Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................
i
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
1
1.1........................................................................................................................ Latar
Belakang........................................................................................................
1
1.2........................................................................................................................ Rumusan
masalah..........................................................................................................
1
1.3........................................................................................................................ Tujuan
Pembelajaran.................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................
3
2.1 Laparaskopi..................................................................................................
3
2.1.1 Tujuan Laparaskopi ............................................................................
4
.........................................................................................................................................
2.1.2 Masalah Klinis....................................................................................
4
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Diagnostik....................................
4
2.1.4 Keuntungan Bedah Laparaskopi.........................................................
4
2.1.5 Jenis Operasi yang Dapat Dilakukan dengan Bedah
Laparaskopi........................................................................................
4
2.1.6 Kapankah Pasien Pulang.....................................................................
5
2.1.7 Kapankah Bedah Laparaskopi Tidak Boleh Dilakukan......................
5
2.1.8 LAPAROSKOPI MEMINIMKAN SAYATAN...................................
5
2.1.9 PENGGUNAAN LAPAROSKOPI PADA KISTA
OVARIUM..........................................................................................
6
2.1.10 PENANGANAN KISTA OVARIUM DENGAN
LAPAROSKOPI.................................................................................
6
2.2 Amnioscopy..................................................................................................
6
2.2.1 Tujuan Amnioscopy............................................................................
7
2.2.2Masalah Klinis.....................................................................................
7
2.2.3Amnioscopy untuk ibu hamil...............................................................
7
2.3 Biopsi jaringan..............................................................................................
7
2.3.1 Tujuan biopsi.......................................................................................
8
2.3.2 Masalah Klinis....................................................................................
8
2.3.4 Syarat Biopsi.......................................................................................
8
2.3.5 Kontra indikasi operasi.......................................................................
8
2.3.6 Jenis Biopsi.........................................................................................
9
2.3.7 Persiapan Biopsi.................................................................................. 10
2.3.8 Selama Pemeriksaan........................................................................... 10
.........................................................................................................................................
2.3.9 Setelah Pemeriksaan........................................................................... 10
.........................................................................................................................................
1

2.3.10 Lain-lain yang hendaknya diketahui.................................................

10

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pada dasarnya prinsip operasi laparotomi ginekologi konvensional digunakan pada
laparoskopi operatif. Disamping itu, operator laparoscopy harus berpengalaman dalam
melakukan operasi melakukan operasi laparoskopi diagnostic. Oleh karena itu mereka
sebelumnya harus telah mengenal dengan baik jaringan atau organ genitalia interna serta patologi
tertentu lewat pandangan laparoskop. Operator laparoskopi dituntut pula untuk terbiasa dan
terlatih menggunakan berbagai alat khusus yangt telah disebutkan diatas. Operator laparoskopi
juga dituntut agar terbiasa melakukan jahitan atau ikatan hemostasis pada jaringan dalam rongga
pelvis dengan endoloog dan endo-suture cara ikatan luar atau dalam.
Untuk melatih hal-hal tersebut, oleh semm telah dibuat suatu model yang disebut pelvictrainer. Dengan pelvic-trainer ini seseorang dapat melatih keterampilannya untuk melakukan halhal khusus tersebut diatas. Okuler laparoskop dapat dihubungkan dengan monitor, seperti ia
melakukan hal yang sesungguhnya pada pasien. Bahan jaringan yang digunakan, biasanya
plasenta segar dengan selaput amnionnya, yang dilekatkan didalam pelvic-trainer. Pada jaringan
plasenta dan selaput amnion tersebut dapat dilakukan berbagai tindakan seperti melakukan
tindakan yang sesungguhnya. Apabila hal-hal tersebut telah dikuasai dengan baik, maka ia telah
siap untuk melakukan operasi laparoscopy operatif yang sesungguhnya pada pasien.
Akhirnya, sewaktu akan melakasanakan operasi laparoskopyk perlu di pertimbangkan
benar-benar apakah akan menguntungkan penderita. Tindakan operasi laparoscopy juga masih
mempunyai keterbatasan. Mage dan kawa-kawan mengemukakan keberhasilan dalam
histerektomi hanya mencapai 75% sedangkan untuk miomektomi masih lebih kurang lagi dan
mereka mengemukakan masih diperlukannya alat-alat yang lebih canggih. Hanya dengan
mengandalkan penilaian ilmiah yang benar dan cermat dalam tatacara pemakaian operasi
laparoskopyk teknik tersebut akan menemui harapan yang lebih cerah.
1.2.Rumusan masalah
1.
Jelaskan apa yang dimagsud dengan sejarah perkembangan laparoskopi?
2.
Jelaskan apa yang dimagsud dengan indikasi dan kontra-indikasi laparoscopy
operatif?
3.
Jelaskan apa yang dimagsud dengan prosedur laparoscopy operatif?
4.
Jelaskan apa yang dimagsud dengan macam atau jenis laparoscopy operatif?
5.
Jelaskan apa yang dimagsud dengan anestesi pada laparoskopi operatif?
6.
Jelaskan apa yang dimagsud dengan robotic laparoskopi?

