Anda di halaman 1dari 17

PENDIDIKAN INKLUSIF

Oleh:
Tuti Kurniati
No. Reg: 7417130389

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014 1

Latar Belakang
... setiap warga negara, tidak memandang ras,
agama, suku, jender, keterbatasan fisik dan mental
berhak memperoleh layanan pendidikan dan
perlindungan dari diskriminasi ...

Kebutuhan Khusus (Cacat)


Tuna Grahita
Grahita
Tuna Rungu
Tuna Netra
Tuna Daksa
dll
khusu

umu
m

Kebutuhan Khusus
Cerdas Istimewa Bakat Istimewa
(CIBI)
Gifted (Cerdas Istimewa)
Talented (Bakat Istimewa)
khusu

Selalu saja ada warga yang khusus yang


memerlukan perhatian sangat khusus dengan
layanan yang sangat khusus pula.

Amanat UndangUndang
UUD 1945 yang sudah di amandemen pasal 31
ayat 1 dan 2. Dan pasal 32 UU Sisdiknas nomor
20 Tahun 2003 mengatur tentang Pendidikan
khusus dan pendidikan layanan khusus.
Permendiknas No. 70 tahun 2009
Pendidikan Inklusif
Anak berkebutuhan khusus:
1.berbagai ketunaan,
2.lamban belajar,
3.kesulitan belajar,
4.kesulitan komunikasi,
5.gangguan emosi/perilaku, dan
6.termarginalkan (Kemendiknas 2010)
3

tentang

Landasan Hukum
UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
Pasal (5) Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan
yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/ C.C6/MN/2003
Tanggal 20 Januari 2003:
Setiap
kabupaten/kota
diwajibkan
menyelenggarakan
dan
mengembangkan pendidikan inklusif di sekurang-kurangnya 4
(empat) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, SMK
Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan
Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
Pasal 4 Sekolah inlusif paling sedikit: 1 SD, 1 SMP per kecamatan, dan
1 SMA per kab/kota
Pasal 5 Sekolah lain yang tidak ditunjuk boleh menjadi sekolah
Inklusif paling sedikit memiliki 1 kursi per rombel

Alasan Implementasi Pendidikan Inklusif


1. Hambatan utama anak berkelainan untuk maju termasuk dalam
mengakses pendidikan setinggi mungkin bukan pada kecacatannya,
tetapi pada penerimaan sosial masyarakat
2. Pendidikan inklusif dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi
isu yang sangat menarik dalam sistem pendidikan nasional
3. Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama
anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya.
4.

Jumlah ABK yang telah bersekolah untuk


jenjang SD hanya 0,00018% dan SMP hanya
0,00012% dari total seluruh anak usia sekolah.
Sedangkan
prosentase
sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif untuk
jenjang SD adalah 0,39% dan jenjang SMP
adalah 0,25%.

Pengertian Pendidikan
Inklusif
Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang
mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolahsekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya
(Sapon Shevin dalam O Neil 1994)
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang
menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini
menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid
maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para
guru, agar anak-anak berhasil ( Stainback, 1980)
Pendidikan inklusif di Inonesia dimaksudkan sebagai sistem
layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan
khusus (ABK) belajar bersama dengan anak sebayanya di
sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
Setiap sekolah reguler diharapkan dapat menampung anak-anak
yang berkebutuhan khusus. Sekolah yang menyelenggarakan
Pendidikan Inklusif atau disebut Sekolah Inklusif

Karakteristik Utama
Pendidikan Inklusif

Anak berkebutuhajn khusus (ABK) belajar


dalam satu lingkungan pendidikan secara
bersama dengan anak-anak lainnya.

Setiap anak memperoleh layanan pendidikan


yang layak, menantang, dan bermutu.

Murid memperoleh layanan pendidikan sesuai


dengan kemampuan dan kebutuhannya.

Sistem pendidikan menyesuaikan dengan


kondisi anak.

Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif
Penyelenggaraan pendidikan inklusif terbagi
dalam 2 (dua) jenis:
Sekolah Biasa/sekolah umum yang mengakomodasi
semua anak berkebutuhan khusus,
Sekolah Luar Biasa/Sekolah Khusus yang mengakomodasi
anak normal.

