Anda di halaman 1dari 8

Presentasi kasus

KPD 10 JAM PADA PRIMIGRAVIDA


HAMIL ATERM DALAM PERSALINAN

Disusun oleh :
Kevin wahyudy G99141118
Surya adhi P G99141119

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

STATUS PASIEN
A.Identitas
Nama

: Ny. L

Umur

: 31 tahun

Jenis kelamin : perempuan


Pekerjaan

: ibu rumah tangga

Alamat

: kliwonan,kebumen

Status

: menikah

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

Tanggal masuk: 11 Mei 2015

B. Anamnesis
1. Keluhan utama
Pasien merupakan rujukan dari bidan desa dengan diagnosis ketuban pecah dini 10
jam usia kehamilan 38+4 minggu.
2. Riwayat penyakit sekarang
Datang seorang G1P0A0, 31 tahun, datang bersama bidan desa dengan diagnosis
ketuban pecah dini 10 jam. Pasien mengeluhkan mengeluarkan cairan yang merembes dari
kemaluannya dalam jumlah banyak ngepyok-ngepyok dan tiba-tiba 10 jam sebelum
masuk rumah sakit. Pasien merasa hamil, merasa kencang-kencang, namun tidak
mengeluhkan pernah mengeluarkan lendir darah dari kemaluannya. Cairan yang keluar
berwarna bening, encer, dan tidak berbau. Pasien tidak mengeluhkan keluhan serupa
sebelumnya, HPL 21-5-2015 HPMT 14-8-2015 riwayat menstruasi lancar 1x/bulan, 3-4
hari/siklus, ganti pembalut 3-4x/hari.
3. Riwayat menstruasi
Menarche
Siklus menstruasi
Lama menstruasi
Darah haid
Dismenore
Riwayat perdarahan diluar siklus

: 12 tahun
: 30 hari
: 3-4 hari
: 70cc (3-4x ganti pembalut)
: disangkal
: disangkal

4. Riwayat pernikahan
Pasien menikah 1 kali pada saat usia pasien 29 tahun

5. Riwayat feritilitas
Riwayat fertilitas pasien dinlai baik
6. Riwayat obstetrik
Pasien sebelumnya tidak pernah hamil dan memiliki anak sebelumnya
7. Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi
: disangkal
Diabetes mellitus : disangkal
Asma
: disangkal
Alergi obat
: disangkal
8. Riwayat kontrasepsi
Pasien tidak pernah menggunakan alat-alat kontrasepsi selama menikah. Suami pasien
juga tidak pernah menggunakan kondom ketika berhubungan dengan istri.
9. Riwayat kebiasaan
Pasien tidak bekerja selama hamil. Pasien juga mengaku tidak pernah merokok
maupun pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang. Suami pasien juga tidak pernah
merokok.
C. Pemeriksaan fisik
1. KU
: CM, Baik
2. Kesdaran : kompos mentis
3. Vital sign : TD : 120/70 mmhg nadi : 92x/menit
Suhu : 36,70 C
RR : 18x/menit
4. Kepala
: Mesocephal
5. Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
6. Leher
: Tidak ada pembesaran limfonodi, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, JVP
tidak meningkat
7. Thorax
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising (-)
Paru-paru
Inspeksi : retraksi dada (-), pengembangan dinding dada kanan= dada kiri, simertis
kanan dan kiri
Palpasi
: fremitus taktil kanan=kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan (-/-)
8. Adomen : hati tidak teraba; lien tidak teraba
9. Anggota gerak: oedema (-), akral dingin (-)
D. Status obstetri
1. Inspeksi
Kepala

: mesocephal

2.
3.
4.
5.
6.

Mata
: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Thorax
: glandula mammae hipertrofi (-), aerola mammae hiperpigmentasi
Abdomen : dinding perrut sejajar dinding dada, tidak nampak adanya penonjolan,
sikatrik (-)
Palpasi
Supel, nyeri tekan (-) diperut kanan bawah
Auskultasi
Bising usus (+), normal reguler
Perkusi
Pekak beralih (-), undulasi (-)
Genitalia eksterna
V/U tidak ada kelainan, dinding vagina dbn, flek darah (-), discharge (-), air ketuban (+)
Pemeriksaan dalam
VT: VU tenang, dinding vagina dbn, portio licin, OUE terbuka dengan diameter 4cm,
cavum uteri setinggi 2 jari di bawah processus xiphyoideus, air ketuban +, lendir darah

E. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah (11 mei 2015)
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hitung leukosit
Hitung eritrosit
Hitung trombosit
Hematokrit
Globulin
Total protein
Albumin

Hasil
13,2
19,5
4,1
191
39
1,9
5,34
3,4

Satuan
gr/dL
Ribu/ul
Juta/ul
Ribu/ul
%
Gr/dL
Gr/dL
Gr/dL

Hasil USG (11 mei 2015) :