1.3.Tujuan Pembelajaran
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Mampu menjelaskan sejarah perkembangan laparoskopi?


Mampu menjelaskan gan indikasi dan kontra-indikasi laparoscopy operatif?
Mampu menjelaskan prosedur laparoscopy operatif?
Mampu menjelaskan macam atau jenis laparoscopy operatif?
Mampu menjelaskan anestesi pada laparoskopi operatif?
Mampu menjelaskan robotic laparoskopi?

BAB II
2

PEMBAHASAN
2.1 Laparaskopi
Laparoskopi adalah suatu tindakan bedah minimal yang umumnya ditujukan untuk
mengurangi resiko yang didapatkan pada operasi besar. Proses penyembuhan dengan laparoskopi
jauh lebih cepat dibandingkan dengan operasi besar.
Pada kasus kasus kandungan laparoskopi dilakukan dengan menggunakan teropong yang
dimasukkan kedalam luka sayatan kecil berukuran 0.5-1 cm di pusar dan bagian bawah perut.
Melalui akses ini dokter dapat memasukkan instrumen bedah yang ukurannya kecil tetapi dapat
melakukan hal yang sama bila tindakan ini dilakukan melalui bedah konvensional
Berbagai macam kondisi dapat dilakukan dengan cara pembedahan modern ini. Seperti kista
kandung telur, mioma uteri, pengangkatan rahim (histerektomi), pengangkatan usus buntu dan
kandung empedu. Keuntungan melakukan pembedahan dengan laparascopi jika dibandingkan
dengan pembedahan konvensional adalah:
Memperkecil Luka Operasi
Besarnya sayatan sedalam 5-10 mm
Mempersingkat lama perawatan di rumah sakit
Mengurangi rasa nyeri pasca operasi
Mengurangi perlengketan pasca operasi
Mengurasi resiko pendarahan
Mempercepat mobilitas pasien
Kemajuan teknologi telah membawa perkembangan berarti di dunia bedah. Laparaskopi
diperkenalkan di awal tahun 1990an dengan metode sayatan kecil sepanjang 2-3 cm menolong
pasien tidak perlu berlama-lama di rumah sakit dan menghabiskan banyak biaya.
Laparaskopi adalah tindakan bedah yang tidak membutuhkan sayatan lebar karena menggunakan
alat bantu kamera kecil yang dapat dimasukkan dalam rongga abdomen. Metode ini dikatakan
makin berkembang dengan didukung oleh peralatan canggih yang disebut Endo Alfa.
Alat ini merupakan yang pertama di Indonesia dan yang ketiga di Asia, selain Jepang dan
Hongkong. Endo Alfa dilengkapi dengan teknologi Narrow Brand Image (NBI) yang menangkap
keganjilan-keganjilan pada rongga yang diperiksa dalam warna yang lebih spesifik. Dengan
gambar yang lebih jelas, dokter dapat dengan tepat dan cepat mendeteksi keganasan kanker sejak
dini.
Laparaskopik dimulai dengan tindakan pre-operasi seperti biasanya. Bedanya, kalau dulu
pada saat bedah tangan dokter harus masuk untuk memeriksa benjolan atau indikasi kanker lain,
sekarang hal itu tidak perlu dilakukan lagi di awal. Dokter bedah cukup melakukan metode yang

