
meningkat dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam . LDH meningkat dalam
12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan memakan waktu lama untuk kembali
normal.
3.
Elektrolit : Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat
mempengaruhi kontraktilitas, contoh, hipokalemia/ hiperkalemia.
4.
Sel darah putih : Leukosit (10.000-20.000). biasanya tampak pada hari kedua setelah
IM sehubungan dengan proses inflamasi.
1.

5.

Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua ketiga setelah IM menunjukan


inflamasi.
6.
Kimia : mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi/perfusi organ akut/kronis.
7.
GDA/Oksimetri nadi : dapat menunjukan hipoksia atau proses penyakit paru
akut/kronis.
8.
Kolesterol/trregliserida serum : meningkat, menunjukan arteriosklesis sebagai
penyebab IM.
9.
Foto dada : mungkin normal atau menunjukan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisme ventrikuler
10. Ekokardiogram : mungkin dilakukan untuk menetukan dimensi serambi, gerakan katup/
dinding ventrikuler, dan konfigurasi/fungsi katup.
11. Pencitraan darah jantung : Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum,
gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
12. Angiografi koroner : Menggambarkan penyempitan/penyumbatan arteri koroner dan
biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase akut IM
kecuali mendekati bedah jantung angioplasti.
13.
Digital Substraction Angiography (DSA) : tekhnik yang digunakan untuk
menggambarkan status penanaman arteri dan untuk mendeteksi penyakit arteri perifer.
14. Nuclear Magnetic Resonance (NMR) : memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi
jantung/katup ventrikel, katup, lesi veskuler, pembentukan plak, are nekrosis/infark, dan
bekuan darah.
15. Tes stress olahraga : menetukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas (sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan).
1.
a.
b.
c.
d.
e.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
3.
a.
b.
c.

PENATALAKSANAAN
Perubahan gaya hidup :
Diet sehat, mencegah atau menurunkan tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan
mempertahankan berat badan sehat.
Berhenti merokok
Olahraga
Kurangi berat badan bila overweigh atau obesitas
Kurangi stress
Obat obatan
Beberapa obat mengurangi beban kerja jantung dan menyembuhkan keluhan penyakit
jantung koroner. Obat lain mengurangi resiko serangan jantung dan kematian mendadak.
Obat penurunan kolesterol
Aspirin membantu mencegah terbentuk clot di dalam arteri
Penyekat ACE
penyekat beta
penyekat kalsium
nitroligserin
nitrat
obat trombolitik
prosedur kasus :
Angioplasti : prosedur ini membuka arteri koroner yang tertutup atau menyempit.
Prosedur ini meningkatkan aliran darah ke otot jantung, menyembuhkan sakit dada, dan
mencegah serangan jantung.
Coronary arteri by pass surgery/operasi bypass : prosedur ini menggunakan arteri atau
vena dari bagian tubuh lain untuk melewati /by pass arteri koroner yang menyempit.
Prosedur ini menyembuhkan sakit dada dan mencegah serangan jantung.
Latihan/exercise
Pencegahan :
Pencegahan dimulai dengan mengenal faktor-faktor resiko. Dengan mengontrol faktorfaktor resiko yang ada dengan modifikasi gaya hidup dan oabt-obatan kita mungkin
mencegah atau menunda perkembangan penyakit jantung koroner.
PENYAKIT ATEROSKLEROTIK KORONER

Aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, yang berarti penebalan, tunika intima
arteri (sclerosis ; penebalan) dan Penimbunan Lipid (athere ; pasta), yang mencirikan lesi
yang khas. Secara morfologi aterosklerosis terdiri atas lesi-lesi foka yang terbatas pada
arteri otot dan jaringan elastic yang berukuran besar dan sedang. Seperti aorta
(aneurisma), arteria popllitea dan femoralis (menyebabkan penyakit pembuluh darah
perifer), A. Karotis (stroke), A. Renalis (penyakit jantung iskemik dan infark miokard).
Patologi
Aterosklerosis pembuluh koroner adalah penyakit yang sering ditemukan. Aterosklerosis
menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria sehingga
secara progresif akan mempersempit lumen pembuluh darah. dengan demikian
keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga
membahayakan miokardium yang terletak di daerah distal dari lesi.
Pembagian lesi
1.
Endapan lemak,
penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolestrol oleat) pada
daerah tunika intima (lapisan terdalam arteri) endapan ini terlihat dalam aorta pada usia
10 tahun sampai 15 tahun, sebagian endapan lemak berkurang tapi yang lain akan
berkembang menjadi plak fibrosa.
2.
Plak fibrosa ( plak ateromatosa)
Merupakan daerah penebalan tunika intima yang meninggi dan dapat diraba yang
mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis lanjut dan biasa tidak timbul dalam hingga
usia decade ke-3. Flak ini biasa terjadi di tempat percabangan, lekukan, atau
penyempitan arteri. Terjadi pembatasan aliran darah koroner dari ekspansi abluminal,
remodelling vascular, dan stenosis luminal, stelah itu terjadi perbaikan plak dan disrupsi
berulang yang disebut rupture plak dan akhirnya thrombosis vena.
3.
Lesi lanjut
Terjadi bila suatu plak fibrosa rentan akibat mengalami gangguan akibat kalsifikasi
nekrosis sel, perdarahan, thrombosis, ulserasi dan dapat menyebakan Infark miokard.
Fase praklinis ini berlangsung sejak 20-40thn. Lesi bermakna secara klinis yang
menyebabkan iskeminadan disfungsi miokard bila sudah terjadi penyumbatan sebesar
75%. Langkah terakir dari patologis melalui ::
1. Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran lumen.
2. Perdarahan plag ateroma
3. Pembentukan thrombus yang diawali dengan agregrasi trombosit.
4. Embolisasi thrombus/fragmen plag
5. Spasme arteria korona.
Factor resiko
1.
Tidak dapat di ubah
1. Usia (laki-laki 45thn; perempuan 55thn)
2. Jenis kelamin wanita menopause premature tanpa terapi
penggantian eksterogen
3. Riwayat CAD(coronary arteri disease) pada keluarga dan MI pada
ayah atau saudara laki-laki sebelum usia 55thn, pada ibu atau
saudara perempuan sebelum usia 65thn.
1. 2.
Dapat diubah
1. Hiperlipedimia (LDL-C) batas atas 130-150mg/dl; tinggi 160mg/dl.
2. HDL-C rendah <40 mg/dl
3. Hipertensi (140/90 mmHg)
4. Merokok
5. Diabetes melitus
6. Obesitas, terutama abdominal
7. Ketidakaktifan fisik
8. Hiperomosisteinemia (16 mol/L)
2. Penyakit Katub Jantung
Penyakit katup jantung akan menyebabkan kelainan pada aliran darah yang melintasi
katub tersebut. Bisa berupa yang kita kenal di masyarakat dengan sebutan jantung

