Anda di halaman 1dari 3

PATOFISIOLOGI

Perdarahan subdural terjadi karena adanya bridging veins, karena tarikan ketika terjadi
pergeseran rotatorik pada otak. Perdarahn subdural paling terjadi pada permukaan lateral dan
atas hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi bridging veins .
Karena perdarahan subdural paling swring disebabkan oleh perdarah vena, maka darah yang
terkumpul hanya 100 sampai 200 cc saja. Perdarahan vena biasanya berhenti karena
temponade hematom sendiri. Setelah 5 sampai 7 hari hematom mulai mengadakan
reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10 sampai 20 hari. Darah yang diserap
meninggalkan jaringan yang kaya akan pembuluh darah. Disitu bisa timbul lagi perdarahanperdarahan kecil , yang menimbulkan hiperosmolaritas hematom subdural dan dengan
demikian bisa terulang lagi timbulnya perdarahan kecil dan pembentukan suatu kantong
subdural yang pernuh dengan cairan dan sisa darah (higroma). 1
FAKTOR RESIKO
Pada hematoma subdural, kumpulan darah terdapat di ruangan yang normalnya hanya
imajiner diantara duramater dan arachnoid mater. Penyebabnya biasanya adalah trauma. 2
TANDA KLINIS
Keluhan bisa langsung timbul setelah hematom subdural terjadi atau jauh setelah menginap
cedera kepala.

Masa tanpa keluhan itu disebut dinamakan latent interval dan bisa

berlangsung berminggu-minggu , berbulan-bulan bahkan adakalanya juga bisa lebih dari dua
tahun. Namun, bukan berarti masa latent interval penderita tidak mengalami keluhan.
Sebenarnya dalam latent interval kebanyakan penderita hematoma subdural mengeluh
tentang kepala atau pening, seperti umumnya penderita kontusio serebri juga mengeluh
setelah menderita trauma kapitis. Tetapi apabila di samping itu timbul gejala yang
mencerminkan adanya proses desak ruang intracranial , baru pada saat itulah terhitung mulai
tibanya manifestasi hematoma subdural . Gejala-gelaja tersebut dapat berupa kesaradan yang
makin menurun, organic brain syndrom, hemiparesis ringan, hemihipestesia, adakalanya
epilepsi fokal dengan adanya tanda-tanda papiledema. 1
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang terjadi pada saat
benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume PSD. Penderita penderita dengan
trauma berat dapat menderita kerusakan parenkim otak difus yang membuat mereka tidak
sadar dengan tanda -tanda gangguan batang otak. Penderita penderita dengan PSD yang

lebih ringan akan sadar kembali pada derajat derajat kesadaran tertentu sesuai dengan
beratnya benturan trauma pada saat terjadi kecelakaan ( initial impact) . Keadaan keadan
berikutnya akan ditentukan oleh kecepatan pertambahan hematoma dan penanggulangannya.
Pada penderita penderita dengan benturan trauma yang ringan tidak akan kehilangan
kesadaran pada waktu terjadinya trauma. PSD dan lesi massa intrakranial lainnya yang dapat
membesar hendaklah dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma.
Gejala-gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh massa hematoma.
Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala gejala klinik yang paling sering
ditemukan. Lesi pasca trauma baik hematoma atau lesi parenkim otak biasanya terletak
ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan kontralateral terhadap defisit motorik. Akan tetapi
gambaran pupil dan gambaran motorik tidak merupakan indikator yang mutlak bagi
menentukan letak hematoma. Gejala gejala motorik mungkin tidak sesuai bila kerusakan
parenkim otak terletak kontralateral terhadap PSD atau karena terjadi kompresi pedunkulus
serebral yang kontralateral pada tepi bebas tentorium. Trauma langsung pada saraf
okulomotor atau batang otak pada saat terjadi trauma menyebabkan dilatasi pupil
kontralateral terhadap trauma. Perubahan diamater pupil lebih dipercaya sebagai indikator
letak PSD. 3
DIAGNOSA KLINIS

DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjoho Mahar, Sidharta Priguna. 2012. Neuologi Klinis Dasar. Dian Rakyat :
Jakarta
2. Baehr M, Frotscher M. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Penerbit Buku
Kedokteran : Jakarta
3. Gofar Sastrodiningrat Abdul. 2006. Memahami Fakta-Fakta Pada Perdarahan

Subdural Akut. Majalah Kedokteran Nusantara Vol 39 No 3 : Medan

Anda mungkin juga menyukai