tergolong bedah invasi minimal ini dengan empat lubang yang paling besar hanya berukuran 0.52cm dan kemudian memasukkan kamera untuk menemukan kanker.
Sekarang laparaskopik tidak hanya untuk perut saja. Bisa untuk ortopedi, keilmuan bedah
syaraf, keilmuan ginekolog, bedah torax, jantung, tumor paru, empedu, ujar Sigit dalam
presentasi sebelumnya. Menurut keterangan Sigit, banyak rumah sakit di daerah sudah bisa
melakukan Laparaskopi namun alat mutakhir Endo Alfa hanya ada satu, yaitu di Jakarta.
Dulu orang yang barusan dioperasi cenderung merasa minder bila ingin berenang.
Pasalnya, bekas luka sayatan bedah yang panjang di perut membuat penampilan perut tak sedap
dipandang. Namun, sekarang Anda bisa tersenyum. Dengan teknik bedah laparaskopi, bekas luka
sayatan operasi Anda hanya seperti bekas cacar
Teknik bedah invasif minimal ini mulai diperkenalkan pada 1992, yang selanjutnya
mengalami banyak perkembangan seiring dengan kemajuan teknologi. Dr Hermansyur
Kartowisastro, SpBKBD, memaparkan saat ini sayatan terkecil yang dilakukan adalah 0,2-2
sentimeter dibanding 2-3 cm sewaktu mulai diperkenalkan. Dengan metode sayatan kecil
tersebut mampu menolong pasien agar tidak perlu berlama-lama di rumah sakit. Juga tak
menghabiskan banyak biaya. Maka masa penyembuhan pasien lebih singkat.
Tindakan bedah laparaskopi dilakukan dengan membuat sayatan di bawah lipatan pusar
kemudian dimasukkan gas CO2. Pemberian gas ini untuk menggembungkan perut pasien agar
usus tertekan ke bawah dan menciptakan ruang di dalam perut untuk pembedahan.
Biaya prosedur laparaskopi memang lebih mahal ketimbang yang konvensional.
Pasalnya, teknologi dan alat-alat yang digunakan lebih canggih dan hanya sekali pakai.
2.1.1 Tujuan Laparaskopi
a. Untuk menvisualisasikan organ abdomen dan pelvis.
b. Untuk melakukan prosedur pembedahan di daerah abdomen dan pelvis.
2.1.2 Masalah Klinis
Temuan abnormal : Endometriosis, kista ovarium, tumor, abses, kehamilan aktopik, fibroit
uterus, nodul hati, sirosis, adhesi dalam daerah abdomen, PID.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Diagnostik
a. Adhesi yang berlebihan
b. Obesitas berat
2.1.4 Keuntungan Bedah Laparaskopi:
a. Rasa nyeri minimal karena luka operasi kecil dan tidak melukai otot.
b. Pemulihan dan penyembuhan lebih cepat sehingga waktu perawatan di rumah sakit lebih
singkat dan cepat kembali ke aktivitas normal.
c. Luka kecil mengakibatkan perut bekas operasi hampir tidak terlihat.
2.1.5 Jenis Operasi yang Dapat Dilakukan dengan Bedah Laparaskopi:
4

