Anda di halaman 1dari 14

MANUSIA, ETIKA, MORAL, AGAMA DAN HUKUM

ETIKA DAN PROFESI


MAKALAH
Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Etika Profesi Hukum

Dosen Pengampu:
Suprapto, SH., MH., M.Psi.
Nama Kelompok:
1
2
3
4
5
6

Abdul Majid
Ahmad Khoiruddin
Moh Lathif Muzakki
Rofiatul Adafiyah
Darul Hikmah
Ivvany Ningtyas Seily R.

C03212001
C03212005
C03212020
C03212026
C03212037
C03212044

PROGRAM STUDI SIYASAH JINAYAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika yang dipegang teguh seseorang bukan hanya ikut menentukan
pribadi sesorang, tetapi juga dalam bermasyarakat dan berbangsa. Etika
mempunyai keterkaitan dengan hukum, keduanya dapat bertemu pada
jalan yang sama yaitu mengatur kehidupan manusia dibidangnya.
Mengingat manusia tidak terlepas dengan etika, maka manusia juga
harus mengetahui bagaimana cara berbicara dan bersikap kepada orang,
dalam hal ini etika sangat berpengaruh terhadap profesi seseorang, oleh
karena itu dalam menjalankan suatu profesi seseorang memerlukan
pendidikan

etika

agar

dalam

menjalankan

profesinya

ia

dapat

berkomunikasi dan bersikap dengan baik terhadap pasien atau kliennya.


Tanpa adanya etika maka suatu profesi akan tidak dihargai oleh orang
lain, karena suatu etika dapat mengantarkan suatu profesi pada kesuksesan
profesi itu sendiri.
Dari paparan latar belakang diatas, maka kelompok kami akan
menguraikan definisi dan hubungan etika, hukum serta profesi hukum,
agar masyarakat dapat mengetahui bagaimana cara ber etika dalam
profesinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari Manusia, Etika, Agama dan Hukum ?
2. Bagaimana hubungan antara Etika dan Profesi Hukum ?
3. Dimanakah titik temu antara Etika dan Hukum ?

BAB II
1

PEMBAHASAN

1.1 Definisi Manusia, Etika , Moral, Agama dan Hukum


a. Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata manu
(Sansekerta), mens

(Latin), yang berarti berpikir, berakal

budi/makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk


lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep/sebuah
fakta, sebuah gagasan/realitas, sebuah kelmpok (genus ) atau
seorang individu.
Manusia sebagai subjek dalam kehidupan memiliki
peranan penting dalam adanya peradaban di muka bumi ini.
Sebagai yang menjalankan, membuat, dan melestarikan peradabanperadaban yang ada di muka bumi ini. Menurut Sokrates, Manusia
adalah makhluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku
datar dan lebar.
Menurut Nicolaus dan Sudiarja, Manusia itu bhineka
tetapi tunggal. Bhineka karena terdiri dari jasmani dan rohani akan
tetapi satu karena jasmani dan rohani terdapat dalam satu jasad.
Omar Muhammad menyatakan bahwa manusia adalah makhluk
yang paling mulia karena dapat berpikir. Manusia itu memiliki 3
dimensi yaitu badan, akal dan ruh.1
b. Etika
WJS. Poerwadarminta dalam Kamus umum Bahasa
Indonesia mengemukakan bahwa pengertian etika adalah: Ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak.2Dr. James J. Spillane SJ.
mengungkapkan bahwa etika atau ethics memperhatikan atau
mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan
1 Sumjati, Manusia dan Dinamika Budaya, (Yogyakarta:Kanisus,2001), 10.
2 WJS. Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1986),
278.

keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan


pengguna akal budi individual dengan objektivitas untuk
menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku
seseorang terhadap orang lain.3
Etika (akhlak) berujung pada masalah prilaku. Ketika
seseorang melakukan suatu aktivitas atau menunjukkan sikap,
maka hal ini bisa langsung dinilai cermin etika yang diberlkukan
kepadannya.
Menurut Imam Ghazali, akhlak (etika) adalah keadaan
yang bersifat batin dimana dari sana lahir perbuatan dengan mudah
tanpa dipikir dan tanpa resikonya.
Dari definisi itu maka dapat dipahami bahwa istilah akhlak
adalah netral, artinya ada akhlak yang terpuji dan ada akhlak yang
tercela. Ketika berbicara tentang nilai baik buruk maka muncullah
persoalan tentang konsep baik buruk. Dari sinilah kemudian terjadi
perbedaan konsep antara akhlak dengan etika.
c. Moral
Secara bahasa, moral berasal dari kata mores (Latin) yang
berarti adat kebiasaan. Secara istilah, ia bermakna sebagai batasan
terhadap aktivitas manusia dengan memberi nilai baik atau buruk,
benar atau salah. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, istilah moral
artinya adalah susila. Moral adalah ide-ide umum tentang tindakan
manusia berkaitan dengan mana perbuatan yang layak, wajar dan
baik sesuai dengan adat kebiasaan dan kultur yang berlaku.
Hal-hal yang terkait dengan kesadaran moral adalah sebagai
berikut :4
Perasaan wajib (keharusan) melakukan perbuatan yang
bermoral yang mana perasaan tersebut terdapat dalam hati
nurani.

3 Budi Santoso, Nilai-nilai Etis dan Kekuasaan Utopis, (Yogyakarta: Kanisus,1992), 42.
4 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, (Surabaya:IAIN
Press,2012), 62.

Berwujud rasional, objektif, perbuatan yang secara umum


dapat diterima oleh masyarakat luasdan berlaku secara
universal.
Muncul dalam bentuk kebebasan, yaitu bebas menaatinya

atau sebaliknya, karena berkaitan dengan hati nurani.


Dengan kata lain, moral mengacu pada sebuah nilai atau
sistem

hidup

yang

diberlakukan

oleh

masyarakat

untuk

memberikan harapan kebahagiaan dan ketentraman. Nilai tersebut


berkaitan dengan perasaan wajib, rasional dan berlaku secara
umum tanpa dorongan atau paksaan eksternal individual sehingga
muncul

kesadaran

moral

secara

tulus.

Namun,

sebagai

pengembangan dari nilai-nilai moral ini, muncullah keilmuan


dalam aspek disiplin filsafat yang populer dengan istilah filsafat
moral.
d. Agama dan Hukum
Pengertian Agama Menurut para Ahli | Agama berasal dari
kata

berasal

dari

bahasaSansekerta, yaitu

dari

kata yang

artinya tidak dan kata gama yang artinya kacau. Jadi, agama
artinya tidak kacau. Agama dilihat sebagai kepercayaan dan pola
perilaku yang dimiliki oleh manusia untuk menangani masalah.
Agama adalah suatu sistem yang dipadukan mengenai kepercayaan
dan praktik suci. Agama adalah pegangan atau pedoman untuk
mencapai hidup kekal. Agama adalah konsep hubungan dengan
Tuhan. Tidak mudah untuk menguraikan pengertian agama, dalam
kenyataannya para ahli dalam halpengertian agama berselisih
pendapat tentang defenisi agama, tak terkecuali ahli sosiologi dan
antropologi.

Agama

kemampuan

organisme

Menurut
manusia

Luckmann,
untuk

agama

adalah

mengangkat

alam

biologisnya melalui pembentukan alam-alam makna yang objektif,


memiliki daya ikat moral dan serba meliputi.5
5 Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan,(Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2008), 34.

Beberapa ahli seperti Aristoteles, Grotius, Hobbes, Philip S.