1. Tampak janin tunggal memanjang, intrauterine, presentasi kepala DJJ (+)
2. BPD =8,89 cm
AC= 31,97 cm
FL= 7,29 cm
EFW= 3193 gr
3. Plasenta insersi di corpus uteri grade II-III, air ketuban kesan cukup
F. Kesimpulan

Datang seorang G1P0A0, 31 tahun, datang bersama bidan desa dengan diagnosis
ketuban pecah dini 10 jam. Pasien mengeluhkan mengeluarkan cairan yang merembes dari
kemaluannya dalam jumlah banyak ngepyok-ngepyok dan tiba-tiba 10 jam sebelum masuk
rumah sakit. Pasien merasa hamil, merasa kencang-kencang, namun tidak mengeluhkan
pernah mengeluarkan lendir darah dari kemaluannya. Cairan yang keluar berwarna bening,
encer, dan tidak berbau.
G. Diagnosis
Ketuban pecah dini 10 jam pada primigravida hamil aterm dalam persalinan
H. Prognosis
Ibu : Dubia ad bonam
Janin: Dubia ad bonam
I. Penatalaksanaan
Mondok bangsal (konservatif pertahankan kehamilan)
Cek lab lengkap
Observasi 10
Induksi oksitosin 10 IU

STUDI PUSTAKA
Ketuban pecah dini (KPD) merujuk pada pasien dengan usia kehamilan diatas 37
minggu dan mengalami pecah ketuban sebelum dimulainya proses persalinan. Ketuban pecah
dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban sebelum usia 37 minggu. Ketuban pecah dini
spontan adalah pecahnya ketuban setelah atau dengan dimulainya persalinan. KPD
memanjang adalah pecahnya ketuban yang terjadi lebih dari 24 jam dan sebelum dimulainya
proses persalinan.

Membran yang mengelilingi kavum amniotik terdiri dari amnion dan korion, yang
merupakan lapisan yang melekat yang mengandung berbagai tipe sel, termasuk sel epitel, sel
mesenkim, dan sel trofoblas, tertanam dalma matriks kolagen. Membran ini mempertahankan
cairan amnion dan mensekresikan substansi baik ke dalam cairan amnion maupun ke uterus,
dan melindungi janin dari infeksi yang melibatkan saluran reproduksi. Pada ausia kehamilan
aterm, 8-10% wanita hamil mengalami KPD dan para wanita ini memiliki resiko infeksi
intrauteri yang meningkat bila interval antara pecah ketuban dan pelahiran semakin lama.
KPDP terjadi pada kira-kira 1% dari seluruh kehamilan dan berkaitan dengan 30-30%
kelahiran prematur. Hal ini kemudian menjadi penyebab utama yang teridentifikasi dari
kelahiran prematur, dan komplikasinya termasuk sindroma distress pernafasan, infeksi
neonatus, dan perdarahan interventrikuler.
Setelah ketuban pecah dini aterm, 70% kasus memulai perslinan dalam 24 jam dan
95% dalam 72 jam. Pada kasus KPD preterm, periode laten sejak pecahnya ketuban hingga
persalinan menurun, berbanding dengan bertambahnya usia kehamilan. Misalnya, pada 20-26
minggu kehamilan, rerata periode laten adalah 12 hari, sedangkan pada 32-34 minggu hanya
4 hari. Ruptur membran ketuban dapat terjadi karena beberapa hal. Meskipun hal tersebut
bisa karena proses pelemahan membran fisiologis yang diikuti dengan tenaga robekan akibat
koontraksi uterus. Faktor-faktor resiko yang dapat meningkatkan resiko terjadinya ketuban
pecah dini diantaranya adalah lahir preterm spontan, perdarahan pada trimester kedua dan
ketiga, index massa tubuh yang rendah, merokok, dan penggunaan obat-obatan.
Komplikasi
1. Munculnya his dengan KPD pada kehamilan aterm, kontraksi akan terjadi dalam
waktu 24 jam setelah selaput ketuban pecah pada 80-90%. Pada pasien dengan kala I
periode laten akan lebih panjang. Fase laten lebih dari 24 jam terjadi pada 57-83%
pasien, dan lebih dari 72 jam terjadi pada 15-26% dan lebih dari 7 hari terjadi pada
19-41%.
2. Respiratory distress syndrome (RDS), merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi pada umur kehamilan sebelum 37 minggu.
3. Infeksi. Berdasarkan kultur cairan amnion atau respin inflamasi dari preparat
histologis sering terjadi hingga 80% pasien KPD pada umur kehamilan dini.
Endometritis terjadi pada 29% pasien.
4. Hipoplasisa pulmoner adalah komplikasi yang serius pada kejadian KPD, dans ering
terjadi pada KPD pada umur kehamilan yang lebih awal, terutama apabila terdapat
keadaan oligohidramnion yang parah dan KPD yang lama. Terdapat kemungkinan
hampir 100% untuk terjadi hipoplasia pulmoner ketika KPD 23 minggu sebelumnya
dan oligohidramnion yang parah. Semakin tua usia kehamilan makan resiko untuk
terjadinya hipoplasia pulmoner makin menurun.
Diagnosis
Evaluasi awal dapat ditemukan adanya cairan yang keluar dari vagina biasanya dalam
jumlah yang banyak dan tiba-tiba. Diagnosis banding yang menyerupai adalah, sekret vagina
akibat infeksi. Jika setelah muncul KPD pasien tidak segera dalam persalinan, maka