a. Bidang ilmu Bedah : Oeprasi Usus Buntu (Appendisitis), Batu kendung empedu
(Kholesistitis, Kholelitiasis), Perlengketan Usus, Operasi tertentu pada lambung, Usus Halus
dan Usus Besar.
b. Bidang Ilmu Kebidanan (OBs-Gyn) : Laparaskopi diagnostik, Chromotubation (menilai
patensi tuba atau saluran telur), sterilisasi, kehamilan ektopik (kehamilan dluar kandungan),
Kista indung telur/ovarium.
2.1.6 Kapankah Pasien Pulang:
a. Pada operasi yang sederhana, pasien boleh pulang 1-2 hari setelah operasi.
b. Pada radang usu buntu yang pecah dan bernanah, pasien boleh pulang minimal setelah 3-4
hari setelah operasi, selanjutnya dapat berobat jalan.
2.1.7 Kapankah Bedah Laparaskopi Tidak Boleh Dilakukan:
Teknik operasi ini tidak dapat dilakukan pada pasien-pasian yag pernah operasi perut
sehingga terjadi perlengketan hebat di dalam rongga perut.
Bila bedah laparaskopi tidak memungkinkan, maka dilakukan tindakan pembedahan biasa
dengan sayatan yang lebih besar.
2.1.8 LAPAROSKOPI MEMINIMKAN SAYATAN
Teknologi dan teknik pembedahan pasien terus mengalami perkembangan. Semuanya
tentu demi pemulihan kesehatan pasien. Termasuk penggunaan kamera video untuk melakukan
bedah atau lebih dikenal dengan teknik laparoskopi. Bedah dengan menggunakan kamera video
sudah banyak digunakan di berbagai rumah sakit di Tanah Air, termasuk Rumah Sakit Awal
Bross Batam, yang terus melakukan pengembangan untuk lebih memberdayakan alat tersebut.
Menurut Assistant Business and Development Manager RS Awal Bross Batam, Ingrid
Sitawidjaja, alat tersebut bisa dimanfaatkan untuk pembedahan berbagai penyakit, seperti operasi
hernia, varicocele, dan kelenjar gondok. Perkembangan teknologi telah mengantarkan dunia
kedokteran, khususnya bedah, kepada efektivitas dan efisiensi. Teknik bedah minimal invasif,
laparoskopi misalnya, menjadi alternatif dari bedah konvensional, papar Ingrid.
Dengan teknik laparoskopi, proses pembedahan tidak memerlukan sayatan panjang
seperti dalam teknik konvensional. Sayatan dalam pembedahan laparoskopi dibuat seminimal
mungkin karena proses penyembuhan di dalam tubuh menggunakan alat tertentu yang bisa
dipantau secara langsung oleh kamera. Dengan demikian, banyak keuntungan yang diperoleh
pasien, antara lain hospitalisasi yang singkat, nyeri minimal, biaya murah, dan mengurangi
ileus, ucap dia.
Awalnya, laparoskopi dilakukan untuk bedah digestif atau bedah bagian perut dan saluran
pencernaan. Belakangan, kasus yang sering ditangani justru bukan hanya saluran pencernaan,
melainkan juga cholecystectomy atau pengangkatan kantong empedu dan appendectomy atau
pengangkatan usus buntu yang meradang.