Adapun alternatif Layanan Pendidikan Inklusi bisa


dilakukan antara lain dengan:
Kelas Biasa Penuh
Kelas Biasa dengan Tambahan Bimbingan di Dalam
Kelas Biasa dengan tambahan Bimbingan di Luar Kelas.
Kelas Khusus dengan Kesempatan Bergabung di Kelas
Biasa,
Kelas Khusus Penuh
Sekolah Khusus, dan
Sekolah Khusus berasrama

Hal-hal Yang Harus


Diperhatikan

Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima


keanekaragaman dan menghargai perbedaan.

Sekolah harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan


kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual.

Guru harus menerapkan pembelajaran yang interaktif

Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Guru dituntut melibatkan orangtua secara bermakna dalam proses pendidikan.

Kepala sekolah dan guru (yang nantinya akan menjadi GPK = Guru Pembimbing
Khusus) harus mendapatkan pelatihan bagaimana menjalankan sekolah inklusi.

GPK mendapatkan pelatihan teknis memfasilitasi anak ABK

Asesmen di sekolah dilakukan untuk mengetahui anak ABK dan tindakan yang
diperlukan.

Mengadakan bimbingan khusus atas kesepahaman dan kesepakatan dengan


orangtua ABK

Permasalahan Pendidikan
Inklusif di Indonesia (1)
Pemahaman inklusi dan implikasinya
Pendidikan inklusif bagi anak berkelainan/penyandang
cacat belum dipahami sebagai upaya peningkatan kualitas
layanan pendidikan. Masih dipahami sebagai upaya
memasukkan disabled children ke sekolah regular dalam
rangka give education right dan kemudahan access
education, dan againt discrimination.
Pendidikan inklusi cenderung dipersepsi sama dengan
integrasi, sehingga masih ditemukan pendapat bahwa
anak harus menyesuiakan dengan sistem sekolah.
Dalam implementasinya guru cenderung belum mampu
bersikap proactive dan ramah terhadap semua anak,
menimbulkan komplain orang tua, dan menjadikan anak
cacat sebagai bahan olok-olokan

Permasalahan Pendidikan
Inklusif di Indonesia (2)
Kebijakan sekolah
Sekalipun sudah didukung dengan visi yang cukup jelas,
menerima semua jenis anak cacat, sebagian sudah memiliki
guru khusus, mempunyai catatan hambatan belajar pada
masing-masing ABK, dan kebebasan guru kelas dan guru
khusus untuk mengimplementasikan pembelajaran yang
lebih kreatif dan inovatif, namun cenderung belum
didukung dengan koordinasi dengan tenaga profesional,
organisasi atau institusi terkait.
Masih terdapat kebijakan yang kurang tepat, yaitu guru
kelas tidak memiliki tangung jawab pada kemajuan belajar
ABK, serta keharusan orang tua ABK dalam penyediaan
guru khusus.

Permasalahan Pendidikan
Inklusif di Indonesia (3)

Proses pembelajaran

Proses pembelajaran belum dilaksanakan dalam bentuk team


teaching, tidak dilakukan secara terkoordinasi.
cenderung
masih
mengalami
kesulitan
dalam
Guru
merumusakan flexible curriculum, pembuatan IEP, dan dalam
menentukan tujuan, materi, dan metode pembelajaran.
Masih terjadi kesalahan praktek bahwa target kurikulum ABK
sama dengan siswa lainnya serta anggapan bahwa siswa cacat
tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menguasai materi
belajar.
keterbatasan
fasilitas
sekolah,
pelaksanaan
Karena
pembelajaran
belum
menggunakan
media,
sumber
dan
lingkungan yang beragam sesuai kebutuhan anak.
Belum adanya panduan yang jelas tentang sistem penilaian.
Sistem penilaian belum menggunakan pendekatan yang fleksibel
dan beragam.
Masih terdapat persepsi bahwa sistem penilaian hasil belajar
ABK sama dengan anak normal lainnya, sehingga berkembang
anggapan bahwa mereka tidak menunjukkan kemajuna belajar
yang berarti.