bocor. Jadi kelainannya adalah terletak pada katup jantung tersebut. Bisa berupa katup
jantung yang mengalami stenosis dan juga katup jantung yang mengalami insufisiensi.
Katup jantung yang terserang penyakit katup jantung ini menimbulkan kelainan /
gangguan yang berupa :
1. Insufisiensi / Regurgitasi Katup. Daun katup tidak dapat menutup dengan rapat
sehingga darah dapat mengalir balik. Regurgitasi katup jantung menyebabkan
peningkatan beban volume dan dilatasi ruang jantung yag menerima darah balik.
2. Stenosis Katup. Lubang katub mengalami penyempitan sehingga aliran darah
mengalami hambatan. Stenosis katup jantung meningkatkan afterload dan
menyebabkan hipertropi pada atrium dan ventrikel karena memompa darah
melawan peningkatan tekanan. Disfungsi katup jantung dapat juga terjadi secara
bersamaan, mungkin stenosis dan regurgitasi ( lesi campuran ).
Penyebab Penyakit Katup Jantung dapat dibagi atas reumatik ( lebih dari 90 % kasus
) dan non reumatik. Reumatik atau yang dikenal dengan RHD ( Rheumatic Heart
Disease ) merupakan penyebab penyakit jantung paling umum, yang biasanya terjadi
sejak masa kanak-kanak. Jaringan yang diserang pada demam rematik meliputi lapisan
dari katub jantung, kulit, sendi dan otak. RHD adalah penyakit sistemik akut yang
disebabkan oleh Streptococcus Beta Hemoliticus group A yang menginfeksi saluran atas (
infeksi tenggorokan ) dan umumnya dibutuhkan waktu 2-3 minggu sampai timbul gejalagejala demam rematik.
Katup jantung bisa mengalami kelainan fungsi baik karena kebocoran (regurgitasi katup)
atau karena kegagalan membuka secara adekuat (stenosis katup). Keduanya dapat
mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa darah. Kadang-kadang satu katup
mempunyai kedua masalah tersebut.
Penyebab penyakit katup jantung yang lain bisa berupa :
1. Perubahan degeneratif jaringan, misalnya myxcoma, calsifikasi.
2. Trauma/infeksi.
3. CHD ( Coronary Heart Disease ), Myocardial infarction dengan ruptur muscullus
papillaris,yang menyebabkan disfungsi katub atrioventrikuler.
4. Kelainan kongenital.
5. Penyakit sistemik misalnya lupus erytematous dan scleroderma.
a. Stenosis mitral
1. Definisi
Stenosis katup mitralis adalah penyempitan lubang katup antara atrium kiri dan ventrikel
kiri.
2. Etiologi
Stenosis katup mitralis biasanya disebabkan oleh pembentukan jaringan parut setelah
demam rematik atau infeksi jantung lainnya.
3. Patofisiologi
Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada waktu
fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa
pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari
normal.
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya daya alir katup
mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri, sehingga timbul
perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu diastolik. Jika peningkatan
tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya akan
menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru. Bendungan ini akan menyebabkan
terjadinya sembab interstisial kemudian mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya
vena bronkialis akan menyebabkan hemoptisis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat, kemudian terjadi
pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup trikuspid atau pulmonal. Akhirnya
vena-vena sistemik akan mengalami bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung
lama akan menyebabkan gangguan fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah takikardi. Tetapi
kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karena pada tingkat tertentu

akan mengurangi masa pengisian diastolik. Regangan pada otot-otot atrium dapat
menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan
mengganggu pengisian ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan trombus di
atrium kiri.
4. Manifestasi Klinik
1. Gambaran klinis mungkin tidak ada atau sebaliknya parah, bergantung pada
tingkat stenosis.
2. Dapat terjadi kongesti paru, dengan tanda-tanda dispnu (sesak napas) dan
hipertensi paru.
3. Dapat terjadi rasa bergoyang dan kelelahan akibat penurunan pengeluaran
ventrikel kiri. Kecepatan denyut jantung mungkin meningkat akibat rangsangan
simpatis.
4. Dapat terjadi hipertrofi atrium kiri sehingga timbul disritmia atrium dan gagal
jantung kanan.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Dapat terdengar murmur jantung sistolik sewaktu darah masuk melalui orifisium
yang menyempit.
2. Dapat digunakan ekokardiografi untuk mendiagnosis struktur dan gerakan katup
yang abnormal.
1. 6.
Penatalaksanaan
Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi. Penatalaksanaan gagal
jantung kongesti adalah dengan memberikan kardiotonikum dan diuretik. Intervensi
bedah meliputi komisurotomi untuk membuka atau menyobek komisura katup mitral
yang lengket atau mengganti katup mitral dengan katup protesa. Pada beberapa kasus
dimana pembedahan merupakan kontraindikasi dan terapi medis tidak mampu
menghasilkan hasil yang diharapkan, maka dapat dilakukan valvuloplasti transluminal
perkutan untuk mengurangi beberapa gejala.
b. Regurgitasi Mitralis
1. 1.
Definisi
Insufisiensi katup mitralis (regurgitasi) adalah kembalinya darah ke atrium kiri dari
ventrikel kiri melalui katup mitralis, yang terutama terjadi sewaktu ventrikel berkontraksi.
1. 2.
Etiologi
Insufisiensi mitralis terjadi akibat katup mitralis yang inkompeten. Katup mitralis gagal
menutup sempurna sewaktu sistol ventrikel dimulai. Regurgitasi katup mitralis biasanya
disebabkan oleh demam rematik, infeksi bakteri lainnya pada jantung, atau ruptur katup
pada penyakit arteri koroner.
1. 3.
Patofisiologi
Insufisiensi mitral akibat reumatik terjadi karena katup tidak bisa menutup sempurna
waktu sistolik. Perubahan pada katup meliputi klasifikasi, penebalan, dan distorsi daun
katup. Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistolik. Selain
pemendekan korda tendinea mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel, terutama bagian
posterior, dapat juga terjadi dilatasi anulus atau ruptur korda tendinea. Selama fase
sistolik, terjadi aliran regurgitasi ke atrium kiri, mengakibatkan gelombang V yang tinggi
di atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang. Pada saat diastolik, darah mengalir
dari atrium kiri ke ventrikel. Darah tersebut selain yang berasal dari paru-paru melalui
vena pulmonalis, juga terdapat darah regurgitan dari ventrikel kiri waktu sistolik
sebelumnya. Ventrikel kiri cepat distensi, apeks bergerak ke bawah secara mendadak,
menarik katup, korda, dan otot papilaris. Hal ini menimbulkan vibrasi membentuk bunyi
jantung ketiga. Pada insufisiensi mitral kronik, regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan venavena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji dan aorta pulmonal.
1. 4.
Manifestasi Klinik
1. Gambaran klinis mungkin tidak ada atau sebaliknya parah, bergantung
pada tingkat regurgitasi.
2. Dapat terjadi kongesti paru, dengan tanda-tanda dispnu dan hipertensi
pulmonaris, apabila darah kembali ke sistem vaskular paru.
3. Penurunan curah jantung akibat penurunan volume sekuncup dapat
menyebabkan rasa bergoyang dan kelelahan. Kecepatan denyut jantung
mungkin meningkat akibat perangsangan simpatis.