Bedah laparoskopi juga bisa diterapkan untuk kasus lengketnya usus, tumor usus,
obesitas, hernia, dan kelenjar getah bening. RS Awal Bross Batam juga sudah bisa menangani
pembedahan pembesaran kelenjar gondok dengan alat tersebut.
2.1.9 PENGGUNAAN LAPAROSKOPI PADA KISTA OVARIUM
Kista ovarium fisiologis merupakan massa di ovarium yang paling umum ditemukan.
Kista ini disebabkan oleh karpena kegagalan folikel untuk pecah atau regresi. Ukuran kista
ovarium fisiologis ini kurang dari 6 cm, permukaan rata, mobile dan konsistensi kistik. Keluhan
dapat berupa massa di daerah pelvik maupun ketidakteraturan haid. Terdapat beberapa jenis kista
fungsional yaitu kista folikuler, kista korpus luteum, kista teka lutein dan luteoma kehamilan.
Penanganan kista ovarium dapat berupa konservatif maupun operatif. Prosedur pembedahan
perlu dilakukan untuk mengetahui asal massa bila dari pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang sulit menentukan asal massa tersebut. Pada tahun 1991, laparoskopi baru digunakan
baik sebagai alat diagnosa sekaligus sebagai terapi. Prosedur pembedahan kista ovarium ini
dapat berupa kistektomi dan salfingo-ooforektomi. Kelebihan dari tindakan waktu operasi lebih
singkat dan masa penyembuhan yang lebih cepat dibanding dengan laparotomi.
2.1.10 PENANGANAN KISTA OVARIUM DENGAN LAPAROSKOPI
Penggunaan laparoskopi untuk penanganan massa di pelvik meningkat satu dekade
terakhir ini. Sampai tahun 1990 tidak terdapat panduan secara umum mengenai penggunaan
laparoskopi sebagai alat diagnostik maupun terapi untuk kelainankelainan ginekologi. Pada
tahun 1991 Dr. Vicki Seltzer mengusulkan panduan penggunaan laparoskopi sebagai alat
diagnosis dan terapi. Hulka dkk melaporkan pada suatu survey, dilakukan 13,739 prosedur
laparoskopi untuk penanganan massa di ovarium 3. Penggunaan laparoskopi dalam prosedur
pembedahan untuk kista ovarium dapat berupa kistektomi dan salfingoooforektomi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, laparoskopi merupakan cara operasi yang lebih
aman, efektif, dan dapat meminimalkan resiko seperti seperti perdarahan, infeksi dan cidera
organ sekitar dibandingkan bedah konvensional yang menggunakan metode laparotomi.
2.2 Amnioscopy
Amnioscopy digunakan untuk mendeteksi bahaya janin selama kehappmilan akhir dan
awal persalinan sebelum pecahnya ketuban. Para forewaters diperiksa melalui membran utuh
setelah penyisipan dari tabung kerucut (amnioscope) ke dalam kanalis servikalis. Cairan ketuban
jernih atau susu adalah tanda kondisi janin yang normal, sedangkan cairan ketuban hijau atau
kuning menunjukkan bahaya yang akan datang. Evaluasi optik cairan ketuban diindikasikan
selama kehamilan akhir setiap kali insufisiensi plasenta diduga. Gestosis dan postmaturity adalah
penyebab yang paling sering dicurigai insufisiensi plasenta, meskipun juga ditemukan kelainan
lain atau komplikasi, misalnya, konsepsi akhir, diabetes mellitius, dan eritroblastosis.
Amnioscopy dasarnya adalah sebuah alat pengawasan, namun indikasi lainnya termasuk
kegunaannya sebagai metode yang aman untuk buatan pecah membran, diferensiasi jenis
ketuban pecah dini, antepartum diferensiasi hemorrage, dan kecurigaan kematian intrauterin.
Teknik amnioscopic dijelaskan dan instrumentasi yang digambarkan. Bercampur mekonium
6