pemeriksaan secara vaginal touche dapat dilakukan. Dengan menggunakan spekulum vagina
dapat ditemukan cairan ketuban yang merembes keluar yang menandakan ketuban yang
pecah. Nilai normal kadar Ph vagina adalah 4-4.7 selama kehamilan dan kadar pH cairan
amnion adalah 7.1-7.3. Perubahan warna pada kertas nitrazin menjadi biru gelap dapat
menjadi penabda adanya air ketuban dalam liang vagina. Namun positif pallsu dapat terjadi
karena darah, semen, urin yang basa, vaginosis bakterial dan trikomoniasis.
Pemeriksaan dengan menggunakan USG telah banyak dilakukan, karena dengan
adanya oligohidraamnion dicurigai terjadinya ketuban pecah dini. Pemeriksaan fetal
fibronectin juga menunjukkan sensitivitas yang tinggi untuk mendiagnosis adanya KPD.
Terkadang apabila diagnosis belum dapat ditegakkan penyuntikan pewarnaan transabdominal
digunakan dengan indigo karmin biru yang disuntikkan ke cairan ketuban. Setelah injeksi, 30
menit kemudian busa diletakkan pada liang vagina.
Penatalaksanaan
Secara keseluruhan penatalaksanaan KPD dengan mempertimbangkan kesselamatan
bayi. Penatalaksanaan KPD dapat dibagi kedalam 4 fase emergensi. Saat trimester kedua,
janin perlu diinduksi karena keselamatan bayi yang rendah pada trimester ini. Kemudian pada
trimester tiga awal, prosentase keselamatan bayi mulai meningkat. Namun tidak menutup
kemungkinan munculnya kecacatan pada saat persalinan. Pada trimester tiga tengah
prosentase keselamatan bayi sangat meningkat meskipun masih ada timbul kecacatan meski
sedikit. Kemudian daat mendekati aterm mortalitas dan morbiditas rendah.
Obat-obatan steroid dapat diresepkan pada kejadian KPD pada umur kehamilan
kurang dari 32 minggu dengan syarat tidak ada tanda-tanda korioamnionitis. Pasien KPD
yang mendekati waktu persalinan dapat diberikan antibiotik berdasarkan dua indikasi.
Pertama, sebagai langkah untuk mencegah terjaidnya infeksi, kemdian yang kedua
berdasarkan hipotesis yang menyebutkan bahwa infeksi adalah penyebab terjadinya ketuban
pecah dini atau infeksi pada ketuban pecah dini menyebabkan kontraksi pada uterus.
Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik berspektrum luas. Selain itu pemberian antibiotik
dapat menunda persalinan antara 2-7 hari, mengurangi angka terjadinya korioamnionitis, dan
mengurangi kejadian infeksi neonatas. Dari sisi janin pemberian antibiotik bermanfaat agar
kultur darah negatif, penggunaan surfaktan, serta kebutuhan oksigen terapi.
Pada KPD pada umur kehamilan 35 minggu, penanganan janin dengan dilakukan
induksi oksitosin hingga 12 atau 24 jam, dan penggunaan antibiotik sebagai langkah
profilaksis. Untuk umur kehamilan 32-33 minggu, tidak dianjurkan untuk menggunakan
tokolitik, karena efektifitas kortikosteroid kurang memiliki bukti yang adekuat maka,
penggunaan obat ini tidak dianjurkan. Penggunaan antibiotik berguna untuk profilaksis
terhadap infeksi streptococcus grup-B. Pada umur kehamilan 25-32 minggu yang mengalami
KPD, antibiotik digunakan selama 7 hari, dapat menggunakan ampisilin+eritromisin, atau
eritromisin untuk profilaksis terhadap infeksi, penggunaan tokolitik terbatas hingga 48 jam,
dan kortikosteroid. Pada umur kehamilan <25 minggu penggunaan antibiotik akan
meningkatkan infeksi intrauterine, penggunaan antibiotik selama 7 hari dapat memperpanjang

waktu persalinan dan mengurangi komplikasi, dan penggunaan tokolitik tidak dianjurkan
pada masa usia kehamilan ini.

Anda mungkin juga menyukai