4. Hipertrofi ventrikel kiri dan atrium kiri dapat terjadi, sehingga


jantung kongestif.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Murmur jantung sistolik dapat didengar pada saat darah mendorong
melewati katup.
2. Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya struktur
katup yang abnormal.
6. Penatalaksanaan
Pemberian antibiotik untuk mencegah reaktivasi reumatik dan timbulnya
infektif. Intervensi bedah meliputi penggantian katup mitral.

timbul gagal
dengan kuat
dan gerakan
endokarditis

c. Stenosis Aorta (SA)


1. Definisi
Stenosis katup aorta adalah penyempitan lumen katup di antara ventrikel kiri dan aorta.
2. Etiologi
Stenosis dapat disebabkan kelainan kongenital seperti aorta bikuspid dengan lubang
kecil dan katup aorta unikuspid, yang biasanya menimbulkan gejala dini. Pada orang tua,
penyakit jantung reumatik dan perkapuran merupakan penyebab tersering.
3. Patofisiologi
Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan
perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan tekanan
ventrikel kiri menghasilkan beban tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang
diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel).
Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah
diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya
beban ventrikel kiri yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan
menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran
darah koroner ke miokard yang hipertrofi.
4. Manifestasi Klinik
1. Gambaran klinis dapat parah atau tidak muncul sama sekali, tergantung dari
derajat stenosis.
2. Kongesti paru, disertai tanda-tanda dispnea dan hipertensi pulmonal, dapat
terjadi jika aliran balik darah mencapai sistem vaskular paru.
3. Pusing dan kelemahan dapat terjadi akibat menurunnya curah jantung dan isi
sekuncup. Frekuensi jantung meningkat melalui rangsangan simpatis.
4. Hipertrofi ventrikel kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kongestif.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Murmur jantung sistolik terdengar seperti aliran darah yang dipaksa masuk
melalui lumen yang sempit.
2. Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendiagnosa struktur dan gerakan katup
abnormal.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang sesuai untuk stenosis aorta adalah penggantian katup aorta
secara bedah. Terdapat risiko kematian mendadak pada pasien yang diobati saja tanpa
tindakan bedah. Keadaan yang tak dikoreksi tersebut dapat menyebabkan gagal jantung
permanen yang tidak berespons terhadap terapi medis.
d. Insufisiensi Katup Aorta (REGURGITASI)
1. Definisi
Insufisiensi katup aorta (regurgitasi) adalah kembalinya darah ke ventrikel kiri dari aorta
selama diastol.
2. Etiologi
Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan katup dan pangkal
aorta juga bisa menimbulkan insufisiensi aorta. Pada insufisiensi aorta kronik terlihat
fibrosis dan retraksi daun-daun katup, dengan atau tanpa klasifikasi, yang umumnya
merupakan sekuele dari demam reumatik.
3. Patofisiologi

Insufisiensi kronik mengakibatkan peningkatan secara bertahap dari volume akhir


diastolik ventrikel kiri. Akibat beban volume ini, jantung melakukan penyesuaian dengan
mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri. Curah sekuncup ventrikel kiri juga
meningkat. Kompensasi yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kiri yang bisa
menormalkan tekanan dinding sistolik. Pada tahap kronik, faktor miokard primer atau lesi
sekunder seperti penyakit koroner dapat menurunkan kontraktilitas miokard ventrikel kiri
dan menimbulkan peningkatan volume diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi.
Selanjutnya dapat meningkatkan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena pulmonal.
Perubahan hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik.
Kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri
tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Peningkatan
secara tiba-tiba dari tekanan diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit
dilatasi ventrikel.
4. Manifestasi Klinik
1. Dapat diukur melebarnya tekanan paru.
2. Biasanya terdapat denyut karotis dan perifer yang hiperkinetik (sangat kuat).
3. Dapat timbul gejala-gejala gagal jantung.
1. 5.

Pemeriksaan Penunjang
1. Sering terdengar murmur jantung diastolik bernada tinggi.
2. Dapat digunakan ekokardiografi untuk mendiagnosis struktur dan gerakan
katup yang abnormal.
1. 6.
Penatalaksanaan
Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang tepat untuk
penggantian katup masih kontroversial. Pembedahan dianjurkan pada semua pasien
dengan hipertrofi ventrikel kiri tanpa memperhatikan ada atau tidaknya gejala lain. Bila
pasien mengalami gejala gagal jantung kongestif, harus diberikan penatalaksanaan
medis sampai dilakukannya pembedahan.
3. Disfungsi Mekanis Jantung
1. a.
Gagal Jantung Kongestif (CHF)
1. 1.
Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan dfungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah utk memenuhi metabolism
jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic
secara abnormal. (Kapita selekta, 434).
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri
menimbulkan kongesti pada vena pulmonalis, sedangkan disfungsi pada ventrikel kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
1. 2.
Epidemiologi
Prevalensi CHF adalah tergantung umur/age-dependent. Menurut penelitian,
gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75
84 tahun.
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari CHF
yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang mempunyai
hipertensi akan mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain itu semakin membaiknya
angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan
meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.
1. 3.
Etiologi Gagal jantung
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan
fungsi ventrikel dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel. Penyakit yang
menimbulkan penurunan fungsi ventrikel diantaranya adalah penyakit arteri koroner,
hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau penyakit jantung congenital.
Penyakit yang membatasi pengisian ventrikel diantaranya stenosis mitral, kardiomiopati
atau penyakt pericardial. Faktor pencetus berupa menungkatnya asupan garam,
ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokard akut(mungkin
yang tersembunyi), serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru,
anemia, tirotoksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif.