cairan ketuban menunjukkan krisis hipoksia terjadi sesaat sebelum amniosentesis. Kecuali untuk
diabetes dan eritroblastosis, hampir semua situasi hipoksia janin selama kehamilan akhir disertai
dengan bagian mekonium. Bahaya terbesar adalah prosedur naik infeksi. Selain evaluasi optik,
amnioscopy juga dapat mengukur: 1) Ukuran janin (thoracocephalometry gabungan), 2)
cardiotocography selama kontraksi spontan atau setelah uji beban oksitosin, 3) kematangan paru
prenatal, 4) estrogen isi plasma ibu atau urin; 5) HPL serum ibu, dan 6) spektrofotometri
minuman keras.
2.2.1 Tujuan Amnioscopy
a. Untuk menditeksi abnormalitas kromosom, defek pembuluh saraf, dan gangguan tertaut seks.
b. Untuk menentukan maturitas janin.
2.2.2 Masalah Klinis
Indikasi : gangguan kromosomal, defek pembuluh saraf, penyakit hemolitikakibat
inkompatibilitas Rh, jeniskelamin janin ( penting pada gangguan tertaut seks- mis, hemofilia),
maturitas janin, maturitas pulmonar pada janin ( rasio L/S ).
2.2.3 Amnioscopy untuk ibu hamil
Tes ini dilakukan pada wanita hamil saat pengiriman tidak terjadi dalam waktu yang telah
ditetapkan dan selanjutnya tertunda pertanyaan account.This harus menjawab spesialis yang
membawa kehamilan Anda, karena itu harus dia yang memiliki kata terakhir. Pengujian
dilakukan melalui amnioscope dengan yang melakukan pemeriksaan visual dari negara itu
adalah cairan ketuban dan melihat apakah ada hipermadurez janin.
Amnioscope ini dirancang untuk melakukan studi menyakitkan cairan ketuban melalui leher
rahim. Perangkat ini memungkinkan spesialis untuk sampai ke kantong air, yang terdiri dari
selaput tipis dan di mana cairan ketuban dan bayi mengambang.
Berkat amnioscopy yang yakin tentang adalah posisi janin dan apa negara itu adalah
cairan ketuban. Sebuah sinar cahaya adalah warna cairan ketuban untuk memeriksa apakah Anda
memiliki rona kekuningan yang bisa menunjukkan adanya bilirubin, mengakibatkan
ketidakcocokan darah, dalam hal lapangan hijau bisa memperingatkan keberadaan mekonium,
yang akan menghasilkan dalam hipoksia, yaitu ada kekurangan oksigen dan karena itu
kemungkinan gawat janin terjadi, apakah sebaliknya, nada dari cairan ketuban kemerahan ini
akan berarti bahwa janin sudah mati.
2.3 Biopsi jaringan
Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia untuk pemeriksaan
patologis mikroskopik. Dari bahasa latin bios:hidup dan opsi: tampilan. Jadi secara umum biopsi
adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan dikirim ke laboratorium
untuk diperiksa. Biopsi kebanyakan dlakukan untuk mengetahui adanya kanker. Bagian apapun
dari tubuh, seperti kulit, organ tubuh maupun benjolan dapat diperiksa. X-ray, CT scan ataupun
7

ultrasound dapat dilakukan terlebih dahulu untuk mengalokasikan area biopsi. Biopsi dapat
dilakukan juga dengan proses pembedahan. Dengan demikian biopsi adalah pemeriksaan
penunjang untuk membantu diagnosa dokter bukan untuk terapi kanker kecuali biopsi eksisional
dimana selain pengambilan sampel juga mengangkat semua massa atau kelainan yang ada.
2.3.1 Tujuan biopsi
1. Mengetahu morfologi tumor
1. Tipe histologic tumor
2. Subtipe tumor
3. Grading sel
2. Radikalitas operasi
3. Staging tumor
1. Besar specimen dan tumor dalam centimeter
2. Luas ekstensi tumor
3. Bentuk tumor
4. Nodus regional
- Banyak kelenjar limfe yang ditemukan
- Banyak kelenjar limfe yang mengandung metastasis
- Adanya invasi kapsuler
- Metastase ekstranodal
2.3.2 Masalah Klinis
Indikasi gangguan darah, malignansi, kista, polip, proses infeksius, penyakit progresif
( sirosis, nefrosis, lupus nefritis ), defek ovulatif, peenolakan organ transplantasi.
2.3.4 Syarat Biopsi
1. Tidak boleh membuat flap
2. Dilakukan secara tajam
3. Tidak boleh memasang drain
4. Letaknya dibagian tumor yang dicurigai
5. Garis insisi harus memperhatikan rencana terapi definitif (diletakkan dibagian yang akan
diangkat saat operasi definitif)
2.3.5 Kontra indikasi operasi
1. Biopsi insisional pada tumor kecil yang dapat diangkat secara keseluruhan
2. Infeksi pada lokasi yang akan dibiopsi (relatif)
3. Gangguan faal hemostasis berat (relatif)
4. Biopsi diluar daerah yang direncanakan akan dieksisi saat operasi
8