James, dan Van Vollenhoven memberikan definisi hukum yang
berbeda-beda. Misalnya menurut Immanuel Kant bahwa hukum
adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas
dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang
kemerdekaan. Menurut Ultrecht, hukum adalah peraturan yang
berisi perintah dan larangan yang mengatur masyarakat, sehingga
harus dipatuhi. Menurut Kansil, hukum adalah peraturan hidup
yang bersifat memaksa.6
e. profesi
Suatu profesi dapat didefinisikan secara singkat sebagai
jabatan seseorang kalau profesi tersebut tidak bersifat komersial,
mekanis, pertanian dan sebagainya.
Muhammad Imaduddin Abdulrahim dalam tulisannya
mengemukakan bahwa profesionalisme biasanya dipahami sebagai
suatu kualitas, yang wajib dipunyai setiap eksekutif yang baik. Di
dalamnya terkandung beberapa ciri. pertama, punya keterampilan
tinggi dalam suatu bidang, serta kemahiran dalam mempergunakan
peralatan tertentu yang dipergunakan dalam pelaksanaan tugas
yang bersangkutan dengan bidang tadi. Kedua, punya ilmu dan
pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisa suatu masalah,
dan peka di dalam membaca situasi, cepat dan tepat serta cermat
dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan. Ketiga,
punya sikap orientasi ke depan, sehingga punya kemampuan
mengantisipasi

perkembangan

lingkungan

yang

terbentang

dihadapannya. Keempat, punya sikap mandiri berdasarkan


keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan

6 C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (BalaiPustaka:
Jakarta, 1989), 18.

menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih


yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.7
1.2 Hubungan Etika dan Profesi Hukum
Etika dimulai oleh Aristoteles, hal ini dapat dibuktikan dengan
bukunya yang berjudul Ethika Nichomacheia dalam buku ini
menguraikan bagaimana tata pergaulan, dan penghargaan seorang
manusia kepada manusia lainnya, yang tidak didasarkan kepada egoisme
atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan atas hal-hal yang
bersifat altruistis, yaitu memperhatikan orang lain. Demikian juga halnya
kehidupan bermasyarakat, untuk hal ini Aristoteles mengistilahkannya
dengan manusia itu zoon politicon.
pengembangan profesi hukum haruslah memiliki keahlian yang
berkeilmuan, khususnya dalam bidang itu, oleh karena itu setiap
profesional harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga
masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang hukum untuk itu
tentunya memerlukan keahlian yang berkeilmuan. Pengembangan profesi
seseorang tergantung sepenuhnya kepada orang yang bersangkutan
tentang apa diperbuatnya untuk mengembangkan profesinya tersebut.
Secara pribadi ia mempunyai tanggung jawab penuh atas mutu pelayanan
profesinya.
Seorang profesi hukum haruslah orang yang dapat dipercaya
secara penuh, bahwa ia (profesional ukum) tidak akan menyalah
gunmakan situasi yang ada. Pengembangan profesi itu haruslah
dilakukan secara bermartabat, dan ia harus mengerahkan segala
kemampuan pengetahuan dan keahlian yang ada padanya, sebab tugas
profesi hukum adalah merupakan tugas kemasyarakatan yang langsung
berhubungan dengan nilai-nilai dasar yang merupakan perwujudan
martabat manusia, dan oleh karena itu pulalah pelayanan profesi hukum
memerlukan pengawasan dari masyarakat. Namun lazimnya pihak
masyarakat tidak mempunyai kompetensi teknik untuk mengukur dan
mengawasi para profesional hukum.
7 Suharwadi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafindo, 2014), 10.

Hubungan etika dan profesi hukum, bahwa etika profesi adalah


sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan
pelayanan profesional dibidang hukum terhadap masyarakat dengan
keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka
melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat dengan
keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka
melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang
membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama,
dan oleh karena itulah di dalam melaksanakan profesi terdapat kaidahkaidah pokok berupa etika profesi yaitu sebagai berikut :8
1. Profesi harus dipandang (dan dihayati) sebagai suatu pelayanan
karena itu, maka sifat tanpa pamrih menjadi ciri khas dalam
pengembangkan profesi. Yang dimaksud dengan tanpa pamrih
disini adalah bahwa pertimbangan yang menentukan dalam
pengambilan keputusan adalah kepentingan pasien atau klien dan
kepentingan

umum,

dan

bukan

kepentingan

sendiri

(pengembangan profesi). Jika sifat tanpa pamrih itu diabaikan,


maka pengembangan profesi akan mengarah pada pemanfaatan
(yang dapat menjurus kepada penyalah gunaan) sesama manusia
yang sedang mengalami kesulitan atau kesusahan.
2. Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pasien
atau klien mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur
sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan.
3. Pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat
sebagai keseluruhan.
4. Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat
sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengemban
profesi, maka pengemban profesi harus bersemangat solidaritas
antar sesama rekan seprofesi.
Dari uraian diatas terlihat betapa eratnya hubungan antara etika
dengan profesi hukum, sebab dengan etika inilah para profesional hukum
8 Kieser, Etika Profesi, (Majalah Basis N0: XXXV, 1986 ), 170-171.

dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik untuk menciptakan


penghormatan terhadap martabat manusia yang pada akhirnya akan
melahirkan keadilan ditengah-tengah masyarakat.
1.3 Titik Temu Etika dengan Hukum
Etika dengan Hukum keduanya memiliki kesamaan substansial dan
orientasi terhadap kepentingan dan tata kehidupan manusia.
Etika menekankan pembicaraannya pada konstitusi soal baik buruk
prilaku manusia. Perbuatan manusia dapat disebut baik, arif dan bijak
bilamana ada ketentuan secara normatif yang merumuskan bahwa hal itu
bertentangan dengan etika. Begitupun, seseorang dapat disebut melanggar
etika

bilamana

sebelumnya

dalam

menyebutkan demikian itu.


Sementara keterkaitannya

kaidah-kaidan

dengan

hukum,

etika

memang

Paul

Scholten

menyebutkan, baik hukum maupun moral (etika) kedua-duanya mengatur


perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia. Kedua-duanya sama, yaitu
mengatur perbuatan-perbuatan kita, yakni ada aturan yang mengharuskan
untuk diikuti, sedangkan di sisi lain ada aturan yang mengharuskan untuk
diikuti, sedangkan di sisi lain ada aturan yang melarang seseorang
menjalankan suatu kegiatan, misalnya yang merugikan dan melarang hakhak orang lain. Pendapat Scholten tersebut menunjukkan bahwa titik temu
antara etika dengan hukum terletak pada muatan substansinya yang
mengatur tentang prilaku-prilaku manusia. Apa yang dilakukan oleh
manusia selalu mendapatkan koreksi dari ketentuan-ketentuan hukum dan
etika yang menentukan. Ada keharusan, perintah dan larangan, serta
sanksi-sanksi.9

9 Abdul Wahid dan Muhibbin, Etika Profesi Hukum, (Malang:Bayu Publishing, 2009),
48-49.

BAB III
CONTOH KASUS

2.1 Pilih Main Tenis Daripada Sidang, Ketua Pengadilan dan 3 Hakim Dihukum
MA.10
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman disiplin
kepada 45 hakim se-Indonesia kurun Januari-Maret 2014. Empat di antaranya
dihukum karena lebih memilih main tenis daripada bersidang. Hal ini seperti
10 http://news.detik.com/read/2014/04/04/152334/2545767/10/pilihmain-tenis-daripada-sidang-ketua-pengadilan-dan-3-hakim-dihukumma