1. 4.
Patogenesis
Patogenesis myocardial failure :
1. Kerusakan pada cardiomyocteskontraktilitas menurun
Defek produksi ATP dan pemanfaatannya, perubahan protein kontraktil, berkurangnya
cardiomyoctes, berkurangnya jumlah 2 reseptor adrenergik di permukaan cardiomyoctes
1. Perubahan fungsi neurohormonal jantung
Patogenesis gagal jantung diastolic
1. Gangguan struktural seperti meningkatnya kekakuan ruangan jantung pasif
1. Intramyocardial (myocardial fibrosis, amyloidosis, hipertrofi, iskemik
myocardial)
2. Ekstramyocardial (constrictive pericarditis)
3. Gangguan fungsional, menurunnya relaksasi ruangan jantung
1. Perubahan fisiologiimpaired relaksasi ventrikel (menurunnya
aliran darah koroner saat diastolik)
2. Perubahan patologi
1. 5.
Patofisiologi
Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan menurunnya
kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah daya
kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk
mengosongkan diri, maka besar volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan jantung sebelah kiri. Kenaikan tekanan ini disalurkan ke belakang
vena pulmonalis. Bila tekanan hidostatik dalam kapiler paru melebihi tekanan onkotik
vascular maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstisial. Bila tekanan ini
masih meningkat lagi, terjadi edema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam
alveoli.
Penurunan volume sekuncup akan menimbulkan respons simpatis kompensatorik.
Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk mempertahankan
curah jantung. Terjadi vasokonstriksi perifer untk menstabilkan tekanan arteri dan
retribusi aliran darah dari organ-oragan yang tidak vital seperti ginjal dan kulit demi
mempertahankan organ-organ vital. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena
ke jantung kanan, sehingga meningkatkan kekuatan konstraksi. Pengurangan aliran
darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus akan mengakibatkan pengaktifan system
rennin-angiotensin-aldosteron, sehingga lebih meningkatkan aliran balik vena.
1. 6.
Manifestasi klinis
Berdasarakan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung
terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif.
Manifestasi klinis gagal jantung mencerminkan derajat kerusakan miokardium dan
kempuan serta besarnya respons kompensasi.
Pada gagal jantung kiri :
1. Dyspneu deffort
2. Fatique
3. Ortopnea
4. Dispnea nocturnal paroksisimal
5. Batuk
6. Pembesaran jantung
7. Irama derap
8. Ventrikular heaving
9. Bunyi derap S3 dan S4
10. Pernafasan cheyne Stokes
11. Takikardi
12. Pulsus alternans
13. Rinki
14. Kongesti vena pulmonalis
Pada gagal jantung kanan :
1. Fatique
2. Edema
3. Liver engorgement
4. Anoreksia dan kembung

5. Hipertrofi jantung kanan


6. Heaving ventrikel kanan
7. Irama derap atrium kanan
8. Murmur
9. Tanda-tanda penyakit paru kronik
10. Tekanan vena jugularis meningkat
11. Bunyi P2 mengeras
12. Asites
13. Hidrotorax
14. Peningkatan tekanan vena
15. Hepatomegali
16. Edema pitting
7. Penatalaksanaan
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
3. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema dan
aritmia.
4. Digitalisasi :
1. Dosis digitalis
2. Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2mg dalam 4-6 dosis selama
24jam dan dilanjutkan 20,5 mg selama 2-4hari.
3. Digoksin iv 0,75-1mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
4. Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam
5. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari. Untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
6. Dosis penunjang untuk gagal fibrilasi atrium 0,25 mg.
7. Digitalis cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang
berat:
8. Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan.
9. Cedilanid 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan.
9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vascular paru
menggambarkan kranialisasi, garis kerley A/B, infiltrate prekordial kedua paru, dan efusi
pleura
Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark
miocard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi,
angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.
10. Prognosis
Faktor-faktor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung,
1. Klinis
: semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas dan gambaran klinis,
semakin buruk prognosis
2. Hemosinamik
: semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup jantung, dan
fraksi ejeksi, semakin buruk progonosis
3. Biokimia : terdapa hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin,
vasopressin, dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremia dikaitkan dengan
prognosis yang lebih buruk; dan
4. Aritmia
: fokus ektopik ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada
pengawasan EKG ambulatori menandakan prognosis yang buruk. Tidak jelas
apakah aritmia ventrikel hanya merupakan penanda prognosis yang buruk atau
apakah aritmia merupakan penyebab kematian.

PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI


Penyakit jantung hipertensi atau Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang
diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left
ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit

jantung kronis (CHF), yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak
sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan.
Penyakit jantung hipertensi merujuk kepada suatu keadaan yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak
terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi
jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit
arteri koroner, gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang
nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia
jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif.
B.

C.

Etiologi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan
berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung
memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang
meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap
menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin
terlihat.
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai
darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan
jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang
menebal.
Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah
yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan
terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan
jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan
kematian akibat hipertensi.

Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang
melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural,
neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang
peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan
tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Adapun patofisiologi
berbagai efek hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan berikut ini.
1.
Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy / LVH) terjadi pada 15-20% penderita
hipertensi dan risikonya meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Hipertrofi
ventrikel kiri merupakan pertambahan massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung. Hal ini
merupakan respon sel miosit terhadap stimulus yang menyertai peningkatan tekanan
darah. Hipertrofi miosit terjadi sebagai mekanisme kompensasi peningkatan tekanan
afterload. Stimulus mekanis dan neurohormonal yang menyertai hipertensi akan
mengaktivasi pertumbuhan sel miokard, ekspresi gen dan berujung kepada hipertrofi
ventrikel kiri. Selain itu aktivasi sistem renin-angiotensin akan menyebabkan
pertumbuhan intestitium dan komponen sel matriks.
Berbagai bentuk hipertrofi ventrikel kiri telah diidentifikasi, di antaranya hipertrofi
ventrikel kiri konsentrik dan hipertrofi ventrikel kiri ekstenstrik. Pada hipertrofi ventrikel
kiri konsentrik terjadi peningkatan massa dan ketebalan serta volume dan tekanan
diastolik. Pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri konsentrik umumnya memiliki prognosis
yang lebih buruk. Adapun pada hipertrofi ventrikel kiri eksentrik terjadi peningkatan
hanya pada lokasi tertentu, misalnya daerah septal. Walaupun hipertrofi ventrikel kiri
bertujuan untuk melindungi terhadap stress yang ditimbulkan oleh hipertensi, namun
pada akhirnya dapat menyebabkan disfungsi miokard sistolik dan diastolik.
2.
Abnormalitas atrium kiri
Abnormalitas atrium kiri meliputi perubahan struktural dan fungsional, sangat sering
terjadi pada pasien hipertensi. Hipertensi akan meningkatkan volume diastolik akhir (end
diastolic volume / EDV) di ventrikel kiri sehingga atrium kiri pun akan mengalami

3.