2.3.6 Jenis Biopsi


Bentuk yang paling sederhana dari biopsi adalah pengambilan sebagian potongan tumor yang
viable seperti pads kulit atau permukaan lain yang mudah dijangkau dengan tang pemotong yang
sesuai. Prosedur semacam ini umumnya tidak menimbulkan rasa sakit dan biasanya dilakukan
tanpa pemberian Novocain selama kanker tidak disuplai oleh saraf. Namun, kadang diperlukan
biopsi yang melibatkan jaringan sehat serta yang dicurigai sakit untuk mendapatkan sel yang
hidup. Dalam hal ini , tentu diperlukan anastesi lokal. Ada beberapa jenis biopsi yaitu:
a. Biposi insisional yaitu pengambilan sampel jaringan melalui pemotongan dengan pisau
bedah. Anda akan dibius total atau lokal tergantung lokasi massa, lalu dengan pisau
bedah, kulit disayat hingga menemukan massa dan diambil sedikit untuk diperiksa.
b. Biopsi eksisional yaitu pengambilan seluruh massa yang dicurigai untuk kemudian
diperiksa di bawah mikroskop. Metode ini dilakukan di bawah bius umum atau lokal
tergantung lokasi massa dan biasanya dilakukan bila massa tumor kecil dan belum ada
metastase atau penyebaran tumor.
c. Biopsi jarum yaitu pengambilan sampel jaringan atau cairan dengan cara disedot lewat
jarum. Biasanya cara ini dilakukan dengan bius lokal (hanya area sekitar jarum) dan bisa
dilakukan langsung atau dibantu dengan radiologi seperti CT scan atau USG sebagai
panduan bagi dokter untuk membuat jarum mencapai massa atau lokasi yang diinginkan.
Bila biopsi jarum menggunakan jarum berukuran besar maka disebut core biopsi,
sedangkan bila menggunakan jarum kecil atau halus maka disebut fine needle aspiration
biopsi.
d. Biopsy jarum dengan bantuan endoskopi. Prinsipnya sama yaitu pengambilan sampel
jaringan dengan aspirasi jarum, hanya saja metode ini menggunakan endoskopi sebagai
panduannya. Cara ini baik untuk tumor dalam saluran tubuh seperti saluran pernafasan,
pencernaan dan kandungan. Endoskopi dengan kamera masuk ke dalam saluran menuju
lokasi kanker, lalu dengan jarum diambil sedikit jaringan sebagai sampel.
e. Punch biopsy. Biopsi ini biasa dilakukan pada kelainan di kulit. Metode ini dilakukan
dengan alat yang ukurannya seperti pensil yang kemudian ditekankan pada kelainan di
kulit, lalu instrument tajam di dalapmnya akan mengambil jaringan kulit yang ditekan.
Anda akan dibius lokal saja dan bila pengambilan kulit tidak besar maka tidak perlu
dijahit.
Jaringan yang diperoleh dari hasil biopsi difiksasi, dan dikirim untuk pemeriksaan patologi dan
atau imunohistokimia. Tujuan pemeriksaan patologi ini adalah untuk menentukan apakah lesi
tersebut ganas atau jinak, dan membedakan jenis histologisnya. Pada beberapa keadaan, biopsi
dari kelenjar getah bening menentukan staging dari keganasan. Tepi dari specimen (pada biopsi
eksisional) juga diperiksa untuk mengetahui apakah seluruh lesi sudah terangkat (tepi bebas dari
infiltrasi tumor)
Satu jenis biopsi khusus yang dapat mengetahui sitologi dari lesi adalah FNAB (fine needle
aspiration biopsy). Untuk beberapa jenis keganasan, sensitifitas dan spesifisitas FNAB sama atau
lebih baik dari biopsi konvensional
9