dilansir Badan Pengawas MA di websitenya, Jumat (4/4/2014). Empat di


antara 45 nama itu ada 3 hakim dan 1 ketua pengadilan yang diberikan sanksi
kode etik berupa teguran lisan."Menjatuhkan hukuman kepada hakim Strm,
Ketua Pengadilan Agama (PA) Pl berupa hukuman disipin sedang berupa
dimutasikan ke pengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah," putus
Kepala Badan Pengawas MA, Sunarto. Kode etik yang dilanggar yaitu Pasal
12 Kode Etik dan Perilaku Hakim. Yaitu 'Hakim harus berperilaku disiplin
bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang diyakini
sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan
masyarakat pencari keadilan'. "Namun oleh karena pelanggaran yang
dilaporkan Terlapor bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk
kepentingan PTWP (Pertandingan Tenis Warga Pengadilan) Ketua PA Cup ke
IV maka kami berpendapat lebih tepat terlapor dimutasikan ke pengadilan
agama yang kelasnya sama dengan jabatan yang sama," sambung Sunarto.
Selain menghukum hakim Pl, MA juga menghukum 3 hakim pengadilan
negeri di kabupaten yang sama dengan kasus yang sama yaitu hakim Rml F
Tmbln, AFS Dwtr dan R Ys Hrty. Masuk dalam daftar sanksi tersebut hakim
yang diadili di Majelis Kehormatan Hakim (MKH) kurun waktu JanuariMaret 2014 lalu.
2.2 Hubungan Etika Profesi Hukum dengan Norma Hukum.
Dalam kasus di atas dapat dilihat bahwa banyak hakim di Indonesia
yang memilih bermain tenis dari pada melakukan sidang, dan itu jelas
melanggar etika yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang hakim yang
sedang menangani kasus. Juga yang telah dibahas bersama, misal hakim
dengan pengacara tidak boleh saling bertemu atau sekedar minum kopi
bersama atau main golf bersama. Di sini diartikan sebagai hakim menjaga
etika, dan apabila hakim melakukan hal-hal tersebut di sini hakim dianggap
melanggar etika. Dalam hal ini hakim di tuntut untuk menjaga etika karena
tidak dipungkiri pertemuan antara pengacara yang hanya sekedar minum kopi
atau bermain golf bisa mempengaruhi keputusan hakim pada sidang yang
ditanganinya.

10

Secara umum, hukum mengukur kegiatan-kegiatan etika yang kebetulan


selaras dengan aturan hukum. Jika pelanggaran etika sudah mengarah kepada
pelanggaran hukum, seperti misalnya korupsi, kolusi, dan nepotisme, maka
hukumlah yang akan berbicara. Etika, moral dan hukum saling berhubungan
yaitu bahwa pelanggaran etika dan moral bisa saja menyentuh wilayah hukum
dan akan mendapatkan sanksi hukum. Namun pada kondisi lain, bisa saja
pelanggaran etika hanya mendapat sanksi sosial dari masyarakat karena
pelanggaran tersebut tidak menyentuh wilayah hukum positif yang berlaku

BAB IV
KESIMPULAN
1. Secara bahasa manusia berasal dari kata manu (Sansekerta), mens
(Latin), yang berarti berpikir, berakal budi/makhluk yang berakal budi
(mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat
diartikan sebuah konsep/sebuah fakta, sebuah gagasan/realitas, sebuah
kelmpok (genus ) atau seorang individu.
2. Hubungan etika dan profesi hukum, bahwa etika profesi adalah sebagai
sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan
profesional dibidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan
penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan
tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat dengan keterlibatan
penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan
tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan
pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama.
11

3. Etika menekankan pembicaraannya pada konstitusi soal baik buruk


prilaku manusia. Perbuatan manusia dapat disebut baik, arif dan bijak
bilamana ada ketentuan secara normatif yang merumuskan bahwa hal itu
bertentangan dengan etika. Begitupun, seseorang dapat disebut
melanggar etika bilamana sebelumnya dalam kaidah-kaidan etika
memang menyebutkan demikian itu.

DAFTAR PUSTAKA

K. Lubis Suharwadi, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafindo, 2014.


Kansil, C.S.T. Drs. SH, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
BalaiPustaka, Jakarta 1989.
Kieser, Etika Profesi, Majalah Basis N0: XXXV, 1986.
Madjid, Nurcholish, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Bandung: PT
Mizan Pustaka, 2008.
Poerwadarminta.WJS,Kamus

Umum

Bahasa

Indonesia,Jakarta:Balai

Pustaka,1986.
Santoso Budi, Nilai-nilai Etis dan Kekuasaan Utopis, Yogyakarta:
Kanisus,1992.
Sumjati, Manusia dan Dinamika Budaya, Yogyakarta:Kanisus,2001.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf,
Surabaya:IAIN Press,2012.
Wahid Abdul dan Muhibbin, Etika Profesi Hukum, Malang:Bayu Publishing,
2009.

12

http://news.detik.com/read/2014/04/04/152334/2545767/10/pilih-main-tenisdaripada-sidang-ketua-pengadilan-dan-3-hakim-dihukum-ma.
pada 25 Desember 2015.

13

diakses

Anda mungkin juga menyukai