4.

5.

6.

D.

perubahan fungsi dan peningkatan ukuran. Peningkatan ukuran atrium kiri tanpa disertai
gangguan katup atau disfungsi sistolik biasanya menunjukkan hipertensi yang sudah
berlangsung lama / kronis dan mungkin berhubungan dengan derajat keparahan
disfungsi diastolik ventrikel kiri. Pasien juga dapat mengalami fibrilasi atrium dan gagal
jantung.
Gangguan katup
Hipertensi berat dan kronik dapat menyebabkan dilatasi pada pangkal aorta sehingga
menyebabkan insufisiensi katup. Hipertensi yang akut mungkin menyebabkan
insufisiensi aorta, yang akan kembali normal jika tekanan darah dikendalikan. Selain
menyebabkan regurgitasi (aliran balik) aorta, hipertensi juga akan mempercepat proses
sklerosis aorta dan regurgitasi katup mitral.
Gagal jantung
Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien
dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga
bersifat asimptomatis (tanpa gejala). Prevalensi (gagal jantung) disfungsi diastolik
asimptomatis pada pasien hipertensi tanpa disertai hipertrofi ventrikel kiri adalah
sebanyak 33 %. Peningkatan tekanan afterload kronik dan hipertrofi ventrikel kiri dapat
mempengaruhi fase relaksasi dan pengisian diastolik ventrikel.
Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai
hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit
arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimptomatis
biasanya mengikuti disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri
gagal mengkompensasi peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri
berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Dalam waktu yang lama, fungsi
sistolik ventrikel kiri akan menurun. Penurunan ini mengaktifkan sistem neurohormonal
dan renin-angiontensin, sehingga meretensi garam dan air dan meningkatkan
vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah memperburuk keadaan dan menyebabkan
disfungsi sistolik.
Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan
ketidakseimbangan stimulus dan inhibitornya) diduga memainkan peranan penting
dalam peralihan fase terkompensasi menjadi fase dekompensasi. Peningkatan
mendadak tekanan darah dapat menyebabkan edema paru tanpa adanya perubahan
fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum dilatasi ventrikel kiri (asimtomatik atau
simtomatik) dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan risiko kematian. Disfungsi
ventrikel kiri serta dilatasi septal dapat menyebabkan penebalan ventrikel kanan dan
disfungsi diastolik.
Iskemia miokard
Pada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang bermanifestasi sebagai nyeri
dada / angina pektoris. Hal ini dikarenakan hipertensi menyebabkan peningkatan
tekanan di ventrikel kiri dan transmural, peningkatan beban kerja yang mengakibatkan
hipertrofi ventrikel kiri. Suplai oksigen yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan otot
jantung yang membesar akan menyebabkan nyeri dada. Hal ini diperparah jika terdapat
penyulit seperti aterosklerosis.
Aritmia jantung
Aritmia jantung yang sering ditemukan pada pasien hipertensi adalah fibrilasi atrium,
kontraksi prematur ventrikel dan takikardia ventrikel. Berbagai faktor berperan dalam
mekanisme arituma seperti miokard yang sudah tidak homogen, perfusi buruk, fibrosis
miokard dan fluktuasi pada saat afterload.
Sekitar 50% pasien dengan fibrilasi atrium memiliki penyakit hipertensi. Walaupun
penyebab pastinya belum diketahui, namun penyakit arteri koroner dan hipertrofi
ventrikel kiri diduga berperan dalam menyebabkan abormalitas struktural di atrium kiri.
Fibrilasi atrium dapat menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik serta meningkatkan
risiko komplikasi tromboembolik seperti stroke.
Kontraksi prematur ventrikel, aritmia ventrikel dan kematian jantung mendadak
ditemukan lebih sering pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri. Penyebab aritmia
seperti ini diduga akibat proses penyakit arteri koroner dan fibrosis miokard yang
berjalan bersamaan.
Manifestasi Klinis

Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak ada
keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh:
1.
Peninggian tekanan darah itu sendiri seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy)
dan impoten
2.
Cepat capek, sesak napas, sakit dada, bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan
vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan
retina, transient cerebral ischemic
3.
Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, kelemahan otot
pada aldosteronisme primer, peningkatan berat badan cepat dengan emosi yang labil
pada sindrom Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit
kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy)
E.
1.
a.
b.
c.
2.
a.
b.
c.

d.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit dan silinder
Pemeriksaan darah lengkap: hemoglobin / hematokrit, elektrolit darah: kalium, BUN /
kreatinin, Gula darah puasa, serta pemeriksaan total kolesterol
Pemeriksaan TSH: bisa meningkat pada pasien dengan hipotiroidisme dan menurun
pada hipertiroidisme
Pemeriksaan Radiologi
EKG: menunjukan hipertropi ventrikel kiri (LVH) pada sekitar 20 50% kasus
Foto dada: memperlihatkan adanya kardiomegali, tambahan untuk dilatasi LVH, pada
penyakit dengan stadium lanjut, serta penumpulan sudut kostofrenikus pada pasien yang
mengalami efusi pleura
CT scan, MRI, dan MRA (magnetic resonance angiografi) abdomen dan dada:
memperlihatkan adanya massa adrenal atau membuktikan adanya koarktasio aorta . CT
scan dan MRI jantung, walaupun tidak dilakukan secara rutin telah membuktikan secara
eksperimental terjadinya LVH
TTE (transthoracic echocardiography) bisa sangat berguna dalam mengenali gambaran
penyakit jantung hipertensi, dengan indikasi konfirmasi gangguan jantung atau murmur
atau hipertensi dengan kelainan katup.

F.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan (pencegahan dan pengobatan) Hipertensi secara garis besar
dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1.
Penatalaksanaan Non Farmakologis
Tabel Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi
Penurunan berat badan

Memperoleh dan mempertahankan BMI ideal, dan


pencegahan obesitas
Reduksi garam
< 5 gr NaCl / hari
Adaptasi rencana diet jenis-DASH Diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran,
konsumsi makanan rendah asam lemak jenuh dan
kolesterol
Pengurangan konsumsi alkohol
Mengurangi konsumsi alcohol bagi mereka yang
mengkonsumsi alcohol
Aktivitas fisik
Aktivitas latihan fisik secara teratur, seperti jalan
cepat selama 30 menit / hari
2.