Permasalahan Pendidikan
Inklusif di Indonesia (4)

Kondisi Guru
Belum didukung dengan kualitas guru yang
memadai. Guru kelas masih dipandang not sensitive
and proactive yet to the special needs children.
Keberadaan guru khusus masih dinilai belum
sensitif dan proaktif terhadap permasalahan yang
dihadapi ABK.
Belum didukung dengan kejelasan aturan tentang
peran, tugas dan tanggung jawab masing-masing
guru.
Pelaksanaan tugas belum disertai dengan diskusi
rutin,
tersedianya
model
kolaborasi
sebagai
panduan, serta dukungan anggaran yang memadai.

Permasalahan Pendidikan
Inklusif di Indonesia (5)
Sistem Dukungan
Belum didukung dengan sistem dukungan yang memadai.
Peran orang tua, sekolah khusus, tenaga ahli, perguruan
tinggi - LPTK PLB, dan pemerintah masih dinilai minimal.
Sementara itu fasilitas sekolah juga masih terbatas.
Keterlibatan orang tua sebagai salah satu kunci
keberhasilan dalam pendidikan inklusi, belum terbina
dengan baik. Dampaknya, orang tua sering bersikap
kurang peduli dan realistik terhadap anaknya.
Peran SLB yang diharapkan mampu berfungsi sebagai
resource
centre
bagi
sekolah-sekolah
inklusi
di
lingkungannya, belum dapat dilaksanakan secara optimal,
baik karena belum adanya koordinasi dan kerja sama
maupun alasan geografik. Peran ahli yang diharapkan
dapat berfungsi sebagai media konsultasi, advokasi, dan
pengembangan SDM sekolah masih sangat minimal. LPTK
PLB
dalam
diseminasi
hasil
penelitian,
penelitian
kolaborasi maupun dalam implementasi terhadap hasilhasil penelitaian belum dapat diwujudkan dengan baik.
Peran pemerintah yang seharusnya menjadi ujung tombak
dalam mendorong implementasi inklusi secara baik dan
benar melalui regulasi aturan maupun.

Permasalahan Pendidikan
Inklusif di Indonesia (6)
Sistem Dukungan
Belum didukung dengan sistem dukungan yang memadai.
Peran orang tua, sekolah khusus, tenaga ahli, perguruan
tinggi - LPTK PLB, dan pemerintah masih dinilai minimal.
Sementara itu fasilitas sekolah juga masih terbatas.
Keterlibatan orang tua sebagai salah satu kunci
keberhasilan dalam pendidikan inklusi, belum terbina
dengan baik. Dampaknya, orang tua sering bersikap
kurang peduli dan realistik terhadap anaknya.
Peran SLB yang diharapkan mampu berfungsi sebagai
resource
centre
bagi
sekolah-sekolah
inklusi
di
lingkungannya, belum dapat dilaksanakan secara optimal,
baik karena belum adanya koordinasi dan kerja sama
maupun alasan geografik. Peran ahli yang diharapkan
dapat berfungsi sebagai media konsultasi, advokasi, dan
pengembangan SDM sekolah masih sangat minimal. LPTK
PLB
dalam
diseminasi
hasil
penelitian,
penelitian
kolaborasi maupun dalam implementasi terhadap hasilhasil penelitaian belum dapat diwujudkan dengan baik.
Peran pemerintah yang seharusnya menjadi ujung tombak
dalam mendorong implementasi inklusi secara baik dan
benar melalui regulasi aturan maupun.

Kesimpulan
Penyelenggaraan
pendidikan
inklusif
belum
menunjukkan
hasil
yang
memuaskan.
Terdapat banyak kendala yang harus
dihadapi
untuk
mengoptimalkan
pendidikan inklusif.
Akar permasalahan pendidikan inklusif
ialah kurangnya komitmen sekaligus
kemampuan para praktisi dan pengambil
kebijakan pendidikan.
Solusinya yang dapat dilakukan ialah
menyelenggarakan pelatihan dan studi
banding bagi praktisi dan pengambil
kebijakan pendidikan ke negara-negara
yang sukses dalam penyelenggaran
pendidikan inklusif.

Anda mungkin juga menyukai