2.3.7 Persiapan Biopsi


a. Selama 1 minggu sebelumnya Anda harus menghentikan segala macam konsumsi obat
yang membuat pembekuan darah terganggu seperti aspirin, Coumadin dan nonsteroidal
anti-inflammatory Drugs (NSAIDs).
b. Konsultasikan pada dokter apakah Anda harus tetap menkonsumsi obat-obatan yang
diresepkan untuk Anda
2.3.8 Selama Pemeriksaan
Anda akan dibaringkan di atas meja periksa dengan memakai gaun rumah sakit.
a. X-ray, CT scan atau ultrasonografi mungkin akan dilakukan terlebih dahulu untuk
menentukan lokasi biopsi.
b. Lokasi biopsi dibersihkan.
c. Obat bius dimasukkan ke dalam tubuh. Anda akan merasakan sakit menyengat ringan.
d. Saat area biopsi sudah terbius, jarum kecil akan dimasukkan ke area yang akan diteliti.
e. Sebagian jaringan-jaringan atau sel-sel diambil. Dalam beberapa kasus, pembedahan
kecil dapat dilakukan agar jaringan atau benjolan dapat diambil untuk diperiksa.
f. Beritahu dokter anda jika Anda merasa tidak nyaman.
g. Setelah itu jarum akan diangkat.
h. Daerah biopsi akan ditekan lalu akan dipasang kassa kecil. Jika dilakukan pembedahan ,
maka akan dilakukan penjahitan.
2.3.9 Setelah Pemeriksaan
a. Kemungkinan akan ada memar, rasa tidak nyaman ataupun bengkak di tempat biopsi
dilakukan.
b. Jika perlu, pakailah obat penghilang rasa sakit yang tidak mengandung aspirin.
c. Letakkan es batu secukupnya di atas luka untuk mengurangi memar dan bengkak.
d. Hindari aktivitas berat ataupun mengangkat beban lebih dari 2,5 kg selama 24 jam.
Perlahan-lahan Anda dapat melakukan aktivitas normal kecuali ada pemberitahuan
sebelumnya dari dokter.
e. Hasil tes akan dikirim langsung ke dokter Anda. Dokter Anda akan memberitahukan
hasilnya kepada Anda.
2.3.10 Lain-lain yang hendaknya diketahui.
a. Bila anda dibawah pengaruh bius umum, maka tindakan biopsi tidak akan menimbulkan
rasa sakit. Tapi bila biopsi dilakukan dengan bius lokal seperti pada biopsi jarum, maka
anda mungkin akan merasakan sensasi nyeri tajam akibat tusukan jarum sesaat saja.
b. Biasanya dibutuhkan waktu 2-3 hari, tapi ini tergantung keadaan jaringan dan teknologi
laboratorium yang ada.
c. Bila hasil biopsi dinyatakan normal, maka tidak ada kelainan atau keganasan pada
jaringan yang diambil. Tapi bila hasil biopsi dinyatakan abnormal, bukan berarti anda
10

terkena kanker. Hasil abnormal berarti ada kelainan pada jaringan yang bisa berarti jinak
atau ganas jadi tanyakan pada dokter anda intrepetasi yang lengkap. Bila hasil biopsi
anda adalah inconclusive atau tidak dapat disimpulkan, maka kemungkinan sampel
jaringan yang diambil tidak representative dan mungkin biopsi harus diulang.
d. Bila pengambilan sampel tepat dan pemeriksaan sampel jaringan dilakukan oleh ahlinya,
maka biopsi insisional dan biopsi eksisional hampir 100% tepat. Tetapi khusus untuk
biopsi jarum, maka kemungkinan meleset hanya 2-5 kasus dari 100 kasus kanker. Bila
hasil biopsi jarum meragukan, maka dokter biasanya akan mengambil tindakan biopsi
jaringan.
e. Efek samping yang mungkin timbul adalah perdarahan, lebam, dan infeksi. Bila anda
mengalami tanda-tanda tersebut segeralah ke dokter.
f. Menurut penelitian, biopsi jaringan bila dilakukan oleh ahlinya maka kemungkinan
penyebaran sel kanker melalui darah menjadi minimal.

DAFTAR PUSAKA
Anonim http://artiasofftiyani.blogspot.co.id/2013/04/normal-0-21-false-false-false-ms-xnone.html
uliyah musrifatul M. dan A.A.A Hidayat. 2008. Praktikum keterampilan Dasar Pratikum Klinik:
11

dasar-dasar pratikum kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

12

Anda mungkin juga menyukai