Pentalaksanaan Farmakologis
Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE, vasodilator
langsung, dapat digunakan dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain
yang ada pada penderita
Penyakit jantung koroner (PJK), yang disebut juga coroner artery disease (CAD)
atau penyakit aterosklerosis koroner. PJK merupakan salah satu penyebab kematian

utama di beberapa negara termasuk Indonesia. Timbulnya PJK didasari oleh proses
aterosklerosis yang bersifat progresif, telah dimulai sejak masa kanak-kanak .
ATEROSKLEROSIS
Patologi
Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri
koroner sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen
menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat, bila penyakit ini
semakin lanjut maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang
mengurangi
kemampuan
pembuluh
darah
untuk
melebar
menyebabkan
ketidakseimbangan
antara
penyediaan
dan
kebutuhan
oksigen,
sehingga
membahayakan miokardium yang terletak di distal dari daerah lesi. Lesi aterosklerosis
terutama terjadi pada lapisan paling dalam dari dinding arteri yaitu lapisan intima. Lesi
tersebut meliputi endapan lemak (fatty streak), plak fibrosa (fibrous plaque), dan plak
lanjut (advance plaque). (Gambar1,2,3)
Endapan lemak (fatty streak), yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis,
lesi ini terdiri dari makrofag dan sel otot polos yang mengandung lemak yaitu kolesterol
dan kolesterol oleat pada daerah tunika intima (lapisan terdalam arteri). Endapan lemak
mendatar dan bersifat non-obstruktif dan terlihat oleh mata sebagai bercak kekuningan
pada permukaan endotel pembuluh darah. Fatty streak mula-mula tampak pada dinding
aorta yang jumlahnya semakin banyak pada usia 10 tahun dan baru tampak pada arteri
koroner pada usia 15 tahun.
Plak fibrous merupakan kelanjutan dari fatty streak diamana terjadi proliferasi sel,
penumpukan lemak lebih lanjut dan terbentuknya jaringan ikat serta bagian dalam yang
terdiri dari campuran lemak dan sel debris sebagai akibat dari proses nekrosis. Lesi yang
semakin matang ini tampak pada usia sekitar 25 tahun. Secara makros lesi ini tampak
berbentuk kubah berwarna putih dengan permukaan semakin meninggi ke dalam lumen
arteri. Bila lesi ini semakin berkembang maka diameter lumen akan semakin sempit dan
akan mengganggu aliran darah. Pada fase ini terjadi proliferasi dari sel otot polos dimana
sel ini akan membentuk fibrous cap. Fibrous cap ini akan menutup timbunan lemak
ekstraseluler dan sel debris.
Plak lanjutan (Advance plaque). Pada lesi yang telah lanjut jaringan nekrosis yang
merupakan inti dari lesi semakin membesar dan sering mengalami perkapuran, fibrous
cap menjadi semakin tipis dan pecah sehingga lesi ini akan mengalami ulserasi dan
perdarahan serta terjadi trombosis yang dapat menyebabkan terjadinya oklusi aliran
darah.
Patogenesis aterosklerosis
Ada beberapa teori terjadinya aterosklerosis, dimana teori response to injury
hypothesis paling banyak diterima. Dimana endotel yang intak berfungsi sebagai barier
yang bersifat permeabel dan mempunyai sifat thromboresistant sehingga akan menjamin
aliran darah koroner berjalan lancar. Bebrapa faktor seperti hiperkolesterolemia,
meningkatnya shear stress, merokok, hipertensi, diabetes, toxin, imunologis, virus,
bahan bersifat oksidan dapat merusak dinding endotel (endotelial injury) sehingga terjadi
gangguan fungsi (endothelial dysfunction). Dengan terganggunya fungsi endotel maka
fungsi barrier serta sifat tromboresistant terganggu dan memudahkan masuknya
lipoprotein (LDL teroksidasi) maupun makrofag ke dinding arteri. Interaksi antara
endotelial injury dengan platelet, monosit, dan jaringan ikat terutama kolagen
menyebabkan terjadi penempelan platelet (platelet adherence) dan agregasi trmbosit
(platelet aggregation). Dengan adanya kontak antara aliran darah dengan lapisan
dibawah endotel akan merangsang terjadinya proliferasi dan migrasi dari sel otot polos
yang dirangsang oleh pelepasan growth factors. Keadaan ini juga dipermudah karena
pada keadaan disfungsi endotel, produksi prostasiklin sebagai vasodilator dan thrombus
resistent menurun.
PENYAKIT GINJAL KRONIK
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam
darah). (2
Penyebab dari gagal ginjal kronik yaitu :
Glomerulonephritis kronik
Lupus glomerulonephritis
Obstruktif uropathy kronik
Hipertensi nephrosclerosis
Hipertensi essensial
Diabetes mellitus
Pyelonephritis kronik
Polycystic kidney disease
Analgesik nephropathy
Dan yang tidak diketahui

KRITERIA (2)
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)
1

Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan,


dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit
Tipe mayor ( contoh )
Penyakit
ginjal Diabetes tipe 1 dan 2
diabetes
Penyakit ginjal non Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi
diabetes
sistemik, obat, neoplasma)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah
besar, hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit
pada Rejeksi kronik
transplantasi
Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
ETIOLOGI (3)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus
tipe 1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga
menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung
serta pembuluh darah, saraf dan mata. Sedangkan hipertensi merupakan keadaan

dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang jika tidak terkontrol akan
menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal
kronik juga dapat menyebabkan hipertensi.
Kondisi lain yang dapat
menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain :
-

Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat menyebabkan


inflamasi dan kerusakan pada unit filtrasi ginjal. Merupakan penyakit
ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik
- Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%) menyebabkan
pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis
tubulus.
- Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si
ibu. Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran
balik urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada ginjal.
- Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
- Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran
glandula prostat pada pria danrefluks ureter.
- Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.
Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen (Motrin,
Advil) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati analgesik
sehingga berakibat pada kerusakan ginjal.
- Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri
renalis.
- Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa
setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron
yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran
setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas aksis
renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan hipoperfusi
ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. (2)
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : (5)
Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan produksi
eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit menimbulkan anemia
ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan kadar Hb dan diikuti dengan
penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu GGK dapat menyebabkan gangguan
mukosa lambung (gastripati uremikum) yang sering menyebabkan perdarahan saluran
cerna. Adanya toksik uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah
merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan toksik
uremik ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis
Sesak nafas
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus juxtaglomerulus

sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting enzyme,


angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II merangsang pelepasan
aldosteron dan ADH ssehingga menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel
meningkat (hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri gagal memompa
darah ke perifer LVH peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan tekanan vena
pulmonalis peningkatan tekanan di kapiler paru edema paru sesak nafas
-

Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan kemampuan
ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO 3)
dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik meliputi
penurunan eksresi amonia karena kehilangan sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat,
kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan
pH darah. Apabila penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis
metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual,
muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik adalah
pernapasan kussmaul yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon
dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis
Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan
penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus juxtaglomerulus sehingga
mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting enzyme,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi
kuat sehingga meningkatkan tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas oleh ginjal
sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam darah
(hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan pengendapan kristal
urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat membengkak, meradang dan nyeri
Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon peptida
natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal. Bila fungsi
ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah nefron, natriuresis akan
meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi air yang berlebihan akan
menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai
dengan gangguan saluran pencernaan berupa kram, diare dan muntah.
Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga fosfat banyak
yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung
deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang
terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit ( berturut-turut menyebabkan nyeri
sendi dan pruritus)
Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan hipokalsemia
merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga memobilisasi kalsium fosfat
dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu
membuat konsentrasi fosfat di dalam plasma tetap rendah dengan menghambat
reabsorbsinya diginjal. Jadi meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang,
produksinya di plasma tidak berlebihan dan konsentrasi Ca 2+ dapat meningkat. Namun
pada insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga
konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO 4 terpresipitasi
dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu, rangsangan untuk
pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan perangsangan yang terus-menerus
ini, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi bahkan semakin melepaskan lebih banyak
PTH. Kelaina yang berkaitan dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi
renal dan hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal dan

tulang, juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, sel darah dan gonad),
diduga PTH berperan dalam terjadinya berbagai kelainan di organ tersebut.
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan dalam menyebabkan
gangguan metabolisme mineral. Biasanya hormon ini merangsang absorpsi kalsium dan
fosfat di usus. Namun karena terjadi penurunan kalsitriol, maka menyebabkan
menurunnya absorpsi fosfat di usus, hal ini memperberat keadaan hipokalsemia
Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H + plasma meningkat, maka ion
hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel ginjal sehingga mengakibatkan
kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan konsentrasi ion H + dalam sel ginjal akan
menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan
berkurang sehingga menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini
berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga dapat
menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas
saluran cerna dan kelainan mental.
Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan ginjal pada
GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria glomerular berkaitan
dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme
menyebabkan
kenaikan
permeabilitas
glomerulus
dan
memicu
terjadinya
glomerulosklerosis. Sehingga molekul protein berukuran besar seperti albumin dan
immunoglobulin akan bebas melewati membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat
akan terjadi pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.
Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia pada GGK
adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi akumulasi
ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi ke aliran darah dan menyebabkan
toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus
ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia
mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan
neurologis, nafas seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis
uremik. Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi
dan menyebabkan koma uremikum.
GEJALA KLINIS
Gambaran klinis dari gagal ginjal kronik :
-

Umum
Cardiovaskular
Pulmo
GI tract
Neuro
Renal
Hemato
Kulit
Endokrin
Psikis

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

lemah, lesu, ngantuk, edema, pucat, sembab


hipertensi, payah jantung, nyeri dada
batuk, dyspnoe
mual, muntah, diare, hematemesis, melena
nyeri kepala, parasthesia, restless legs
oliguria, poliuria, hematuria
anemia, hemorrhage
pruritus
KGD , glukosuria
Psikose

Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama
kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada
stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti :
Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik
Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi
menurun, insomnia, gelisah
Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema

Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria


Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30
% mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang
dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan
gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas,
maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo
atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium
gagal ginjal. (2)

a
b
c
d

a
b
c
d
e

2
3
o

GAMBARAN LABORATORIUM(2)
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG
Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria
GAMBARAN RADIOLOGIS(2)
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan
Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
PENATALAKSANAAN(2)
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan
LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit
dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah :
Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di pecah menjadi
urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama dieksresikan melalui ginjal selain itu
makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion
anorganik lainnya juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada penderita gagal ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi

nitrogen dan ion anorganik lainnya dan mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan
asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan
fosfat selalu berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah terjadinya
hiperfosfatemia
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit
Asupan protein g/kg/hari
Fosfat g/kg/hari
>60
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
25 60
0,6 0,8/kg/hari, termasuk > 0,35 < 10 g
gr/kg/hr nilai biologi tinggi
5 -25
0,6 0,8/kg/hari, termasuk > 0,35 < 10 g
gr/kg/hr protein nilai biologi
tinggi atau tambahan 0,3 g asam
amino esensial atau asam keton
<60(sind.nefro 0,8/kg/hari (+1 gr protein/ < 9 g
tik)
g proteinuria atau 0,3 g/kg
tambahan asam amino
esensial atau asam keton
Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi (ACE
inhibitor) disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat
penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus
4 Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian dislipidemia,
pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan
dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5 Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
- Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g% atau hematokrit <
30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi serum/serum iron, kapasitas ikat
besi total/ total iron binding capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan
morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11 12 g/dl.
- Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i
Mengatasi hiperfosfatemia
Pembatasan asupan fosfat 600 800 mg/hari
Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium hidroksida, garam
magnesium. Diberikan secara oral untuk menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari
makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan
calcium acetate
Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta reseptor Ca pada kelenjar
paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida.
ii
Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan kadar hormon
paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun
di saluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam calcium carbonate di
jaringan yang disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan
penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.
iii
Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema dan kompikasi
kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air yang masuk dianjurkan 500 800 ml
ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan
natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan
aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat obat yang mengandung
kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar
kalium darah dianjurkan 3,5 5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk
o

mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan,


disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terjadi.
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15 ml/mnt. Berupa
hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
1. PYELONEPHRITIS
Infeksi dan peradangan jaringan ginjal dan renal pelvis (ruang yang terbentuk dari
perluasan ujung atas ureter tubulus yang menyalurkan urin ke kandung kemih). Infeksi
ini biasanya disebabkan karena bakteri. Kelainan ginjal yang paling sering terjadi,
pyelonephritis dapat menjadi kronis dan akut.
Pyelonephritis yang sudah akut biasanya menyerang satu daerah pada ginjal, dan tidak
menyerang bagian yang lain. Pada banyak kasus, pyelonephritis dapat berkembang
tanpa adanya penyebab yang jelas. Gangguan pada aliran darah atau urin, dapat
membuat ginjal lebih mudah terserang infeksi, dan penumpukan kotoran pada ujung
urethra juga diperkirakan meningkatkan kasus penyakit pada bayi (urethra merupakan
saluran urin dari kandung kemih keluar). Wanita dapat mengalami cedera saluran
kencing pada saat berhubungan atau kehamilan, dan kateterisasi (pengeluaran urin
secara mekanik) dapat menyebabkan infeksi.
2. Glomerulonephritis
Glomerulonephritis, penyakit ginjal lain yang sering terjadi, ditandai dengan peradangan
sebagian glomeruli ginjal. Kondisi ini dapat terjadi ketika sistem imun tubuh lumpuh.
Antibodi dan zat-zat lainnya membentuk partikel dalam aliran darah yang terjebak dalam
glomeruli. Hal ini menyebabkan peradangan dan membuat glomeruli tidak dapat bekerja
dengan baik. Gejala dari penyakit ini bisa termasuk darah dalam urin, pembengkakan
jaringan tubuh, dan adanya protein dalam urin, dalam hasil tes laboratorium.
Glomerulonephritis bisa sembuh sendiri tanpa pengobatan. Jika pengobatan diperlukan,
dapat dilakukan diet khusus, obat-obatan pencegah kekebalan (immunosuppressant),
atau plasmapheresis (pemisahan plasma dari darah), suatu prosedur untuk membuang
bagian darah yang mengandung antibodi.
Glomerulonephritis merupakan kelainan yang dikenal dengan nephritis, atau penyakit
Bright. Bagian utama yang terserang penyakit ini adalah pembuluh darah dalam
bongkah
glumerular.
Imbuhan
-itis
menandakan
luka
peradangan,
dan
glomerulonephritis memang berhubungan dengan infeksi, dalam arti kata sempit,
penyakit ini menyerang setelah adanya infeksi bakteri streptococcal dan kemudian
semakin berat karena berbagai macam infeksi lainnya. Namun demikian, terdapat bukti
yang meyakinkan bahwa glomerulonephritis bukan merupakan penyakit yang
menyerang ginjal secara langsung karena satu penyebab infeksi. Penyakit ini lebih
kepada kelainan sistem kekebalan tubuh, dimana pembentukan antibodi sebagai respon
dari adanya protein asing (antigen) ditempat lain dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya antigen-antibodi kompleks yang tersangkut dalam bongkah glomerular
atau pada sedikit kasus, antigen ini menumpuk pada dinding kapiler glomerular. Pada
tiap kasus, antibodi atau antigen-antibodi kompleks mencapai ginjal melalui sirkulasi,
dan mekanisme ini disebut sebagai penyakit sirkulasi kompleks.
3. Batu Ginjal
Disebut juga Renal Calculus, plural Renal Calculi, terkumpulnya mineral dan benda
organik yang terbentuk dalam ginjal. Ada batu yang menjadi demikian besar yang
melumpuhkan fungsi ginjal. Urin mengandung banyak garam dalam bentuk larutan dan
jika konsentrasi garam mineral menjadi berlebih, kelebihan garam ini mengendap
menjadi partikel padat disebut batu ginjal. Batu ginjal diklasifikasikan sebagai primer jika

batu tersebut terbentuk tanpa ada sebab yang jelas seperti infeksi atau penyumbatan.
Diklasifikasikan sekunder jika berkembang setelah adanya infeksi ginjal atau kelainan.
Beberapa keadaan memperbesar peluang terbentuknya batu ginjal. Baik itu
berkurangnya volume cairan atau bertumpuknya mineral cukup membuat terganggunya
keseimbangan yang sempurna antara cairan dan larutan yang ada dalam ginjal. Ketika
batu mulai berkembang, biasanya ia akan terus tumbuh. Sebuah nukleus dari endapan
garam urin bisa merupakan kumpulan bakteri, jaringan yang rusak, sel mati, atau keping
darah kecil. Mineral menarik partikel dari luar dan membungkusnya. Pada saat batu
bertambah besar, bagian permukaan dapat menjadi tempat bagi mineral lain dan
kemudian bertambah besar.
Batu ginjal yang lebih kecil dapat keluar dari badan dengan sendirinya meski akan
menimbulkan rasa sakit. Batu yang lebih besar memerlukan pembedahan, atau dapat
dipecah menjadi bagian-bagian kecil dengan gelombang suara dalam prosedur yang
disebut ultrasonic lithotripsy.
4. Gagal Ginjal
Disebut juga Renal Failure, hilangnya sebagian atau keseluruhan fungsi ginjal. Gagal
ginjal digolongkan menjadi akut (ketika serangannya tiba-tiba) atau kronis. Gagal ginjal
akut berakibat pada berkurangnya volume urin, kadar zat-zat bernitrogen, potasium,
sulfat, dan fosfat diatas normal dalam darah, dan rendahnya kadar sodium, kalsium, dan
karbon dioksida darah yang juga jauh dibawah normal. Biasanya orang yang terkena ini
sembuh dalam enam minggu atau kurang.
Sebab dari gagal ginjal ini antara lain karena rusaknya tubulus didalam ginjal oleh obatobatan atau larutan organik seperti karbon tetraklorida, aseton, dan etilen glikol,
bersinggungan dengan senyawa logam seperti merkuri, timah, dan uranium. Gagal ginjal
dapat pula disebabkan karena cidera fisik atau operasi besar yang membuat kehilangan
banyak darah atau juga akibat penyakit yang merusak korteks (bagian luar) dari ginjal.
Penyebab lainnya adalah infeksi bakteri berat, diabetes yang merusak medula (bagian
dalam) ginjal, dan karena kelebihan garam kalsium dalam ginjal.
Tersumbatnya arteri ginjal, penyakit liver, dan tersumbatnya saluran kencing dapat
mengakibatkan gagal ginjal akut; pada situasi yang jarang terjadi, gagal ginjal dapat
terjadi tanpa gejala awal. Komplikasi yang timbul dari gagal ginjal termasuk gagal
jantung, paru-paru berair, dan bertumbuknya potasium dalam tubuh.
Gagal ginjal kronis biasanya merupakan akibat dari penyakit yang sudah lama diidap
oleh ginjal. Pada gagal ginjal kronis darah menjadi lebih asam dibandingkan biasanya
dan dapat terjadi hilangnya kalsium dalam tulang. Kerusakan saraf dapat pula terjadi

Anda mungkin juga menyukai